You are on page 1of 8

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.

2, (2014) ISSN: 2301-9271

STUDI NUMERIK KONVEKSI ALAMI


PADA VERTICAL CHANNEL DENGAN
SATU SISI DINDING DIPANASKAN
ISOHEAT FLUX
Didik Agus Setiawan danVivien Suphandani Djanali
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: vivien_s@me.its.ac.id

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


mendorong manusia untuk melakukan penelitian maupun
menciptakan penemuan baru sehingga bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Dalam dunia teknik khususnya bidang
mekanika fluida dan perpindahan panas, pengkajian mengenai
suatu aliran yang melalui sebuah pelat vertikal sering
dilakukan, terutama mengenai konveksi alami yang terjadi
pada pelat sejajar vertikal. Aliran yang melalui sebuah plat
sering ditemui dalam berbagai teknik aplikasi diantaranya
pada pertukaran panas, misalnya, pendinginan komponen
elektronik dan kolektor surya.
Penelitian tugas akhir ini di fokuskan pada
pengamatan tentang fenomena aliran dua dimensi yang
melintasi dua buah plat vertikal sejajar dengan isoheat flux
pada salah satu platnya dan memvariasikan beberapa model
turbulen aliran. Turbulen model yang digunakan k- standard
transitional, k- sst transitional, standard k- enhanced wall
treatment, dan realizable k- enhanced wall treatment dengan
menggunakan software GAMBIT 2.4.6 dan software FLUENT
6.3.26. Model uji memiliki dimensi tinggi 4980mm dan lebar
100mm dengan isoheat flux sebesar 104W/m2.
Simulasi numerik pada kasus konveksi alami
menunjukkan
parameter
densitas
fluida
boussinesq
memberikan hasil dengan error maksimum untuk boussinesq
sebesar 6.347 sedangkan ideal gas sebesar 9.448. Turbulensi
model k- dengan turbulence intensity 10% hingga 20% pada
distribusi temperatur heated wall memiliki mean square error
sebesar 7. Turbulensi model standard k- untuk distribusi
temperatur pada heated wall memiliki error terkecil sebesar
4.3917. Turbulensi model sst k- untuk distribusi temperatur
aksial mampu memberikan hasil dengan error terkecil sebesar
0.06747 pada posisi Y/H = 0.531 dan error sebesar 0.10345
pada posisi Y/H = 0.774. Turbulensi model sst k- untuk
distribusi kecepatan aksial memiliki error terkecil sebesar
0.177665 pada posisi Y/H = 0.774, sedangkan pada posisi Y/H =
0.531 turbulensi model standard k- memiliki error terkecil
sebesar 0.17153.
Kata Kunci: Boussinesq, Konveksi Alami, Turbulensi Model,
Studi Numerik, Turbulence Intensity

I. PENDAHULUAN
ilmu pengetahuan dan teknologi
Perkembangan
mendorong manusia untuk melakukan penelitian maupun
menciptakan penemuan baru sehingga bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Berbagai usaha telah dilakukan
diantaranya mengkaji lebih dalam pada bidang mekanika
fluida dan perpindahan panas

Dalam dunia teknik khususnya bidang mekanika


fluida dan perpindahan panas, pengkajian mengenai suatu
aliran yang melalui sebuah pelat vertikal sering dilakukan,
terutama mengenai konveksi alami yang terjadi pada pelat
sejajar vertikal. Aliran yang melalui pelat sejajar vertikal
sering ditemui dalam berbagai teknik aplikasi diantaranya
pada pertukaran panas,misalnya pendinginan komponen
elektronik, kolektor surya, dan pemanas surya pasif untuk
ventilasi bangunan.
Perpindahan panas konveksi alami atau konveksi
bebas adalah perpindahan panas antara permukaan dengan
fluida yang bergerak diatasnya, dimana gerakan fluida
disebabkan langsung oleh gaya apung (Bouyancy Force)
yang timbul akibat perubahan densitas karena pengaruh dari
variasi temperatur aliran. Perpindahan panas pada aliran
fluida dalam saluran pelat vertikal dapat berupa laminer atau
turbulen, tergantung pada geometri dan parameter thermal
yang diterapkan.
Eksperimen secara umum tentang perpindahan
panas konveksi alami melalui sebuah pelat vertikal telah
dilakukan oleh Miyamoto dengan heat flux yang konstan
sebesar 104W/m2 . Salah satu penelitian dilakukan oleh
Turgut Yilmaz dan G. E. Lau dengan cara analitis dan
numerik dengan mengacu pada eksperimen Miyamoto.
Natural convection Boundary Layer masih menjadi masalah
dalam CFD yang terkait dengan turbulen model dan wall
function, hal tersbut yang menjadi dasar dalam penelitian
tugas akhir ini.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
tersebut, muncul pemikiran untuk menguji kemampuan
berbagai model turbulensi pada karakteristik aliran natural
convection yang melalui dua pelat vertikal sejajar yang
diinduksi panas pada salah satu sisi pelatnya dengan
menggunakan perangkat lunak Fluent 6.3.26. Pemilihan
analisa numerik dengan menggunakan Fluent karena dapat
membantu mempercepat desain yang dirancang sehingga
biaya yang dikeluarkan lebih murah, hasil yang didapat
lebih cepat, membantu meminimalisir kesalahan dalam
melakukan eksperimen dan juga mempercepat mengubah
parameter parameter yang salah sehingga rancangan yang
di desain dapat bekerja dengan baik.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271


II. METODE PENELITIAN
A. Perencanaan Penelitian
Pembahasan pada penelitian Tugas Akhir ini di
fokuskan pada pemilihan turbulensi model, parameter fluida
kerja, dan besaran turbulence intensity yang sesuai untuk
pengamatan tentang fenomena aliran yang melintasi dua
buah pelat vertikal sejajar dengan adanya isoheat flux pada
salah satu pelatnya (konveksi alami).
B. Parameter Pemodelan
Dimensi model uji dan heat flux yang digunakan
merujuk pada Lau et.al (2011) dengan model dua dimensi
dan turbulence intensity untuk k- epsilon model merujuk
pada Fedorov dan Viskanta (1997). Penelitian yang
dilakukan ditampilkan pada tabel 1.

pada Gambit dengan dimensi ukuran tinggi (H)


4980mm, dan lebar (W) 100mm.
2) Membuat Elemen (Meshing)
Membuat mesh adalah membagi model solid menjadi
elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas dan
beberapa parameter yang diperlukan dapat diaplikasikan
ke dalam elemen-elemen kecil tersebut. Bentuk, ukuran
dan jumlah elemen yang diperlukan ditentukan sesuai
dengan kebutuhan, menginginkan hasil akurat dan baik.
Pada Gambar 3.2 diperlihatkan meshing pada model uji.

Tabel 1.Parameter Pemodelan Numerik


Model uji

Turbulensi model

Dimensi

Kondisi batas

Densitas Fluida
Meterial
Turbulence
intensity untuk k

Postprocessing

2D
K-omega standard transitional
K-omega sst transitional
Standard k- enhanced wall
treatment
Realizable k- enhanced wall
treatment
Tinggi 4.98m
Lebar 0.1m
Inlet : Pressure inlet (zero gauge
pressure)
Outlet : Pressure inlet (zero gauge
pressure)
Dinding : Wall
Isoheat flux 104W/m2
Ideal Gas
Boussinesq
Steel

Gambar 1. Meshing pada model uji


3) Memeriksa Kualitas Mesh
Kualitas mesh sangat berpengaruh terhadap
keakuratan dan konvergensi,. Kualitas mesh yang
rendah akan menghasilkan solusi yang kurang
akurat dan waktu konvergensi yang lama, adapun
kualitas mesh yang disarankan oleh tutorial fluent
adalah dibawah 0.45. Pada analisa ini kualitas mesh
sebesar 1.39282e-10.
4). Menentukan Daerah Analisa
Menentukan daerah analisa adalah menentukan
kondisi batas serta jenis kondisi yang diinginkan
dan menentukan bentuk kondisi batas. Pada
penelitian ini kondisi batas yang dipilih adalah:
wall, pressure inlet,dan pressure oulet.

0%;5%;10%;15%;20%;25%
Distribusi temperatur heated wall
Distribusi temperatur aksial pada :
Y/H (0.531;0.774)
Distribusi kecepatan aksial pada :
Y/H (0.531;0.774)

C.

Langkah-langkah Penggunaan Metode Numerik (CFD)


Dalam menjalankan analisa numerik dengan
menggunakan software GAMBIT 2.4.6 dan software Fluent
6.3.26 ada langkah langkah yang harus dilakukan
sebagai berikut:
a. Membuat Model Uji Pada Software Gambit
Model sebuah system harus dibuat di awal untuk
menentukan batas kerja system. Model digambar pada
program Gambit 2.4.6 (Geometry And Mesh Building
Intelligent Toolkit) sebelum model ini di ekspor ke Fluent
6.3.26. Berikut ini adalah langkah-langkah pemodelan di
dalam file kerja Gambit 2.4.6:
1) Membuat Model Geometri
Pembutan model geometri 2D langsung dengan
menggunakan Gambit yaitu menggambarkan model uji

b. Pemodelan Model Uji Pada Software Fluent


Tahapan-tahapan yang dilakukan pada pemodelan
numerik dengan menggunakan software Fluent 6.3.26:
1) Penyelesaian awal dipilih model dua dimensi (2d,dp).
2) Grid
Dalam tahapan ini yang dilakukan adalah mengimport
grid yang telah dibuat pada software Gambit 2.4.6.
Adapun langkahnya yaitu File Read case.
3) Model
Merupakan pemodelan dari aliran (estimasi karakteristik
aliran), penentuan model turbulen yang digunakan,
penentuan besarnya konstanta yang digunakan,
penentuan solver apa yang akan digunakan serta
menentukan persamaan energi. Pemodelan yang
digunakan adalah viscous turbulen k-epsilon standard, kepsilon Realizable, k-omega standard, dan k-omega sst
transisional . Adapun langkah langkahnya adalah:
a) Define model solver
b) Define model viscous turbulen
k-epsilon Realizable k-omega
c) Define model energy

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271

4) Materials
Meruapkan penetapan jenis material yang akan
digunakan yaitu ideal gas. Langkah - lankah yang
dilakukan adalah define material.
5) Operating Conditions
Merupakan perkiraan kondisi daerah operasi yang
biasanya merupakan perkiraan tekanan pada daerah
operasi. Menggunakan kondisi STP (Standart,
Temperature and Pressure) yakni sebesar 101325
Pascal dan memsaukkan nilai gravitasi sebesar 9.81.
Langkah yang dilakukan adalah
define operating conditions.
6) Boundary Conditions
Boundary conditions adalah penentuan parameter dan
batasan yang terjadi pada aliran. Data yang diperlukan
pada kondisi batas tergantung dari tipe kondisi batas dan
model fisik yang dipakai (turbulensi,persamaan energi,
dan lain-lain). Parameter yang di masukkan antara lain,
kondisi batas inlet adalah pressure inlet, kondisi batas
outlet adalah pressure outlet, dan kondisi batas dinding
adalah wall. Langkah yang dilakukan adalah Define
Boundary conditions.
7) Solution
Parameter kontrol solusi pada penelitian ini akan
menggunakan discretization Body force weighted untuk
pressure, second order upwind untuk momentum,
turbulence kinetic energy dan turbulence dissipation
rate. Langkah yang dilakukan untuk menentukan
parameter control solusi adalah Solve Controls
Solution.
8) Monitor Residual
Adalah tahap penyelesaian masalah, berupa proses
iterasi hingga mencapai harga 10-4, artinya convergence
criterion yang diinginkan. Convergence criterion
ditetapkan sebesar proses iterasi dinyatakan telah
konvergen setelah residualnya mencapai harga di bawah
10-4. Langkah yang dilakukan adalah Solve Monitors
Residual.
9) Iterasi
Untuk melakukan perhitungan pada Fluent 6.3.26 maka
diperlukan iterasi sampai menghasilkan solusi yang
konvergen. Adapun langkahnya adalah Solve Iterate.
10) Postprocessing
Merupakan tampilan hasil serta analisa terhadap hasil
yang telah diperoleh. Penggunaan model numerik yang
menampilkan hasil dari iterasi berupa velocity countur,
distribusi temperatur aksial, dan distribusi kecepatan
aksial.
c. Validasi dan Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan varisai beberapa
turbulen model dan hasil masing masing turbulen model
akan dibandingkan. Untuk mengetahui akurasi turbulen
model dilakukan validasi dengan data hasil eksperimen.
Data distribusi temperatur yang telah didapat dari kalkulasi
numerik dibandingkan dengan data eksperimen yang telah
didapat oleh Miyamoto [1]. Error dihitung dari data yang
telah di dapat dari setiap model turbulensi yang digunakan.
Mean square error () didefinisikan sebagai akar jumlahan
kuadrat tiap titik data ( i ) dibagi dengan jumlah data (N)
2

yang dapat dituliskan sebagai berikut:

i 1

III. HASIL DAN DISKUSI


A. Grid Independence
Penelitian konveksi alami ini dilakukan secara
numerik dua dimensi dengan menggunakan software
FLUENT 6.3.26. Untuk menunjukkan bahwa hasil
komputasi tidak terpengaruh oleh kerapatan grid, maka
dilakukan grid independency dengan menggunakan empat
meshing yang berbeda dengan kerapatan semakin bertambah
dari A hingga D. Error dari setiap meshing dihitung
menggunakan data validasi dari eksperimen Miyamoto [1].
Tabel 2 dan gambar 2 menunjukkan hasil dari grid
independency yang telah dilakukan dengan empat meshing
yang berbeda.
Tabel 1 Analisis grid independensi
Mesh

Cell

Y+

Mean Square Error

12600

0.68

5.873

39960

1.24

4.436

43120

1.19

4.367

49280

0.78

4.453

Gambar 2. Analisa grid independency


Gambar 2. menunjukkan grafik distribusi
temperatur pada heated wall dengan jumlah meshing yang
berbeda. Dari hasil analisa yang dilakukan, mesh B hingga
mesh D menunjukkan hasil yang sama, baik dari bentuk
grafik maupun nilai kuantitatif yang ditunjukan. Hal tersebut
juga terlihat pada tabel 4.1 dari perubahan error yang kecil
dari setiap kenaikkan kerapatan mesh B hingga mesh D.
Berbeda hasil yang ditunjukkan mesh A, dengan jumlah cell
yang sedikit dari pada ketiga mesh yang lain hasil yang
ditunjukkan memiliki error paling tinggi. Hal tersebut dapat
dilihat dari gambar 4.1menunjukkan grafik distribusi
temperatur yang tidak berhimpit dengan grafik dari ketiga
mesh yang lain. Dari tabel 4.1 dan gambar 4.1 yang
menunjukkan perbedaan kerapatan mesh dan error dari
masing-masing meshing maka dipilih mesh B untuk
digunakan pada analisa konveksi alami selanjutnya
dikarenakan error mesh B hinggga mesh D relatif konstan
sehingga dipilih jumlah mesh yang paling sedikit untuk

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271


meringankan kinerja dari komputer dan mempercepat
running dari Fluent.
B. Perbandingan Parameter Fluida
Parameter densitas fluida yang digunakan pada kasus
konveksi alami ini ada dua jenis yaitu ideal gas dan
Boussinesq. Kedua parameter tersebut dianalisa secara
numerik dengan menggunakan turbulensi model k-epsilon
(k-) dan k-omega (k-) untuk mengetahui parameter
densitas yang tepat digunakan pada kasus konveksi alami.
Turbulensi model yang digunakan adalah standard k-,
Realizable k-, standard k- dan sst k-. Hasil analisa
dalam bentuk grafik ditunjukkan pada Gambar 3

Hasil analisa distribusi temperatur pada heated wall


untuk masing-masing parameter densitas fluida yang sama
baik turbulen model standard k- atau realizable k-
menunjukkan hasil yang sama. Hal tersebut terlihat dari
grafik distribusi temperatur yang saling berhimpit pada
parameter densitas fluida yang sama. Semua turbulensi
model memberikan hasil diatas hasil eksperimen[1] baik
menggunakan parameter densitas fluida ideal gas maupun
boussinesq. Hasil analisa variasi parameter densitas fluida
dengan turbulensi model yang digunakan dapat dilihat pada
tabel 3
Tabel 3 Analisa error variasi parameter densitas fluida
dengan turbulensi model k- dan k-
Jenis Turbulen Model
Realizable k- model (rke) ideal gas
Standard k- model (ske) ideal gas
Realizable k- model (rke) Boussinesq
Standard k- model (ske) Boussinesq
Standard k- (skw) ideal gas
SST k- (sstkw) ideal gas
Standard k- (skw) Bousssinesq
SST k- (sstkw) Bousssinesq

(a)

(b)
Gambar 3 Variasi parameter densitas fluida dengan
menggunakan turbulen model (a) k-epsilon (b) k-omega.
Gambar 3. menunjukkan distribusi temperatur pada
heated wall hasil simulasi numerik dengan
variasi
parameter densitas fluida yaitu ideal gas dan Boussinesq
serta menggunakan turbulen model k- dan k-. Pada kasus
ini digunakan turbulence intensity 15% dan length scale
0.007 yang merujuk pada Vedorov [2]. Untuk menunjukkan
hasil yang akurat digunakan validasi hasil kalkulasi numerik
dengan hasil eksperimen oleh Miyamoto[1].
Gambar 3 (a) menunjukkan hasil kalkulasi dengan
menggunakan turbulen model k-. Hasil simulasi dengan
menggunakan dua parameter densitas fluida memberikan
perbedaan yang signifikan. Parameter densitas fluida
menggunakan Boussinesq dengan turbulensi model k-
memberikan hasil simulasi yang mendekati dengan hasil
eksperimen[1]. Sedangkan menggunakan parameter densitas
fluida ideal gas hasil yang ditunjukkan memiliki perbedaan
yang signifikan dengan eksperimen. Hal tersebut terlihat
dari nilai error yang tinggi ketika menggunakan densitas
fluida ideal gas yang ditunjukkan pada tabel 3.

Mean Square Error


9.448
9.260
4.769
4.436
9.431
8.387
6.347
5.779

Tabel 3 menunjukkan error untuk masing-masing


parameter densitas fluida dan turbulen model yang
digunakan. Realizable k- model dengan menggunakan
parameter densitas fluida ideal gas memiliki error yang
tinggi. Standard k- model dengan parameter densitas fluida
Boussinesq mampu menunjukkan hasil yang baik dengan
error yang terkecil. Untuk setiap turbulensi model yang
menggunakan densitas ideal gas kurang mampu
menunjukkan hasil yang baik, sedangkan menggunakan
parameter densitas Boussinesq mampu menujukkan hasil
yang mendekati eksperimen[1].
Pada gambar 3 (b) menunjukkan hasil perhitungan
dari turbulensi model standard k- dan sst k- dengan
variasi parameter densitas fluida. Dari hasil kalkulasi,
standard k- dan sst k- untuk parameter densitas fluida
yang sama memberikan perbedaan hasil yang tidak
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari gambar 3 (b) dimana
grafik distribusi temperatur standard k- dan sstk- saling
berhimpit. Hal tersebut juga dapat dilihat dari tabel 3 yang
menunujukkan perbedaan nilai error yang kecil untuk
turbulensi model standard k- dengan sstk- pada
parameter densitas fluida yang sama. SST k- tubulance
model dengan densitas fluida Bousssinesq memberikan hasil
yang cukup baik dengan nilai error yang kecil dibandingkan
menggunakan parameter densitas fluida ideal gas.
Menggunakan parameter densitas fluida boussinesq
menunjukkan hasil yang baik dikarenakan melibatkan gaya
buoyancy. Pada ideal gas dalam menetukan densitas fluida
tidak melibatkan gaya buoyancy. Kasus konveksi alami
sangat dipengaruhi oleh buoyancy forced sehingga
parameter densitas fluida boussinesq lebih mampu
menunjukkan hasil yang baik dibandingkan ideal gas.
Semua turbulensi model menunjukkan hasil diatas
eksperimen baik menggunakan parameter densitas fluida
ideal gas atau Boussinesq. Untuk parameter densitas fluida
boussinesq turbulensi model standard k- memberikan hasil
yang lebih mendekati dari pada model turbulensi yang lain.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271

C. Perbandingan Turbulence Intensity


Pada analisa kasus konveksi alami secara numerik
turbulence intensity cukup berpengaruh terhadap hasil yang
didapat. Turbulance intensity 15% untuk LRN k-
memberikan hasil yang baik seperti yang dilakukan Vedorov
[2]. Pada kasus ini dilakukan variasi turbulence intensity
menggunakan turbulensi model k- dengan parameter
densitas fluida Boussinesq. Variasi turbulence intensity
dilakukan mulai dari 0% sampai 25 % dengan length scale
0.007. Pada gambar 4 menunjukkan hasil plot kalkulasi
numerik dengan variasi turbulence intensity untuk distribusi
temperatur pada heated wall.
Gambar 5 Analisa error untuk distribusi temperatur
heated wall dengan variasi turbulence intensity

Gambar 4 Variasi turbulence intensity dengan standart


k-
Hasil plot distribusi temperatur pada heated wall
dapat dilihat pada gambar 4 dengan variasi turbulence
intensituy. Hasil eksperimen miyamoto[1] menunjukkan
bahwa aliran transisi terjadi pada Y/H=0.4 yang ditandai
dengan adanya penurunan temperatur. Dengan turbulence
intensity 0% tidak mampu menangkap dengan tepat
terjadinya aliran transisi. Hal tersebut terlihat dari
penurunan temperatur yang baru terjadi pada Y/H=0.8.
Turbulence intensity 5% mampu menunjukkan kontur yang
sama dengan eksperimen[1], dimana mampu menangkap
aliran transisi pada Y/H=0.4, tetapi dengan nilai temperatur
yang lebih tinggi. Turbulence intensity 10% hingga 25%
memiliki kontur grafik yang berbeda dengan eksperimen[1],
dimana aliran transisi ditangkap lebih awal, yang ditandai
dengan terjadinya penurunan temperatur lebih cepat untuk
setiap turbulence intensity yang semakin besar.
Turbulence intensity 5% mampu menunjukkan
kontur grafik yang sama dengan eksperimen[1], tetapi
memiliki error yang tinggi dibandingkan dengan turbulence
intensity yang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5
yang menunjukkan error setiap turbulence intensity.

Gambar 5 menunjukkan nilai kuantitatif hasil kalkulasi


numerik pada distribusi temperatur heated wall dengan
variasi turbulence intensity. Turbulence intensity 0% dan
5% menunjukkan error yang cukup besar dibandingkan
dengan turbulence intensity yang lain. Dengan error yang
besar pada turbulence intensity 5% namun dapat menangkap
fenomena aliran transisi pada posisi Y/H sesuai eksperimen,
sedangkan pada turbulence intensity 0% aliran transisi tidak
terlihat dengan jelas.. Kontur grafik yang sama ditunjukkan
oleh turbulence intensity 10% hingga 25%, yang juga
ditunjukkan dengan perubahan error yang tidak signifikan.
Dengan trend grafik error yang relatif konstan pada
turbulence intensity 10% hingga 20%, hal ini menunjukkan
tidak adanya pengaruh turbulence intensity terhadap hasil
kalkulasi numerik.
D. Perbandingan Turbulensi Model
Parameter densitas fluida yang telah dianailasa
menunjukkan bahwa Boussinesq memberikan hasil yang
baik untuk digunakan dalam analisa turbulensi model pada
kasus konveksi alami. Penambahan turbulence intensity
untuk setiap turbulensi model memberikan pengaruh yang
cukup besar terhadap hasil kalkulasi numerik. Turbulence
intensity yang digunakan pada model k- sebesar 15%[2]
dan turbulensi model k- yang digunakan sebesar 15%
berdasarkan analisa sebelumnya dan length scale 0.007 .
Pada Gambar 6 menunjukkan plot hasil kalkulasi numerik
distribusi temperatur pada heated wall dan Gambar 4.7
menunjukkan kontur grafik distribusi temperatur dengan
varasi tunbulensi model pada Y/H = 0.531 dan Y/H = 0.774

Gambar 6 Grafik distribusi temperatur pada heated wall


dengan variasi turbulensi model

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271

(a)

(b)
Gamabar 7 Grafik distribusi temperatur dengan variasi
turbulensi model pada
(a) Y/H = 0.531 (b) Y/H = 0.774
Gambar 6 menunjukkan grafik distribusi
temperatur pada heated wall dengan beberapa turbulensi
model yang digunakan.Turbulensi model realizable k- dan
standard k- memberikan hasil yang tidak berbeda secara
signifikan. Hal tersebut terlihat grafik distribusi temperatur
dari kedua model turbulensi yang menunjukkan bentuk
kontur yang sama, berhimpit dan juga selisih error yang
kecil. Untuk turbulensi model standard k- atau sst k-
memberikan hasil kontur distribusi temperatur yang
serupa.
Turbulensi model k- dan k- memberikan hasil
yang berbeda, baik dari segi bentuk kontur grafik maupun
nilai. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya kontur
grafik yang mengalami penurunan pada turbulensi model k, baik standard k- atau sst k-. Penurunan grafik tersebut
menandakan terjadi adanya aliran transisi. Dimana aliran
transisi merupakan peralihan aliran dari laminer menuju
turbulen, sedangkan pada grafik turbulensi model k-, baik
pada standard k- maupun realizable k- tidak terlihat
adanya aliran transisi yang ditandai dengan tidak adanya
penurunan trend grafik. Hasil kalkulasi numerik dengan
turbulensi model standard k- dan sst k- memberikan hasil
yang mendekati eksperimen [1] meskipun keduanya overpredicted. Tabel 4. menunjukkan hasil analisa turbulensi
model pada bagian heated wall.
Tabel 4 Analisa error distribusi temperatur dengan variasi
turbulensi model
Turbulensi Model
Realizable k- model (rke)
Standard k- model (ske)
Standard k- (skw)
SST k- (sstkw)

Mean Square Error


5.0302
4.3917
5.8941
4.4787

Tabel 4 menunjukkan hasil kalkulasi numerik


distribusi temperatur pada heated wall dari empat turbulensi
model yang digunakan. Turbulensi model standard k-
mampu memberikan hasil yang memiliki error terkecil
dibandingkan hasil turbulensi yang lain. Standard k- model
dan sst k- model menunjukan perbedaan yang tidak
signifikan dengan selisih error yang kecil. Dengan
menggunakan standard k- hasil yang didapatkan terlalau
jauh, dengan error yang cukup besar. SST k- memberikan
hasil yang tidak jauh berbeda dengan standard k-, dimana
error-nya tidak terlalu besar. Dengan hasil tersebut
turbulensi model standard k- memberikan hasil yang paling
baik dari ketiga turbulensi model yang lain untuk distribusi
temperatur pada heated wall, namun turbulensi model k-
tidak mampu menagkap fenomena aliran transisi
dibandingkan menggunakan kedua model turbulensi k-.
Gambar 7 menunjukkan grafik kontur distribusi
temperatur dengan variasi turbulensi model pada Y/H
tertentu. Kontur distribusi temperatur yang ditunjukkan
untuk masing masing turbulensi model, secara kualitatif
memiliki kontur yang sama, baik pada Y/H = 0.531 atau
Y/H = 0.774. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik keempat
turbulensi model yang saling berhimpit. Pada bagian dekat
heated wall memiliki temperatur yang tinggi. Kemudian
temperatur mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya jarak terhadap heated wall hingga mencapai
temperatur konstan pada lapis batas. Hal tersebut terjadi
karena pada daerah lapis batas tidak terjadi transfer panas,
dimana pengaruh panas dari pelat sudah tidak ada, sehingga
temperatur sama dengan temperatur aliran bebas (free
stream).
Pada kasus
distribusi
temperatur aksial
menunjukkan hasil yang mendekati eksperimen[1], baik
turbulensi model k- maupun k-. Hal tersebut dapat juga
dilihat dari error keempat turbulensi model yang memiliki
perbedaan sangat kecil seperti yang ditunjukkan pada tabel
5. Turbulensi model sst k- menunjukkan hasil yang paling
mendekati dengan eksperimen[1] dimana error yang terjadi
sangat kecil baik pada Y/H=0.531 dan Y/H=0.774.
Meskipun sst k- memiliki error yang kecil, namun selisih
error dengan ketiga turbulensi model yang lain sangat kecil.
Dengan hal ini menunjukkan bahwa ke-empat turbulensi
model mampu menunjukkan hasil yang baik pada distribusi
temperatur aksial namun tidak mampu menunjukkan hasil
yang baik pada bagian heated wall seperti yang telah
dilakukan Lau[3] dan Vedorov[2] dimana keduanya mampu
memberikan hasil yang baik pada bagian heated wall.
Tabel 5 Analisa error distribusi temperatur aksial pada
Y/H=0.531 dan Y/H=0.774 dengan variasi turbulensi model
Turbulensi Model

Posisi Y/H

Mean Square Error

0.531

0.11018

0.774

0.12789

0.531

0.09822

0.774

0.11475

0.531

0.13685

0.774

0.14356

Rke

Ske

Skw

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271


0.531

0.06747

0.774

0.10345

Sstkw

Pada Gambar 8 menunjukkan kontur distribusi kecepatan


dengan variasi turbulensi model dan pada gambar 9
menunjukkan plot hasil analisa perbandingan turbulensi
model pada distribusi kecepatan.

(b)

(a)

(c)

(d)

Gambar 8 Kontur distribusi kecepatan (m/s) pada posisi


upstream heated wall dengan turbulensi model (a) standard
k- (b) realizable k- (c) standard k- (d) sst k-

(a)

(b)
Gambar 9 Grafik distribusi keceptan dengan variasi
turbulensi model pada (a)Y/H = 0.774 (b) Y/H = 0.531
Gambar 8 menunjukkan kontur kecepatan untuk
masing masing turbulensi model yang digunakan. Secara

kualitatif tidak menunjukkan adanya perbedaan secara


signifikan antara keempat turbulensi model yang digunakan.
Pada kontur warna biru menandakan bahwa kecepatan aliran
fluida nol, sedangkan pada kontur warna merah
menunjukkan kecepatan alairan fluida mencapai nilai
maksimum.
Pada gambar 9 (a) menunjukkan grafik distribusi
kecepatan dengan variasi turbulensi model. Pada kasus Y/H
= 0.774 semua turbulen model menunjukkan kontur grafik
yang sama dimana semua kontur grafik saling berhimpit.
Hal tersebut juga dapat dilihat dari perubahan error yang
kecil dari setiap perubahan turbulen model. Pada tabel 6
menunjukkan analisa kecepatan pada Y/H = 0.774 dengan
variasi turbulensi model.
Tabel 6 Analisa kecepatan pada Y/H=0.774 dengan variasi
turbulensi model.
Turbulensi Model

Mean Square Error

Realizable k- model (rke)

0.206014

Standard k- model (ske)

0.180946

Standard k- (skw)

0.179119

SST k- (sstkw)

0.177665

Pada tabel 6 menunjukkan hasil analisa distribusi kecepatan,


dimana turbulensi model yang digunakan tidak memberikan
perbedaan yang signifikan baik menggunakan k- maupun k. Turbulensi model sst k- memberikan hasil paling
mendekati dengan eksperimen[1] yang terlihat dari error
paling kecil. Untuk realizable k- memberikan error yang
paling tinggi diantara ketiga model turbulensi yang lain.
Pada kasus Y/H = 0.531 semua turbulensi model
memberikan hasil yang sama, dimana terlihat dari Gambar
9(b) grafik dari semua turbulensi model saling berhimpit.
Turbulensi model standard k- memberikan hasil yang
paling dekat dengan eksperimen, dimana error yang terjadi
paling kecil. Turbulensi model yang menunjukkan hasil
yang paling jauh dari hasil eksperimen yaitu standard k-
dengan error paling tinggi. Hal tersebut ditunjukkan pada
tabel 4.6 yang memberikan hasil analisa kecepatan untuk
semua turbulensi model pada Y/H = 0.531.
Tabel 7 Error analisa kecepatan pada posisi Y/H=0.531
dengan variasi turbulensi model.
Turbulensi Model

Mean Square Error

Realizable k- model (rke)

0.17493

Standard k- model (ske)

0.17153

Standard k- (skw)

0.17952

SST k- (sstkw)

0.18322

Dengan hasil yang ditampilkan pada tabel 7 menunjukkan


perbedaan dari ke-empat turbulensi model tidak begitu
signifikan. Untuk hasil yang baik ditunjukkan oleh
turbulensi model standard k-.
Pada kasus distribusi kecepatan pada Y/H = 0.774
dan Y/H = 0.531 memberikan perbedaan hasil yang tidak
signifikan. Distribusi kecepatan pada Y/H = 0.774
memberikan nilai maksimum yang lebih tinggi dari pada
kecepatan pada Y/H = 0.531. Hal tersebut merupakan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271


pengaruh dari Bouyancy Forced yang semakin besar seiring
meningkatnya nilai Y/H. Bouyancy Forced muncul karena
adanya perubahan densitas akibat dari perubahan
temperatur, dimana temperatur akan mengalami kenaikkan
seiring dengan bertambahnya dimensi dari channel. Pada
bagian tepat di permukaan heated wall memiliki kecepatan
nol karena terdapat kondisi tanpa gelincir (noslip condition).
Hal tersebut terlihat dari kontur kecepatan pada gambar 8
untuk semua turbulensi model menunjukkan pada bagian
heated wall memiliki warna biru yang menandakan
kecepatan nol. Kemudian kecepatan akan bertambah hingga
mencapai nilai maksimum pada titik tertentu karena adanya
pengaruh Bouyancy Forced yang kuat. Bouyancy Forced
akan menurun seiring dengan terjadinya penurunan
temperatur yang mengakibatkan kecepatan fluida akan turun
hingga mencapai nol pada tepi lapis batas (adiabatic wall).
Semua turbulensi model tidak mampu menyelesaikan
aliran di dekat dinding, hal ini dapat dilihat dimana
distribusi temperatur pada heated wall memiliki error yang
cukup besar. Penambahan wall function dikembangkan
untuk menyelesaikan aliran turbulen dengan Reynold
Number yang tinggi. Sedangkan untuk Reynold Number
yang rendah seperti pada konveksi alami, metode wall
function tidak mampu menangani aliran di dekat dinding
dengan akurat. Hal ini dikarenakan efek gesekan pada
daerah dekat dinding berpengaruh secara signifikan,
sehingga memberikan error yang cukup besar pada daerah
viscous sublayer. Untuk memperhitungkan efek viscous
pada daerah viscous sublayer diperlukan penambahan
damping function. Damping function adalah suatu besaran
yang bergantung pada property aliran di daerah dekat
dinding. Hal ini telah dilakukan oleh Fedorov[2] dengan
menggunakan LRN k- turbulen model, dimana pada
turbulensi model tersebut merupakan pengembangan
turbulensi model k- dengan adanya penambahan damping
function. Pada kasus distribusi temperatur aksial turbulensi
model sst k- yang digunakan mampu menunjukkan hasil
sangat baik dengan error sangat kecil. Untuk kasus
distribusi kecepatan aksial semua turbulensi model yang
digunakan menunjukkan hasil overpredicted hal tersebut
dikarenakan turbulensi model yang digunakan memprediksi
lokasi aliran transisi lebih cepat dibandingkan pada
eksperimen[1].
IV. KESIMPULAN
Pada penelitian ini empat turbulensi model yaitu
standard k-, realizable k-, standard k-, dan sst k-
digunakan untuk melakukan simulasi numerik pada kasus
konveksi alami secara dua dimensi. Pada kasus konveksi
alami ini dilakukan beberapa analisa diantaranya penentuan
parameter densitas fluida, analisa turbulence intensity dan
analisa turbulensi model. Hasil analisa dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Parameter densitas fluida Boussinesq memberikan
hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
parameter densitas fluida ideal gas. Error
maksimum untuk boussinesq sebesar 6.347
sedangkan ideal gas sebesar 9.448.
2. Turbulensi model k- dengan turbulence intensity
10% hingga 20% memberikan hasil yang baik pada
distribusi temperatur heated wall dengan perubahan
mean square error yang kecil. Mean square error
untuk 10% hingga 20% sebesar 7.

3. Turbulensi model standard k- untuk distribusi


temperatur pada heated wall memiliki error
terkecil sebesar 4.3917 dibandingkan dengan
turbulensi model yang lain.
4. Turbulensi model sst k- untuk distribusi
temperatur aksial mampu memberikan hasil dengan
error terkecil sebesar 0.06747 pada posisi Y/H =
0.531 dan error sebesar 0.10345 pada posisi Y/H =
0.774.
5. Turbulensi model sst k- untuk distribusi
kecepatan aksial memiliki error terkecil sebesar
0.177665 pada posisi Y/H = 0.774, sedangkan pada
posisi Y/H = 0.531 turbulensi model standard k-
memiliki error terkecil sebesar 0.17153.
6. Semua turbulensi model menunjukkan hasil yang
over-predicted baik distribusi temperatur pada
heated wall, distribusi kecepatan aksial dan
distribusi temperatur aksial.

DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Miyamoto, Y. Katoh, J. Kurima, and H. Sasaki. 1986. Turbulent
Free Convection Heat Transfer from Vertical Parallel Plates. Proc.
Eighth International Heat Transfer Conf. pp. 15931598.
[2] A.G.Fedorov and R.Viskanta.1997.Turbulent convection heat transfer
in an asymmetrically heated vertical parallel-plate channel. Int,J, Heat
Mass Transfer. Vol 40. pp 3849-3860.
[3] G. E. Lau, G. H. Yeoh, V. Timchenko & J. A. Reizes. 2011. LargeEddy Simulation of Turbulent Natural Convection in Vertical ParallelPlate Channels. Int.J. Numerical Heat Transfer, Part B. Vol 59. pp
259287..
[4] Incropera, P Frank, David P. DeWitt. 2007. Fundamentals of Heat and
Mass Transfer and Introduction to Heat Transfer.United States: John
wiley & sons.
[5] Koestoer, Roldi Artono. 2002. Perpindahan Kalor Untuk Mahasiswa
Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.
[6] Kreith Frank. 1986. Principles Heat Transfer Thrid Edition. University
of Colirado: Harper & Row.
[7] Mc Adams, W.H. 1954. Heat Transmission. New York: McGraw-Hill
Book Company.
[8] R. A. W. M. Henkes and C. J. Hoogendoorn.1989. Comparison of
turbulence models for the natural convection boundary layer along a
heated vertical plate. Int.J. Heat Mass Transfer. Vol 32. pp 157-7169.
[9] T. W. J. Peters and R. A. W. M. Henkes. 1992. The Reynolds-stress
model of turbulence applied to the natural-convection boundary layer
along a heated vertical plate. Int.J. Heat Mass Transfer. Vol 32. pp
403-420.
[10] T. Yilmaz and Alastair Gilchrist. 2007. Temperature and velocity field
characteristics of turbulent natural convection in a vertical parallelplate channel with asymmetric heating. J,Heat Mass Transfer. Vol 43.
pp. 707719.
[11] Fluent 6.3 User's Guide

You might also like