Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Kolon di bagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
Tempat kolon membentuk kelokan tajam disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura
lienalis. Kolon sigmoid dimulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk
huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum, dan hal ini merupakan alasan anatomis mengapa memposisikan pasien ke
sisi kiri saat memberikan enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi membantu mengalirkan
air dari rektum ke fleksura sigmoid.
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang
dari kolon sigmoid hingga anus ( muara ke bagian luar tubuh ). Satu inci terakhir dari
rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus.
Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm ( 5.9 inci ).
Secara ringkas, usus besar terdiri dari :
1. kolin asendens ( kanan ), berjalan kedinding depan perut pada sisi kanan bawah
hati.
2. kolon transversum, usus besar berjalan sepanjang dinding depan rongga perut
menuju sudut kiri atas rongga perut.
3. kolon desendens ( kiri ), tertutup oleh kelok kelok usus halus, lalu menuju ke
bawah dan posterior sepanjang dinding lateral kiri rongga perut.
4. kolon sigmoid ( berhubungan dengan rektum ), terletak di fossa iliaka kiri dan
memasuki panggul kecil dalam jerat berbentuk huruf S
5. rektum, mulai di depan vertebrae sakralis ke 2 3 dan berakhir pada anus.
Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang
ditemukan pada bagian usus lain. Namun demikian, ada beberapa gambaran yang khas
terdapat pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi
berkumpul dalam tiga pita yang disebut sebagai taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid
distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong kantong kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah
kantong kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia.
Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus besar dan jauh
lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung sili atau rugae.
Kripta lieberkuhn ( kelenjar intestinal ) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak
sel goblet dibandingkan dengan usus halus.
Usus besar dilayani oleh banyak jalinan pembuluh limfe serta saluran limfe
mengikuti arteria regional ke nodi limfatici pre aorta pada pangkal arteri mesenterika
superior dan inferior. Kemudian limfe di drainase ke dalam sisterna cili ( bagian sistem
duktus torasikus ) yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena
subclavia dan jugularis sinistra. Karena hubungan ini maka karsinoma metastatik dari
traktus gastrointestinalis bisa ada di dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe Virchow ).
Ke arah proksimal rectum sinambung dengan colon sigmoideum dan ke arah
distal dengan canalis analis. Rectum berawal ventral dari vertebra sacrum ke tiga,
mengikuti lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di sebelah ventrokaudal
ujung os coccygis dengan beralih menjadi canalis analis. Bagian akhir rectum yang
melebar ialah ampulla recti yang menopang dan menyimpan massa tinja. Rectum
berbentuk S dan memiliki tiga lengkungan yang tajam.
Perdarahan arterial melalui arteria rectalis superior, lanjutan dari arteria
mesenterica inferior, memasok darah pada bagian proksimal rectum. Kedua arteria
rectalis media mengantar darah ke rectum bagian tengah dan bagian distal, dan arteria
rectalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rectum.
Darah disalurkan kembali melalui vena rectalis superior, vena rectalis media dan
vena rectalis inferior. Karena vena rectalis superior bermuara ke dalam sistem vena
portal, dan vena rectalis media dan vena rectalis inferior menyalurkan isinya ke dalam
vena sistemik, hubungan ini merupakan anastomosis porto-kaval yang penting. Plexus
venosus rectalis di sebelah dalam epitel rectum, dan plexus venosus rectalis externus
yang terdapat di sebelah luar dinding otot rectum. Pembuluh limfe dari bagian proximal
rectum melintas ke kranial, mengikuti pembuluh rectalis superior ke nodi lymphoidei
pararectales (anorectales), lalu limfe disalurkan ke kelenjar-kelenjar limfe dalam bagian
kaudal mesokolon sigmoideum dan selanjutnya ke nodi lymphoidei mesenterici inferiores
dan nodi lymphoidei lumbales. Pembuluh limfe dari bagian distal rectum melintas ke
kranial bersama arteria rectalis media dan ditampung oleh nodi lymphoidei iliaca interni.
Persarafan rectum berasal dari sistem simpatis dan sistem parasimpatis Persarafan
simpatis berasal dari truncus simphaticus bagian lumbal dan plexus hypogastricus
superior (nervus presacralis) melalui plexus-plexus sekitar cabang arteria mesenterica
inferior. Persarafan parasimpatis berasal dari nervi splancnici pelvici (nervi erigentes).
Serabut saraf ini melintas ke plexus hypogastricus inferior dexter dan plexus
hypogastricus inferior sinistra untuk mempersarafi rectum.
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit,
yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoar yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya
defekasi.
Tugas penting utama kolon adalah penyerapan kembali air dan elektrolit yang
telah memasuki usus bersama getah pencernaan. Mukosa usus besar terdiri dari kriptus
dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri dari hampir seluruhnya ( paling banyak
pada permukaannya ) atas sel sel goblet yang menghasilkan mukus pelumas. Epitel
epitel lain mempunyai batas silia dari mikrovilus yang merupakan gambaran faal
penyerapan air yang besar.
Kolon mengabsorbsi sekitar 800 ml air per hari, bandingkan dengan usus halus
yang mengabsorbsi sekitar 8000 ml. Namun, kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar
1500 200 ml /hari. Bila jumlah ini dilampaui ( misalnya akibat hantaran cairan
berlebihan dari ileum ) akan mengakibatkan diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan per
hari sekitar 200 gram, dan 80 90 % diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu
makanan yang tidak terabsorbsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak
terabsorbsi.
Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri
dan bukan oleh kerja enzim. Usus besar mensekresi mukus alkali yang tidak mengandung
enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan ). Makanan yang mudah membentuk gas
seperti kacang kacangan mengandung banyak karbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas
adalah gerakan pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregand dan dari waktu ke
waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak
progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak balik dan meremas remas
sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorbsi.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : 1. kontraksi lambat, tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, 2.
peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul 2 3 kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah
makan, terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum
dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfinger
10
eksterna dikendalikan oleh saraf volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada pada medula
spinalis segmen sakral ke dua dan ke empat. Serabut parasimpatis mencapai rektum
melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan
relaksasi sfingter interna.
Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi
sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan
eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses.
Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi
volunter otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus
menerus ( manuver atau peregangan Valsava ). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi
otot volunter sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi
rileks dan keinginan defekasi menghilang.
Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan
pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat
terjadi peristaltik massa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan
keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses, sehingga
feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa
feses yang keras ini terkumpul di satu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut
sebagai impaksi feses.
11
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara otonom
lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam
bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya
12
13
14
15
alami adalah Aflatoksin dari Aspergillus flavus yang terdapat pada kacang
kacangan. Vinilklorida adalah contoh bahan karsinogeik kimia yang berasal dari
industri plastik.
2. karsinogenesis fisik, adanya bahan karsinogen yang berasal dari bahan bahan
fisik seperti sinar ionisasi dan pajanan sinar ultraviolet.
3. hormon, dapat menjadi promotor terjadinya keganasan. Hal ini terbukti secara
eksperimental maupun secara klinis. Seperti pada pemberian sediaan estrogen
pada wanita pasca menopause mempengaruhi perkembangan karsinoma korpus
uteri
4. karsinogenesis viral, terdapat 4 famili virus yang berhubungan dengan keganasan
pada manusia. Keganasan tersebut timbul pada orang dewasa maupun anak anak
dan mengakibatkan mortalitas sekitar 25 % dari kasus kanker baru di dunia. Virus
tersebut antara lain ; famili retrovirus, hepadna virus, human papilloma virus, dan
Ebstein Barr virus.
5. faktor gaya hidup, khususnya kebiasaan makan merupakan salah satu sebab
meningkatnya resiko terserang kanker. Asupan kalori berlebihan terutama yang
berasal dari lemak binatang dan kebiasaan makan makanan yang kurang berserat
meninggikan resiko terhadap berbagai keganasan seperti karsinoma payudara dan
karsinoma kolon. Asap rokok dan alkohol juga turut serta menjadi pencetus
beberapa karsinoma.
6. parasit, schistosoma hematobium dapat menyebabkan karisnoma planoseluler.
7. sirkumsisi dan fimosis, smegma yang tertimbun
antara glans dan prepusium pada keadaan fimosis menyebabkan iritasi kronik
yang dapat disertai balanopostitis. Rangsangan setempat yang menahun dapat
menyebabkan terbentuknya karsinoma planoseluler di glans penis atau permukaan
dalam prepusium. Sunat atau sirkumsisi dapat mencegah terjadinya karsinoma
penis.
8. faktor genetik, berperan dalam keganasan tertentu sehingga kanker ini ditemukan
pada keluarga tertentu. Misalnya keluarga yang banyak mengidap poliposis koli
yang merupakan penyakit familial bersifat maligna.
16
17
dilakukan melalui penaksiran seksama dan teliti tentang besar tumor primer,
luas pertumbuhan, dan luas penyebaran. Penentuan luas penyebaran atau staging
dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain penentuan tahap perkembangan,
penentuan penanganan paling baik untuk penderita, serta untuk memperkirakan
prognosis, menilai hasil pengobatan dan membandingkan efektivitas berbagai
macam pengobatan ( untuk tujuan penelitian ).
Untuk melukiskan staging penyakit, dipakai sistem TNM dari UICC ( Union
Internationale Contre le Cancer ), sebagai berikut :
Tumor
T
Tumor primer
Tx
T0
Tis
Karsinoma in situ
T1,T2,T3
Nodus
N
Nx
N0
N1,N2,N3
Menunjukkan
banyaknya
kelenjar
regional
yang
Metastasis jauh
Mx
M0
M1
II.
Tumor Kolorektal
18
19
sudah diakui oleh ahli bedah yang tergabung dalam American society of Colon and
Rectal. Organisasi ini menyatakan tingkat keamanan dan efikasi laparaskopi melalui dua
studi random meta analisis dari berbagai studi random.
II.2.Definisi
Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari
pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal
membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat
diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak
menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan
pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian
dari usus besar.
Kanker usus termasuk dalam jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di
Indonesia, penyakit itu kini banyak diderita orang berusia di bawah 40 tahun, di mana itu
adalah usia produktif seseorang.
20
Kanker usus besar (kolorektal) adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum. Penyakit ini sering dijumpai di masyarakat dan
termasuk salah satu kanker yang dapat disembuhkan dan dicegah penyebarannya.
Meski begitu, penyakit ini tergolong fatal karena diperkirakan 50 persen penderita kanker
kolorektal meninggal karena penyakit ini.
Di negara barat, kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah
jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2.
Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya
pada umur 60-75 tahun.
Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum
lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum
memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan.
Kanker kolon biasanya dimulai dengan pembengkakan seperti kancing pada
permukaan lapisan usus atau pada polip. Kemudian kanker akan mulai memasuki dinding
usus. Kelenjar getah bening di dekatnya juga bisa terkena. Karena darah dari dinding
usus dibawa ke hati, kanker kolon biasanya menyebar (metastase) ke hati segera setelah
menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya.
II.3 Epidemiologi
21
Insiden kanker kolorektal di Amerika pada tahun 2007 menempati urutan no.3
pada laki laki dan wanita dengan jumlah kasus baru pertahun 112.340 dan diperkirakan
52.180 penderita meninggal akibat kanker tersebut pada tahun yang sama. Meskipun
secara statistik mortalitas terus menurun dibandingkan 30 tahun yang lalu karena
kemajuan deteksi dini dan modalitas terapi yang semakin membaik.
Di Amerika Serikat, kanker kolorektal merupakan penyebab terbanyak nomor 2
kematian akibat kanker. Kanker kolorektal itu sendiri dapat dicegah dengan deteksi dan
pengangkatan polip adenomatosa, dan angka ketahanan hidup secara bermakna lebih baik
jika kanker kolorektal didiagnosa saat masih terlokalisasi.
Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolerektal baru yang
menempatkan kanker ini pada urutan ke -3 jenis kanker yang paling sering terjadi di
dunia. Di seluruh dunia, 9.5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal sedangkan
pada wanita angkanya mencapai 9.3% dari jumlah total penderita kanker. Diperkirakan
lebih dari 50% penderita kanker kolorektal meninggal karena penyakit ini. Pada tahun
2002, lebih dari setengah juta orang meninggal karena kanker kolorektal. Di Eropa,
kanker kolorektal menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada
pria dan wanita. Kanker kolorektal biasanya ditemukan pada pria dan wanita yang
berusia diatas 50 tahun.
Data dari Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide JARC tahun
2004 pada tahun 2002 terdapat 1 juta penderita kanker kolorektal baru dan kanker
kolorektal menempati urutan ke-3 paling sering di dunia dengan kejadian 90 %
ditemukan pada pria atau wanita berusia di atas usia 50 tahun.
Di Indonesia insiden kanker kolorektal di Indonesia berbeda dengan di beberapa
negara maju, bila di negara maju penyakit ini meningkat tajam setelah seseorang berusia
di atas 50 tahun dan hanya 3 % di bawah 40 tahun, di Indonesia berdasarkan data bagian
Patologi Anatomi FKUI tahun 1997-1999 menunjukkan angka penderita kanker
kolorektal di bawah 40 tahun hingga 35,26 % dan menempati urutan ke 10.
22
Februari 2005 lalu, terdapat 145.290 kasus baru dan diperkirakan 56.290
meninggal sepanjang 2005. Di dunia, kanker kolorektal masih menempati urutan keempat
penyakit keganasan dengan jumlah kasus baru mencapai 1.023.000 dan kematian 529.000
meninggal tiap tahun .
Keberhasilan pembangunan dari Pelita I sampai Pelita V mengakibatkan
kesejahteraan masyarakat bertambah baik; derajat kesehatan dan gizi masyarakat
bertambah baik pula. Komposisi penduduk juga mengalami perubahan, ditandai dengan
peningkatan jumlah usia lanjut. Akibat peningkatan kesejahteraan, derajat kesehatan dan
gizi masyarakat tersebut serta perubahan komposisi penduduk, akan terjadi pula
perubahan pola penyakit yaitu berkurangnya penyakit-penyakit menular dan gizikurang
di satu pihak, dan bertambahnya penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung,
diabetes dan kanker di lain pihak. Perubahan ini diperkirakan mulai terjadi di sekitar
tahun 2000.
Fenomena ini di dalam ilmu kesehatan masyarakat disebut transisi epidemiologi
sebagai akibat transisi demografi. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972,
1980, dan 1986 memberikan gambaran perubahan pola penyakit tersebut. Peringkat
kematian yang disebabkan karena kanker meningkat dari urutan 11, 9 dan 8.
II.4 Patofisiologi Kanker Kolorektal
Jenis utama pada kanker kolorektal adalah adenokarsinoma, yang sebelumnya
dicetuskan dengan polip adenomatosa, dapat tumbuh pada mukosa colon yang normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Bert Vogelstein, dkk lebih dari 20 tahun yang lalu berhasil
mengidentifikasikan alterasi genetic yang terpenting, dimana akan berkembang menjadi
kanker kolorektal.
23
Pada awalnya terjadi peningkatan gen APC (adenomatosa poliposis coli), dimana
bersifat mutasi individual oleh familial adenomatosa poliposis (FAP). Protein yang
mengkode target gen APC dengan mendegradasi beta-catenin, suatu komponen protein
transkripsional kompleks yang mengaktivasi growth-promoting onkogen, seperti cyclin
D1 atau c-myc. Mutasi APC dan beta-catenin sering teridentifikasi pada kanker koloretal
yang bersifat sporadic.
Perubahan metilasi DNA dapat terjadi pada stadium polip. Kanker kolorektal dan
polip mengalami ketidakstabilan metilasi genomic DNA, dengan hipometilasi global dan
regional. Hipometilasi dapat meningkatkan aktivasi onkogen, dimana hipometilasi dapat
meningkatkan tumor supresor gen. ras mutasi gen umumnya dapat terjadi pada polip
yang besar, yang akan mempengaruhi pertumbuhan onkogen polip.
Delesi kromosom 18q dapat dihubungkan pada pertumbuhan kanker yang bersifat
lanjut. Delesi kromosom ini meningkatkan target DPC4 (suatu gen delesi pada kanker
pancreas dan meningkatkan factor transforming-growth [TGF]-beta pada jalur penanda
growth-inhibitor) dan DCC (suatu gen delesi pada kanker kolon). Kehilangan kromosom
17p dan mutasi gen tumor supresi p53 terjadi pada keadaan lanjut kanker kolon.
Overexpresi Bc12 akan meningkatkan inhibisi kematian sel, hal ini terjadi pada
perkembangan kanker kolorektal. Delesi 18q akan terdeteksi pada stadium kanker kolon
Dukes B, dimana akan terjadi peningkatan rekurensi pembedahan, dan pada penelitian
akan lebih baik jika dilakukan kemoterapi adjuvant.
24
Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn.
Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak
tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal
meningkatkan risiko kanker kolorektal.
25
Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak seperti fast food atau
gorengan adalah salah satu penyebab kanker usus. Salah satu bukti mengenai kaitan
antara gaya hidup dengan kanker usus. Beberapa puluh tahun lalu Jepang adalah negara
dengan jumlah penderita kanker usus terkecil di dunia karena masyarakatnya melakukan
diet makanan. Namun kini angka penderita kanker usus dari generasi ke-dua orang
Jepang yang bermigrasi ke Hawaii sudah sama dengan jumlah penderita di Eropa dan
Amerika. Kemungkinan besar karena anak-anak Jepang yang tumbuh di Hawaii banyak
mengkonsumsi junk food.
tahun. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup, kini 50 persen penderita kanker ini
berusia di bawah 40 tahun atau berada pada usia produktif saat mereka sedang sibuk
membangun karir. Kanker kolon kini banyak diderita orang muda dan umumnya mereka
datang pada stadium lanjut yang harapan kesembuhannya kecil.
Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita (22 % 65%).
Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih
dari 90 persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun
pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 %
kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun.
26
Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus
besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini
adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan
dan mengangkat polyp ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.
Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena maka
resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang
terkena tersebut terserang kanker ini pada usia muda.
Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena
kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat
menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC),
yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat
penderita cacat gen HNPCC akan terkena kanker kolorektal, dimana usia yang
tersering saat terdiagnosis adalah diatas usia 44 tahun.
Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang
sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker
indung telur, kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena kanker ini.
Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang
menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama,
akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.
Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat
dan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol,
akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.
Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini karena terjadi induksi
oleh 5-lipoxygenaseassociated angiogenic pathways.
27
Perdarahan peranus (34-60%) berupa darah segar bercampur atau tanpa disertai
dengan tinja/feses. Gejala-gejala awal penyakit ini antara lain pendarahan pada
usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air
besar
Diare atau perubahan bentuk feses, BAB tidak lancar dan dapat disertai rasa mual
berlebihan. diare atau sembelit tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari
enam minggu
Gejala umum lain yaitu lelah, lesu, berat badan menurun drastis, penurunan berat
badan, nyeri perut, serta perut masih terasa penuh meski sudah buang air besar.
Terkadang pasien lambat memeriksakan diri ke dokter karena gejala kanker usus
yang relatif bergejala ringan dan berkaitan dengan saluran cerna seperti rasa
kembung di perut, rasa sakit serta sembelit.
Kolon asendens: anemia defisiensi zat besi, nyeri abdomen yang tumpul dan tidak
jelas (biasanya tidak disertai dengan obstruksi karena diameter lumen yang lebar
dan feses yang encer). Usus besar sebelah kanan (kolon asendens) memiliki
diameter yang besar dan dinding yang tipis. Karena isinya berupa cairan, kolon
asendens tidak akan tersumbat sampai terjadinya stadium akhir kanker.
Tumor pada kolon asendens bisa begitu membesar sehingga dapat dirasakan
melalui dinding perut. Lemah karena anemia yang berat mungkin merupakan
satu-satunya gejala
Kolon desendens: perubahan pola defekasi, obstruksi, nyeri kolik pada abdomen,
hematokezia. Usus besar sebelah kiri (kolon desendens) memiliki diameter yang
lebih kecil dan dinding yang lebih tebal dan tinjanya agak padat.
Kanker cenderung mengelilingi bagian kolon ini, menyebabkan sembelit dan
buang air besar yang sering, secara bergantian. Karena kolon desendens lebih
sempit dan dindingnya lebih tebal, penyumbatan terjadi lebih awal. Penderita
mengalami nyeri kram perut atau nyeri perut yang hebat dan sembelit. Tinja bisa
28
berdarah, tetapi lebih sering darahnya tersembunyi, dan hanya bisa diketahui
melalui pemeriksaan laboratorium.
Kebanyakan
kanker
menyebabkan
perdarahan,
tapi
biasanya
perlahan.
Pada kanker rektum, gejala pertama yang paling sering adalah perdarahan selama
buang air besar. Jika rektum berdarah, bahkan bila penderita diketahui juga
menderita wasir atau penyakit divertikel, juga harus difikirkan kemungkinan
terjadinya kanker. Pada kanker rektum, penderita bisa merasakan nyeri saat buang
air besar dan perasaan bahwa rektumnya belum sepenuhnya kosong. Duduk bisa
terasa sakit. Tetapi biasanya penderita tidak merasakan nyeri karena kankernya,
kecuali kanker sudah menyebar ke jaringan diluar rektum.
Terdapat perbedaan gejala klinis antara tumor yang berada pada kolon kanan dan
kolon kiri, seperti dikemukakan pada tabel berikut.
Kolon kanan
Kolon kiri
Tipe tumor
Vegetatif ulseratif
Kaliber viskus
Besar
Kecil
Isi viskus
Setengah cair
Setengah padat
Fungs utama
Absorbsi
Penyimpanan
Polip Kolorektal
Polip kolorektal adalah massa yang menonjol kedalam saluran usus. Polip berasal
dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak yang terbanyak di kolon dan rektum.
Polip dapat dibedakan atas polip bertangkai dan polip tidak bertangkai (sessile polip).
Secara Histopatologis dikelompokkan atas polip neoplastik dan polip nonneoplastik.
Termasuk kedalam polip neoplastik adalah polip adenoma (polip prakanker) dan yang
29
termasuk kedalam polip neononplastik adalah polip hiperplastik, polip juvenile, polip
inflamasi dan hamartoma.
Polip juvenil terdapat pada anak usia sekitar lima tahun dan dapat ditemukan di
seluruh bagian kolon. Gejala utamanya adalah perdaraha spontan disertai lendir sewaktu
defekasi. Karena bisa mengalami regresi spontan, terapinya tidak perlu terlalu agresif.
Minute Polip
Polip kecil (minute polip) yang berukuran 5 mm disebut sebagai polip kecil.
Dari suatu study ternyata 41% diantaranya adalah suatu adenoma, 37% merupakan polip
hiperplasi dan 18% adalah mucosal tags atau limphoid aggregates, 4% adalah bentuk
campuran, 0,26 adalah diplasit berat, dan tidak satupun yang merupakan yang merupakan
polip ganas (malignant).
Polip Adenoma
Pada studi autopsi didapatkan pravalensi polip adenoma berkisar 30 s/d 50%,
dengan sebaran usia 30% pada usia 50th; 40 s/d 50% pada usia 60 tahun; dan 50s/d 65%
pada usia 70 tahun. Studi endoskopi menghasilkan gambaran polip 10% lebih
rendah.Perbedaan ini terjadi karena terdapat perbedaan pada metode pemeriksaan.
Distribusi polip berbeda sesuai usianya. Studi kolonoskopi pada 600 kasus polip
adenoma menyatakan bahwa 55% dari polip berukuran < 5mm dan 75 dari polip
adenoma berukuran 10 mm atau lebih pada kelompok usia < 55 tahun berada dibagian
distal usus besar, sedang pada pasien berusia > 65 tahun angka polip di daerah proksimal
meningkat menjadi 75% pada polip berukuran < 5mm dan 50% pada polip berukuran
10 mm. Data lain menunjukkan bahwa 2/3 dari polip berada distal dari fleksura lienalis.
Polip adenoma (premalignan polip) dapat dibedakan atas tubuler, villous dan
tubolvillous. Lebih kurang 70% dari polip yang diagkat saat kolonoskopi adalah polip
adenoma. Laporan dari National polip study 78% dari 3.358 polip adenoma adalah tipe
tubuler, 8% adalah tubulovillous dan 5% adalah villous.
30
Polip hiperplastik
Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm yang berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metastatik dan sering tidak bergejala.
Poliposis kolon (polipois familial)
Merupakan suatu penyakit herediter. Kadang terdapat mulas atau diare disertai
perdarahan rectum. Gejala pertamanya timbul pada usia 13 20 tahun. Letaknya tersebar
di seluruh kolon dan rektum. Pada menderita ini harus dilakukan kolektomi total. Karena
kanalis anus tidak dihinggapi poliposis maka dapat dilakukan anastomosis ileonal.
Sebagai pencegahan seluruh keluarga harus menjalani pemeriksaan genetik dan
pemeriksaan endoskopi dan foto barium enema.
berdasarkan perjalanan penyakit dapat dibedakan menjadi :
1. Kanker Kolon Dini
Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada
lapisan mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi,
diantara berbagai tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling
sulit dikenali khususnya dengan pemeriksaan endoskopi konvensional.
Perkembangan tumor secara transmural lebih cepat ditemukan pada kanker
kolorektal dini tipe deress. Pada tipe protrude invasi kearah submukosa lebih jarang
disbanding type yang lain.
Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan
submukosa yaitu : Penetrasi, ekspansi ke samping dan penyebaran superficial.
1. Tipe Penetrasi
Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang
perivaskuler saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan
31
diameter sama atau lebih kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan
submukosa membentuk massa yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar.
2. Ekspansi Kesamping
Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm,
sebelum terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor
akan menonjol sebagai akibat penekanan tumor.
3. Penyebaran Superficial
Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan.
Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan
tersebut disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada
penderita anemia kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker
kolorektal.
Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa
20% s/d 40% penderita kanker kolon tidak memberikan gejala atau tanda spesifik.
Gejala Ekstrakolon
Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ
yang jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadangkadang dapat muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain,
muncul gejala yang susuai dengan tempat terjadinya metastasis.
Gejala Asimtomatik
Menentukan pravalensi kanker kolon asimtomatik tidaklah mudah hal ini
berkaitan dengan design studi yang dilakukan. Banyak penelitian yang dilakukan pada
kasusu operasi, yang sebagian besar kasusu-kasus stadium awal dan kasus yang dapat
ditangani secara endoskopi. Oleh karena itu studi dari US dan Eropa hanya
memperlihatkan angka 5% s/d 12.5%.
II.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosa penyakit kanker usus, dokter akan melakukan pemeriksaan
laboratorium lewat pemeriksaan tinja serta pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan
kolonoskopi dilakukan dengan memasukkan pipa lentur yang dilengkapi kamera dan
jarum biopsi.
Melalui pemeriksaan ini selaput lendir usus besar dapat dilihat dan bagian
yang mencurigakan dapat dipotret serta dibiopsi (diambil
sedikit
jaringan).
33
65%
kanker
kolorektal
dapat
dilihat
dengan
sigmoidoskop.
Bila terlihat polip yang mungkin ganas, seluruh usus besar diperiksa dengan kolonoskopi,
yang daya jangkaunya lebih panjang. Beberapa pertumbuhan yang terlihat ganas diangkat
dengan menggunakan alat bedah melalui kolonoskopi, pertumbuhan lainnya harus
diangkat dengan pembedahan biasa.
Kolonoskopi
Pemeriksaan
darah
dapat
membantu
dalam
menegakkan
diagnosis.
Pada 70% orang yang menderita kanker kolorektal, kadar antigen karsinoembriogenik
dalam darahnya tinggi. Bila sebelum kanker diangkat kadar antigen ini tinggi, maka
sesudah pembedahan kadarnya bisa turun. Pada kunjungan berikutnya, kadar antigen ini
diukur kembali; jika kadarnya meningkat berarti kanker telah kambuh kembali.
Bisa juga dilakukan pengukuran 2 antigen lainnya, yaitu CA19-9 dan CA 125, yang mirip
dengan antigen karsinoembbriogenik.
Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker
kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus
dikerjakan. Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan
ada tidaknya suatu kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak,
karena sinkronos polip jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker
juga dapat ditemukan pada 2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi
dapat berubah. Apabila tindakan operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi.
34
Carcinoembryonic antigen
o
Antigen kanker 19-9: tumor markers lainnya yang dapat membantu dalam
penegakkan diagnosa.
Urinalysis
2. Pemeriksaan radiologi
Foto thorax, merupakan evaluasi rutin dan dapat mengetahui stadium pada kanker
kolon jika terjadi metastase pada paru-paru.
35
36
Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
Colok dubur.
II.9 Stadium
Langkah
stadium
penentuan
(kecuali
stadium
IV
saat
diagnosis)
riwayat karsinoma kolon untuk mencari rekurensi atau untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/
muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari
dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening
(Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ
tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium
0
I
T
Tis
T1
N
N0
N0
M
M0
M0
Duke
A
II A
T2
T3
N0
N0
M0
M0
II B
III A
T4
T1-T2
N0
N1
M0
M0
III B
T3-T4
N1
M0
III C
IV
Any T
Any T
N2
Any N
M0
M1
38
Keterangan
T : Tumor primer
Tx
T4
Nx
N2
: Metastasis
39
Keadaan ini terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah.
Pemahaman tentang perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.
Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus yang
terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat mentoleransi pembedahan
karena
kesehatan
yang
buruk,
sehingga
beberapa
tumor
diangkat
melalui
elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi tidak
menyembuhkan tumornya.
Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus yang ganas diangkat dengan
pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi. Untuk kanker rektum, jenis
operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam
dia tumbuh ke dalam dinding rektum.
Pengangkatan
seluruh rektum dan
anus
mengharuskan
penderita
menjalani
kolostomi
menetap
(pembuatan
hubungan
antara
dinding
perut
dengan kolon). Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding
perut ke dalam suatu kantung, yang disebut kantung kolostomi.
Bila memungkinkan, rektum yang diangkat hanya sebagian, dan menyisakan
ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum disambungkan ke bagian akhir dari
kolon.
Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan
pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan harapan
40
hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker rektum
yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada penderita
kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar kelenjar getah bening.
Jika kanker kolorektal telah menyebar dan tampaknya pembedahan tidak
membantu penyembuhan, bisa dilakukan kemoterapi dengan florouracil dan levamisole,
yang bisa meningkatkan harapan hidup.
Bila kanker kolorektal telah begitu menyebar sehingga tidak dapat diangkat
seluruhnya, pembedahan untuk meringankan penyumbatan usus, bisa meringankan
gejala. Tetapi harapan hidupnya hanya sekitar 7 bulan. Jika kanker telah menyebar hanya
ke hati, obat kemoterapi dapat disuntikan langsung ke dalam pembuluh darah yang
menuju ke hati. Meskipun mahal, pengobatan ini bisa memberikan lebih banyak
keuntungan daripada kemoterapi yang biasa. Tetapi pengobatan ini masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Bila kanker telah menyebar di luar hati, pengobatan ini tidak
efektif lagi.
Setelah kanker kolorektal diangkat seluruhnya melalui pembedahan, dilakukan
kolonoskopi untuk memeriksa usus yang tersisa, sebanyak 2-5 kali setiap tahunnya.Bila
pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya kanker, pemeriksaan berikutnya dilakukan
setiap 2-3 tahun sekali
Meski pada intinya mengandalkan pembedahan, namun pilihan terapi kanker
kolorektal yang tepat pada dasarnya disesuaikan dengan stadium kanker. Hal ini
dikemukakan oleh Prof. Yoshihiro Moriya dari Jepang. "Tujuan dilakukan stadium
preoperatif adalah untuk menentukan teknik pembedahan dan memilih terapi adjuvan
yang appropiate pasca-operasi. Maka perlu dilakukan diagnosis yang akurat tentang
penyebaran tumor di pelvis dan mengintegrasikan hasil diagnosis dengan penemuanpenemuan selama operasi".
41
Untuk kanker rektal stadium 1 (T1), ada beberapa pilihan terapi, namun untuk T2
atau stadium yang lebih tinggi, laparotomi dan pembedahan radikal merupakan standar
internasional. Kanker yang sudah mencapai stadium 3, ada perbedaan penanganan yang
sangat jelas antara di Barat dan di Jepang terutama dalam hal terapi adjuvan dan
jangkauan reseksi. Di negara Barat, Total Mesorectal Excicion (TME) merupakan gold
standart. Dan untuk T3 yang sudah meluas dan hampir mendekati mesorectal fascia,
radioterapi diberikan sebagai terapi adjuvan. Selain itu, di negara Barat, diagnosis untuk
menentukan derajat penetrasi ke dinding rektal ditetapkan dalam posisi penting sebagai
prosedur preoperatif.
Menurut Dr. Roger Leicester asal Inggris, pasien dengan kanker yang sudah
bermetastasis luas tidak akan mendapat keuntungan dengan tindakan reseksi tumor
utama, bahkan mungkin mengalami gejala berat berkaitan dengan obstruksi maupun
keluarnya darah dan mukus. "Pasien usia lanjut dengan risiko morbiditas juga
menunjukkan risiko tinggi untuk pembedahan dan tidak akan mendapat hasil yang
fungsional akibat reseksi anterior bawah".
1. Kemoterapi
First-line standard therapy dari metastase kanker kolorektal, dengan kombinasi 5FU, leucovorin (LV), dan irinotecan (CPT11) lebih baik daripada menggunakan 5FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Pada tahun 2004, therapi anti-VEGF
dengan bevacizumab (Avastin) menunjukan peningkatan survival-rate pada pasien
yang mendapatkan kombinasi Avastin dengan irinotecan, 5-FU, dan leucovorin.
Kanker kolorektal merupakan tipe kanker pertama yang berespons terhadap terapi
antiangiogenik, yang telah diteliti oleh Herb Hurwirtz, dkk. Standard therapy
untuk metastase pada kanker kolon, yaitu CPT11 plus 5-FU/leucovorin, atau lebih
dikenal dengan Saltz regimen. Pada tahun 2005, standard therapy untuk
metastase pada kanker kolon adalah IFL dengan bevacizumab (irinotecan, 5-FU,
leucovorin, Avastin).
o
5-
Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi liver multiple atau pada lesi yang
berukuran besar.
Sclerosing cholangitis
Kemoterapi
pada
kanker
kolorektal
metastasis
dan
rekurensi
Sekitar 50-60 % pasien kanker kolorektal terdiagnosis dalam stadium lanjut. Kanker
kolorektal stadium IV atau rekurensi seringkali mengenai hati, paru atau bermetastasis
43
pada peritoneal. Alur pilihan regimen kemoterapi pada kanker kolon stadium lanjut atau
metastasis berdasarkan pedoman terapi kanker kolorektal National Comprehensive
Cancer Network V.2.2007.
Terapi
Terapi setelah
Terapi setelah
Pertama
progresif I
FOLFIRI atau
progresif II
Cetuximab
atau
Irinotecan atau
Panitumumab
atau
FOLFOX +
Bevacizumab
FOLFIRI
atau
Cetuximab
CapeOX +
atau
Bevacizumab
Cetuximab
Cetuximab + Irinotecan
+ Penelitian atau terapi
suportif
+
Irinotecan
Atau
FOLFOX atau
Cetuximab
CapeOX atau
Panitumumab atau
Cetuximab + Irinotecan
FOLFOX atau
Pasien yang
FOLFORI +
Cetuximab atau
Panitumumab atau
mentoleransi
Bevacizumab
Cetuximab
terapi intensif
Atau
5-
FOLFOX
FU/Leucovorin
CapeOX
atau
+ CapeOX
Irinotecan
atau Irinotecan
Cetuximab
atau
Panitumumab atau
Bevacizumab
Irinotecan atau
Cetuximab + Irinotecan
Cetuximab
atau
FOLFIRI
Panitumumab
atau
Cetuximab + Irinotecan
Regimen yang diakui oleh FDA untuk kanker kolorektal stadium lanjut
44
kedua
diakui
FDA
2004
2004
Lini I : 2004,
Lini II : 2002
FOLFIRI
2000
IFL
2000
Irinotecan
Capecitabine
1998
2002
45
oleh
Obat ini membidik VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), mediator kunci
angiogenesis, dengan menutup akses pasokan darah yang sangat penting untuk
pertumbuhan tumor, mencegah penyebaran ke seluruh tubuh (metastasis) dan
meningkatkan efektifitas
Kolosnoskopi Polipektomi
Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu
yang berasal dari transformasi polip. Tampaknya pada keadaan ini tidak terdapat potensi
penyebaran (metastasis). Sedangkan karsinoma
transformasi polip dianjurkan untuk dilakukan operasi reseksi usus. Hal ini didasarkan
pada pendapat bahwa potensi metastasis ke kelenjar getah bening sebesar 12% bilamana
ditemukan proses metastases di kelenjar getah bening tambahan pemberian terapi obat
anti kanker merupakan pilihan yang bijaksana.
Pembedahan
Operasi merupakan terapi utama kanker kolon lanjut. Tujuan dari operasi adalah
Kolektomi Kanan
Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan
Setelah
dilakukan
reseksi
kemudian
dilakukan
penyambungan
Kolektomi Transverse
Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum
proksimal, tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor
bagian proksimal acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended
hemikolektomi kanan. Sedangkan bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor
kolon transversum bagian tengah atau distal, acap ditemukan kesulitan pada
penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan fasia dibelakangnya.
Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian
kanan, transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin
asupan darah ke rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di
daerah fleksura lienalis.
47
Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah
sigmoid dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon
transversum disambung dengan bagian proksimal rectum.
3.Radioterapi
Meskipun radical reseksi rektum merupakan terapi yang sering dilakukan, namun
memiliki rekurensi yang tinggi (30-50 %). Adenokarsinoma rectum merupakan
tumor yang sensitive terhadap ionisasi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan
sebelum aatau setelah operasi dengan atau tanpa kemoterapi tergantung stadium
kanker rectum.
Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui
pemeriksaan struktural jika memungkinkan.
48
Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari
3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa
gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas
kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.
Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan
karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker
kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini
membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.
Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil
abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.
49
pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran
6mm merupakan indikasi kolonoskopi.
Setiap pilihan skrining mempunyai keunggulannya sendiri dan telah terbukti
bersifat cost-effective, berhubungan dengan risiko dan keterbatasannya masingmasing. Pilihan skrining didasari pada pilihan pasien dan ketersediaan sarana.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Edisi
1. Jakarta : 1995.
9. Sabiston, David. C. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta : 1994.
10. Sjamsuhidajat.R., Jong, W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta :
2005.
50