You are on page 1of 54

PENGELOLAAN NYERI

Nyeri gejala yang paling sering membuat pasien menemui dokter hampir selalu merupakan
manifestasi proses patologis. Beberapa rencana perawatan harus ditujukan pada proses yang
mendasari sebagaimana usaaha untuk mengatasi nyeri. Pasien secara umum merujuk pengelolaan
nyeri pada primary care dokter umum atau spesialis setelah diagnosis telah ditegakkan dan
perawatan dari berbagai proses yang mendasari telah direncanakan. Pengcualian khusus adalah
pada pasien dengan nyeri kronik dimana penyebabny masih tampak setelah penyelidikan awal;
penyakit yang serius dan mengancam jiwa harus, telah disingkirkan.
Istilah pengelolaan nyeri secara penerapan umum digunakan pada seluruh pengetahuan
anestesiologi, tetapi dalam penggunaan modernnya diabatasi pada pengelolaan nyeri di luar
ruangan operasi. Tipe praktis ini secara luas dibagi menjadi pengelolaan nyeri akut dan kronis.
Pada awal sebelumnnya sesuai dengan recovery pasien setelah pembedahan atau dengan kondisi
medis akut di lingkungan rumah sakit, dimana yang terakhir meliputi kelompok yang berbeda
dari pasien pada rawat jalan. Sayangnya pembedaan ini terkesan dibuat buat karena dianggap
tumpang tindih dnegan yang ada; contoh yang bagus adalah pada pasien kangker yang sering
memerlukan pengelolaan nyeri jangka pendek dan jangka panjang; yang keduanya diluar rumah
sakit.
Praktek pengelolaan nyeri tidak hanya terbata pada seorang ahli anestesi tetapi juga meliputi
dokter lain seperti dokter praktek (penyakit dalam, ahli kangker, ahli syaraf) dan selain dokter
(psikolog, ahli urut, akupungtur, hipnosis). Secara jelas, pendekatan yang paling efektif adalah
secara multidisiplin, dimana pasien dievaluasi oleh seorang dokter (pengelola kasus) yang
melakukan pemeriksaan awal dan menyusun rencana perawatan, dan jasa serta sumber dari
spesialis lain telah siap ada. Lebih lanjut, pengelola kasus dan berbagai konsultan bertemu secara
teratur pada pertemuan kasus formal untuk mendiskusikan pasien. Satu klinik pengelolaan nyeri
spesialis cenderung pada orientasi sindrom atau modalitas. Spesialis sebelumnya dalam nyeri
punggung kronik, nyeri kepala, dan disfungsi sendi temporomandibular, dimana selanjutnya
menawarkan blok syaraf, akupungtur, hipnosis, dan umpan balik.
Ahli anetesi yang terlatih pada pengelolan nyeri berada pada posisi yang unik untuk
mengkoordinasikan pusat pengelolaan nyeri dengan berbagai disiplin ilmu karena latihan yang
luas dalam sesuai dengan variasi yag luas dairpasien dari pembedahan, obstetri, pediatrik dan
subspesialis medis yang lain, sebagaimana seorang yang ahli pada farmakologi klinik dan
penerapan neuroanatomi, yang meliputi penggunaan blok syaraf perifer dan sentral (lihat bab 16
dan 17)
Definisi dan klasifikasi nyeri
Seperti sensasi sadar lain, persepsi nyeri normal tergantung pada neurons khusus yang berfungsi
sebagai resptor, mendeteksi stimulus, dan kemudian transduksikan dan menjalarkannya pada
sistem nerves pusat. Sensasi adalah sering diuraikan sebagai protopathic ( noxius) atau epicritic
(nonnoxius). Sensasi Epicritic ( sentuhan ringan, tekanan, , proprioception, dan pembedaan suhu
temperatur) ditandai oleh resptor dengan ambang rendah dan biasanya diselenggarakan oleh

serabut syaraf bermielin besar ( lihat Tabel 14-1). Sebaliknya, sensasi protopathic ( nyeri) adalah
diselenggarakan oleh reseptor ambang tinggi dan diselenggarakan oleh serabut syaraf yang lebih
kecil, dengan sedikit bermielin ( A) dan tidak bermielin ( C)
Apakah nyeri itu ?
Nyeri bukan hanya suatu modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman. The International
Association for the Study of Pain menggambarkan nyeri sebagai " suatu pengalaman sensoris dan
emosional yang tidak tak menyenangkan dihubungkan dengan kerusakan jaringan nyata atau
potensial terjadinya kerusakan jaringan, atau digambarkan dalam keadan yang berkaitan dengan
kerusakan tersebut ." Definisi ini saling mempengaruhi antara tujuan, aspek sensoris fisiologis
nyeri dan sifat subjektifnya, emosional, dan komponen psikologis. Tanggapan untuk nyeri dapat
sangat bervariasi pada berbagi orang sebagaimana pada orang yang sama pada waktu yang
berbeda.
Istilah nosiseptif, dimana berasal dari kata noci (bahasa latin dan bahaya atau kerusakan),
digunkan untuk menggambarkan respon neural hanya pada stimulus trauma atau noxius. Semua
nosiseptif menghasilkan nyeri, tidak semua nyeri berasala dari nosiseptif. Banyak pasien yang
mengalami nyeri tanpa adanya stimulus nosiseptif. Karena itulah hal ini secara klinis berguna
untuk membagi nyeri menjadi 2 pembagian : (1) nyeri akut, dimana terutama karena nosiseptif
dan (2) nyeri kronik, dimana faktor psikologis dan perilaku sering membawa peran penting.
Tabel 18-1 menunjukkan keadaan yang sering digunakan untuk menggambarkan nyeri.
TERM

DESKRIPSI

ALLODYNIA

PERSEPSI DARI STIMULUS NONNOXIOUS


BIASANYA SEBAGAI SAKIT

ANALGESIA

TIDAK ADANYA PERSEPSI NYERI

ANESTESI

ABSEN DARI SEMUA SENSASI

ANESTHESIA DOLOROSA

NYERI DI DAERAH YANG TIDAK MEMILIKI


SENSASI

DYSESTHESIA

SENSASI TIDAK MENYENANGKAN ATAU


TIDAK NORMAL DENGAN ATAU TANPA
STIMULUS

HYPALGESIA (HYPOALGESIA)

BERKURANG TANGGAPAN TERHADAP


RANGSANGAN BERBAHAYA (MISALNYA,
COCOKAN PENITI)

HYPERALGESIA

PENINGKATAN RESPON TERHADAP


RANGSANGAN NOXIUS

HYPERESTHESIA

PENINGKATAN RESPON TERHADAP


RANGSANGAN RINGAN

HYPERPATHIA

KEHADIRAN HYPERESTHESIA, ALLODYNIA,


DAN BIASANYA BERHUBUNGAN DENGAN
HYPERALGESIA BERLEBIHAN, DAN SENSASI
PERSISTEN SETELAH STIMULUS

HYPESTHESIA (HYPOESTHESIA)

PENGURANGAN SENSASI CUTANEOUS


(MISALNYA, SENTUHAN RINGAN, TEKANAN,
ATAU SUHU)

NEURALGIA

NYERI PADA DISTRIBUSI SARAF ATAU


SEKELOMPOK SARAF

PARESTHESIA

SENSASI ABNORMAL DIRASAKAN TANPA


STIMULUS YANG JELAS

RADICULOPATHY

KELAINAN FUNGSIONAL DARI SATU ATAU


LEBIH SARAF AKAR

Nyeri juga diklasifikasikan menurut patofisiologi (seperti, nyeri nosiseptif atau neuropatik),
etiologinya (seperti, nyeri posoperatif atau kangker), area yanhg dipengaruhi (seperti, nyeri
kepala atau nyeri punggung bawah). Klasifikasi tersebut berguna untuk memilih modalitas
pengobatan dan terapi obat. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktifasi atau sensitisasi dari
nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksikan stimulus noxius. Nyeri neuropatik
merupakan hasil kerusakan atau abnormalitas didapat dari struktur syaraf perifer atau sentral.
Nyeri akut
Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang diebabkan oleh stimulus noxius karena kerusakan,
suatu proses penyakit, ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ viseral. Nyeri ini biasanya
nosiseptif. Nyeri nosiseptif memungkinkan untuk mendeteksi, melokalisasi, dan membatasi
kerusakan jaringan. Empat proses fisiologi meliputi : transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi. Tipe nyeri ini secara khas berhubungan dengan stres neuroendokrin yang proporsional
terhadap intensitasnya. Bentuk yang paling umum dari nyeri tersebut meliputi nyeri postrauma,
postoperatif, dan obstetrik sebagaimana suatu nyeri yang berhubungan dengan penyakit akut
medis, seperti infark miokard, pankreatitis, dan kalkulus renal. Sebagin besar bentuk nyeri akut
adalah selflimiting dan berakhir dengan pengobatan selama beberapa hari atau minggu. Ketika
nyeri tersebut gagal sembuh karena pnyembuhan yang abnormal ataupun pengobatan yang tidak
cukup, nyeri akan berubah menjadi nyeri kronik (di bawah). Dua tipe dari nyeri akut somatik
dan viseral- dibedakan berdasarkan asal dan gambarannya.
Nyeri Somatik
Nyeri somatik dapat lebih lanjut diklasifikasikan sebagai superfisial atau dalam. Nyeri somatik
superfisial adalah karena input nosiseptif yang muncul dari kulit, jaringan subkutan, dan
membran mukosa. Nyeri ini dikarakteristikkan terlokalisasi dengan baik da digambarkan sebagai
suatu sensasi yang tajam, menusuk, berdenyut atau terbakar.

Nyeri somatik dalam timbul dari otot, tendon, sendi ataupun tulang. Berlawanan dengn nyeri
somatik superfisial, nyeri ini biasanya tumpul, kualitas nyeri dan terlokalisasi kurang baik.
Sebagai gambaran tambahan adalah bahwa intensitas dan durasi dari stimulus mempengaruhi
derajat lokalisasi. Contohnya , nyeri yang mengikuti laporan trauma minor pada sendi siku
dilokalisaskikan pada siku, tetapi trauma yang berat dan mendukung sering menyebabkan nyeri
pada seluruh lengan.
Nyeri Viseral
Bentuk viseral dari nyeri akut dikarenakan proses penyakit atau fungsi abnormal dari organ
internal atau penutupnya (seperti, pleura parietal, perikardium, atau peritoneum). Empat subtipe
dideskripsikan : (1) nyeri viseral terlokalisasi nyata, (2) nyeri parietal terlokalisisasi, (3) nyeri
viseral yang dijalarkan, dan (4) nyeri parietal yang dijalarkan. Nyeri viseral yang nyata adalah
tumpul, difus, dan biasanya pada garis tengah. Ini sering berhubungan dengan aktifitas simpatik
dan parasimpatik yang abnormal yang menyebabkan mual, muntah, berkeringat, dan perubahan
tekanan darah dan denyut jantung. Nyeri parietal secara khas tam, dan sering digambarkan
sebagai sensasi yang menusuk yang terlokaslisasi pada area di sekitar organ atau dijalarkan pada
lokasi yang jauh (tabel 18-2). Fenomena nyeri viseral atau parietal berhubungan dengan area
kutan dihasilkan dari pola perkembangan embrional dan pergerakan jaringan, dan persatuan dari
input aferen viseral dan somatik pada sistem syaraf pusat. Karena itu nyeri berhubungan dengan
proses penyakit meliputi peritoneum atau pleura melewati diafragma sentral sering diubungkan
dengan leher dan bahu, sementar penyakit yang mempengaruhi permukaan parietal dari
diafragma perifer dihubungkan pada dada atau dinding abdomen atas.

Nyeri Kronik
Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang terus menerus di luar penyebab umum dari
penyakit akur atau setelah waktu untuk terjadinya penyembuhan. Periode ini dapat bervariasi
dari 1 hingga 6 bulan. Nyeri kronik dapat berupa nosiseptif, neuropatik atau campuran.
Gambaran yang membedakan adalah mekanisme psikologi atau faktor lingkungan yang sering
memegang peranan penting. Pasien dengan nyeri kronik sering memiliki sdikit atau bahakan
tanparespon stres neuroendokrin dan mengalami tidur yang menonjol dan gangguan afek
(mood). Nyeri neuropatik adalah paroxysmal dan lancinating, memiliki kualitas terbakar, dan
berhubungan dengan hiperpati. Ketika nyeri tersebut juga berkaitan dengan kehilangan input
sensori (seperti amputasi) pada sistem syaraf pusat, nyeri ini disebut nyeri deafferentation.
Ketika sistem simpatis memegang peran utama, nyeri ini sering disebut nyeri sympathetically
maintained.
Bentuk yang paling umum dari nyeri kronis meliputi nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
muskuloskeletal, kerusakan viseral kronik, lesi syaraf perifer, akar syaraf, ganglion akar cornu
(meliputi neuropati diabetik, causalgia, nyeri phantom ekstremitas, atau neuralgia postherpetik),

lesi dari sistem syaraf pusat (stroke, kerusakan medula spinalis, dan multiple sklerosis), dan
nyeri kangker. Nyeri dari sebagian besar kerusakan muskuloskeletal (seperti, artritis reumaoid,
dan osteoartritis) adalah terutama nosiseptif, sementara nyeri yang berhubungan dengan
kerusakan syaraf perifer atau sentral terutama neuropatik. Nyeri yang berkaitan dengan beberpa
kelainan, seperti, kangker dan nyeri punggung kronik (terutama setelah pembedahan) sering
merupkan nyeri campuran. Beberapa klinisi menggunakan istilah nyer kronik benigna ketika
nyeri tidak dihasilkan dari suatu kangker. Hal ini menjadi tidak bersemangat, karena nyeri tidak
pernah benigna dari perhatian utama pasien, tanpa memperdulikan apapun penyebabnya.

Anatomi dan Fisiologi Nosiseptif


Jalur nyeri
Untuk mnyederhanakan untuk kepentingan gambar, nyeri dijalarkan menurut tiga jalur syaraf
yang mengirimkan stimulus noxius dari perifer ke korteks serebri (gambar 18-1). Syaraf aferen
primer berlokasi pada bagian dorsal dari radiks ganglion, yang berada pada foramina vertebralis
pada setiap t ingkat medula spinalis. Setiap neuron memiliki satu akson yang bercabang,
mengirimkan satu akhir pada jaringan perifer yang diinervasinya dan yang lain padacornu
dorsalis medula spinalis. Pada cornu dorsalis, neuron aferen primer bersinaps dengan neuron
sekunder yang aksonnya melintasi garis tengah dan naik secara kontralateral pada traktu
spinotalamikus dengan tujuan neuron ketiga, yang selanjutnya mengirimkan proyeksi melalui
kapsula interna dan corona radiata pada girus postsentral dari korteks serebri (Gambar 18-2)

Serabut syaraf pertama


Serabut syaraf utama yang pertama mengirimkan akhir proksimal dari aksonnya pada medula
spinalis melalui bagian dorsal (sensorik) radiks spinalis pada setiap tingkat servikal, torakal,
lumbal dan sakral. Beberapa serabut afern tidak bermielin (C) digambarkan memasuki medula
spinalis lewat ventral dari radiks neuron (motorik), melaporkan untuk pengamatan bahwa
beberapa pasien selanjutnya akan merasakan nyerimeskipun setelah pemotongan dari kahir
radiks nervus (rhizotomy) dan menghasikan nyeri mengikuti stimulasi radiks ventral. Satu pada
cornu dorsalis, yang selanjutnya untuk bersinaps dengan neuron kedua, akson dari neuron
pertama mungkin bersinaps dengan interneuron, neuron simpatis dan cornu ventral dari neuron
motoris. Serabu nyeri yang berasal dari kepala dibawa oleh nervus (V), facial (VII),
glossopharyngeal (IX), and vagal (X). Ganglion gassery mengandung badan sel dari serabut
sensoris pada regio ophthalmic, maxillary, and mandibular dari nervus trigeminus. Badan sel dari

neuron aferen yang pertama dari nervus fasialis berlokasi pada ganglion geniculatum; nervus
glossofaringeus tersebut berada pada ganglion superior dan petrosal; dan nervus vagus berada
pada ganglion jugularis (somatik) dan ganglion nodosum (viseral). Akson proksimal melalui
neuron pertama ganglion tersebut dan mencapai nukleus di batang otak melewati nervus cranialis
secara berurutan , dimana mereka bersinaps dengan neuron kedua pada nukleus di batang otak.

Serabut syaraf kedua


Ketika serabut syaraf aferen memasuki medula spinalis, mereka berpisah menurut ukuran,
dengan besar, serabut bermielin menjadi medial, dan kecil, serabut tidak bermielin menjadi
lateral. Serabut nyeri mungkin akan naik ataupun turun satu hingga tiga segmen medula spinalis
pada traktus Lissauer sebelum bersinaps dengan neuron skeunder pada substansia grissea dari
cornu dorsalis yang ipsilateral. Pada banyak contoh mereka berkomunikasi dengan neuron kedua
melalui interneuron.
Substansia grissea medula spinalis dibagi oleh Rexed menjadi 10 lamina (gambar 18-3 dan tabel
18-3). Enam lamina pertama, yang membentuk cornu dorsalis , menerima semua aktifitas neural
afferen, dan menunjukkan lokasi utama dari modulasi nyeri dengan jalur neuron yang naik dan
turun. Neuron kedua adalah neuron nosiseptif khusus atau wide dynamic range (WDR). Neuron
spesifik nosiseptif hanya menghasilkan stimulus noksius, tetapi neuron WDR juga menerima
input aferen nonnoxius dari serabut A, A, dan serabut C, neuron spesifik nosiseptif tersususn
secara somatotopis pada lamina I dan telah tersendiri, lapangan resptif somatik, meraka secara
diam normal dan berspon hanya pada stmulasi noksius dengan ambang tinggi, dengan intensitas
stimulus yang masuk lemah. Neuron WDR adalah sel yang paling umum pada cornu dorsalis.
Meskipun mereka ditemukan melalui cornu dorsalis, neuron WDR adalah paling berlebihan pada
lamina V. Selama stimulasi berulang, neuron WDR secara berkarakter meningkatkan tingkat
letupannya secara eksponensial pada cara penilaiannya (wind up), meskipun dengan intensitas
stimulus yang sama. Mereka juga memiliki lapangan restif yang luas dibandingkan dengan
neuron nosiseptif spesifik.

Sebagian besar serabut nosiseptif C mengirimkan secara kolateral pada, atau berakhir pada,
neuron kedua pada lamina I dan II, dan, meluas lehih sedikit pada lamina V. Sebaliknya, serabut
nosiseptif A bersinap secara utama pada lamina I dan V, dan lebih kurang pada lamina X.
Lamina I berespon secara primer pada stimulus noxius (nosiseptif) dari jaringan kutan dan
somatik dalam. Lamina II, yang juga substansia gelatinosa, mengandung banyak interneuron dan
dipercayai memegang peranan penting dalam proses dan modulasi input nosiseptif dari
nosiseptor kutaneus. Ini juga jega perhatian khusus karena dipercayai lkasi utama aksi dari
opioid. Lamina III dan IV menerima input sensoris nosiseptif primer. Lamina VIII dan IX
membentuk cornu anterior (motorik). Lamina VII disebut columna intermediolateral dan
mengandung badan sel dari neuron preganglioner simpatis.
Serabut aferen viseral berakhir terutama pada lamina V, dan, kurang lebih meluas pada lamina I.
Dua lamina tersebut menunjukkan tiik dari persatuan sentral antara inpu somatik dan viseral.
Lamina V berespon pada baik input sensorik noksius dan nonnoksius dan menerima aferen nyeri
viseral dan somatik. Fenomena persatukan antara input sensorik viseral dan somatik
dimanifestasikan secara klinis sbagai nyeri alih (tabel 18-2) Diabnding dengan serabut somatik,
serabut nosiseptif viseral berjumlah lebih sedikit, dengan distribusi leih luas, dan beraktivasi
secara proporsional dalam jumlah yang besar dari neuron spinal, dan tidak tersusun somatotopik.

Traktus Spinotalamikus
Akson dari sebagian besar neuron skunder melintasi garis tengah mendekati pad tingkatan
asalnya (komisura anterior) pad sisi kontralateal dari medula spinalis sebelum membentuk
traktus spinotalamikus dan mengirimkan serabutnya pada talamus, formatio retikularis, nuclus
raphe magnus, dan periaquaductus gray. Traktus spinotalamikus, yang secara klasik dianggap
sebagai jalur nyeri utama, berada anterolateral pada substansia alba dari medula spinalis (gambar
18-4). Traktus yang ascenden ini dapat dibagai menjadi traktus lateral dan medial. Traktus

spinotalamikus lateral (neospinotalamikus) memproyeksikan terutama pada nucleus poterolateral


ventral dan talamus dan membawa aspek nyeri yang berbeda, seperti lokasi, intensitas dan
durasi. Traktus spinotalamikus medial (paleospinotalamikus) memproyeksikan pada medial
talamus dan bertanggungjawab pada mediasi persepsi emosi otonom dan tidak menyenangkan
dari nyeri. Beberapa serabut spinotalamikus juga memproyeksikan pada periaquaduktus gray dan
karena itu mungkin merupakan hubungan yang penting antara jalur ascenden dan descenden.
Serabut kolateral juga memproyeksikan pada reticular activating system dan hypothalamus. Ini
juga bertanggung jawab pada munculnya respon pada nyeri.

Jalur nyeri alternatif


Sebagai sensasi epicritic, serabut nyeri naik secara difus, ipsilateral, dan kontralateral; karena itu,
beberapa pasien melanjutkan untuk merasakan nyeri mengikuti ablasi dari traktus
spinotalamikus. Karena itu, jalur nyeri ascenden yang lain juga penting. Traktus spinotalamikus
dianggap menengahi respon nyeri yang timbul dan otonom. Traktus spinomesencepalik mungkin
penting dalam mengaktivasi antinosiseptif, jalur decenden, karena jalur tersebut memiliki
beberapa proyeksi pada periaquaduktusgray. Traktus spinohypothalamic dan spinotelencephalic
mengaktivasikan hipotalamus dan membangkitkan sikap emosional. Traktus spinoservikalis naik
tanpa menyilang pada nucleus servikalis lateral ,dimana menyampaikan serabut secara
kontralateral pada talamus; traktus ini merupakan jalur alternatif utama untuk nyeri. Akhirnya,
beberapa serabut pada kolumna dorsalis (dimana membawa sentuhan ringan dan propioseptif)
bertanggung jawab pada nyeri; serabut tersebut naik secara medial dan ipsilateral.

Integrasi dengan sistem simpatis dan motoris


Aferen somatik dan viseral secara penuh berintegrasi dengan sistem motorik otot dan simpatis
pada medula spinalis, batang otak dan juga pusat yang lebih tinggi. Neuron cornu dorsalis aferen
bersinaps secara langsung ataupun tidak langsung dengan neuron motorik kornu anterior. Sinaps
ini bertanggungjawab pada aktifitas refleks otot- dimana normal ataupun abnormal- yang
berkaitan dnegan nyeri. Pada gambaran yang serupa, sinaps antara neuron nosiseptif aferen dan
neuron simpatis pada kolumna intermediolateral menghasilkan refleks simpatis yang
menimbulkan vasokonstriksi, spasme otot polos, dan release kotekolamin, baik secara lokal dan
dari medula adrenal.

Serabut Syaraf Ketiga


Neuron ketiga berlokasi pada talamus dan mengirimkan serabut pada area somatosensoris I dan
II pada girus postsentral dari korteks parietal dan dinding superior dari fisura sylvii, berurutan.
Persepsi dan pembedaan lokasi nyeri mengambil tempat pada area korteks ini. Meskipun
sebagian besar neuron dari nukleus talamus lateral memproyeksikan pada korteks
somatosensorik secara primer, ini dari proyeksi nucleus intralaminar dan medial pada gyrus
cingulatus dan sepertinya menimbulkan komponen penderitaan dan emosional.

FISIOLOGI NOSISEPTIF
Nosiseptor
Nosiseptor dikarakterkan sebagai ambang yang tinggi dari aktivasi dan memasukkan intensitas
stimulasi dengan mningkatkan tingkat pengeluaran pada gambaran yang bertingkat. Mengikuti st
imulasi yang berulang, karakteristiknya menampilkan adaptasi yang tertunda, sensitisasi dan
setelah pelepasan.
Sensasi noksius dapa dibagi menjadi dua komponen : cepat, tajam dan terlokalisasi dengan baik
(nyeri pertama), dimana dijalarkan dalam laten pendek (0.1 s) oleh serabut A (dites dengan
pinprick) dan sensasi yang lebih tumpul, onset lambat, dan sering sukar dilokalisasi (nyeri
kedua), yang dikonduksikan oleh serabut C. Sebaliknya pada sensasi epicritic, yang mungkin
dionduksikan oleh neuron aferen spesial akhir organ (seperti corpus paccini untuk sentuhan)
sensasi protopathic ditranduksina terutama oleh akhir syaraf bebas.
Sebagian besar nosiseptor adalah akhiran syaraf bebas yang merasakan panas dan kerusakan
jaringan mekanik dan kimia. Tipe ini meliputi (1) mekanonosiseptor, yang berespon pada cubitan
dan tusukan (2) nosiseptor silent, yang berespon hanya pada adanya inflamasi, dan (3) nosiseptor
panas mekanik polimodal. Yang terakhir adalah sebagian besar jumlahnya dan berespon pada
tekanan yang besar, temperatur yang ekstrim (> 42C and < 18C), dan alogens (substansi
penghasil nyeri). Setidaknya dua resptor nosiseptor (chanel ion pada akhiran syaraf) telah
dikenali, VR1 dan VRL-1. Keduanya berespon pada temperatur tinggi. Alogens meliputi
bradykinin, histamine, serotonin (5-hydroxytryptamine or 5-HT), H +, K+, beberapa
prostaglandins, dan mungkin adenosine triphosphate. Capsaicin menstimulasi reseptor VR1.

Nociceptors polymodal lambat dalam beradaptasi pada tekanan kuat dan menunjukkan sensitas
panas.
Nosiseptor kutan
Nosiseptor berada pada jaringan somatik dan viseral. Neuron aferen primer mencapai jaringan
dengan melalui nervus somatik spinal, simpatis atau parasimpatis. Nosiseptor somatik meliputi
kulit (kutan) dan jaringan dalam (otot,tendon, fasia dan tulang), dimana nosiseptor viseral
meliputi hal tersebut pada organ dalam. Kornea dan pulpa gigi merupakan sesuatu yang unik
karena secara eksklusif disyarafi oleh serabut nosiseptif A dan C.
Nosiseptor somatik dalam
Nosiseptor somatik dalam kurang sensitif pada stimulus noxius dibandingkan nosiseptor kutan,
tetapi mudah tersnsitisasi leh inflamasi. Nyeri yang muncul darinya dikarakteriskkan tumpul dan
sukar terlokalisasi.
Nosiseptor spesifik mungkin muncul pada otot dan kapsul sendi; mereka berespon pada
mekanik, panas, dan stimulus kimia.

Nosiseptor viseral
Organ viseral secara umum merupakan jaringan yang tidak sensitif yang sebagian besar
mengandung nosiseptor silent. Beberapa organ memiliki nosiseptor spesifik, seperti jantung,
paru, testis dan duktus biliaris. Sebagian besar organ yang lain, seperti intestinal, disyarafi oleh
nosiseptor polimodal yang berspon pada spasme otot polos, iskemia, dan inflamasi (alogens).
Reseptor ini secara umum tidak berespon pada potongan, pembakaran, atau penghancuran yang
terjadi selama pembedahan. Beberapa organ, seperti otak,kekurangan nosiseptor, bagaimanapun
mening otak yang menutupi tidak mengandung nosiseptor
Seperti nosiseptor somatik, yang berada pada organ visera merupakan akhiran syaraf yang bebas
dari neuron aferen primer yang badan selnya terdapat pada cornu dorsalis. Serabut syaraf aferen
ini umunya berpindah dengan serabut syaraf simpatis eferen untuk mencapai viseral. Aktifitas
aferen dari neuron ini memasuki medula spinalis antara T1 dan L2. Serabut nosiseptif C dari
esofagus, laring, dan trakea berjalan dengan nervus vagus memasuki nucleus solitarius pada
batang otak. Serabut aferen nyeri dari kantung kemih, prostat, rektum, serviks, dan uretra, dan
genitaliadikirimkan pada medula spinalis melalui nervus parasimpatis pada tingkatan radiks
syaraf S2-4. Meskipun relatif sedikit bila dibandingkan dengan serabut nyeri simpatis, serabut
dari neuron aferen primer viseral memasuki medula spinalis dan bersinaps lebih difus dengan
searabut satu, sering bersinaps dengan tingkat dermatom multipel dan sering melintasi secara
kontralateral pada cornu dorsalis.

Mediator kimia nyeri


Beberapa neuropeptides dan sama amino excitatory amino acids berfungsi sebagai
neurotransmitters pada neuron aferen yang menghasilkan nyeri (Table 184). Banyak atau

sebagian besar neuron mengandung lebih dari satu neurotransmitter, yang secara simultan
berhubungan.Yang palin penting dari peptidaini adalah substance P (sP) dan calcitonin generelated peptide (CGRP). Glutamate adalah asam amino excitatory paling penting.

Substansi P merupakan peptida dari 11 asam amino yang disintesis dan dilepaskan oleh neuron
pertama baik pada perifer dan pada cornu dorsalis. Terdapat satu dari enam peptida tachinin yang
merupakan bagian dari rangkaian carboxyl asam amino yang umum Substansia P, yan juga
ditemukan pada bagian lain dari sistem syaraf dan intestinal, membantu mentrnasmisikan jalur
nyeri lewat aktivasi reseptor NK-1. Pada perifer neuron sP mengirm kollateral yang dekat
berhubungaan dengan pembuluh darah, kelenjar keringat, folikel rambut dan sel mast pada kulit.
Substansi P membuat peka nosiseptor, mendegranulasikan histamin dari sel mast dan 5-HT dari
trombosit dan merupakan vasodilator yang poten dan kemoatraktan bagi leukosit. Substansi P
pelepas neuron juga menginervasi pada visera dan mengirimkan serabut kollateral pada ganglion

simpatis paravertebra, memperkuat stimulasi visera, karena itu, dapat menyebabkan


pmberhentian simpatis postganglion secara langsung.
Baik opioid dan 2 adrenergik telah dideskripsikan pada atau dekat terminal dari nervus perifer
yang tidak bermielin. Meskipun peran fisiologisnya masih belum jelas, yang selanjutnya
mungkin menerangkan nalagetik yang diamati dari opioid yang terjadi pada perifer, terutama
pada adanya proses inflamasi.

Modulasi nyeri
Modulai nyeri terjadi secara perifer pada nosiseptor, pada medula spinalis, atau pada struktur
supraspinal. Modulsi ini dapat menghambat (mensupresi) atau memfasilitasi (mengagrvsi) nyeri.

Moduladi perifer
Nosiseptor dan neuronnya menunjukkan sensitisasi mengikuti stimulasi berulang. Sensitisasi
dapat bermanifestasi sebgai respon pemacu pada stimulus atau respon didapat yang baru pada
stimulus dengan jarak yang lebih lebar, meliputi stimulus non noxius.

Hiperagelsia primer
Sensitisasi dari nosiseptor menghasilkan penurunan ambang, peningkatan respon frekuensi pada
intensitas stimulus, penurunan pada respon laten, danpemicuan spontan meskipun setelah
penghentian stimulus (afterdischarges). Seperti sensitisasi yang uum terjadi dengan keruasakan
yang mengikuti trauma panas. Hiperalgesia primer dimediasi dengan pelepasan alogendari
jaringan yang rusak. Histamin dilepaskan dari sel mast, basofil, dan trombosit, dimana serotonin
dilepaskan ari sel mast dan trombosit. Bradikinin dilepaskan melalui jaringan yang mengikuti
pelepasan faktor XII. Bradikinin mengaktivasi akhiran syaraf bebas lewat reseptor spesifik (B1
and B2).
Prostaglandin diproduksi mengkuti kerusakan jaringan oleh aksi dari phospholipase A2 pada
pelepasan phospholipids dari membran sel untuk membentuk asam arachidonic gambar 185).
Jalur cyclooxygenase (COX) selanjutnya merubah selanjutnya menjadi endoperoxides, yang
selanjutnya ditranformasikan menjadi o prostacyclin dan prostaglandin E 2 (PGE2). PGE2 secara
langsung mengaktivasi akhiran syaraf, dimana prostacyclin berpotensiasi edema dari bradykinin.
Jalur lipoxygenase merubah asam arachidonic menjadi hydroperoxy compounds, dimana secara
cukup merubah menjadi leukotrienes. Peran yang terakhir tidak didefinisikan dengan jelas akan
tetapi muncul untuk berpotensiasi pada tipe tertentu dari nyeri. Agen farmakologi seperti asam
acetylsalicylic (ASA, or aspirin), acetaminophen, and nonsteroidal antiinflammatory drugs
(NSAIDs) mmeproduksi analgetik oleh inhibisi. Efek analgesic dari kortikosteroid cenderung
merupakan hasil dari inhibisi dari produksi prostaglandin melalui blokade aktivasi phospholipase
A2.

HYPERALGESIA SEKUNDER
Inflamasi neurogenik, juga disebut hiperalgesia sekunder, memegang peranan penting dalam
sensitisasi perifer setealah proses kerusakan. Itu dimanifestasikan dengan triple response" dari
warna merah pada sekitar lokasi luka (menyala), edema jaringan lokal, dan sensitisasi pada
stimulus noksius. Hiperalgesia sekunder secara primer karena pelepasan antidromic dari sP (dan
mungkin CGRP) dari akson kolateral dari neuron aferen primer. Substance P mendegranulasikan
histamin, dan 5-HT, vasodilatasi pembuluh darah, menyebabkan edema jaringan, dan
menginduksikan formasi leukotrienes. Asal neuron dari respon ini menekankan pada : (1) itu
dapat diproduksi oleh stimulasi antidromik dan nervus sensori, (2) Itu tidak diamati pada
denervasi kulit ,dan (3) itu dikurangi dengan injeksi anestesi lokal seperti lidokain. Senyawa
capsaicin, yang berasal dari lada merah hungaria, berdegranulasi dan menhilangkan sP. Ketika
diberikan secara topikal, capsaicin mengurangi inflamasi neurogenik dan akan bermanfaat pada
beberapa pasien dengan neuralgia herpetik.
Modulasi sentral
Fasilitasi
Setidaknya ada 3 mekanisme yang bertanggungjawab pada sensitisasi sentral pada medula
spinalis :
(1)mendorong sensitisasi dari neuron kedua, neuron WDR meningkatkan frekuensinya
dari pelepasan dengan stimulus repetitif yang sama, dan menunjukkan pelepasan yang
diperpanjang, meskipun setelah input serabut aferen C tealh berhenti.
(2) Ekspasi lapangan reseptor. Neuron kornu dorsalis meningkatkan lapangan reseptifnya
seperti neuron tambahan menjadi responsif pada stimulus (meskipun noksius ataupun
tidak) pada keadaan dimana mereka sebelumnya tidak responsif.

(3) Hipereksitabilitas dari refleks fleksi. Memicu refleks fleksi diamati secara ipsilateral
dan kontralateral.
Mediator neurokimia dari sensitisasi sentral meliputi sP, CGRP, vasoactive intestinal peptide
(VIP), cholecystokinin (CCK), angiotensin, and galanin, sebagaimana asam amino excitatory Lglutamate dan L-aspartate. Substansi ini memicu perubahan pada eksitabilitas membran dengan
berinteraksi reseptor membran G proteincoupled pada neurons, mengaktifasi pesan kedua
intraseluler, dimana berubah menjadi protein substrat phosphorylate. Jalur umum adalah
peningkatan konsentrasi kalsium intracellular (gambar 185).
Glutamat dan aspartat memainkan peran penting dalam mendorong, lewat aktifasi mekanisme
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan non-NMDA. Asam amino ini dipercayai
mempunyai tanggung jawab besar pada induksi dan maintenance dari sensitisasi sentral. Aktifasi
reseptor NMDA meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler pada neuron spinal dan
mengaktivasi phospholipase C (PLC). Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler mengaktifasi
A2 (PLA2), mengkatalisa perubahan phosphatidylcholine (PC) menjadi arachidonic acid (AA),
dan menginduksi formasi of prostaglandins. Phospholipase C mengakatalisa hidrolisis
phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) untuk memproduksi inositol triphosphate (IP3) dan
diacylglycerol (DAG), yang berfungsi sebagai pesan kedua; DAG, selanjutnya, mengaktivasi
protein kinase C (PKC).
Aktivasi resptor NMDA juga menginduksi nitric oxide synthetase, menghasilkan formasi
nitric oxide. Prostaglandins dan nitric oxide memfasilitasi pelepasan excitatory amino acids pada
medula spinalis. Karena itu, COX inhibitors seperti ASA dan NSAIDs juga memiliki aksi
analgetik penting pada medula spinalis.
INHIBISI
Transmission dari input nociceptive pada medula spinalis dapat dihambat oloeh aktivitas
segmental pada medula tersebut, seagaimana aktifitas neuron descenden dari pusat supraspinal.
Inhibisi segmental
Aktivasi dariserabut aferen besar yang subserving sensation epicritic mengahmbat neuron dan
aktivitas traktus pinotlamikus. Lebih lanjut stimulus noksius pada bagian yang tidak
berdampingan dalan tubuh mengahmbat neron WDR pada tingkatan yang lain, seperti nyeri pada
satu bagian tubuh menghambat nyeri pada bagian tubuh yang lain. Dua pengamatan ini
mendukut teori gate pada proses nyeri pada medula spinalis.
Glisin dan aminobutyric acid (GABA) adalah asam amino yang berfungsi sebagai
neurotransmiter inhibitory. Keduanya memegang peranan penting pada inhibisi segmental dari
nyeri pada medula spinalis. Antagonis dari glisin dan GABA menghasilkan fasilitasi yang kuat
dari neuron WDR dan memproduksi allodynia dan hyperesthesia. Terdapat dua subtipe dari
resptor GABA: GABAa, yang muscimol merupakan agonis, dan GABAb, yang baclofen
merupakan agonisnya. Inhibisi segmental muncul dimediasi oleh aktivitas reseptor GABAb,
yang meningkatkan konduktansi K+ melewati membran sel. Fungsi resptor GABA A sebagai Cl
channel, yang meningkatkan konduktansi Cl melewati membran sel. Benzodiazepines pada
aksi ini. Aktivasi resptor glisin juga meningkatkan konduktansi Cl melewati membran sel

neuron. Strychnine dan tetanus toxoid merupakan antagonis receptor glycine. Aksi glycine lebih
kompleks dibandingkan GABA, karena yang sebelumnya memiliki efek facilitatory (excitatory)
pada receptor NMDA.
Adenosin juga memodulasi aktivitas nosiseptor pada cornu dorsalis. Setidaknya dua resptor telah
diketahui : A1yang menghambat adenylcyclase, dan A2, yang menstimulasi adenylcyclase.
Receptor A1 memediasi aksi antinociceptive adenosine's. Methylxanthines dapat mereverse efek
ini melalui inhibisa phosphodiesterase.

Inhibisi Supraspinal
Beberpa struktur supraspinal mengirimkan serabut menuruni medula spinalis untuk menghambat
nyeri pada cornu dorsalis. Lokasi penting dari asal descenden ini meliputi periaqueductal gray,
reticular formation, and nucleus raphe magnus (NRM). Stimulasi dari area periaqueductal gray
pada midbrain menghasilkan perluasan anelgetik pada manusia. Akson dari traktusi ini beraksi
presinaps pada neuron aferen primer dan postsinaps pada neuron kedua (atau interneurons). Jalur
ini memediasi aksi antinoseptifnya lewat 2-adrenergic, serotonergic, dan mekanisme reseptor
opiate (,, dan ). Peran dari monoamines pada inhibisi nyeri menjelaskan aksi analgetik dari
antidepressants yang memblokade reuptake catecholamines dan serotonin. Aktivitas resptor ini
(yang juga coupled menjadi G proteins) mengaktivasi pesan seluler sekunder, membuka
channels K+ dan menghambat peningkatan konsentrasi calcium intracellular.
Jalur inhibory adrenergik berasal secara primer dan area periaqueductal gray dan reticular
formation. Norepinephrine memediasi aksi ini lewat aktivasi presynaptic atau postsynaptic 2receptors. Setidaknya bagian dari inhibisi descenden ini dari periaqueductal gray disampaikan
pada NRM and medullary reticular formation; serabut serotonergic dari NRM kemudian
menyampaikan inhibisi pada neuron kornu dorsalis lewat funiculus dorsolateral.
system opiate endogenous (terutama the NRM dan reticular formation) beraksi lewat
methionine enkephalin, leucine enkephalin, and -endorphin, yang merupakan antagonis
naloxone. opioids ini beraksi presynaps pada neuron afferent hyperpolarize primer dan
menghambat pelepasan substance P; mereka juga menyebabkan postsynaptic inhibition.
Sebaliknya, opioids exogenous mungkin lebih cenderung beraksi postsynap pada neuron kedua
atau interneurons di substantia gelatinosa.

Analgetik preemptif
Pentingnya modulasi perifer dan sentral pada nosiseptif telah membantu konsep "preemptive
analgesia" pada pasien yang menjalani pembedahan. Jenis manajemen farmakologi ini
menginduksi analgesik yang efektif sebelum trauma bedah. Ini mungkin melibatkan infiltrasi
luka dengan anestesi lokal, blokade saraf pusat, atau administrasi yang efektif dosis opioid,
NSAID, atau Ketamine. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa analgesia preemptif dapat
secara efektif menipiskan sensitisasi perifer dan sentral pada nyeri. Meskipun beberapa studi
telah gagal untuk menunjukkan analgesia preemptif pada manusia, penelitian lain telah
melaporkan penurunan yang signifikan analgesik pascaoperasi yang dibutuhkan pada pasien
yang menerima analgesia preemptif.

PATOFISIOLOGI DARI NYERI KRONIK


Nyeri kronik mungkin disebabkan oleh kombinasi dari mekanisme perifer, sentral, or psikologis.
Sensitisasi dari nociceptors memegang peranan penting pada asal dari nyeri berkaitan dengan
mekanisme perifer, seperti kelainan kronik musculoskeletal dan viseral.
Melibatkan rasa nyeri neuropatik mekanisme perifer-sentral dan neuron sentral yang sangat
kompleks dan umumnya terkait dengan lesi parsial atau lengkap saraf perifer, ganglia akar
dorsal, saraf akar, atau struktur lebih pusat (Tabel 18-5). Mekanisme perifer meliputi pelepasan
spontan; sensitisasi reseptor mekanik, termal, dan rangsangan kimia, dan up-regulasi reseptor
adrenergik. Peradangan saraf juga hadir. Administrasi sistemik anestesi lokal dan antikonvulsan
telah ditunjukkan untuk menekan penembakan spontan neuron peka atau trauma. Pengamatan ini
didukung oleh agen kemanjuran seperti lidokain, mexiletine, dan carbamazepine pada banyak
pasien dengan nyeri neuropatik. Mekanisme sentral meliputi hilangnya inhibisi segmental,
dorongan WDR neuron, pelepasan spontan neuron deafferenated, dan reorganisasi sambungan
saraf
Tabel 18-5. Mekanisme nyeri neuropatik
Aktivitas neuronal spontan mandiri di neuron aferen primer (seperti Neuroma).
Mechanosensitivity nyata berhubungan dengan kompresi saraf kronis.
Rangkaian pendek antara serabut nyeri dan jenis serabut demyelination lainnya berikut,
menyebabkan aktivasi serat nociceptive oleh rangsangan nonnoxious di lokasi cedera
(transmisi ephaptic).
Reorganisasi fungsional bidang reseptif cornu dorsal neuron seperti input sensoris dari saraf
utuh sekitarnya yang menekankan atau memperburuk input apapun dari daerah cedera.
kegiatan listrik Spontan di sel cornu dorsal atau nukleus thalamic.
Pelepasan inhibisi segmental di medula spinalis.
Kehilangan pengaruh penghambatan descenden yang bergantung pada input sensorik
normal.
Lesi talamus atau struktur supraspinal lainnya

Sistem saraf simpatik muncul untuk memainkan peran utama dalam beberapa pasien dengan
mekanisme perifer-sentral dan sentral. Kemanjuran blok saraf simpatik pada beberapa pasien
mendukung konsep pemeliharaan nyeri simpatis. Gangguan nyeri yang sering menanggapi blok
simpatik meliputi refleks simpatik distrofi, sindrom deafferentation karena avulsi saraf atau
amputasi, dan postherpetic neuralgia (herpes zoster). Teori sederhana dari meningkatnya
aktivitas simpatis menyebabkan vasokonstriksi, edema, dan hyperalgesia gagal untuk
menjelaskan fase hangat dan erythematous yang diamati pada beberapa pasien. Demikian pula,

pengamatan klinis dan eksperimental tidak secara memuaskan mendukung teori transmisi
ephaptic antara serabut nyeri serat simpatik demyelinated dan.
Mekanisme psikologis atau faktor lingkungan jarang satu-satunya mekanisme untuk nyeri
kronis, tetapi yang umumnya terkait dengan mekanisme lain (Tabel 18-6). Pasien dengan nyeri
psikogenik biasanya mengalami rasa nyeri yang dikaitkan dengan penuh kecemasan, takut
membahayakan tubuh, dan hilangnya cinta pada awal kehidupan di kemudian hari, kecemasan
dianggap sebagai rasa nyeri
Tabel 18-6. Mekanisme Psikologis atau Faktor-faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan
Nyeri kronis.
Mekanisme Psychophysiological dimana faktor-faktor emosional bertindak sebagai penyebab
inisiasi disfungsi somatik atau visceral (misalnya, ketegangan sakit kepala).
Perilaku Belajar atau instrumental di mana pola perilaku yang kronis dihargai (misalnya,
dengan perhatian pasangan) setelah yang sering cedera ringan.
Psikopatologi karena gangguan kejiwaan seperti gangguan afektif utama (depresi),
skizofrenia, dan gangguan somatization (histeria konversi) di mana pasien memiliki
keasyikan abnormal dengan fungsi tubuh.
Mekanisme psikogenik murni (gangguan nyeri somatoform), di mana penderitaan nyata
yang dialami walaupun tidak adanya nonciceptive masukan.

Respon sistemik terhadap nyeri


Nyeri akut
Nyeri akut biasanya terkait dengan respons stres neuroendokrin yang sebanding dengan
intensitas nyeri. Jalur nyeri yang menjadi perantara ekstremitas aferen dari tanggapan ini dibahas
di atas. Ekstremitas eferen diperantarai oleh saraf simpatik dan sistem endokrin. Aktivasi
simpatik meningkatkan tonus simpatik eferen kepada semua organ viseral dan melepaskan
katekolamin dari medula adrenal. Tanggapan hormonal hasil dari peningkatan tonus simpatik
dan refleks diperantarai hypothalamical.
Operasi Minor atau superfisial berhubungan dengan sedikit atau tanpa stres, sedangkan operasi
perut besar dan dada bagian atas menghasilkan stres utama. Nyeri yang mengikuti operasi perut
dan dada atau trauma tambahan berikutnya memiliki efek langsung pada fungsi pernapasan.
Imobilisasi atau istirahat di tempat tidur karena nyeri perifer dapat juga secara tidak langsung
mempengaruhi pernapasan serta fungsi hematologis. Nyeri Akut sedang sampai parah, tanpa
memandang lokasi, dapat mempengaruhi hampir semua fungsi organ dan mungkin secara jelek
mempengaruhi morbiditas dan kematian pasca-operasi. Yang terakhir ini menunjukkan bahwa
manajemen yang efektif dari rasa nyeri pascaoperasi tidak hanya manusiawi tetapi aspek yang
sangat penting dari perawatan pascaoperasi.

EFEK CARDIOVASCULAR
EFEK KARDIOVASKULAR SERING MENONJOL DAN MENCAKUP HIPERTENSI,
TAKIKARDIA, PENINGKATAN IRITABILITAS MIOKARD, DAN PENINGKATAN
RESISTENSI VASKULAR SISTEMIK. CARDIAC OUTPUT MENINGKAT PADA
KEBANYAKAN ORANG NORMAL, TETAPI MUNGKIN MENURUN PADA PASIEN
DENGAN FUNGSI VENTRIKEL DIKOMPROMIKAN. KARENA PENINGKATAN
PERMINTAAN OKSIGEN MIOKARD, RASA NYERI DAPAT MEMPERBURUK ATAU
MEMICU ISKEMIA MIOKARD.
EFEK RESPIRATORY
PENINGKATAN KONSUMSI OKSIGEN TOTAL TUBUH DAN PRODUKSI KARBON
DIOKSIDA MEMERLUKAN PENINGKATAN SERENTAK MENIT VENTILASI. YANG
TERAKHIR MENINGKATKAN KERJA PERNAPASAN, TERUTAMA PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT PARU-PARU YANG MENDASARI. NYERI AKIBAT INSISI
PERUT ATAU DADA KOMPROMI LEBIH LANJUT MENGKOMPROMIKAN FUNGSI
PARU KARENAPENJAGAAN (PEMBELAHAN). PENURUNAN GERAKAN DINDING
DADA MENGURANGI VOLUME TIDAL DAN KAPASITAS RESIDU FUNGSIONAL;
MENYEBABKAN ATELEKTASIS, INTRAPULMONARY SHUNTING, HYPOXEMIA,
DAN YANG KURANG UMUM, HIPOVENTILASI. PENURUNAN KAPASITAS VITAL
MERUSAK REFLEKS BATUK DAN PEMBERSIHAN SEKRESI. TERLEPAS DARI
LOKASI NYERI, LAMA ISTIRAHAT ATAU IMOBILISASI DAPAT MENGHASILKAN
PERUBAHAN SERUPA DI FUNGSI PARU.

Efek gastrointestinal dan saluran kencing


Peningkatan tonus simpatik meningkatkan tonus sphincter dan penurunan motilitas usus dan
saluran kencing, mempromosikan retensi ileus dan urin, masing-masing. Hipersekresi asam
lambung dapat meningkatkan stres ulserasi, dan bersama-sama dengan pengurangan motilitas,
berpotensi predisposisi pasien pada aspirasi pneumonitis berat. Mual, muntah, dan konstipasi
sering terjadi. Distensi abdomen lebih memperburuk hilangnya volume paru dan paru disfungsi
paru.
Efek Endokrin
Respons hormonal terhadap stres meningkatkan hormon katabolik (katekolamin, kortisol, dan

glukagon) dan penurunan hormon anabolik (insulin dan testosteron). Pasien mengembangkan
keseimbangan nitrogen negatif, intoleransi karbohidrat, dan peningkatan lipolysis. Peningkatan
kortisol, bersama-sama dengan peningkatan renin, aldosteron, angiotensin, dan hormon
antidiuretik, menghasilkan retensi natrium, retensi air, dan sekunder perluasan ruang
ekstraselular.
Efek Hematologi
Stres-dimediasi peningkatan kelengketan platelet, mengurangi fibrinolisis, dan hiperkoagulasi
telah dilaporkan.

Efek Kekebalan
Respons stres menghasilkan leukositosis dengan lymphopenia dan telah dilaporkan menekan
sistem reticuloendothelial. Yang terakhir predisposes pasien terhadap infeksi.
Perasaan umum baik
Reaksi yang paling umum untuk nyeri akut adalah kecemasan. Gangguan tidur juga khas. Ketika
durasi nyeri menjadi berkepanjangan, depresi menjadi tidak biasa. Beberapa pasien bereaksi
dengan kemarahan yang sering diarahkan pada staf medis.
Nyeri kronis
Respons stres neuroendokrin sering tidak ada atau dilemahkan dalam kebanyakan pasien dengan
nyeri kronis. Respons stres umumnya diamati hanya pada pasien yang mengalami nyeri berulang
akibat mekanisme perifer (nociceptive) dan pada pasien dengan mekanisme sentral terkemuka
seperti rasa nyeri yang terkait dengan paraplegia. Tidur dan gangguan afektif, khususnya depresi,
sering menonjol. Banyak pasien juga mengalami perubahan signifikan dalam selera makan
(kenaikan atau penurunan) dan menekankan pada hubungan sosial.

MENGEVALUASI PASIEN DENGAN RASA NYERI


Dokter pertama-tama harus membedakan antara nyeri akut dan kronis. Pengelolaan nyeri akut
terutama terapi, sedangkan rasa nyeri kronis melibatkan investigasi langkah-langkah tambahan.
Dengan demikian, pasien dengan nyeri pascaoperasi memerlukan tindakan evaluasi yang kurang
daripada pasien dengan riwayat nyeri punggung bawah kronis selama 10 tahun yang
memerlukan beberapa pendapat medis dan perawatan. Yang pertama hanya membutuhkan
sejarah dan pemeriksaan yang bersangkutan, termasuk evaluasi kuantitatif keparahan nyeri,
sedangkan yang terakhir memerlukan sejarah yang cermat dan pemeriksaan fisik, tinjauan

sebelumnya evaluasi medis dan perawatan, dan evaluasi psikologis dan sosiologis yang
menyeluruh.
Evaluasi pertama sangat penting baik dari sudut pandang dokter dan pasien. Di samping
perangkat diagnostik, evaluasi ini membantu dokter menunjukkan sikap yang simpatik kepada
pasien. Kuesioner tertulis dapat membantu memperoleh informasi berharga tentang sifat rasa
nyeri, onset dan durasinya, dan pengobatan dan perawatan sebelumnya. Diagram dapat berguna
dalam mendefinisikan pola radiasi. Kuesioner tertulis dapat membantu menentukan efek nyeri
pasien pada fungsi tubuh, aktivitas harian, dan interaksi sosial, dan dapat memberikan wawasan
tentang pereda rasa nyeri. Pemeriksaan fisik harus menekankan padaa sistem muskuloskeletal
dan saraf. Studi imaging sering diperlukan dan mungkin termasuk foto polos radiografi,
computed tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI), atau scan tulang. Studi-studi
ini sering dapat mendeteksi trauma tak terduga, tumor, atau penyakit tulang metabolik. MRI
terutama berguna untuk analisis jaringan lunak dan dapat menunjukkan kompresi saraf.
PENGUKURAN NYERI
Reliable Quantitation keparahan rasa nyeri membantu menentukan intervensi terapeutik dan
mengevaluasi efektivitas pengobatan. Ini adalah tantangan, namun, karena rasa nyeri adalah
pengalaman subjektif yang dipengaruhi oleh psikologis, budaya, dan variabel lain. Definisi yang
jelas diperlukan, karena nyeri dapat digambarkan dalam hal kerusakan jaringan atau reaksi tubuh
atau emosional. Skala deskriptif seperti nyeri ringan, sedang, dan parah atau skala numerik
verbal tidak berlanjut dan umumnya tidak memuaskan.
Skala nilai numerik, skala rating wajah, skala analog visual (VAS), dan McGill Pain
Questionnaire (MPQ) adalah yang paling umum digunakan. Dalam skala numerik, 0
menunjukkan tidak ada rasa nyeri dan 10 menunjuk kemungkinan terburuk rasa nyeri. Skala
nyeri wajah lebih berguna pada pasien dengan kemampuan komunikasi yang mungkin sulit.
Pasien diminta untuk menunjukkan berbagai ekspresi wajah mulai dari wajah yang tersenyum
(tanpa rasa nyeri) hingga yang sangat tidak bahagia yang mengungkapkan rasa nyeri
kemungkinan terburuk. The VAS adalah garis horizontal 10 cm diberi label "tidak nyeri" di satu
ujung dan "nyeri terburuk yang bisa dibayangkan" di ujung yang lain. Pasien diminta untuk
menandai baris ini di mana terdapat intensitas rasa nyeri. Jarak dari "tidak nyeri" kepada pasien
tanda numerik menunjukkan kuantitas rasa nyeri. Penilaian VAS adalah sederhana, efisien, dan
metode intrusif minimal yang berkorelasi dengan baik dengan metode terpercaya lainnya.
The MPQ adalah daftar kata-kata yang menggambarkan gejala. Tidak seperti metode rating nyeri
lain yang menganggap rasa nyeri adalah intensitas tidak berdimensi dan menjelaskan intensitas
tapi tidak kualitas, maka MPQ berupaya untuk mendefinisikan rasa nyeri dalam tiga dimensi
utama: (1) sensory-diskriminatif (jalur nociceptive), (2) motivasi-afektif (struktur retikuler dan
limbik), dan (3) kognitif-evaluatif (cerebral cortex). Ini berisi 20 set kata deskriptif yang terbagi
dalam empat kelompok utama: (1) 10 indra, (2) 5 afektif, (3) 1 evaluatif, dan (4) 4 lain-lain.
Pasien memilih set yang berlaku untuk rasa nyerinya, dan lingkaran kata-kata dalam setiap
rangkaian yang paling menggambarkan rasa nyeri. Kata dalam setiap kelas diberi peringkat
menurut keparahan rasa nyeri. Indeks rating nyeri berasal berdasarkan kata-kata yang dipilih;
skor juga dapat dianalisa di masing-masing dimensi (sensorik, afektif, evaluatif, dan lain-lain).
MPQ dapat diandalkan dan dapat diselesaikan dalam 5-15 menit. Lebih penting lagi, pilihan
kata-kata deskriptif yang menjadi ciri rasa nyeri berkorelasi dengan sindrom rasa nyeri dan

dengan demikian dapat bermanfaat secara diagnosa. Sayangnya, tingginya tingkat gangguan
kecemasan dan psikologis dapat mengaburkan kapasitas diskriminatif MPQ's.
EVALUASI PSIKOLOGI
Evaluasi psikologis adalah yang paling berguna ketika evaluasi medis gagal untuk
mengungkapkan dengan jelas penyebab untuk rasa nyeri, atau ketika intensitas nyeri tidak
proporsional terhadap penyakit atau cedera. Jenis evaluasi ini membantu menentukan peran
faktor psikologis atau perilaku. Yang paling umum digunakan tes Minnesota Multiphasic
Personality Inventory (MMPI) dan Beck Depression Inventory.
MMPI terdiri dari 566-item kuesioner benar-salah yang mencoba untuk mendefinisikan
kepribadian pasien pada 10 skala klinis. Tiga validitas skala melayani untuk mengidentifikasi
pasien yang dengan sengaja berusaha untuk menyembunyikan cirinya atau mengubah hasil.
Harus dicatat bahwa perbedaan budaya dapat mempengaruhi skor. Selain itu, tes yang panjang
dan beberapa pasien menemukan pertanyaannya menghina. MMPI yang digunakan terutama
untuk mengkonfirmasi kesan klinis tentang peran faktor-faktor psikologis, tetapi tidak dapat
diandalkan

untuk

membedakan

antara

rasa

nyeri

"organik"

dan

"fungsional".

Depresi adalah sangat umum pada pasien dengan nyeri kronis. Seringkali sulit untuk
menentukan kontribusi depresi terhadap penderitaan yang terkait dengan rasa nyeri. Beck
Depression Inventory adalah tes yang berguna untuk mengidentifikasi pasien dengan depresi
berat.
Beberapa tes telah dikembangkan untuk menilai keterbatasan fungsional atau kerusakan (cacat).
Ini termasuk Multidimensional Pain Inventory (MPI), ), Medical Outcomes Survey 36-Item
Short Form (SF-36),

Pain Disability Index (PDI), dan Oswestry Disability Questionnaire.

Kurangnya skala validitas tes ini sebagian besar mencerminkan persepsi pasien pada kecacatan.
Gangguan emosional umumnya terkait dengan keluhan nyeri kronis, dan nyeri kronis
sering menyebabkan berbagai tingkat tekanan psikologis. Penentuan mana yang datang pertama
sering sulit. Dalam kedua kasus, baik rasa nyeri dan tekanan emosional perlu diobati. Tabel 18-7
menunjukkan gangguan emosional dimana pengobatan terutama diarahkan pada gangguan
emosional.

Tabel 18-7. Gangguan Emosional dan yang berkaitan yang umumnya berhubungan dengan
nyeri kronis.
Kelainan

Deskripsi Singkat

gangguan somatisasi

Gejala fisik kondisi medis yang tidak dapat dijelaskan,


menimbulkan stres spontan dan kerusakan fisik

gangguan konversi

gejala

defisit

motorik

atau

sensorik

sukarela

yang

menunjukkan kondisi medis; gejala tidak dapat dijelaskan


secara medis, tetapi berhubungan dengan faktor-faktor
psikologis dan pura-pura yang tidak sengaja.
Hypochondriasis

keasyikan Berkepanjangan (> 6 bulan) dengan ketakutan


memiliki penyakit yang serius meskipun evaluasi medis
yang memadai dan menjamin.

Malingering

Produksi sengaja gejala fisik atau psikologis yang didorong


oleh insentif eksternal (misalnya, menghindari pekerjaan
atau kompensasi finansial).

Gangguan yang terkait dengan

Kebiasaan penyalahgunaan resep obat atau zat terlarang

substansi

yang sering mendahului dan mendorong keluhan nyeri dan


perilaku mencari obat.

Studi Elektromiografi & konduksi saraf


Elektromiografi dan studi konduksi saraf, yang saling melengkapi satu sama lain,
berguna untuk mengkonfirmasikan diagnosis sindrom jebakan, sindrom radicular, trauma saraf,
dan polyneuropathies. Mereka sering dapat membedakan antara gangguan neurogenik dan
myogenic. Pola kelainan dapat melokalisasi lesi pada saraf tulang belakang, akar saraf, pleksus
ekstremitas, atau saraf perifer. Selain itu, mereka mungkin juga berguna dalam mengecualikan
gangguan "organik" ketika nyeri psikogenik atau sindrom "fungsional" dicurigai.
Elektromiografi menggunakan jarum elektroda untuk merekam potensi di masing-masing
otot. Potensi otot dicatat pertama sementara otot yang diam dan sementara pasien diminta untuk
menggerakkan otot. Temuan abnormal sugestif dari denervation meliputi potensi penyisipan
persisten, kehadiran gelombang tajam positif, aktivitas berhubung dgn urat saraf, atau potensi
fasciculation. Potensial aksi sebuah unit motor triphasic biasanya dilihat sebagai pasien secara
sukarela menggerakkan otot. Kelainan pada otot menghasilkan perubahan dalam amplitudo dan
durasi sebagaima potensi tindakan polyphasic.
Studi konduksi saraf perifer menggunakan rangsangan supramaximal saraf motor atau
sensorimotor campuran, sedangkan potensi otot dicatat atas otot yang sesuai. Waktu antara onset
dari rangsangan dan awal potensi otot (latensi) adalah pengukuran yang paling cepat serat
konduksi motor dalam saraf. Amplitudo potensial yang direkam menunjukkan jumlah unit
motor fungsional, sedangkan durasinya mencerminkan rentang kecepatan konduksi pada saraf.
Kecepatan konduksi dapat diperoleh dengan merangsang syaraf dari dua poin dan
membandingkan latencynya. Ketika saraf sensorik murni dievaluasi, saraf dirangsang, sementara
potensi aksi dicatat baik proksimal atau distal (konduksi antidromic).
Studi konduksi saraf membedakan antara mononeuropathies (karena trauma, kompresi,
atau jebakan) dan polyneuropathies. Yang terakhir meliputi gangguan sistemik yang dapat
menghasilkan kelainan yang luas dan simetris atau acak (mononeuropathy multiplex). Selain itu,
polyneuropathy mungkin disebabkan oleh hilangnya axonal, demyelination, atau keduanya.

Neuropati demyelination memperlambat konduksi saraf, membubarkan aksi potensi, dan


memperpanjang latency. Sebaliknya, neuropati axonal menurunkan amplitudo potensial aksi
dengan memelihara kecepatan konduksi saraf. Racun, keturunan, trauma, dan penyakit iskemik
biasanya menyebabkan kerugian axonal, sedangkan beberapa penyakit turunan dan kebanyakan
penyakit autoimun menyebabkan demyelination. Neuropati diabetes sering menyajikan dengan
temuan campuran dari kedua kehilangan axonal dan demyelination.

DIAGNOSIS & THERAPI BLOKADE SARAF


Blokade saraf dengan anestesi lokal dapat berguna dalam melukiskan mekanisme nyeri,
tetapi yang lebih penting, ia memainkan peran utama dalam pengelolaan pasien dengan nyeri
akut atau kronis. Peran sistem simpatik dan jalurnya dapat dievaluasi. Nyeri saraf yang
mengikuti blokade neural diagnostik berikut sering menyebabkan implikasi prognostik
menguntungkan untuk serangkaian terapi blok. Meskipun kegunaan blokade saraf diferensial
dalam membedakan antara mekanisme somatik dan simpatik dapat dipertanyakan, teknik ini
dapat mengidentifikasi pasien yang menampilkan tanggapan plasebo dan mereka dengan
mekanisme psikogenik. Pada pasien yang dipilih, blokade saraf "permanen" mungkin sesuai.
Kemanjuran blokade saraf ini mungkin disebabkan gangguan aktivitas aferen
nociceptive. Hal ini merupakan tambahan, atau dalam kombinasi dengan, blokade aferen dan
eferen aktivitas refleks tungkai yang abnormal (simpatik dan otot rangka). Pereda nyeri sering
akhirnya memperlama durasi farmakologi yang diketahui oleh agen dalam jam (atau kadangkadang minggu). Pemilihan jenis blok tergantung pada lokasi rasa nyeri, mekanisme yang
dianggap, dan keterampilan dari dokter yang merawat. Bius lokal dapat diterapkan secara lokal
(infiltrasi), atau di saraf perifer, pleksus somatik, ganglia simpatik, atau akar saraf. Hal ini dapat
diterapkan secara terpusat di neuraxis. Anesthesias Spinal dan epidural dijelaskan dalam Bab 16;
blok saraf somatik, yang umumnya digunakan untuk operasi, dijelaskan dalam Bab 17.

BLOCKS SOMATIK
Blok Saraf trigeminal
INDIKASI
Dua indikasi utama adalah neuralgia trigeminal dan nyeri kanker terselesaikan di wajah.
Tergantung pada lokasi nyeri, blok ini dapat dilakukan pada ganglion gasserian itu sendiri, salah
satu divisi utama (oftalmik, maxillary, atau mandibular), atau salah satu cabang yang lebih kecil.
ANATOMI
Rootlets dari saraf kranial V muncul dari batang otak dan bergabung satu sama lain untuk
membentuk ganglion sensori berbentuk bulan sabit (gasserian) dalam gua Meckel. Sebagian
besar ganglion diinvestasikan dengan lengan dural. Ketiga subdivisi dari saraf trigeminal timbul
dari ganglia dan keluar dari tempurung kepala secara terpisah. Divisi oftalmik memasuki orbita
melalui fisura orbital superior. Divisi maksila keluar dari tempurung kepala melalui foramen
rotundum untuk memasuki fosa pterygopalatine, dimana terbagi ke dalam berbagai cabang. Saraf

mandibular keluar melalui foramen ovale, setelah itu terbagi menjadi sebuah batang anterior,
yang terutama motorik ke otot-otot pengunyahan, dan badan posterior, yang selanjutnya terbagi
menjadi berbagai cabang sensorik (Gambar 18-6A).

TEKNIK
Blok Gasserian ganglion
Untuk melakukan prosedur ini (Gambar 18-6B), bimbingan radiografi wajib. Sebuah pendekatan
anterolateral paling umum digunakan. Jarum 8 - sampai 10 cm 22-gauge disisipkan kira-kira 3
cm lateral sudut mulut pada tingkat molar kedua atas, dimajukan posteromedially dan bersudut
superior sehingga jarum sejajar dengan pupil di anterior bidang dan dengan pertengahan
lengkung zygomatic lateral bidang. Tanpa memasuki mulut, jarum harus lewat antara ramus
mandibular dan maksila, dan lateral dengan proses pterigoideus untuk memasuki tengkorak
melalui foramen ovale. Setelah aspirasi negatif untuk cairan LCS dan darah, 2 ml obat anestesi
disuntikkan.

Blokade Saraf Ophthalmic dan Cabangnya


Dalam prosedur ini, untuk menghindari keratitis, bagian oftalmik itu sendiri tidak
diblokir, sehingga hanya cabang supraoptik yang diblokir di sebagian besar kasus (Gambar 186C). Saraf mudah ditemukan dan diblokir dengan 2 mL bius lokal di takik supraoptik, yang
terletak di punggung bukit supraoptik di atas pupil. Cabang supratroklearis juga dapat diblokir
dengan 1 mL bius lokal di sudut medial superior punggungan orbital.
Blokade Saraf

Maksila dan Cabangnya

Dengan pasien mulut sedikit terbuka, sebuah jarum 8 - sampai 10-cm 22-gauge
dimasukkan antara lengkungan zygomatic dan takik mandibula (Gambar 18-6D). Setelah kontak
dengan plat pterigoideus lateral (pada sekitar 4-cm), jarum ditarik dan sebagian sedikit miring
superior dan anterior untuk masuk ke dalam fosa pterygopalatine. Anestesi (4-6 ml) disuntikkan
sekali paresthesias yang diperoleh. Baik saraf maksila dan ganglia pterygopalatine dapat terbius
oleh teknik ini. Ganglion pterygopalatine (sphenopalatine) (dan ethmoid anterior saraf) dapat
dibius secara transmucosa dengan anestesi topikal diberikan melalui hidung; beberapa aplikator

katun basah dengan bius lokal (kokain atau lidokain) dimasukkan di sepanjang dinding medial
dari rongga hidung masuk ke area resessus sphenopalatine.
Cabang yang infraorbital melewati foramen infraorbital, di mana ia dapat diblokir dengan
2 mL obat bius. Foramen ini kira-kira 1 cm di bawah orbita dan biasanya terlolasi dengan jarum
yang dimasukkan sekitar 2 cm lateral ala hidung dan diarahkan superior, posterior, dan sedikit
lateral.
Blokade Saraf Mandibula dan Cabangnya
Prosedur ini dilakukan dengan pasien mulut sedikit terbuka (Gambar 18-6E). Jarum 8 sampai 10 cm 22-gauge dimasukkan antara lengkungan zygomatic dan takik mandibula. Setelah
kontak denganplat pterigoideus lateral, jarum ditarik sebagian dan miring sedikit superior dan
posterior ke arah telinga. Anestesi (4-6 ml) disuntikkan sekali paresthesias yang diperoleh.
Cabang-cabang lingua dan inferior saraf mandibular dapat diblokir intraoral
memanfaatkan jarum 10 cm 22-gauge (Gambar 18-6F). Pasien diminta untuk membuka mulut
secara maksimal dan takik coronoid diraba dengan jari telunjuk dari tangan nonoperative. Jarum
kemudian diperkenalkan pada tingkat yang sama (kira-kira 1 cm di atas permukaan molar
terakhir), medial pada jari tapi lateral pada plika pterygomandibular (lipatan). Ini adalah lanjutan
posterior 1,5-2 cm di sepanjang sisi medial ramus mandibular, membuat kontak dengan tulang.
Kedua saraf biasanya diblokir setelah injeksi 2-3 mL obat bius lokal.
Bagian terminal dari saraf alveolar inferior mungkin terhalang karena muncul dari
foramen mental pada pertengahan mandibula tepat di bawah sudut mulut. Anestesi lokal (2 mL)
disuntikkan sekali paresthesias ditimbulkan atau jarum terasa untuk memasuki foramen.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari blok ganglion gasserian termasuk kejadian injeksi intravaskular, injeksi
subarachnoid, Horner's syndrome, dan blok motorik dari otot-otot pengunyahan. Potensi
pendarahan serius adalah terbesar untuk blokade untuk saraf maksila. Saraf wajah yang mungkin
tidak sengaja diblokir selama blokade divisi mandibula.

Blok Nervus Facialis


INDIKASI
Blokade saraf wajah yang kadang-kadang diindikasikan untuk meringankan kontraksi spastik
otot-otot wajah dan untuk mengobati herpes zoster yang mempengaruhi saraf ini. Prosedur ini
juga digunakan selama operasi mata tertentu (lihat Bab 38).
ANATOMI
Nervus Facialis keluar dari tempurung kepala melalui foramen stylomastoid, di tempat yang
dapat diblokir. Sebuah komponen sensorik kecil memberikan sensasi khusus (rasa) ke dua-

pertiga anterior lidah dan sensasi umum pada membran timpani, meatus auditori eksternal,
langit-langit lunak, dan bagian dari faring.
TEKNIK
Titik suntikan hanya anterior proses mastoideus, di bawah meatus auditori eksternal, dan pada
titik tengah ramus mandibular (lihat Bab 38). Saraf kira-kira sedalam 1-2 cm dan akan diblokir
dengan 2-3 mL bius lokal, tepat di bawah proses stylomastoid.
KOMPLIKASI
Jika jarum dimasukkan terlalu dalam melewati tingkat tulang styloid, saraf glossopharyngeal dan
vagal mungkin juga terblokir. Hati-hati aspirasi diperlukan karena kedekatan saraf wajah ke
arteri karotis dan vena jugularis internal.

Blok Glossopharyngeal
INDIKASI
Glossopharyngeal blok saraf dapat digunakan untuk pasien dengan nyeri akibat pertumbuhan
ganas di dasar lidah, epiglotis, dan tonsila palatina. Juga dapat digunakan untuk membedakan
neuralgia glossopharyngeal dari neuralgia trigeminal dan geniculate.

ANATOMI
Syaraf keluar dari tempurung kepala melalui foramen jugularis medial ke proses styloid dan
berjalan anteromedially untuk mensyarafi sepertiga posterior lidah, otot faring, dan mukosa.
saraf vagus dan spinal aksesori juga keluar dari tempurung kepala melalui foramen jugularis dan
turun bersama saraf glossopharyngeal; arteri dan pembuluh vena jugularis interna adalah struktur
terkait erat.

TEKNIK

Blok dilakukan dengan 2 mL anestesi menggunakan jarum 5-cm 22-gauge dimasukkan hanya
posterior sudut mandibula (Gambar 18-7). Saraf adalah kira-kira sedalam 3-4 cm; penggunaan
stimulator saraf memfasilitasi penempatan jarum dengan benar. Pendekatan alternatif adalah dari
titik tengah antara proses mastoideus dan sudut mandibula dan melewati proses styloid; saraf
terletak tepat di sebelah anterior proses styloid.
KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi disfagia dan blokade vagal yang mengakibatkan kelumpuhan pita suara
ipsilateral dan takikardia. Blok syaraf aksesori dan hypoglossal menyebabkan kelumpuhan saraf
dari otot trapezius dan lidah ipsilateral, berurutan. Aspirasi hati-hati diperlukan untuk mencegah
injeksi intravaskular.

Blok Nervus Oksipital


INDIKASI
Blok saraf oksipital berguna diagnosa dan terapi pada pasien dengan nyeri kepala dan neuralgias
oksipital.
ANATOMI
Nervus oksipital terbesar berasal dari saraf spinal C2 dan C3saraf rami dorsal primer dari,
sedangkan saraf oksipital yang lebih kecil muncul dari rami ventral akar yang sama.

TEKNIK
Saraf oksipital yang lebih besar diblokir dengan 5 mL obat anestesi sekitar 3 cm lateral
prominence oksipital pada tingkat superior linea nuchae (Gambar 18-8) syaraf sebelah medial
pada arteri oksipital, yang sering teraba. Saraf oksipital yang lebih kecil akan diblokir dengan 23 lain mL suntikkan anestesi 2-3 cm lebih lateral sepanjang daerah nuchae.
KOMPLIKASI
Jarang, suntikan intravaskular dapat terjadi.
Block Nervus Phrenic
INDIKASI
Blokade saraf phrenic terkadang memberikan pereda rasa nyeri yang timbul dari bagian tengah
diafragma. Juga dapat berguna pada pasien dengan cegukan refractory (singultation).
ANATOMI
Saraf phrenic yang muncul dari akar saraf C3-C5 di batas lateral otot skalenus anterior.
TEKNIK
Saraf diblokir pada titik 3 cm di atas klavikula, sebelah lateral batas posterior
sternokleidomastoid, dan di atas otot-otot skalenus anterior. Obat anestesi (5-10 mL)
disuntikkan.
KOMPLIKASI
Selain injeksi intravaskular yang serius, kompromi paru dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit paru-paru atau cedera yang sudah ada sebelumnya. Blok saraf phrenic bilateral secara
simultan tidak boleh dilakukan.

Block Nervus Suprascapularis


INDIKASI
Blok ini berguna untuk kondisi nyeri yang timbul dari bahu (paling sering arthritis and bursitis).

ANATOMI
N. suprascapularis saraf merupakan saraf sensorik utama dari sendi bahu. Saraf ini muncul dari
pleksus brakialis (C4-C6) dan melewati batas atas skapula di takik suprascapula untuk memasuki
fosa suprascapularis
TEKNIK
Saraf diblokir dengan 5 mL larutan anestesi di takik supraspinal, yang terletak di persimpangan
lateral dan menengah sepertiga perbatasan skapulae (Gambar 18-9). Penempatan yang benar
jarum ditentukan oleh adanya paresthesia, atau penggunaan stimulator saraf.

KOMPLIKASI
Pneumotoraks adalah mungkin terjadi jika jarum maju terlalu jauh anterior. Kelumpuhan dari
otot-otot supraspinatus dan infraspinatus dapat menjadi sesuatu yang mengganggu.
Blok Saraf Paravertebral Servikal
INDIKASI
Blokade Paravertebral selektif pada tingkat servikal dapat berguna diagnosa dan terapi pada
pasien kanker dengan nyeri yang berasal dari spina servikal atau bahu.

ANATOMI
Saraf spinal servikalis terletak pada sulkus dari proses transversus vertebralis masing-masing
tingkatan. Proses transversus dapat diraba pada kebanyakan orang. Perhatikan bahwa dalam
berlawanan saraf spinal toraks dan lumbal, Saraf spinal servikalis keluar di atas tulang belakang
masing-masing tingkatan (lihat Bab 16).
TEKNIK
Pendekatan lateral ini paling sering digunakan untuk memblokir C2-C7 (Gambar 18-10). Pasien
diminta untuk memutar kepalanya ke sisi berlawanan ketika dalam posisi duduk. Sebuah garis
kemudian ditarik antara prosessus mastoideus dan tuberkulum chassaignac's (Tuberkulum dari
proses transversus C6). Serangkaian suntikan 2-mL dibuat dengan sebuah jarum 5-cm 22-gauge
sepanjang garis paralel kedua 0,5 cm posterior ke garis pertama. Karena proses transversus C2
biasanya sulit untuk teraba, suntikan untuk tingkat ini ditempatkan 1,5 cm di bawah proses
mastoideus. Prosesus transversus lain biasanya interspaced 1,5 cm terpisah dan sedalam 2,5-3
cm. Fluoroskopi berguna dalam mengidentifikasi tingkat vertebralis selama blok diagnostik

KOMPLIKASI
Anestesi intratekal, subdural, atau epidural yang tidak disengaja secara cepat pada tingkat ini
menyebabkan kelumpuhan pernapasan dan hipotensi. Suntikan bahkan dalam volume kecil
anestesi lokal ke dalam arteri vertebralis menyebabkan ketidaksadaran dan kejang. Komplikasi
lain termasuk Horner's syndrome, serta blokade berulang saraf phrenic dan laringeus.
Block Nervus Paravertebral Thoraci
INDIKASI
Tidak seperti blok saraf interkostalis, sebuah blok saraf paravertebral thoracicus menganestesi
baik rami dorsal dan ventral saraf spinalis (lihat Bab 17). Oleh karena itu berguna pada pasien
dengan rasa nyeri yang berasal dari spina torakal, rongga dada, atau dinding perut, termasuk
fraktur kompresi, fraktur proksimal rusuk, dan herpes zoster akut. Teknik ini harus digunakan
untuk blokade segmen atas toraks, karena skapula mengganggu teknik interkostalis pada tingkat
ini.
ANATOMI
Setiap akar syaraf thoracicus keluar dari kanalis spinalis lebih rendah daripada prosessus
transversus yang terkait segmen spinal.
TEKNIK
Blok ini dapat dilakukan dengan pasien yang dalam posisi pronasi atau lateral. jarum spinal 5 hingga 8-cm 22-gauge yang dapat diatur marker (manik-manik atau karet stopper) digunakan.
Dengan teknik klasik, jarum dimasukkan 4-5 cm lateral garis tengah di proses spinosus tingkat
atasnya. Jarum diarahkan anterior dan medial menggunakan sudut 45 dengan bidang
midsagittal, dan maju sampai kontak proses transversus tingkat yang dikehendaki. Jarum
kemudian sebagian ditarik dan diarahkan untuk melalui tepat di bawah proses transversus.

Marker yang disesuaikan pada jarum digunakan untuk menandai kedalaman prosessus spinosus;
ketika jarum cukup kemudian ditarik dan diarahkan, itu tidak boleh maju lebih dari 2 cm di luar
tanda ini. Biasanya, 5 mL bius lokal disuntikkan pada tiap tingkatan.

Teknik alternatif yang dapat mengurangi risiko pneumotoraks menggunakan titik penyisipan
lebih medial dan teknik hilangnya resistensi yang sangat mirip dengan anestesi epidural (lihat
Bab 17). Jarum dimasukkan ke dalam sebuah bidang sagital 1,5 cm lateral garis tengah pada
tingkat proses spinosus di atas, dan ini maju sampai kontak tepi lateral lamina dari tingkat yang
akan diblokir. Ini kemudian ditarik ke posisi subkutan dan disuntikkan lebih lateral 0,5 cm, tetapi
masih dalam bidang sagital; ketika jarum maju, itu melibatkan ligamentum costotransverse
superior, hanya lateral pada lamina dan inferior pada proses transversus. Posisi yang benar dapat
diidentifikasi dengan hilangnya resistensi terhadap suntikan saline ketika jarum menembus
ligamentum costotransverse.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dari blok paravertebral adalah pneumotoraks; yang lain meliputi
kejadian suntikan subarachnoid, subdural, epidural, dan pembuluh darah. Blokade simpatik dan
hipotensi dapat didapat jika ada beberapa segmen yang diblokir atau volume yang besar
disuntikkan pada satu tingkat. Rontgen dada sinar wajib dilakukan sesudahnya untuk
menyingkirkan suatu pneumotoraks.
Blok Syaraf Somatik Paravertebral Lumbar
INDIKASI
Paravertebral blok pada tingkat ini berguna dalam mengevaluasi nyeri akibat gangguan
melibatkan spina lumbalis atau saraf spinalis.

ANATOMI
Saraf spinal lumbalis memasuki kompartemen psoas segera setelah keluar melalui foramen
intervertebralis di bawah prosesus transversus. Kompartemen ini dibentuk oleh fasia psoas
anterior, fasia kuadratus lumborum posterior, dan badan vertebral medial.
TEKNIK
Pendekatan saraf spinal lumbalis pada dasarnya sama seperti untuk blokade paravertebral
torakalis (Gambar 18-11). Jarum 8-cm 22-gauge biasanya digunakan. Konfirmasi Radiographic
dari tingkat yang benar dapat membantu. Untuk blok diagnostik, hanya 2 mL bius lokal
disuntikkan pada setiap satu tingkat, karena volume blok yang lebih besar lebih dari satu tingkat.
Lima mililiter anestesi lokal digunakan untuk blok terapi, namun bahkan volume lebih besar (25
mL) pada tingkat L3 dapat menghasilkan blokade lengkap somatik dan simpatik saraf lumbalis.
KOMPLIKASI
Komplikasi terutama karena anestesi subarachnoid, subdural, atau epidural yang tidak sengaja.

Blocks Lumbar medialis Cabang & Facet


INDIKASI
Blok ini dapat manghasilkan kontribusi penyakit sendi lumbal facet (zygapophyseal) pada nyeri
punggung. Kortikosteroid biasanya disuntik dengan bius lokal ketika teknik intraarticular dipilih.
ANATOMI
Masing-masing sendi facet diinervasi oleh cabang-cabang medial divisi primer posterior saraf
spinalis di atas dan di bawah sendi (Gambar 18-12). Dengan demikian, setiap sendi dipasok oleh
dua atau lebih saraf spinalis yang berdekatan. Masing-masing cabang medial melintasi batas atas
dari proses transversa bawah yang berjalan di alur antara akar dari proses transversus dan
prosessus artikular superior.
TEKNIK
Blok ini harus dilakukan di bawah bimbingan fluoroscopic dengan pasien dalam posisi
prone(Gambar 18-12). Gambaran oblik posterior 30 memfasilitasi visualisasi dari sendi facet.
jarum 6 - untuk 8-cm 22-gauge dimasukkan 5-6 cm lateral prosessus spinosus pada tingkat yang
dikehendaki dan diarahkan medial menuju batas atas akar proses transversus; 1-1,5 mL bius
lokal disuntikkan untuk memblokir cabang medial dari divisi posterior saraf spinal.
Atau alternatifnya , anestesi lokal dengan atau tanpa kortikosteroid dapat langsung disuntikkan
ke dalam sendi. Posisi pasien prone dengan sedikit arah miring (dengan menempatkan sebuah
bantal di bawah krista iliaka anterior pada sisi yang terkena) memfasilitasi identifikasi ruang
sendi selama fluoroskopi. Penempatan benar jarum harus dikonfirmasi dengan menyuntikkan 0,5
mL radiocontrast sebelum suntikan bius lokal (2 mL).

KOMPLIKASI
Suntikan ke lengan dural menghasilkan blok subarachnoid, sedangkan injeksi dekat akar saraf
spinal menghasilkan blokade sensoris dan motoris di tingkat itu. Karena sendi biasanya memiliki
1-2 mL volume normal, suntikan lebih besar dapat menyebabkan pecahnya kapsul sendi

Blok Syaraf Trans-Sakralis


INDIKASI
Teknik ini berguna dalam diagnosis dan perawatan nyeri pelvis dan perineal. Blokade akar spinal
S1 dapat membantu mendefinisikan perannya dalam nyeri punggung.

ANATOMI
Lima pasangan saraf spinal sakralis dan satu pasang saraf coccygeal turun di kanal sakral,
membentuk cauda equina. Setiap saraf kemudian bergerak melalui foramen intervertebralis
masing-masing. Saraf S5 dan coccygeal keluar melalui hiatus sakral.
TEKNIK
Sementara pasien dalam posisi prone, foramina sakralis diidentifikasi dengan jarum sepanjang
garis yang ditarik 1,5 cm medial hingga posterior spina iliaka superior dan lateral 1,5 cm ke
cornu sakralis ipsilateral (Gambar 18-13). Posisi yang benar memerlukan masuknya jarum ke
foramen sakral posterior dan biasanya menghasilkan paresthesias. Akar saraf S1 biasanya 1,5 cm
di atas tingkat spina iliaka posterior superior di sepanjang garis imajiner ini. Dua mililiter
anestesi lokal disuntikkan untuk blok diagnostik dan 5 mL digunakan untuk blok terapi. Blokade
saraf S5 dan coccygeal dapat dilakukan dengan suntikan di hiatus sakralis (lihat Bab 17).
KOMPLIKASI
Komplikasi jarang tetapi mencakup kerusakan saraf dan injeksi intravaskular.
Blok Saraf Pudenda
INDIKASI
Blok saraf pudenda berguna dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri perineal.

ANATOMI
N. pudendus muncul dari S2-S4 dan berjalan antara ligamen sacrospinous dan sacrotuberous
untuk mencapai perineum.

TEKNIK
Blok ini biasanya dilakukan transperineally dalam posisi lithotomy (Gambar 18-14). Suntikan
anestesi 5-10 mL dilakukan percutaneously sebelah posterior spina iskiadika pada perlekatan
dari ligamentum sacrospinous. Spina iskiadika bisa teraba transrectally atau transvaginally.
Panduan khusus biasanya digunakan untuk pendekatan transvaginal (lihat Bab 43).

KOMPLIKASI
blokade skiatik yang tidak disengaja dan injeksi intravaskular adalah komplikasi umum.

BLOK SIMPATIS

Blokade simpatis dapat dicapai dengan suatu teknik variasi termasuk subarachnoid, epidural
sama baiknya dengan blok paravertebral. Sayangnya, untuk mencapai ini biasanya memblok
baik serat saraf somatik dan simpatik. Masalah dengan perbedaan teknik spinal dan epidural
akan dibahas dibawah. Teknik di bawah ini secara spesifik akan memblok saraf simpatis dan
dapat digunakan untuk mendefinisikan peran system simpatis dalam nyeri pasien dan
memungkinkan menyediakan pengurangan nyeri jangka panjang. Indikasi paling umum
termasuk distrofi reflex simpatis, nyeri visceral, neuralgia herpetic akut, nyeri post herpes dan
penyakit vascular perifer. Blokade simpatis terisolasi pada suatu region dikarakteristikkan
dengan tidak berubahnya sensasi somatic tapi kehilangan tonus simpatis yang dibuktikan dengan
peningkatan aliran darah subkutan dan suhu. Tes lain termasuk hilangnya konduksi kulit

(simpatogalvanik) dan respon berkeringat (ninhydrin, cobalt blue atau tes karbohidrat ) diikuti
suatu stimulasi nyeri.
Blok Cervicothoracic (Stellate)
INDICATIONS
Blok ini sering digunakan pada pasien dengan nyeri kepala, leher, lengan dan dada atas. Ini
umumnya direferensikan sebagai buatu blok stellate tapi pada realitasnya biasanya memblok
thoraks atas sama baiknya dengan ganglia cervical. Injeksi volume besar anestesi (>10 mL)
sering memblok turun sampai ganglia T5. Blok Stellate juga dapat digunakan untuk gangguan
vasospame ekstremitas atas.
ANATOMI
Innervasi simpatis kepala, leher dan kebanyakan lengan diturunkan dari 4 ganglia cervical, yang
terbesar adalah ganglion stellate. Selanjutnya biasanya direpresentasikan sebagai gabungan
ganglia cervical bawah dan ganglia thoraks pertama. Beberapa persarafan simpatis lengan (T1)
sama baiknya dengan semua persarafan viscera thoraks diturunkan dari lima ganglia thorakalis
atas. Suplai simpatis pada lengan pada beberapa orang juga dapat berasal dari T2-T3 secara
anatomis melalui nervus berbeda (nervus Kuntzs) yang bergabung dengan pleksus brachialis
secara tinggi pada aksilla, nervus ini dapat dilupakan dengan blok stellate tapi tidak dengan blok
aksillaris. Tujuan penyuntikkan pada tingkat stellate adalah, yang terletak di belakang pabgkal
arteri vertebralis dari arteri subclavia, anterior pada musculus colli longus dan iga pertama,
anterolateral fascia prevertebral dan medial musculus scalenus.

TEKNIK
Teknik paratracheal paling sering digunakan (gambar 18-15). Dengan kepala pasien
diekstensikan. Suatu jarum gauge 22 berukuran 4-5 cm dimasukkan pada ujung medial musculus
sternocleidomastoid tepat dibawah level kartilago cricoids pada level processus transverses C6
(Chassaignac's tubercle) atau C7 (3-5 cm diatas clavicula). Tangan yang tidak beroperasi
sebaiknya digunakan untuk meretraksi otot bersama sarung carotis sebelum memasukkan jarum.
Jarum kemudian diteruskan sampai processus transverses dan ditarik 2-3 mm sebelum
disuntikkan. Aspirasi harus dilakukan pada 2 tempat sebelum tes dosis 1 mL dilakukan untuk
menyingkirkan injeksi intravascular ynag tidak diinginkan (masuk arteri vertebralis atau
subclavia) atau suntikan subarachnoid masuk ruang dural. Tital 10-15 mL anestesi local dapat
disuntikkan.
Penempatan yang benar jarum biasanya diikuti dengan suatu kenaikan suhu kulit pada lengan
ipsilateral dan onset sindrom Horners. Terakhir terdiri dari ptosisi ipsilateral, meiosis,
enophtalmus, kongesti nasal dan anhidrosis wajah dan leher.
KOMPLIKASI
Sebagai tambahan suntikan intravaskuler dan subarachnoid, komplikasi lain termasuk hematom,
pneumothoraks, anestesi epidural, blok pleksus brachialis, suara serak akibat blokase nervus
recurrent laringeus dan lebih jarang, osteoitis atau mediastinitis mengikuti kebocoran esophagus.

BLOK RANTAI SYMPATHETIC THORACIC


Ganglia simpatis thoracalis bersandar tepat di lateral badan vertebral dan anterior akar nervus
spinalis, tapi blok ini umumnya tidak digunakan karena resiko pneumothoraks signifikan.
BLOK PLEKSUS CELIAC
INDIKASI
Blok Celiac diindikasikan pada pasien dengan peningkatan nyeri dari organ dalam abdomen
khususnya pertumbuhan maligna abdomen. Teknik biasanya memblok rantai simpatis lumbar.
ANATOMI
Ganglia celiac bervariasi dlam jumlah bentuk dan posisi. Mereka biasanya dileompokkan pada
level badan L1, posterior vena cava pada kanan, tepat lateral aorta pada kiri dan posterior
pancreas.
TEKNIK
Pasien ditempatkan terlentang dan jarum 22 gauge 15 cm digunakan untuk disuntikkan 15-20
mL anestesi likal dari sisi kiri atau bilateral (gambar 18-16). Fluoroskopi atau panduan CT
sengan suntikkan radiokontras meningkatkan rata-rata kesuksesan, menurunkan volume yang
dibutuhkan dan menurunkan insidensi komplikasi. Setiap jarum yang dimasukkan 3-8 cm, dari
garis tengah pada batas inferior processus spinosus L1, dilanjutkan dibawah panduan radiografi

langsung menuju garis tengah, mambuat sudut kira-kira 10-45 0. Jarum melewati bawah tepi iga
keduabelas dan harus diposisikan anterior badan L1 pada gamabr anteroposterior. Ketika CT
digunakan ujung jarum sebaiknya ditempatkan bersandar anterolateral aorta [ada level antara
arteri celiac dan arteri mesnterik superior.

KOMPLIKASI
Komplikasi paling umum adalah hipotensi postural dimana paling banyak akibat blokade rantai
simpatis lumbar. Penyuntikan intravaskuler kedalam vena cava lebih sering menghasilkan reaksi
sistemik yang parah dibanding penyuntikan intraaorta yang tidak disengaja. Komplikasi lain
yang lebih jarang termasuk pneumothoraks, perdarahan retroperitoneal, luka pada ginjal atau
pancreas, disfungsi seksual atau lebih jarang paraplegia (akibat luka pada arteri lumbar
Adamkiewicz).
BLOK NERVUS SPLANCHNIC
Walaupun sama dengan blok pleksus celiac, teknik ini dipilih oleh beberapa sedikit klinisikarena
lebih sedikit memblok rantai simpatis lumbar dan mebutuhkan lebih sedikit volume anestesi.
Tiga grup nervus splanchic (paling besar, paling kecil dan terakhir) muncul dari tujuh ganglia
simpatis thoracalis pada setiap sisi dan turun sepanjang badan vertebra untuk berkomunikasi
dengan ganglia celiac. Jarum dimasukkan 6-7 cm dari garis tengah pada batas bawah processus
spinosus T11 dan berlanjut dibawah panduan fluoroskopi pada permukaan anterolateral T12. 10
mL anestesi local disuntikkan pada setiap sisi. Jarum sebaikknay dipertahankan kontak dengan
badan vertebra sepanjang waktu untuk mencegah suatu pneumothoraks, komplikasi juga
termasuk hipotensi dan kemungkinan luka pada vena azygos di kanan atau hemiazygos dan
ductus thoracalis di kiri.
BLOK LUMBAR SIMPATIS

INDIKASI
Blokade simpatis lumbar dapaat diindikasikan pada kondisi nyeri melibatkan pelvis dan
ekstremitas inferior dan kemungkinan pada beberapa pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

ANATOMI
Rantai simpatis lumbar mengandung tiga sampai lima ganglia dan merupakankelanjutan dari
rantai thoracalis, ini jugz mensuplai serat simpatis pada pleksus pelvis dan ganglia. Rantai
ganglia simpatis lumbar bersandar posisi lebih anteromedial pada badan vertebra siabnding
ganglia thoracalis dan anterior musculus dan fascia psoas. Rantai lumbar biasanay posterior vena
cava di kiri tapi tepat lateral aorta di kiri.

TEKNIK
Teknik dua jarum pada level L2 dan L4 paling umum dilakukan pada pasien baik pada posisi
teelentang atau lateral (gambar 18-17). Jarum dimasukkan pada baats aats processus spinosus
dan diarahkan keatas atau tepat di lateral processus transverses vertebra (bergantung pada jaraJ
DARI AGRIS TENAGH). Petunjuk fluoroskopi dengan penyuntikkan solution radiokontras
meningkatkan laju kesuksessan dan menurunkan komplikasi.

KOMPLIKASI
Komplikasi termasuk penyuntikkan intarvaskular (kedalam vena cava atau pembuluh daarh
lumbar) dan blok nervus simpatis pleksus lumbalis.

Blok Pleksus Hypogastric


INDIKASI
Prosedur ini diindikasikan untuk nyeri yang berasal dari pelvis dan yang tidak berespon pada
blok lumbar atau epidural caudal. Pleksus hipogastik mengadndung serat saraf sensorik organ
dalam yang melewati spinal cord bawah. Blok ini biasanya tepat untuk pasien dengan kanker
servix, uterus, kandung kemih, prostat atau rectum. Blok juga efektif pada beberapa wanita
dengan nyeri kronis pelvis non maligna.
ANATOMI
Pleksus hipogastrik tidak hanya mengandung seratsarf post ganglionik berasal dari rantai
simpatis lumbar tapi juga saerat saraf sensorik oragn dalam dari servix, uterus, kandung kemih,
prostat dan rectum. Pleksus hipogastik superior biasanya terletak tepat di kiri garis tengah badan
vertebra L5 dan dibawah bifurcation aorta. Serat saraf pleksus ini dibagi cabang kanan dan kiri
dan turun pada organ pelvis melalui hipogastik kanan dan kiri inferior dan pleksus pelvis.
Pleksus hipogastric inferior secra tambahan menerima seratsaraf pre ganglionik parasimpatis
dari akar saraf spinal S2 dan S4.
TEKNIK
Pasien ditempatkan terlentang dan jarum 15 cm dimasukkan kira-kira 7cm ke lateral pada
interspace spinal L4-L5. Jarum diarahkan langsung secara medial dan caudal pada sudut 450
dibawah petunjuk fluoroskopik jadi dapat melewati tepat di atas processus transverses L5. Pada
posisi final, jarum harus terletak di atas diskus intervertebra antara L5 dan S1 dan dalam 1 cm
badan vertebra pada pandangan anteroposterior. Suntikan cairan radiokontras mengkonfirmasi
posisi tepat jarum pada ruang retroperitoneal, 8-10 anestesi local disuntikkan.
KOMPLIKASI
Komplikasi termasuk penyuntikkan intravaskuler dan disfungsi usus singkat dan disfungsi
kandung kemih.

Blok Ganglion Impar


INDIKASI
Blok ini efektif pada pasien dengan nyeri menetap visceral atau secara simpatis pada area
perineal.
ANATOMI

Ganglion impar (ganglion of Walther) adalah bagian paling caudal trunkus simpatis. Ganglia
simpatis paling bawah pelvis sering bergabung membentuk satu ganglion pada garis tengah tepat
di anterior coccyx.
TEKNIK
Pasien dapat diposisikan pada posisi lateral decubitu atau lithotomic. Dengan pasien pada posis
lateral decubitus, suatu jarum berlekuk 22 gauge 8 sampai 10 cm diarahkan langsung keatas
ligament anococcygeal menuju suatu posiis tepat di anterior coccyx. Pemasukkan suatu hari pada
rectum membantu menjaga jarum tetap pada garis tengah dan diluar dinding rectal. Suatu
pendekatan alternative menggunakan jarum lurus dengan pasien pada posiis lithotomic, jarum
lurus dapat digunakan pada posiis ini karena lekukan coccyx dapat dikurangi. Setelah konfirmasi
posisi benar dengan cairan radiokontras, 40 cc anestesi local disuntikkan.
KOMPLIKASI
Tidak komplikasi telah dilaporkan, tapi suntikan intravakular dan transient bowel atau disfungsi
kandung kemih tetap memungkinkan.

Blokade simpatis regional intravena


Suatu blok Bier (Lihat bab 17) menggunakan guanethidine (2040 mg)dapat secara selektif
menginterupsi inervasi simpatis pada suatu ekstremitas. 10 mL lidocain 0,5% dapat ditambahkan
untuk mencegah terbakar. Suatu tourniquet ditempatkan proksimal pada ekstremitas dan
biasanya pada kiri dikembangkan setidaknya 20 menit. Guanethidine menyebabkan deplesi
norepinephrine dan menginhibisis reuptakenya pada akhir neuron post ganglionik. Blokade
simpatis yang selektif bertahan 3-7 hari. Pelepasan premature tourniquet dapat berakibat
hipotensi, bradikardi, edema, diare dan mual. Reserpin (1-1,5 mg) dan bretylium (5 mg/kg dapat
digunakan secara sama. Blokade simpatis regional intravena dapat menjadi alternative aman
blok simpatis standart pada pasien dengan defek hemostatik.
BLOKADE NEURAL DIFFERENTIAL
Differential blokade neural farmakologis atau anatomis telah didukung sebagai suatu metode
mekanisme nyeri yang somatic berbeda, simpatetik dan psikogenik. Pendekatan farmakologis
bergantung apda sensitivitas differensial serat saraf nervus pada anestesi local (lihat bab 14).
Serat saraf simpatis pre ganglionik (B) dilaporkan paling sensitive, dekat diikuti nyeri (C dan
A), serat saraf somatosensori (A) dab akhirnya serat saraf motor (A). Dengan menggunakan
konsentrasi berbeda anestesi lokalhal ini dapat mungkin secara selektif memblok beberapa tipe

tertentu serat saraf sementara mempertahankan fungsi yang lain. Tantangan saat ini adalah
konsentrasi kritis yang dibutuhkan untuk memblok serat saraf simpatis dapat sangat bervariasi
antara pasien dan blok konduksi oleh local anestesi bergantung tidak hanya pada ukuran serat
saraf tapi juga durasi kontak dan frekuensi impuls dikonduksikan. Banyak klinisi karenanya
meninggalkan penggunaan farmakologis differential blok neural sejalan blokade anatomic yang
differential.
Blok Ganglion stellate dapat digunakan secara selektif memblok serat saraf simpatis pada
kepala, leher dan lengan. Blok Pleksus celiac, pleksus hipogastrik dan simpatietik paravertebral
lumbar dapat digunakan untuk blokade simpatis pada abdomen, pelvis dan kaki, secara
resprektif. Blok Akar saraf selektif, intercostals, pleksus cervical, pleksus brachial atau pleksus
lumbosakral dapat digunakan untuk blokade nervus somatic.
Blokade epidural differential dapat digunakan untuk nyeri thoracalis ketika teknik untuk blokade
simpatis membawa suatu risisko signifikan pneumothoraks (table 18-8). Setelah penyuntikkan
setiap epidural, pasien dievaluasi untuk berkurangnya nyeri, tanda blokade simpatis (suatu
penurunan tekanan darah), sensasi terhadap pinprick dan sentuhan cahaya dan fungsi motor. Jika
nyeri menghilang setelah penyuntikan salin, pasien biasanya mempunyai nyeri psikogenik
(biasanya efek dalam jangka panjang) atau jika menampilkan efek placebo (biasanya jangka
pendek). Jika berkurangnya nyeri bersamaan dengan tanda terisolasi blokade simpatis,
tampaknya dimediasi oleh serat saraf simpatis. Jika nyeri berkuarang hanya mengikuti blokade
somatosensori, tampaknya dimediasi oleh serat saraf somatic. Terakhir, jika nyeri bertahan
sampai tanda blokade motor, baik nyeri sentral (supraspinal) atau psikogenik.

Kerugian serius teknik differential farmakologikal standart adalah sangant memakan waktu.
Beberapa klinisi karenanya menggunakan suatu teknik dua suntikan modifikasi : satu suntikan

placebo diikuti solution konsentrasi maksimal (2% chloroprocaine or 2% lidocaine secara


epidural). Pasien tetap dievaluasi setelah setiap penyuntikkan tapi nyeri dikorelasi dengan
pemulihan fungsi motorik,sensorik dan simpatis.

RADIOFREQUENCY ABLATION & CRYONEUROLYSIS


Ablasi radiofrekuensi percutaneus bergantung pada produksi panas dengan aliran yang terjadi
dari suatu elektroda aktif yang bergabung pada ujung jarum khusus. Jarum diposisikan di bawah
fluoroscopy. Stimulasi elektrik (2 Hz untuk respon motorik dan 50 Hz untuk respon sensorik)
melalui perghitungkan elektroda dan impedansi sebelum ablasi juga membantu mengkonfirmasi
posisi yang benar. Bergantung pada lokasi blok, temperature panas diberikan pada electrode
dikontrol secara akurat (60-900C untuk 1-3 menit) untuk mengablasi nervus tanpa menyebabkan
kerusakan jaringan yang luas. Abl;asi radiofrekuensiumumnya digunakan untuk rhizotomy
trigeminal dan rhizotomy cabang medial (facet). Hal ini juga digunakan untuk rhizotomy akar
dorsal dan simpathectomi lumbar. Berkurangnya nyeri biasanya bertahan 3-12 bulan.
Cryoanalgesia dapat menghasilkan neurolisis sementara untuk berminggu-minggu sampai bulan
dengan membekukan dan mencairkan jaringan. Temperatur pada ujung cryoprobe dengan cepat
keluar sebagai gas (carbondioksida atau nitrous oxide) pada tekanan tinggi diperbolehkan untuk
mengekspansi. Ujung probe, dimana dapat mencapai temperature -50 sampai 700C, dimasukkan
melalui kateter 16 sampai 12 gauge. Stimulasi elektrik (2-5 Hz untuk respon motorik dan 50-100
Hz untuk respon sensorik) membantu mengkonfirmasi posisi yang benar dari probe. Dua atau
lebih siklus pembekuan 2 menit dan pencairan biasanya diberikan. Cryoanalgesia adalah paling
umum digunakan untuk mencapai blockade nervus perifer jangka panjang. Ini khussunya
berguna pada nyeri post thoracotomi.(Lihat bab 24)

BLOCKS NEUROLYTIC ALCOHOL & PHENOL


Blok neurolitik diindikasi pada pasien dengan nyeri kanker tak tertangani yang parah. Mereka
kadang-kadang digunakan pada beberapa pasien dengan neuralgia refractory dan jarang pada
pasien dengan penyakit vascular perifer. Blok ini dapat diasosiasikan dengan banyak morbiditas,
jadi pasien harus diseleksi dengan hati-hati. Lebih jauh, blok-blok tersebut tidak permanen,
karena nyeri asli yang kambuh atau nyeri baru (pusat) berkembang pada mayoritas pasien dalam
beberapa minggu hingga bulan. Penghancuran sementara serabut saraf atau ganglia dapat
dilakukan dengan suntikan alkohol atau fenol. Agen ini tidak selektif, mempengaruhi serat

viseral, sensorik, dan motorik sama. Etil alkohol (50-100%) menyebabkan ekstraksi membran
fosfolipid dan presipitasi lipoprotein dalam akson dan sel-sel Schwann, sedangkan fenol (6-12%)
muncul untuk mengkoagulasikan protein. Alkohol menyebabkan nyeri parah pada injeksi. Untuk
blok saraf perifer, alkohol dapat diberikan tanpa dicairkan, tetapi untuk blok simpatik di mana
volume besar disuntikkan, itu diberikan dalam campuran 1:1 dengan bupivacaine. Fenol tidak
menimbulkan nyeri ketika disuntikkan baik sebagai larutan (6-8%) atau dalam gliserol; sebuah
solusi 12% fenol dapat dibuat dalam pewarna radiocontrast.
Sedikitnya satu diagnostik blok dengan larutan bius lokal harus digunakan sebelum
mempertimbangkan teknik neurolytic apapun. Hal ini berfungsi untuk mengkonfirmasi jalur
nyeri yang terlibat dan menentukan kemanjuran potensial blokade neurolytic. Anestesi lokal
harus disuntikkan kembali segera sebelum agen neurolytic. Selain itu, fluoroskopi (atau CT)
dengan radiocontrast harus digunakan bila mungkin. Setelah suntikan setiap agen neurolytic,
jarum harus dibersihkan dengan udara atau salin sebelum penarikan untuk mencegah kerusakan
struktur superfisial.
Teknik neurolytic yang paling umum digunakan dengan blok pleksus celiac, rantai simpatik
lumbal, pleksus hipogastrikus, dan ganglion impar pada pasien kanker tetapi dapat digunakan
untuk saraf somatik atau kranial atau bahkan saraf aksial blok. Banyak dokter lebih memilih
alkohol untuk blok pleksus celiac tetapi fenol untuk blokade simpatik lumbalis. Dengan teknik
neurolytic subarachnoid, jumlah yang sangat kecil dari agen (0,1 mL) disuntikkan, dan pasien
diposisikan dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga larutan yang sesuai melokalisasi tingkat
yang sesuai dan hanya terbatas pada wilayah kornu dorsal. Alkohol adalah hypobaric, sedangkan
fenol dalam gliserin adalah hiperbarik.
FARMAKOLOGI INTERVENSI
Intervensi farmakologi dalam manajemen nyeri meliputi COX inhibitor, opioid, antidepresan,
agen neuroleptic, antikonvulsan, kortikosteroid, dan sistemik administrasi anestesi lokal. COX
inhibitor diperiksa dalam diskusi di bawah ini mengenai manajemen nyeri pasca-operasi. Opioid,
yang digunakan terutama untuk nyeri akut, sedang sampai parah dan nyeri kanker, akan dibahas
dalam Bab 8 dan di bawah ini dengan nyeri kanker.

Antidepresan
Agen ini menunjukkan sebuah efek analgesik yang terjadi pada dosis lebih rendah yang
dibutuhkan untuk aksi antidepresan mereka. Kedua aksi akibat blokade reuptake presynaptic
serotonin, norepinefrin, atau keduanya (lihat Bab 27). Agen trisiklik yang lalu tampak lebih
merupakan analgesik efektif dari selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Sebaliknya, SSRI
tampaknya antidepresan yang lebih efektif. Antidepresan pada umumnya paling berguna pada

pasien dengan nyeri neuropatik, misalnya, dari neuralgia postherpetic dan neuropati diabetes.
Mereka berpotensiasi dengan aksi opioid dan sering menormalkan pola tidur.

Tersedia agen berbeda dalam efek sampingnya (Tabel 18-9), yang meliputi efek antimuscarinic,
seperti mulut kering (xerostomia), gangguan akomodasi visual, retensi urin, dan konstipasi; efek
antihistaminic (H1 dan H2), seperti obat penenang dan peningkatan pH lambung; blokade adrenergik mengakibatkan hipotensi ortostatik; dan efek seperti -quinidine, terutama dengan
amitriptyline.
Semua agen menjalani metabolisme hepatika lintas pertama meluas dan sangat terikat protein.
Sebagian besar sangat lipofilik dan memiliki volume distribusi besar. Waktu paruh eliminasi
bervariasi antara 1 dan 4 hari, dan banyak memiliki metabolit aktif.

Antikonvulsan
Antikonvulsan telah ditemukan untuk menjadi sangat berguna pada pasien dengan nyeri
neuropatik terutama neuralgia trigeminal dan neuropati diabetes. Agen ini memblokade voltagegated saluran natrium dan dapat menekan saraf spontan pembuangan yang memainkan peran
utama dalam gangguan ini. Gabapentin mungkin menawarkan manfaat tambahan yang unik. Ini
juga telah terbukti sebagai tambahan yang efektif untuk nyeri pascaoperasi. Agen yang paling
umum digunakan phenytoin, carbamazepine, valproic asam, clonazepam, dan gabapentin (Tabel
18-10); lihat juga Bab 27). Lamotrigine dan topiramate juga efektif. Semua sangat terikat protein
dan relatif memiliki waktu paruh panjang. Carbamazepine memiliki penyerapan lambat dan
tidak bisa ditebak, yang membutuhkan pemantauan kadar dalam darah untuk keampuhan
optimal. Efek samping dibahas dalam Bab 27.

Efikasi dalam pengelolaan nyeri tidak berkaitan dengan kadar dalam darah

Neuroleptics
Beberapa klinisi menemukan neuroleptics berguna pada pasien dengan nyeri neuropatik.
Neuroleptics mungkin paling berguna pada pasien ditandai dengan gejala agitasi atau psikotik.
Agen yang paling umum digunakan adalah fluphenazine, haloperidol, chlorpromazine, dan
perphenazine. Tindakan terapeutik mereka tampaknya akibat blokade reseptor dopaminergik di
daerah mesolimbic. Sayangnya, tindakan yang sama di jalur nigrostriatal dapat menghasilkan
efek samping ekstrapiramidal yang tidak diinginkan, seperti fasies mirip topeng, sebuah
festinating gaya berjalan, kekakuan roda gigi, dan bradykinesia. Beberapa pasien juga
mengembangkan reaksi dystonic akut seperti krisis oculogyric dan torticollis. Efek samping
jangka panjang termasuk akathisia (kegelisahan ekstrim) dan tardive dyskinesia (gerakan
choreoathetoid tidak disengaja lidah, lipsmacking, ketidakstabilan truncal). Seperti antidepresan,
banyak obat-obatan ini juga memiliki efek antihistaminic, antimuscarinic, dan -adrenergikblocking.

Kortikosteroid
Glukokortikoid adalah secara ekstensif digunakan dalam manajemen nyeri untuk
antiinflammatory mereka dan mungkin aksi analgesik. Obat dapat diberikan topikal, secara oral,
atau parenteral (intravena, subcutaneously, intrabursally, intraarticularly, epidurally). Tabel 18-11
daftar agen yang paling sering digunakan, yang berbeda dalam potensi, relatif glukokortikoid
dan kegiatan mineralokortikoid, dan durasi. Besar dosis atau administrasi yang berkepanjangan
mengakibatkan efek samping yang signifikan. Aktivitas glukokortikoid berlebih dapat
menghasilkan hipertensi, hiperglikemia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tukak
lambung, osteoporosis, nekrosis aseptik kepala femoral, miopati proksimal, katarak, dan, jarang,
psikosis. Pasien juga dapat mengembangkan gambaran fisik ciri Sindrom Cushing (lihat Bab
36). Kelebihan Aktivitas mineralokortikoid menyebabkan retensi natrium dan hipokalemia, dan
dapat mempercepat gagal jantung kongestif.

Adapted from Goodman LS, Gilman AG: The Pharmacologic Basis of Therapeutics, 8th ed. Pergamon, 1990.

O, oral; I, injectable; T, topical.

Anestesia Lokal Sistemik


Anestesi lokal (lihat Bab 14) yang kadang-kadang digunakan secara sistemik pada pasien dengan
nyeri neuropatik. Mereka menghasilkan analgesia sedasi dan pusat; yang analgesia yang sering
lebih lama profil farmakokinetik anestesi lokal dan melanggar "siklus nyeri." Lidocaine,
procaine, dan chloroprocaine adalah agen yang paling sering digunakan. Mereka diberikan baik
sebagai bolus lambat atau dengan infus kontinu. Lidokain diberikan oleh infus selama 5-30
menit untuk total 1-5 mg / kg. Procaine 200-400 mg dapat diberikan intravena selama 1-2 jam,
sedangkan chloroprocaine (1% larutan) adalah infus dengan laju 1 mg / kg / menit selama total
10-20 mg / kg. Pemantauan harus mencakup elektrokardiogram (EKG), tekanan darah,
respirations, dan status mental; peralatan resusitasi penuh juga harus segera tersedia. Tanda-tanda
keracunan seperti tinnitus, menyatu, sedasi berlebihan, atau mengharuskan nystagmus
memperlambat atau menghentikan pemberian infus.

Pasien yang tidak merespon Antikonvulsan tapi merespon anestesi lokal intravena bisa
mendapatkan manfaat dari terapi antiarrhythmic oral kronis. Mexiletine (150-300 mg setiap 6-8
jam) adalah agen yang paling umum digunakan dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
2-adrenergik Agonis
Pengaruh utama 2-adrenergik agonis adalah aktivasi penghambatan jalur descenden di cornu
dorsal. Epidural dan intratekal 2-adrenergik agonis sangat efektif untuk nyeri neuropatik dan
toleransi opioid. Clonidine dan 2-adrenergik agonis yang lain dibahas di Bab 15.
Toxin Botulinum
Suntikan toksin botulinum telah semakin dimanfaatkan dalam perawatan kondisi nyri yang
berkaitan dengan otot rangka. Studi mendukung penggunaan toksin botulinum dalam perawatan
kondisi-kondisi yang berkaitan dengan kontraksi otot tak sadar (misalnya, fokus dystonia dan
Spasticity). Beberapa klinisi telah menggunakan obat ini dalam pengelolaan sakit kepala dan
sindrom myofascial. Toksin botulinum memblok asetilkolin yang dilepaskan pada sinaps di
ujung saraf motorik tetapi tidak serabut saraf sensorik. Usulan mekanisme analgesia termasuk
peningkatan aliran darah lokal, pereda spasne otot, dan pelepasan kompresi otot dari serabut
saraf.
TAMBAHAN TERAPI
INTERVENSI PSIKOLOGI
Teknik-teknik ini paling efektif bila digunakan oleh para psikolog atau psikiater. Ini termasuk
terapi kognitif, terapi perilaku, biofeedback dan teknik relaksasi, dan hipnosis. Intervensi
kognitif didasarkan pada asumsi bahwa sikap pasien pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri. Sikap maladaptive berkontribusi terhadap penderitaan dan cacat. Pasien diajarkan
keterampilan untuk mengatasi nyeri baik secara perorangan maupun dalam terapi kelompok.
Teknik yang paling umum adalah pengalihan perhatian dan pencitraan. Terapi Perilaku
(instrumental) didasarkan pada premis bahwa perilaku pada pasien dengan nyeri kronik
ditentukan oleh konsekuensi dari perilaku. Penguatan positif (seperti perhatian dari pasangan)
cenderung memperburuk nyeri, sedangkan penguatan nyeri mengurangi perilaku negatif. Terapis
mengidentifikasikan perilaku kesakitan "tidak sehat" dan mencoba untuk memanipulasi
penguatan; jenis intervensi ini memerlukan kerjasama dari anggota keluarga dan penyedia
medis.
Teknik relaksasi mengajarkan pasien untuk mengubah tanggapan gairah dan peningkatan tonus
simpatik berhubungan dengan nyeri. Teknik yang paling umum digunakan adalah latihan
relaksasi otot progresif. Biofeedback dan hipnosis berkaitan erat intervensi. Semua bentuk
biofeedback didasarkan pada prinsip bahwa pasien dapat diajarkan untuk mengendalikan
parameter fisiologis tidak disengaja. Setelah mahir dalam teknik, pasien mungkin dapat
mengendalikan faktor-faktor fisiologis (misalnya, ketegangan otot) yang memperburuk nyeri,
dapat menimbulkan respons relaksasi, dan dapat lebih efektif menerapkan keterampilan untuk
mengatasi. Parameter fisiologis pang paling umum digunakan adalah ketegangan otot

(elektromiografi biofeedback) dan suhu (thermal biofeedback). Keefektifan hipnosis bervariasi


di antara individu. Teknik hypnotic mengajar pasien untuk mengubah persepsi nyeri dengan
meminta mereka fokus pada sensasi lain, melokalisasikan nyeri untuk lokasi lain, dan
menjauhkan diri dari pengalaman yang menyakitkan melalui pencitraan. Pasien dengan sakit
kepala kronis dan gangguan muskuloskeletal untuk memperoleh manfaat paling banyak dari
teknik relaksasi ini.
TERAPI FISIK
Panas dan dingin dapat memberikan bantuan dengan meringankan nyeri kejang otot. Selain itu,
panas menurunkan kekakuan sendi dan meningkatkan aliran darah dan dingin membuat
vasoconstricts dan dapat mengurangi edema jaringan. Aksi analgesik dari panas dan dingin juga
mungkin setidaknya sebagian dijelaskan dengan teori gate pengolahan nyeri (di atas).
Modalitas pemanasan superfisial mencakup teknik konduktif (pack panas, mandi parafin,
fluidotherapy), konveksi (hidroterapi), dan bercahaya (inframerah). Penerapan teknik panas
mendalam mencakup USG sebagimana gelombang pendek dan microwave diatermi; modalitas
ini lebih efektif untuk nyeri yang melibatkan sendi dan otot dalam. Dingin yang paling efektif
untuk nyeri berhubungan dengan luka akut dan edema. Bila diterapkan secara selektif, dingin
juga dapat menghilangkan kejang otot. Aplikasi dapat mengambil bentuk kemasan dingin, pijat
es, atau semprotan vapocoolant (etil klorida atau fluoromethane).
Latihan harus menjadi bagian dari setiap program rehabilitasi untuk nyeri kronis. Sebuah
tingkatan program latihan mencegah kekakuan sendi, atrofi otot, dan kontraktur, yang semuanya
dapat berkontribusi untuk nyeri pasien dan cacat fungsional.
Akupunktur
Akupunktur dapat menjadi tambahan yang berguna untuk beberapa pasien dengan nyeri kronis,
terutama nyeri yang terkait dengan gangguan muskuloskeletal kronis dan nyeri kepala. Teknik
ini melibatkan pemasukkan jarum ke titik-titik diskrit yang didefinisikan secara anatomis, yang
disebut meridian. Stimulasi jarum setelah penyisipan mengambil bentuk memutar-mutar atau
penerapan arus listrik ringan. Poin penyisipan tampaknya tidak berhubungan dengan anatomi
konvensional sistem saraf. Meskipun literatur ilmiah tentang mekanisme akupunktur dalam aksi
dan perannya dalam manajemen nyeri adalah bertentangan, beberapa studi menunjukkan bahwa
akupunktur merangsang pelepasan opioid endogen, karena efeknya bisa merupakan antagonis
dari nalokson.
Rangsangan listrik
Stimulasi listrik dari sistem saraf dapat menghasilkan analgesia pada pasien dengan nyeri akut
dan kronis. Saat ini dapat diterapkan transcutaneously, epidurally, atau dengan elektroda
ditanamkan ke dalam sistem saraf pusat.

Stimulasi Transcutaneous

Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dinilai untuk menghasilkan analgesia


dengan merangsang serat aferen besar. Ini mungkin memiliki peran untuk pasien dengan nyeri
akut ringan sampai sedang dan mereka dengan nyeri kronis punggung bawah, arthritis, dan nyeri
neuropatik. Teori gate pengolahan sakit menunjukkan bahwa input aferen dari serat epicritic
besar bersaing dengan serat nyeri yang lebih kecil. Teori alternatif mengusulkan bahwa pada
rangsangan tingkat tinggi, TENS menyebabkan blok konduksi dalam serat aferen nyeri kecil.
Dengan konvensional TENS, elektroda diterapkan pada dermatom yang sama seperti nyeri dan
dirangsang secara berkala oleh arus langsung dari generator (biasanya selama 30 menit beberapa
kali sehari). Arus 10-30 mA dengan lebar pulsa 50-80 s diterapkan pada frekuensi 80-100 Hz.
Beberapa pasien refrakter dengan TENS konvensional merespon frekuensi rendah TENS
(akupuntur-seperti TENS), yang menghasilkan stimulus dengan lebar pulsa> 200 s pada
frekuensi <10 Hz (selama 5-15 menit). Tidak seperti TENS konvensional, stimulasi frekuensi
rendah setidaknya sebagian dibalikkan oleh nalokson, menyarankan peran endogen opioid.
Stimulasi Cord Spinal (SCS)
Teknik ini juga disebut rangsangan kolom dorsal karena dianggap untuk menghasilkan analgesia
dengan secara langsung merangsang serat A besar di kolom dorsal medula spinalis. Mekanisme
usulan meliputi pengaktifan sistem modulasi descenden dan penghambatan aliran simpatik.
Stimulasi medula spinalis adalah yang paling efektif untuk nyeri neuropatik. Indikasi yang
diterima termasuk nyeri yang dimediasi simpatik, lesi medula spinalis dengan nyeri segmental
lokal, nyeri phantom ekstremitas, nyeri ekstremitas bawah iskemik akibat penyakit pembuluh
darah perifer, dan arachnoiditis adhesif. Pasien dengan sindrom gagal kembali operasi, failed
back surgery syndrome (FBSS), yang biasanya campuran gangguan nociceptive- neuropatik,
juga muncul untuk mengambil manfaat dari SCS.
Elektroda sementara awalnya ditempatkan epidurally dan terhubung ke generator eksternal untuk
mengevaluasi keberhasilan dalam suatu pasien untuk 5 - hingga 7-hari percobaan. Jika respon
yang baik diperoleh, sebuah sistem implantable sepenuhnya ditempatkan; elektroda epidural
permanen biasanya ditempatkan percutaneously, terowongan, dan terhubung ke generator
subkutan. Sayangnya, efektivitas teknik ini berkurang dengan waktu dalam beberapa pasien.
Komplikasi termasuk infeksi, memimpin migrasi, dan menyebabkan kerusakan.
Stimulan Intraserebral
Stimulasi otak dalam dapat digunakan untuk nyeri kanker yang sulit, dan jarang untuk nyeri
neuropatik sulit dari asal nonmalignant. Elektroda ditanamkan secara stereotactical ke area abuabu periaqueductal dan periventricular untuk nyeri nociceptive (terutama kanker dan nyeri kronis
punggung bawah); untuk nyeri neuropatik, elektroda ditanamkan ke nucleus thalamic sensorik
spesifik. Komplikasi yang paling serius adalah perdarahan dan infeksi intrakranial

You might also like