You are on page 1of 50

TUMOR KOLOREKTAL

I.

PENDAHULUAN

I.1 Anatomi dan Fisiologi Usus besar dan Rektum


Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1,5 m ( 5 ft ) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar
sudah pasti lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm ( 2.5 inci ), tetapi semakin
dekat anus diameternya menjadi mengecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum, terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar 2 3
inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke
dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam
usus halus.

Kolon di bagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
Tempat kolon membentuk kelokan tajam disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura
lienalis. Kolon sigmoid dimulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk
huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum, dan hal ini merupakan alasan anatomis mengapa memposisikan pasien ke
sisi kiri saat memberikan enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi membantu mengalirkan
air dari rektum ke fleksura sigmoid.

Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang
dari kolon sigmoid hingga anus ( muara ke bagian luar tubuh ). Satu inci terakhir dari
rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus.
Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm ( 5.9 inci ).
Secara ringkas, usus besar terdiri dari :
1. kolin asendens ( kanan ), berjalan kedinding depan perut pada sisi kanan bawah
hati.
2. kolon transversum, usus besar berjalan sepanjang dinding depan rongga perut
menuju sudut kiri atas rongga perut.
3. kolon desendens ( kiri ), tertutup oleh kelok kelok usus halus, lalu menuju ke
bawah dan posterior sepanjang dinding lateral kiri rongga perut.
4. kolon sigmoid ( berhubungan dengan rektum ), terletak di fossa iliaka kiri dan
memasuki panggul kecil dalam jerat berbentuk huruf S
5. rektum, mulai di depan vertebrae sakralis ke 2 3 dan berakhir pada anus.

Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang
ditemukan pada bagian usus lain. Namun demikian, ada beberapa gambaran yang khas
terdapat pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi
berkumpul dalam tiga pita yang disebut sebagai taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid
distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong kantong kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah
kantong kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia.
Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus besar dan jauh
lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung sili atau rugae.
Kripta lieberkuhn ( kelenjar intestinal ) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak
sel goblet dibandingkan dengan usus halus.

Berikut ciri ciri usus besar secara ringkas :


1. otot otot longitudinal eksternal tertekan menjadi 3 pita longitudinal selebar 1
cm, yakni taenia libera yang terletak di anterior, taenia omentalis, terletak di
posterior dan medial kolon transversum di bawah asal omentum majus.
2. mempunyai kantung ( haustra ) dan lipatan yang menonjol ke dalam lumen

3. mempunyai lipatan semilunar


4. terdapat tambahan lemak kecil yang terproyeksi dari sub serosa kolon yaitu
apendices epiploika.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada
suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior mendarahi bagian belahan kanan
( sekum, kolon asenden, dua pertiga proksimal kolon transversum), dan arteri
mesenterika inferior mendarahi belahan kolon kiri ( sepertiga distal kolon transversum,
kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum ). Suplai darah tambahan
ke rektum berasal dari arteri hemoroidales media dan inferior yang dicabangkan dari
arteri iliaka interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidales superior ( bagian sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati ). Vena hemoroidaled media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidales superior, media dan inferior sehingga tekanan
portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan terjadinya hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis
berjalan melalui saraf vegus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang
berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut saraf simpatis meninggalkan
medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia
seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut paska ganglionik menuju kolon.
Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter
rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

Usus besar dilayani oleh banyak jalinan pembuluh limfe serta saluran limfe
mengikuti arteria regional ke nodi limfatici pre aorta pada pangkal arteri mesenterika
superior dan inferior. Kemudian limfe di drainase ke dalam sisterna cili ( bagian sistem
duktus torasikus ) yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena
subclavia dan jugularis sinistra. Karena hubungan ini maka karsinoma metastatik dari
traktus gastrointestinalis bisa ada di dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe Virchow ).
Ke arah proksimal rectum sinambung dengan colon sigmoideum dan ke arah
distal dengan canalis analis. Rectum berawal ventral dari vertebra sacrum ke tiga,
mengikuti lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di sebelah ventrokaudal
ujung os coccygis dengan beralih menjadi canalis analis. Bagian akhir rectum yang
melebar ialah ampulla recti yang menopang dan menyimpan massa tinja. Rectum
berbentuk S dan memiliki tiga lengkungan yang tajam.
Perdarahan arterial melalui arteria rectalis superior, lanjutan dari arteria
mesenterica inferior, memasok darah pada bagian proksimal rectum. Kedua arteria
rectalis media mengantar darah ke rectum bagian tengah dan bagian distal, dan arteria
rectalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rectum.

Darah disalurkan kembali melalui vena rectalis superior, vena rectalis media dan
vena rectalis inferior. Karena vena rectalis superior bermuara ke dalam sistem vena
portal, dan vena rectalis media dan vena rectalis inferior menyalurkan isinya ke dalam
vena sistemik, hubungan ini merupakan anastomosis porto-kaval yang penting. Plexus
venosus rectalis di sebelah dalam epitel rectum, dan plexus venosus rectalis externus
yang terdapat di sebelah luar dinding otot rectum. Pembuluh limfe dari bagian proximal
rectum melintas ke kranial, mengikuti pembuluh rectalis superior ke nodi lymphoidei
pararectales (anorectales), lalu limfe disalurkan ke kelenjar-kelenjar limfe dalam bagian
kaudal mesokolon sigmoideum dan selanjutnya ke nodi lymphoidei mesenterici inferiores
dan nodi lymphoidei lumbales. Pembuluh limfe dari bagian distal rectum melintas ke
kranial bersama arteria rectalis media dan ditampung oleh nodi lymphoidei iliaca interni.

Persarafan rectum berasal dari sistem simpatis dan sistem parasimpatis Persarafan
simpatis berasal dari truncus simphaticus bagian lumbal dan plexus hypogastricus
superior (nervus presacralis) melalui plexus-plexus sekitar cabang arteria mesenterica
inferior. Persarafan parasimpatis berasal dari nervi splancnici pelvici (nervi erigentes).
Serabut saraf ini melintas ke plexus hypogastricus inferior dexter dan plexus
hypogastricus inferior sinistra untuk mempersarafi rectum.

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit,
yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoar yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya
defekasi.

Tugas penting utama kolon adalah penyerapan kembali air dan elektrolit yang
telah memasuki usus bersama getah pencernaan. Mukosa usus besar terdiri dari kriptus
dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri dari hampir seluruhnya ( paling banyak
pada permukaannya ) atas sel sel goblet yang menghasilkan mukus pelumas. Epitel
epitel lain mempunyai batas silia dari mikrovilus yang merupakan gambaran faal
penyerapan air yang besar.
Kolon mengabsorbsi sekitar 800 ml air per hari, bandingkan dengan usus halus
yang mengabsorbsi sekitar 8000 ml. Namun, kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar
1500 200 ml /hari. Bila jumlah ini dilampaui ( misalnya akibat hantaran cairan
berlebihan dari ileum ) akan mengakibatkan diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan per
hari sekitar 200 gram, dan 80 90 % diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu
makanan yang tidak terabsorbsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak
terabsorbsi.

Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri
dan bukan oleh kerja enzim. Usus besar mensekresi mukus alkali yang tidak mengandung
enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.

Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan


oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana seperit
peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh
bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (CO2 ). Pembentukan berbagai gas seperti
NH3, CO2, H2, H2S, dan CH4 membantu pembentukan gas ( flatus ) dalam kolon.
Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lain diabsorbsi dan
diangkut ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan dieksresikan
melalui urin.
Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4
yang juga berperan dalam pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal
dihasilkan sekitar 1000 ml flatus, kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia ( menelan
udara secara berlebihan ) dan dari peningkatan gas dalam lumen usus ( yang biasanya

berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan ). Makanan yang mudah membentuk gas
seperti kacang kacangan mengandung banyak karbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas
adalah gerakan pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregand dan dari waktu ke
waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak
progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak balik dan meremas remas
sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorbsi.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : 1. kontraksi lambat, tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, 2.
peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul 2 3 kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah
makan, terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum
dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfinger

10

eksterna dikendalikan oleh saraf volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada pada medula
spinalis segmen sakral ke dua dan ke empat. Serabut parasimpatis mencapai rektum
melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan
relaksasi sfingter interna.

Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi
sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan
eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses.
Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi
volunter otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus
menerus ( manuver atau peregangan Valsava ). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi
otot volunter sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi
rileks dan keinginan defekasi menghilang.
Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan
pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat
terjadi peristaltik massa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan
keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses, sehingga
feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa
feses yang keras ini terkumpul di satu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut
sebagai impaksi feses.

11

Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena


hemoroidales interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab hemoroid
( vena varikosa rektum ). Inkontinensia feses dapat disebabkan oleh kerusakan otot
sfingter ani atau gangguan medula spinalis. Daerah anorektal sering merupakan tempat
terjadinya abses dan fistula. Kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran
gastrointestinal yang paling sering terjadi.
I.2 Pendekatan Tumor
Ilmu yang mempelajari penyakit yang disebabkan oleh tumor disebut onkologi.
Tumor secara umum adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, namun
secara khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan neoplasma. Neoplasma dapat
bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan
berkembang biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel sel ini tumbuh terus
merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker, karsinoma, atau sarkoma
tumbuh menyusup ( infiltratif ) ke jaringan sekitarnya sambil merusaknya ( destruktif ),
dapat menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak
tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak, tetapi membesar dan
menekan jaringan sekitarnya ( ekspansif ), dan umumnya tidak bermetastasis, misalnya
lipoma.

Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara otonom
lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam
bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya

12

penyimpangan dalam bentuk dan fungsi, autonominya dalam pertumbuhan, dan


kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis.
Sel tumor bersifat tumbuh terus tanpa batas sehingga tumor makin lama main
besar dan mendesak jaringan sekitarnya. Pada neoplasma ganas, selnya tumbuh sambil
menyusup dan merembes ke jaringan sekitar. Selain bersifat menyusup, sel kanker dapat
melepaskan diri meninggalkan tumor induknya dan masuk ke dalam pembuluh limfe atau
pembuluh darah, terutama pembuluh kapiler. Dengan cara ini terjadi pemyebaran
( metastasis ) limfogen dan hematogen.
Tumor dapat menyumbat saluran tubuh dan menimbulkan obsturksi. Oleh karena
kadang kecepatan tumbuh sel kanker tidak seimbang dengan pasokan darah, sebagian sel
kanker akan mengalami hipoksia atau anoksia sehingga terjadi nekrosis yang
menyebabkan ulkus di permukaan tumor.
Pada umumnya tumor mulai tumbuh dari saut sel di suatu tempat ( unisentrik ).
Tetapi kadang tumor berasal dari beberapa sel dalam satu organ ( multisentrik ) atau dari
beberapa organ ( multilokuler ), pada waktu bersamaan ( sinkron ) atau berbeda
( metakron ). Bila terjadi infiltrasi ke organ sekitarnya, tumor dikatakan telah mencapai
fase lokal invasif atau lokal infiltratif. Penyebaran lokal ini disebut penyebaran
perkontinuitatum karena masih berhubungan langsung dengan tumor induknya.

13

Untuk mengukur kecepatan pertumbuhan tumor dipakai parameter waktu ganda


( doubling time ). Waktu ganda adalah waktu yang diperlukan tumor untuk mencapai
volume menjadi dua kali semula. Makin pendek waktu ganda berarti makin cepat
pertumbuhannya dan umumnya makin ganas tumor tersebut.
Tahap tahap terjadinya tumor ganas :
1. inisiasi ; dipicu oleh suatu karsinogen sehingga satu sel tunggal berubah menjadi
sel yang mampu berproliferasi.
2. promosi ; dipicu oleh suatu karsinogen menyebabkan pertumbuhan sel sel yang
berbeda varian
3. progresi ; invasi sel menembus membran basalis atau kapsel.
Setelah sel mengalami transformasi sampai menunjukkan morfologi dan sifat
biologi yang ganas dan khas, akhirnya tercapai tahap klinis dengan manifestasi dini
berupa karsinoma in situ yang tidak ( atau belum ) invasif. Selanjutnya tumor
berkembang menjadi karsinoma infiltratif yang dapat menyebabkan penyebaran ke mana
mana. Penderita baru menyadari ada karsinoma pada tahap akhir setelah terjadi gejala
atau tanda penyakit ganas ini.

14

Penyebaran tumor ganas :


1. Per kontinuitatum : terjadi karena sel atau jaringan kanker menyusup keluar dari
organ tempat tumor induknya, kemudian menginfiltrasi organ atau jaringan di
sekitarnya, artinya penyusupan langsung dari organ asalnya masuk ke dalam
organ atau struktur di sampingnya.
2. Limfogen : terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe, kemudian ikut
aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar limfe regional.
Pada umumnya permulaan kanker menyebar dengan cara ini dan kemudian
menyebar secara hematogen. Setelah menginfiltrasi kelenjar limf, sel kanker
dapat menembus dinding struktur sekitar menimbulkan perlekatan kelenjar limfe
satu dan yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limf.
3. Hematogen : terjadi akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian
masuk ke pembuluh darah dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai ke
organ lain. Bila organ itu ideal untuk hidupnya, sel kanker lalu tumbuh di sana
dan menjadi tumor baru yang merupakan anak sebar yang letaknya jauh dari
tumor primer.
4. Transluminal : terjadi dalam dinding saluran suatu sistem seperti saluran nafas,
saluran cerna, dan saluran kemih. Sel lepas ke dalam lumen kemudian tertanam di
satu atau beberapa tempat. Implantasi sel kanker juga dapat terjadi di dalam
rongga tubuh. Kanker yang telah menyusup ke lapisan serosa dapat melepaskan
sel nya ke dalam rongga tubuh, misalnya pleura atau peritoneum, lalu tersebar dan
menimbulkan metastasis di tempat lain.
5. Iatrogen : terjadi akibat tindakan medis. Misalnya karena masase, palpasi kasar,
atau tindakan dalam operasi, sel kanker lepas dari tempatnya, kemudian menyebar
dan menimbulkan metastasis. Penyebaran iatrogen juga mungkin terjadi akibat
kontaminasi lapangan operasi yang menimbulkan residif setempat.
Faktor penyebab kanker dapat berbeda beda, namun secara ringkas dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. karsinogenesis kimiawi, bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Di antara bahan
itu ada juga yang alami, namun ada yang sintetik atau semi sintetik. Contoh bahan

15

alami adalah Aflatoksin dari Aspergillus flavus yang terdapat pada kacang
kacangan. Vinilklorida adalah contoh bahan karsinogeik kimia yang berasal dari
industri plastik.
2. karsinogenesis fisik, adanya bahan karsinogen yang berasal dari bahan bahan
fisik seperti sinar ionisasi dan pajanan sinar ultraviolet.
3. hormon, dapat menjadi promotor terjadinya keganasan. Hal ini terbukti secara
eksperimental maupun secara klinis. Seperti pada pemberian sediaan estrogen
pada wanita pasca menopause mempengaruhi perkembangan karsinoma korpus
uteri
4. karsinogenesis viral, terdapat 4 famili virus yang berhubungan dengan keganasan
pada manusia. Keganasan tersebut timbul pada orang dewasa maupun anak anak
dan mengakibatkan mortalitas sekitar 25 % dari kasus kanker baru di dunia. Virus
tersebut antara lain ; famili retrovirus, hepadna virus, human papilloma virus, dan
Ebstein Barr virus.
5. faktor gaya hidup, khususnya kebiasaan makan merupakan salah satu sebab
meningkatnya resiko terserang kanker. Asupan kalori berlebihan terutama yang
berasal dari lemak binatang dan kebiasaan makan makanan yang kurang berserat
meninggikan resiko terhadap berbagai keganasan seperti karsinoma payudara dan
karsinoma kolon. Asap rokok dan alkohol juga turut serta menjadi pencetus
beberapa karsinoma.
6. parasit, schistosoma hematobium dapat menyebabkan karisnoma planoseluler.
7. sirkumsisi dan fimosis, smegma yang tertimbun
antara glans dan prepusium pada keadaan fimosis menyebabkan iritasi kronik
yang dapat disertai balanopostitis. Rangsangan setempat yang menahun dapat
menyebabkan terbentuknya karsinoma planoseluler di glans penis atau permukaan
dalam prepusium. Sunat atau sirkumsisi dapat mencegah terjadinya karsinoma
penis.
8. faktor genetik, berperan dalam keganasan tertentu sehingga kanker ini ditemukan
pada keluarga tertentu. Misalnya keluarga yang banyak mengidap poliposis koli
yang merupakan penyakit familial bersifat maligna.

16

9. penurunan imunitas, karena tindakan kedoteran ( iatrogen ) misalnya penggunaan


kemoterapi, pemberian kortikosteroid jangka panjang, atau terapi penyinaran luas
dapat mengakibatkan timbulnya keganasan setelah sepuluh tahun atau lebih.
Keganasan yang dapat timbul pada defisiensi imunitas ini, antara lain limfoma
maligna dan leukimia.
Sewaktu menghadapi benjolan yang abnormal, perlu di pikirkan 4 hal ;
1. apakah benjolan tersebut disebabkan neoplasma ?
lakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologik yang merupakan
pemeriksaan jaringan. Kadang dilakukan juga pemeriksaan sitologi untuk
menentukan diagnosis. Diagnosis kemudian ditegakkan berdasarkan sifat sel
maupun sifat jaringan. Manfaat dari pemeriksaan histopatologik ini adalah ;
a. ada / tidaknya keganasan.
b. Jenis keganasan.
c. Sifat keganasan.
d. Tingkat keganasan ( grading )
e. Luas penyebaran ( staging )
2. bila ternyata suatu karsinoma, tumor ganas jenis apa yang dihadapi ?
hal ini juga dapat terjawab melalui pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui
tentang asal jaringan tumor. Karena meskipun berasal dari jaringan yang sama,
seperti ; jaringan epitel berupa karsinoma yang berbeda jenis yaitu planoseluler
dan basoseluler di kulit, keduanya memiliki perbedaan jelas pada gambaran klinis,
cara pertumbuhan, pengobatan, dan prognosis.
3. berada pada tingkat keganasan yang mana ?
dilihat dari derajat diferensiasi histologik. Bila semakin tidak teratur dan kacau
susunan histologiknya, serta semakin besar perbedaan sel yang satu dengan yang
lain berarti menunjukkan keagresifan sel tersebut. Derajat keganasan diberi tanda
G ( grade ). Bermanfaat untuk meramalkan prognosis yang ditentukan oleh
tingkat diferensiasi jaringan tumor.
4. seberapa luas penyebaran tumor ?

17

dilakukan melalui penaksiran seksama dan teliti tentang besar tumor primer,
luas pertumbuhan, dan luas penyebaran. Penentuan luas penyebaran atau staging
dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain penentuan tahap perkembangan,
penentuan penanganan paling baik untuk penderita, serta untuk memperkirakan
prognosis, menilai hasil pengobatan dan membandingkan efektivitas berbagai
macam pengobatan ( untuk tujuan penelitian ).
Untuk melukiskan staging penyakit, dipakai sistem TNM dari UICC ( Union
Internationale Contre le Cancer ), sebagai berikut :
Tumor
T

Tumor primer

Tx

Tumor primer tidak dapat ditaksir

T0

Tidak terdapat bukti adanya tumor primer

Tis

Karsinoma in situ

T1,T2,T3

dari T1 sampai T3 tumor primer makin besar dan makin


jauh infiltrasi di jaringan dan berdampingan.

Nodus
N

Kelenjar limfe regional

Nx

Kelenjar limfe tidak dapat ditaksi / diperiksa

N0

Tidak adanya bukti penyebaran ke kelenjar limfe regional

N1,N2,N3

Menunjukkan

banyaknya

kelenjar

regional

yang

dihinggapi, dan ada / tidaknya infiltrasi di alat dan struktur


berdampingan
Metastasis
M

Metastasis jauh

Mx

Tidak dapat diperkirakan adanya metastasis

M0

Tidak ada bukti metastasis jauh

M1

Ada metastasis jauh

II.

Tumor Kolorektal

18

Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan ketiga paling sering ditemui


dan menjadi penyebab kematian akibat kanker. Di Amerika Serikat menurut New
England Medicine Journal edisi 3 Februari 2005 lalu, terdapat 145.290 kasus baru dan
diperkirakan 56.290 meninggal sepanjang 2005. Di dunia, kanker kolorektal masih
menempati urutan keempat penyakit keganasan dengan jumlah kasus baru mencapai
1.023.000 dan kematian 529.000 meninggal tiap tahun .
Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh
dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya
serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh
darah ke organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
Pembedahan, ternyata masih menjadi pilihan utama terapi. Prinsip-prinsip
pembedahan kolorektal pertama kali diformulasikan oleh Lord Moynihan pada 1908,
termasuk dasar-dasar reseksi pada daerah limpatik. Hingga kini basis terapi tersebut
masih menjadi prognostikator. Meski begitu, seperti dikemukakan Cornelis J.H. van de
Velde, profesor ahli bedah dari Leiden University Medical Center - Belanda, telah banyak
dilakukan pengembangan besar terutama dalam stadium preoperatif.
Penemuan MRI dan CT Scan dalam mendeteksi metastasis kanker sangat
berpengaruh pada tindakan pembedahan. Belakangan, terapi bedah standar dengan
laparotomi dan laparaskopi juga mulai meningkat. Hasil beberapa studi randomisasi
terkontrol terbaru menunjukkan keuntungan jangka pendek seperti kembalinya fungsi
usus besar dengan cepat, pendarahan minimal dan perawatan rumah sakit yang lebih
singkat, dengan dua metode bedah ini. Namun diikuti dengan peningkatan biaya operasi
dan manfaat jangka panjang yang tidak bisa diduga.
Dr Joe Tjandra, pakar bedah kolorektal dari Epworth Colorectal Center & Royal
Melbourne Hospital, University of Melbourne, Australia, menjelaskan, operasi kolorektal
dengan laparaskopi kini sudah berhasil baik. Perannya dalam mengatasi kanker kolon

19

sudah diakui oleh ahli bedah yang tergabung dalam American society of Colon and
Rectal. Organisasi ini menyatakan tingkat keamanan dan efikasi laparaskopi melalui dua
studi random meta analisis dari berbagai studi random.
II.2.Definisi
Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari
pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal
membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat
diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak
menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan
pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian
dari usus besar.

Kanker usus termasuk dalam jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di
Indonesia, penyakit itu kini banyak diderita orang berusia di bawah 40 tahun, di mana itu
adalah usia produktif seseorang.

20

Kanker usus besar (kolorektal) adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum. Penyakit ini sering dijumpai di masyarakat dan
termasuk salah satu kanker yang dapat disembuhkan dan dicegah penyebarannya.
Meski begitu, penyakit ini tergolong fatal karena diperkirakan 50 persen penderita kanker
kolorektal meninggal karena penyakit ini.

Di negara barat, kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah
jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2.
Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya
pada umur 60-75 tahun.
Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum
lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum
memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan.
Kanker kolon biasanya dimulai dengan pembengkakan seperti kancing pada
permukaan lapisan usus atau pada polip. Kemudian kanker akan mulai memasuki dinding
usus. Kelenjar getah bening di dekatnya juga bisa terkena. Karena darah dari dinding
usus dibawa ke hati, kanker kolon biasanya menyebar (metastase) ke hati segera setelah
menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya.
II.3 Epidemiologi

21

Insiden kanker kolorektal di Amerika pada tahun 2007 menempati urutan no.3
pada laki laki dan wanita dengan jumlah kasus baru pertahun 112.340 dan diperkirakan
52.180 penderita meninggal akibat kanker tersebut pada tahun yang sama. Meskipun
secara statistik mortalitas terus menurun dibandingkan 30 tahun yang lalu karena
kemajuan deteksi dini dan modalitas terapi yang semakin membaik.
Di Amerika Serikat, kanker kolorektal merupakan penyebab terbanyak nomor 2
kematian akibat kanker. Kanker kolorektal itu sendiri dapat dicegah dengan deteksi dan
pengangkatan polip adenomatosa, dan angka ketahanan hidup secara bermakna lebih baik
jika kanker kolorektal didiagnosa saat masih terlokalisasi.
Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolerektal baru yang
menempatkan kanker ini pada urutan ke -3 jenis kanker yang paling sering terjadi di
dunia. Di seluruh dunia, 9.5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal sedangkan
pada wanita angkanya mencapai 9.3% dari jumlah total penderita kanker. Diperkirakan
lebih dari 50% penderita kanker kolorektal meninggal karena penyakit ini. Pada tahun
2002, lebih dari setengah juta orang meninggal karena kanker kolorektal. Di Eropa,
kanker kolorektal menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada
pria dan wanita. Kanker kolorektal biasanya ditemukan pada pria dan wanita yang
berusia diatas 50 tahun.
Data dari Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide JARC tahun
2004 pada tahun 2002 terdapat 1 juta penderita kanker kolorektal baru dan kanker
kolorektal menempati urutan ke-3 paling sering di dunia dengan kejadian 90 %
ditemukan pada pria atau wanita berusia di atas usia 50 tahun.
Di Indonesia insiden kanker kolorektal di Indonesia berbeda dengan di beberapa
negara maju, bila di negara maju penyakit ini meningkat tajam setelah seseorang berusia
di atas 50 tahun dan hanya 3 % di bawah 40 tahun, di Indonesia berdasarkan data bagian
Patologi Anatomi FKUI tahun 1997-1999 menunjukkan angka penderita kanker
kolorektal di bawah 40 tahun hingga 35,26 % dan menempati urutan ke 10.

22

Februari 2005 lalu, terdapat 145.290 kasus baru dan diperkirakan 56.290
meninggal sepanjang 2005. Di dunia, kanker kolorektal masih menempati urutan keempat
penyakit keganasan dengan jumlah kasus baru mencapai 1.023.000 dan kematian 529.000
meninggal tiap tahun .
Keberhasilan pembangunan dari Pelita I sampai Pelita V mengakibatkan
kesejahteraan masyarakat bertambah baik; derajat kesehatan dan gizi masyarakat
bertambah baik pula. Komposisi penduduk juga mengalami perubahan, ditandai dengan
peningkatan jumlah usia lanjut. Akibat peningkatan kesejahteraan, derajat kesehatan dan
gizi masyarakat tersebut serta perubahan komposisi penduduk, akan terjadi pula
perubahan pola penyakit yaitu berkurangnya penyakit-penyakit menular dan gizikurang
di satu pihak, dan bertambahnya penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung,
diabetes dan kanker di lain pihak. Perubahan ini diperkirakan mulai terjadi di sekitar
tahun 2000.
Fenomena ini di dalam ilmu kesehatan masyarakat disebut transisi epidemiologi
sebagai akibat transisi demografi. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972,
1980, dan 1986 memberikan gambaran perubahan pola penyakit tersebut. Peringkat
kematian yang disebabkan karena kanker meningkat dari urutan 11, 9 dan 8.
II.4 Patofisiologi Kanker Kolorektal
Jenis utama pada kanker kolorektal adalah adenokarsinoma, yang sebelumnya
dicetuskan dengan polip adenomatosa, dapat tumbuh pada mukosa colon yang normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Bert Vogelstein, dkk lebih dari 20 tahun yang lalu berhasil
mengidentifikasikan alterasi genetic yang terpenting, dimana akan berkembang menjadi
kanker kolorektal.

23

Pada awalnya terjadi peningkatan gen APC (adenomatosa poliposis coli), dimana
bersifat mutasi individual oleh familial adenomatosa poliposis (FAP). Protein yang
mengkode target gen APC dengan mendegradasi beta-catenin, suatu komponen protein
transkripsional kompleks yang mengaktivasi growth-promoting onkogen, seperti cyclin
D1 atau c-myc. Mutasi APC dan beta-catenin sering teridentifikasi pada kanker koloretal
yang bersifat sporadic.
Perubahan metilasi DNA dapat terjadi pada stadium polip. Kanker kolorektal dan
polip mengalami ketidakstabilan metilasi genomic DNA, dengan hipometilasi global dan
regional. Hipometilasi dapat meningkatkan aktivasi onkogen, dimana hipometilasi dapat
meningkatkan tumor supresor gen. ras mutasi gen umumnya dapat terjadi pada polip
yang besar, yang akan mempengaruhi pertumbuhan onkogen polip.
Delesi kromosom 18q dapat dihubungkan pada pertumbuhan kanker yang bersifat
lanjut. Delesi kromosom ini meningkatkan target DPC4 (suatu gen delesi pada kanker
pancreas dan meningkatkan factor transforming-growth [TGF]-beta pada jalur penanda
growth-inhibitor) dan DCC (suatu gen delesi pada kanker kolon). Kehilangan kromosom
17p dan mutasi gen tumor supresi p53 terjadi pada keadaan lanjut kanker kolon.
Overexpresi Bc12 akan meningkatkan inhibisi kematian sel, hal ini terjadi pada
perkembangan kanker kolorektal. Delesi 18q akan terdeteksi pada stadium kanker kolon
Dukes B, dimana akan terjadi peningkatan rekurensi pembedahan, dan pada penelitian
akan lebih baik jika dilakukan kemoterapi adjuvant.

24

Predisposisi terjadinya kanker kolon lainnya, yaitu hereditary nonpoliposis kanker


kolon, dimana terjadi mutasi beberapa gen, yang meningkatkan mismatch repair DNA,
termasuk MSH2, MLH1 dan MLH1 dan PMS2. ras mutasi gen akan terdeteksi pada
feses pasien dengan kanker kolorektal.

II.5 Faktor Resiko


Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi kemungkinan besar
disebabkan oleh:

Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn.

Riwayat keluarga, Sejarah keluarga dengan kanker kolorektal. Genetik (5-20%


dari kanker kolorektal adalah herediter). Sindrom poliposis: poliposis familial,
sindrom Gardner, sindrom Turcot, kanker kolorektal non-poliposis herediter (H
NPCC, Hereditary Non-polyposis Colorectal Cancer): Lync I (hanya kolon),
Lynch II (kolon, ovarium, payudara, endometrium).

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit


keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan
polip dalam jumlah sedikit.

Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang


jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.

Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak
tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal
meningkatkan risiko kanker kolorektal.

25

Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak seperti fast food atau
gorengan adalah salah satu penyebab kanker usus. Salah satu bukti mengenai kaitan
antara gaya hidup dengan kanker usus. Beberapa puluh tahun lalu Jepang adalah negara
dengan jumlah penderita kanker usus terkecil di dunia karena masyarakatnya melakukan
diet makanan. Namun kini angka penderita kanker usus dari generasi ke-dua orang
Jepang yang bermigrasi ke Hawaii sudah sama dengan jumlah penderita di Eropa dan
Amerika. Kemungkinan besar karena anak-anak Jepang yang tumbuh di Hawaii banyak
mengkonsumsi junk food.

Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal

Rokok dan alkohol

Riwayat polip atau kanker kolorektal

Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun)


Kanker usus biasanya ditemukan pada pria dan wanita yang berusia di atas 50

tahun. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup, kini 50 persen penderita kanker ini
berusia di bawah 40 tahun atau berada pada usia produktif saat mereka sedang sibuk
membangun karir. Kanker kolon kini banyak diderita orang muda dan umumnya mereka
datang pada stadium lanjut yang harapan kesembuhannya kecil.

Jarang melakukan aktifitas fisik

II.6 Gejala dan Tanda

Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita (22 % 65%).

Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih
dari 90 persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun
pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 %
kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun.

26

Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus
besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini
adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan
dan mengangkat polyp ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena maka
resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang
terkena tersebut terserang kanker ini pada usia muda.

Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena
kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat
menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC),
yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat
penderita cacat gen HNPCC akan terkena kanker kolorektal, dimana usia yang
tersering saat terdiagnosis adalah diatas usia 44 tahun.

Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang
sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker
indung telur, kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena kanker ini.

Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang
menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama,
akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.

Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat
dan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol,
akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.

Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini karena terjadi induksi
oleh 5-lipoxygenaseassociated angiogenic pathways.

wanita postmenopause yang menggunakan hormone replacement terapi.

27

Perdarahan peranus (34-60%) berupa darah segar bercampur atau tanpa disertai
dengan tinja/feses. Gejala-gejala awal penyakit ini antara lain pendarahan pada
usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air
besar

Diare atau perubahan bentuk feses, BAB tidak lancar dan dapat disertai rasa mual
berlebihan. diare atau sembelit tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari
enam minggu

Gejala umum lain yaitu lelah, lesu, berat badan menurun drastis, penurunan berat
badan, nyeri perut, serta perut masih terasa penuh meski sudah buang air besar.

Terkadang pasien lambat memeriksakan diri ke dokter karena gejala kanker usus
yang relatif bergejala ringan dan berkaitan dengan saluran cerna seperti rasa
kembung di perut, rasa sakit serta sembelit.

Kolon asendens: anemia defisiensi zat besi, nyeri abdomen yang tumpul dan tidak
jelas (biasanya tidak disertai dengan obstruksi karena diameter lumen yang lebar
dan feses yang encer). Usus besar sebelah kanan (kolon asendens) memiliki
diameter yang besar dan dinding yang tipis. Karena isinya berupa cairan, kolon
asendens tidak akan tersumbat sampai terjadinya stadium akhir kanker.
Tumor pada kolon asendens bisa begitu membesar sehingga dapat dirasakan
melalui dinding perut. Lemah karena anemia yang berat mungkin merupakan
satu-satunya gejala

Kolon desendens: perubahan pola defekasi, obstruksi, nyeri kolik pada abdomen,
hematokezia. Usus besar sebelah kiri (kolon desendens) memiliki diameter yang
lebih kecil dan dinding yang lebih tebal dan tinjanya agak padat.
Kanker cenderung mengelilingi bagian kolon ini, menyebabkan sembelit dan
buang air besar yang sering, secara bergantian. Karena kolon desendens lebih
sempit dan dindingnya lebih tebal, penyumbatan terjadi lebih awal. Penderita
mengalami nyeri kram perut atau nyeri perut yang hebat dan sembelit. Tinja bisa

28

berdarah, tetapi lebih sering darahnya tersembunyi, dan hanya bisa diketahui
melalui pemeriksaan laboratorium.

Kebanyakan

kanker

menyebabkan

perdarahan,

tapi

biasanya

perlahan.

Pada kanker rektum, gejala pertama yang paling sering adalah perdarahan selama
buang air besar. Jika rektum berdarah, bahkan bila penderita diketahui juga
menderita wasir atau penyakit divertikel, juga harus difikirkan kemungkinan
terjadinya kanker. Pada kanker rektum, penderita bisa merasakan nyeri saat buang
air besar dan perasaan bahwa rektumnya belum sepenuhnya kosong. Duduk bisa
terasa sakit. Tetapi biasanya penderita tidak merasakan nyeri karena kankernya,
kecuali kanker sudah menyebar ke jaringan diluar rektum.
Terdapat perbedaan gejala klinis antara tumor yang berada pada kolon kanan dan
kolon kiri, seperti dikemukakan pada tabel berikut.
Kolon kanan

Kolon kiri

Tipe tumor

Vegetatif ulseratif

Stenosis, infiltratif/ invasif

Kaliber viskus

Besar

Kecil

Isi viskus

Setengah cair

Setengah padat

Fungs utama

Absorbsi

Penyimpanan

Polip Kolorektal
Polip kolorektal adalah massa yang menonjol kedalam saluran usus. Polip berasal
dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak yang terbanyak di kolon dan rektum.
Polip dapat dibedakan atas polip bertangkai dan polip tidak bertangkai (sessile polip).
Secara Histopatologis dikelompokkan atas polip neoplastik dan polip nonneoplastik.
Termasuk kedalam polip neoplastik adalah polip adenoma (polip prakanker) dan yang

29

termasuk kedalam polip neononplastik adalah polip hiperplastik, polip juvenile, polip
inflamasi dan hamartoma.
Polip juvenil terdapat pada anak usia sekitar lima tahun dan dapat ditemukan di
seluruh bagian kolon. Gejala utamanya adalah perdaraha spontan disertai lendir sewaktu
defekasi. Karena bisa mengalami regresi spontan, terapinya tidak perlu terlalu agresif.
Minute Polip
Polip kecil (minute polip) yang berukuran 5 mm disebut sebagai polip kecil.
Dari suatu study ternyata 41% diantaranya adalah suatu adenoma, 37% merupakan polip
hiperplasi dan 18% adalah mucosal tags atau limphoid aggregates, 4% adalah bentuk
campuran, 0,26 adalah diplasit berat, dan tidak satupun yang merupakan yang merupakan
polip ganas (malignant).
Polip Adenoma
Pada studi autopsi didapatkan pravalensi polip adenoma berkisar 30 s/d 50%,
dengan sebaran usia 30% pada usia 50th; 40 s/d 50% pada usia 60 tahun; dan 50s/d 65%
pada usia 70 tahun. Studi endoskopi menghasilkan gambaran polip 10% lebih
rendah.Perbedaan ini terjadi karena terdapat perbedaan pada metode pemeriksaan.
Distribusi polip berbeda sesuai usianya. Studi kolonoskopi pada 600 kasus polip
adenoma menyatakan bahwa 55% dari polip berukuran < 5mm dan 75 dari polip
adenoma berukuran 10 mm atau lebih pada kelompok usia < 55 tahun berada dibagian
distal usus besar, sedang pada pasien berusia > 65 tahun angka polip di daerah proksimal
meningkat menjadi 75% pada polip berukuran < 5mm dan 50% pada polip berukuran
10 mm. Data lain menunjukkan bahwa 2/3 dari polip berada distal dari fleksura lienalis.
Polip adenoma (premalignan polip) dapat dibedakan atas tubuler, villous dan
tubolvillous. Lebih kurang 70% dari polip yang diagkat saat kolonoskopi adalah polip
adenoma. Laporan dari National polip study 78% dari 3.358 polip adenoma adalah tipe
tubuler, 8% adalah tubulovillous dan 5% adalah villous.

30

Polip hiperplastik
Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm yang berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metastatik dan sering tidak bergejala.
Poliposis kolon (polipois familial)
Merupakan suatu penyakit herediter. Kadang terdapat mulas atau diare disertai
perdarahan rectum. Gejala pertamanya timbul pada usia 13 20 tahun. Letaknya tersebar
di seluruh kolon dan rektum. Pada menderita ini harus dilakukan kolektomi total. Karena
kanalis anus tidak dihinggapi poliposis maka dapat dilakukan anastomosis ileonal.
Sebagai pencegahan seluruh keluarga harus menjalani pemeriksaan genetik dan
pemeriksaan endoskopi dan foto barium enema.
berdasarkan perjalanan penyakit dapat dibedakan menjadi :
1. Kanker Kolon Dini
Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada
lapisan mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi,
diantara berbagai tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling
sulit dikenali khususnya dengan pemeriksaan endoskopi konvensional.
Perkembangan tumor secara transmural lebih cepat ditemukan pada kanker
kolorektal dini tipe deress. Pada tipe protrude invasi kearah submukosa lebih jarang
disbanding type yang lain.
Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan
submukosa yaitu : Penetrasi, ekspansi ke samping dan penyebaran superficial.
1. Tipe Penetrasi
Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang
perivaskuler saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan
31

diameter sama atau lebih kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan
submukosa membentuk massa yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar.
2. Ekspansi Kesamping
Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm,
sebelum terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor
akan menonjol sebagai akibat penekanan tumor.
3. Penyebaran Superficial
Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan.

2. Kanker kolon lanjut


Perkumpulan gastroenterologi Jepang mengusulkan istilah kanker kolon dini
apabila lesi masih terbatas sampai daerah submukosa lapisan usus besar. Terdapat
persamaan menurut klasifikasi yang diajukan oleh Joint Commite on Cancer/ Union
Internationale Contre le Cancer.
Stadium tumor merupakan faktor prognosis yang sangat penting. Dasar utama
penentu kelangsungan hidup penderita adalah penyebaran massa tumor kedalam dinding
usus, kelenjar getah bening dan organ lain yang terlibat. Berbagai macam penentuan
stadium penyakit telah digunakan untuk menentukan angka kelangsungan hidup.
Kanker kolon merupakan akhir dari suatu proses perubahan menuju kanker dari
mukosa usus besar normal yang memakan waktu sdikitnya 10 tahun. Perubahan berjalan
perlahan, oleh karenanya tidaklah mengherankan pabila acapkali dijumpai penderita
kanker kolon tanpa gejala atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan.
Gejala yang muncul dapat berkaitan dengan saluran cerna.
Gejala Umum
32

Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan
tersebut disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada
penderita anemia kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker
kolorektal.
Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa
20% s/d 40% penderita kanker kolon tidak memberikan gejala atau tanda spesifik.
Gejala Ekstrakolon
Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ
yang jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadangkadang dapat muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain,
muncul gejala yang susuai dengan tempat terjadinya metastasis.
Gejala Asimtomatik
Menentukan pravalensi kanker kolon asimtomatik tidaklah mudah hal ini
berkaitan dengan design studi yang dilakukan. Banyak penelitian yang dilakukan pada
kasusu operasi, yang sebagian besar kasusu-kasus stadium awal dan kasus yang dapat
ditangani secara endoskopi. Oleh karena itu studi dari US dan Eropa hanya
memperlihatkan angka 5% s/d 12.5%.
II.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosa penyakit kanker usus, dokter akan melakukan pemeriksaan
laboratorium lewat pemeriksaan tinja serta pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan
kolonoskopi dilakukan dengan memasukkan pipa lentur yang dilengkapi kamera dan
jarum biopsi.
Melalui pemeriksaan ini selaput lendir usus besar dapat dilihat dan bagian
yang mencurigakan dapat dipotret serta dibiopsi (diambil

sedikit

jaringan).

Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, hanya memang pemeriksaan


ini tidak menyenangkan.

33

Seperti kanker lainnya, pemeriksaan penyaring rutin, membantu penemuan dini


dari kanker kolorektal. Tinja diperiksa secara mikroskopik untuk menghitung jumlah
darah. Untuk membantu meyakinkan hasil pemeriksaan yang tepat, penderita memakan
daging merah tinggi serat selama 3 hari sebelum pengambilan sampel tinja.
Bila pemeriksaan penyaring ini menunjukan kemungkinan kanker, dibutuhkan
pemeriksaan lanjutan. Sebelum dilakukan endoskopi, usus dikosongkan, seringkali
dengan menggunakan pencahar dan beberapa enema.
Sekitar

65%

kanker

kolorektal

dapat

dilihat

dengan

sigmoidoskop.

Bila terlihat polip yang mungkin ganas, seluruh usus besar diperiksa dengan kolonoskopi,
yang daya jangkaunya lebih panjang. Beberapa pertumbuhan yang terlihat ganas diangkat
dengan menggunakan alat bedah melalui kolonoskopi, pertumbuhan lainnya harus
diangkat dengan pembedahan biasa.

Kolonoskopi
Pemeriksaan

darah

dapat

membantu

dalam

menegakkan

diagnosis.

Pada 70% orang yang menderita kanker kolorektal, kadar antigen karsinoembriogenik
dalam darahnya tinggi. Bila sebelum kanker diangkat kadar antigen ini tinggi, maka
sesudah pembedahan kadarnya bisa turun. Pada kunjungan berikutnya, kadar antigen ini
diukur kembali; jika kadarnya meningkat berarti kanker telah kambuh kembali.
Bisa juga dilakukan pengukuran 2 antigen lainnya, yaitu CA19-9 dan CA 125, yang mirip
dengan antigen karsinoembbriogenik.
Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker
kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus
dikerjakan. Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan
ada tidaknya suatu kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak,
karena sinkronos polip jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker
juga dapat ditemukan pada 2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi
dapat berubah. Apabila tindakan operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi.

34

II.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboraturium

Carcinoembryonic antigen
o

Level preoperative carcinoembryonic antigen (CEA) level dapat


membantu manajemen klinik kanker kolorektal. CEA meningkat pada
poorly differentiated colon or rectal carcinomas.

Jika level CEA preoperative meningkat, dapat dilakukan monitoring untuk


mengetahui adanya rekurensi, dimana CEA dapat pula meningkat jika
terjadi gangguan pada pancreas dan hepatobiliaris, dan peningkatan tidak
selalu akibat dari proses keganasan. Perlu ditunjang dengan test lain
seperti CT scan dan kolonoskopi.

Antigen kanker 19-9: tumor markers lainnya yang dapat membantu dalam
penegakkan diagnosa.

Pemeriksaan hematology, termasuk jumlah sel darah dan elektrolit, dan


pemeriksaan kimia darah. Pemeriksaan test fungsi hati, biasanya akan meningkat
apabila terjadi metastase ke hati.

Urinalysis

2. Pemeriksaan radiologi

Foto thorax, merupakan evaluasi rutin dan dapat mengetahui stadium pada kanker
kolon jika terjadi metastase pada paru-paru.

Computed tomographic scanning


o

Abdominal atau pelvic CT scans sangat membantu dalam mendiagnosa


kanker kolon, jika terjadi metastase ke nodus limfatikus dank ke hati.

35

Multiple metastase ke hati merupakan inoperable untuk operasi dan


kemoterapi.
o

Chest CT scans dapat mengidentifikasikan adanya metastase ke hati.


Prognosis akan memburuk pada pasien dengan metastase ke hati dan paru.

PET imaging (FDG-PET) dapat membantu dalam menentukan stadium


kanker kolorektal dan mendeteksi adanya rekurensi.

3. Prosedur pemeriksaan dengan kolonoskopi

Kolonoskopi dilakukan dengan memasukan alat ke dalam kolon dan dapat


dilakukan untuk biopsy pada pasien dengan polip kolon.
o Pembersihan bowel yang adekuat dengan polyethylene glycol 3350
[GoLYTELY, NuLYTELY], magnesium citrate [Citroma], senna [X-Prep])
untuk mempersiapkan pasien untuk endoscopy, colonoscopy, and barium
x-ray.
o Pemeriksaan total kolonoskopi sebaiknya dikerjakan bila menemukan
polip adenoma dibagian distal kolon. Pendapat ini didasarkan pada hasil
penelitian yang menyimpulkan bahwa resiko adenokarsinoma kanker
kolorektal di bagian proksimal seesar 0,5% untuk polip tubulus berukuran
1 cm; 2,9 s/d 6,6% pada kelompok tubulovilus, vilus polip besar
didaerah kolon distal. Kemungkinan ditemukan polip daerah proksimal
akan meningkat bila ditemukan polip multipel.
o Angka kejadian polip kolon proksimal lebih besar pada penderita polip
adenoma kolon distal lanjut ( > 10% ) dibandingkan dengan penderita
dengan polip berukuran 1 cm ( < 1% ).

Double-contrast barium enemas merupakan pemeriksaan untuk skrinning dan


diagnosa kanker kolon.

36

Kemampuan kombinasi pemeriksaan barium enema dan sigmoidoskopi


pada kasus perdarahan saluran cerna bawah lebih baik daripada
pemeriksaan kolonoskopi terutama untuk mendiagnosis kelainan jinak
seperti divertikel, tetapi kolonoskopi tetap lebih sensitif dan spesifik untuk
mendiagnosis.

Flexible sigmoidoscopy merupakan pemeriksaan skrinning untuk mendeteksi polip atau


kanker yang berjarak 60 cm dari anus.
Pemeriksaan lain yang juga dapat membantu menentukan diagnosa :

Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop

Colok dubur.

Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan


pemeriksaan di bawah mikroskop.

II.9 Stadium
Langkah
stadium

penentuan
(kecuali

stadium

IV

saat

diagnosis)

CT scan abdomen dan pelvis


Uji fungsi hepar, foto rontgen toraks
Informasi terbaik untuk penentuan stadium diporoleh saat operasi
CEA: petanda tumor yang meningkat pada kanker kolon (dan keganasan lain termasuk
payudara, paru, dan pankreas) yang sebaiknya dipergunakan hanya pada pas/en dengan
37

riwayat karsinoma kolon untuk mencari rekurensi atau untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/
muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari
dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening
(Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ
tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium
0
I

T
Tis
T1

N
N0
N0

M
M0
M0

Duke
A

II A

T2
T3

N0
N0

M0
M0

II B
III A

T4
T1-T2

N0
N1

M0
M0

III B

T3-T4

N1

M0

III C
IV

Any T
Any T

N2
Any N

M0
M1

38

Keterangan
T : Tumor primer
Tx

: Tumor primer tidak dapat di nilai

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer


Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina
propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3

: Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke


dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.

T4

: Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi


peritoneum viseral.

: Kelenjar getah bening regional/node

Nx

: Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening


N1

: Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2

: Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

: Metastasis

Mx : Metastasis tidak dapat di nilai


M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
II.10 Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan
sangat ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak
penderita kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai.

39

Keadaan ini terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah.
Pemahaman tentang perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.
Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus yang
terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat mentoleransi pembedahan
karena

kesehatan

yang

buruk,

sehingga

beberapa

tumor

diangkat

melalui

elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi tidak
menyembuhkan tumornya.
Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus yang ganas diangkat dengan
pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi. Untuk kanker rektum, jenis
operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam
dia tumbuh ke dalam dinding rektum.

Pengangkatan
seluruh rektum dan

anus

mengharuskan

penderita

menjalani

kolostomi

menetap

(pembuatan

hubungan

antara

dinding

perut

dengan kolon). Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding
perut ke dalam suatu kantung, yang disebut kantung kolostomi.
Bila memungkinkan, rektum yang diangkat hanya sebagian, dan menyisakan
ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum disambungkan ke bagian akhir dari
kolon.
Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan
pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan harapan

40

hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker rektum
yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada penderita
kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar kelenjar getah bening.
Jika kanker kolorektal telah menyebar dan tampaknya pembedahan tidak
membantu penyembuhan, bisa dilakukan kemoterapi dengan florouracil dan levamisole,
yang bisa meningkatkan harapan hidup.

Bila kanker kolorektal telah begitu menyebar sehingga tidak dapat diangkat
seluruhnya, pembedahan untuk meringankan penyumbatan usus, bisa meringankan
gejala. Tetapi harapan hidupnya hanya sekitar 7 bulan. Jika kanker telah menyebar hanya
ke hati, obat kemoterapi dapat disuntikan langsung ke dalam pembuluh darah yang
menuju ke hati. Meskipun mahal, pengobatan ini bisa memberikan lebih banyak
keuntungan daripada kemoterapi yang biasa. Tetapi pengobatan ini masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Bila kanker telah menyebar di luar hati, pengobatan ini tidak
efektif lagi.
Setelah kanker kolorektal diangkat seluruhnya melalui pembedahan, dilakukan
kolonoskopi untuk memeriksa usus yang tersisa, sebanyak 2-5 kali setiap tahunnya.Bila
pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya kanker, pemeriksaan berikutnya dilakukan
setiap 2-3 tahun sekali
Meski pada intinya mengandalkan pembedahan, namun pilihan terapi kanker
kolorektal yang tepat pada dasarnya disesuaikan dengan stadium kanker. Hal ini
dikemukakan oleh Prof. Yoshihiro Moriya dari Jepang. "Tujuan dilakukan stadium
preoperatif adalah untuk menentukan teknik pembedahan dan memilih terapi adjuvan
yang appropiate pasca-operasi. Maka perlu dilakukan diagnosis yang akurat tentang
penyebaran tumor di pelvis dan mengintegrasikan hasil diagnosis dengan penemuanpenemuan selama operasi".

41

Untuk kanker rektal stadium 1 (T1), ada beberapa pilihan terapi, namun untuk T2
atau stadium yang lebih tinggi, laparotomi dan pembedahan radikal merupakan standar
internasional. Kanker yang sudah mencapai stadium 3, ada perbedaan penanganan yang
sangat jelas antara di Barat dan di Jepang terutama dalam hal terapi adjuvan dan
jangkauan reseksi. Di negara Barat, Total Mesorectal Excicion (TME) merupakan gold
standart. Dan untuk T3 yang sudah meluas dan hampir mendekati mesorectal fascia,
radioterapi diberikan sebagai terapi adjuvan. Selain itu, di negara Barat, diagnosis untuk
menentukan derajat penetrasi ke dinding rektal ditetapkan dalam posisi penting sebagai
prosedur preoperatif.
Menurut Dr. Roger Leicester asal Inggris, pasien dengan kanker yang sudah
bermetastasis luas tidak akan mendapat keuntungan dengan tindakan reseksi tumor
utama, bahkan mungkin mengalami gejala berat berkaitan dengan obstruksi maupun
keluarnya darah dan mukus. "Pasien usia lanjut dengan risiko morbiditas juga
menunjukkan risiko tinggi untuk pembedahan dan tidak akan mendapat hasil yang
fungsional akibat reseksi anterior bawah".
1. Kemoterapi

First-line standard therapy dari metastase kanker kolorektal, dengan kombinasi 5FU, leucovorin (LV), dan irinotecan (CPT11) lebih baik daripada menggunakan 5FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Pada tahun 2004, therapi anti-VEGF
dengan bevacizumab (Avastin) menunjukan peningkatan survival-rate pada pasien
yang mendapatkan kombinasi Avastin dengan irinotecan, 5-FU, dan leucovorin.
Kanker kolorektal merupakan tipe kanker pertama yang berespons terhadap terapi
antiangiogenik, yang telah diteliti oleh Herb Hurwirtz, dkk. Standard therapy
untuk metastase pada kanker kolon, yaitu CPT11 plus 5-FU/leucovorin, atau lebih
dikenal dengan Saltz regimen. Pada tahun 2005, standard therapy untuk
metastase pada kanker kolon adalah IFL dengan bevacizumab (irinotecan, 5-FU,
leucovorin, Avastin).
o

Agents Saltz regimen diberikan secara injeksi IV seminggu sekali selama


4 minggu, dan dilanjutkan pada minggu ke-6.
42

Diare merupakan efek samping dari regimen ini, kombinasi dari

5-

FU/leucovorin/CPT11 mempunyai potensial toksisitas yang berat, dimana


akan meningkatkan dehidrasi dan kolaps pembuluh darah.

Kemoterapi intrahepatic pada kanker kolon dengan metastase ke liver dapat


digunakan intrahepatic (intraarterial) chemotherapy dengan floxuridine (FUDR),
dapat digunakan pda keadaan :
o

Setelah reseksi primer kanker kolon dan nodus limfatikus.

Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi liver multiple atau pada lesi yang
berukuran besar.

Sclerosing cholangitis

Terapi adjuvant untuk kanker colon adalah 5-FU/leucovorin


o

Pada penelitian menunjukan peningkatan survival rate pada pasien dengan


Dukes C yang mendapatkan kemoterapi adjuvant. 5-FU digunakan secara
infus setiap hari untuk 5 hari setiap 4 minggu (Mayo Clinic regimen) dan
setiap minggu untuk 6 minggu dengan 2 minggu berhenti (Roswell Park
regimen).

Kontroversial kemoterapi untuk stadium II (Dukes B), dimana harus


menentukan pasien yang dapat menerima kemoterapi seperti (large
primary tumor [T4], pathologic T3 level of invasion >15 mm, lokasi tumor
pada bagian kiri, tumor yang telah mengalami obstruksi atau perforasi,
tumor poorly differentiated, invasi perineural, dan telah menginvasi ke
vena.

Kemoterapi

pada

kanker

kolorektal

metastasis

dan

rekurensi

Sekitar 50-60 % pasien kanker kolorektal terdiagnosis dalam stadium lanjut. Kanker
kolorektal stadium IV atau rekurensi seringkali mengenai hati, paru atau bermetastasis

43

pada peritoneal. Alur pilihan regimen kemoterapi pada kanker kolon stadium lanjut atau
metastasis berdasarkan pedoman terapi kanker kolorektal National Comprehensive
Cancer Network V.2.2007.
Terapi

Terapi setelah

Terapi setelah

Pertama

progresif I
FOLFIRI atau

progresif II
Cetuximab

atau

Irinotecan atau

Panitumumab

atau

FOLFOX +
Bevacizumab

FOLFIRI

atau

Cetuximab

CapeOX +

atau

Bevacizumab

Cetuximab

Cetuximab + Irinotecan
+ Penelitian atau terapi
suportif
+

Irinotecan
Atau
FOLFOX atau

Cetuximab

CapeOX atau

Panitumumab atau
Cetuximab + Irinotecan
FOLFOX atau

Pasien yang

FOLFORI +

Cetuximab atau
Panitumumab atau

mentoleransi

Bevacizumab

Cetuximab

terapi intensif

Atau
5-

FOLFOX

FU/Leucovorin

CapeOX

atau

+ CapeOX

Irinotecan
atau Irinotecan
Cetuximab

atau

Panitumumab atau

Bevacizumab
Irinotecan atau

Cetuximab + Irinotecan
Cetuximab
atau

FOLFIRI

Panitumumab
atau
Cetuximab + Irinotecan

Regimen yang diakui oleh FDA untuk kanker kolorektal stadium lanjut

44

Diakui oleh FDA Amerika


Regimen

Terapi lini Terapi lini Tahun


pertama

Bevacizumab + regimen berbasis 5-FU

kedua

diakui

FDA
2004

(FOLFOX-4,IFL, FOLFIRI dan LV5FU2)


Cetuximab (monoterapi / + irinotecan)
FOLFOX

2004

Lini I : 2004,
Lini II : 2002

FOLFIRI

2000

IFL

2000

Irinotecan
Capecitabine

1998
2002

Bevacizumab, terapi anti-angiogenesis pertama yang merupakan pendekatan baru


untuk terapi kanker metastatik yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA di Amerika
Serikat pada bulan Februari 2004 untuk terapi kanker kolorektal stadium lanjut dengan
kombinasi kemoterapi berbasis 5-FU, setelah melewati fast-track status di tahun 2003.
Bevacizumab mendapatkan persetujuan di Eropa tahun 2005. Di Indonesia, bevacizumab
juga telah mendapatkan persetujuan pada bulan Mei 2006 dari Badan POM.

45

oleh

Obat ini membidik VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), mediator kunci
angiogenesis, dengan menutup akses pasokan darah yang sangat penting untuk
pertumbuhan tumor, mencegah penyebaran ke seluruh tubuh (metastasis) dan
meningkatkan efektifitas

kemoterapi pada tumor. Pengembangan bevacizumab

merupakan puncak penelitian selama bertahun-tahun yang mewujudkan harapan lama


akan pembuktian bahwa terapi anti-angiogenesis memiliki peranan yang sangat penting
dalam terapi kanker.

2. Tata laksana pembedahan pada tumor kolon

Kolosnoskopi Polipektomi
Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu

yang berasal dari transformasi polip. Tampaknya pada keadaan ini tidak terdapat potensi
penyebaran (metastasis). Sedangkan karsinoma

submukosa yang berasal dari

transformasi polip dianjurkan untuk dilakukan operasi reseksi usus. Hal ini didasarkan
pada pendapat bahwa potensi metastasis ke kelenjar getah bening sebesar 12% bilamana
ditemukan proses metastases di kelenjar getah bening tambahan pemberian terapi obat
anti kanker merupakan pilihan yang bijaksana.

Pembedahan
Operasi merupakan terapi utama kanker kolon lanjut. Tujuan dari operasi adalah

penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada proses


metastase tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa
tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker. Bilamana peluang penyembuhan kanker
masih ada, banyak pilihan teknik operasi dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi
harus dapat menghasilkan batas sayatan bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas
tumor.
46

Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran


lokoregional dan kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas sayatan
harus lebih besar 5 cm dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan, kolon
transversum, fleksure lienalis, kolon desendens dan kolon sigmoid. Untuk daerah rectum
sayatan dapat lebih pendek karena jarak dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa
dilakukan untuk menghindari pembuatan anus buatan

Kolektomi Kanan
Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan

homikolektomi kanan. Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8


cm ileum terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon
transversum.

Setelah

dilakukan

reseksi

kemudian

dilakukan

penyambungan

(anastomesis) antara ileum dan kolon ( side-to-side)

Kolektomi Transverse
Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum

proksimal, tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor
bagian proksimal acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended
hemikolektomi kanan. Sedangkan bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor
kolon transversum bagian tengah atau distal, acap ditemukan kesulitan pada
penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan fasia dibelakangnya.
Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian
kanan, transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin
asupan darah ke rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di
daerah fleksura lienalis.

Kolektomi Kiri dan Sigmoid

47

Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah
sigmoid dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon
transversum disambung dengan bagian proksimal rectum.

3.Radioterapi

Meskipun radical reseksi rektum merupakan terapi yang sering dilakukan, namun
memiliki rekurensi yang tinggi (30-50 %). Adenokarsinoma rectum merupakan
tumor yang sensitive terhadap ionisasi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan
sebelum aatau setelah operasi dengan atau tanpa kemoterapi tergantung stadium
kanker rectum.

Keuntungan dilakukannya radiasi preoperative, yaitu menurunkan stadium tumor


menjadi operable, bila tumor tersebut sebelumnya inoperable. Dapat dilakukannya
sphincter-sparing procedure dan menurunkan rekurensi local.

Keuntungan dilakukannya terapi radiasi postoperative yaitu dilakukannya reseksi


definitive intermediate dan dapat memberikan informasi stadium patologik secara
akurat sebelum dimulainya radiasi ionisasi. Sedangkan kerugian radiasi
postoperative dapat menunda terapi radiasi adjuvant jika terdapat komplikasi
postoperative.

II.11 Skrining Pasien Kanker


Berikut disampaikan rangkuman konsensus paduan deteksi dini kanker kolorektal
mengenai pilihan-pilihan skrining tersebut :
Skrining dilakukan pada orang dewasa berusia 50 tahun.

Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui
pemeriksaan struktural jika memungkinkan.

48

Pemeriksaan feses kurang efektif dalam prevensi kanker kolon dibandingkan


pemeriksaan struktural. Pemeriksaan feses hanya efektif jika dilakukan secara
rutin, dan jika terdapat kelainan, perlu dilakukan kolonoskopi.

Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari
3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa
gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas
kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.

Pilihan pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan FIT (fecal immunochemical test)


tiap tahun. Dua tes lebih optimal dibandingkan 1 tes. Jika hasilnya positif, maka
dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan
karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker
kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini
membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.

Pemeriksaan FSIG (flexible sigmoidoscopy) untuk memeriksa rektum, sigmoid,


dan kolon desenden setiap 5 tahun merupakan pilihan deteksi kanker kolorektal
dan polip. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan yaitu gFOBT highly sensitive
atau FIT tiap tahun. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

Pemeriksaan kolonoskopi tiap 10 tahun dapat menjadi pilihan skrining kanker


kolorektal dan polip.

Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil
abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.

49

Pemeriksaan CTC (computed tomographic colonography) tiap 5 tahun merupakan

pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran
6mm merupakan indikasi kolonoskopi.
Setiap pilihan skrining mempunyai keunggulannya sendiri dan telah terbukti

bersifat cost-effective, berhubungan dengan risiko dan keterbatasannya masingmasing. Pilihan skrining didasari pada pilihan pasien dan ketersediaan sarana.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Edisi
1. Jakarta : 1995.

2. http://www.emedicine.com, cancer colorectal. Di download tanggal 11 agustus


2008
3. http://www.library.usu.ac.id/download.pdf. Di download tanggal 11 agustus
2008, pukul 19 : 25 WIB.
4. http ://www.mayoclinic.com, di download tanggal 11 agustus 2008
5. http ://www.depkes.go.id, gaya hidup penyebab kanker kolorektal. Di download
tanggal 11 juli 2008
6. http :www.cancer.gov, colon and rectal cancer. Di download tanggal 11 agustus
2008
7. Leonhardt, Helmut. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia. Edisi 6.
Hipokrates. Jakarta : 1997.
8.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II jilid 2. Media


Aesculapius. Jakarta : 2001.

9. Sabiston, David. C. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta : 1994.
10. Sjamsuhidajat.R., Jong, W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta :
2005.

50

You might also like