You are on page 1of 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Peran Orang Tua Dalam Membimbing Anak Belajar di Rumah
Belajar bagi seorang siswa tidak hanya dilakukan di sekolah saja, tetapi juga
dilakukan di rumah dan di masyarakat. Belajar yang dilakukan di rumah meliputi
melengkapi catatan, mempelajari ulang bahan yang telah di dapat, meringkas
bahan pelajaran, mengerjakan pekerjaan rumah dan mempersiapkan bahan
pelajaran hari berikutnya.
Membimbing dalam arti memberi bimbingan (guidance) menurut Slameto
(1995) yaitu membimbing individu agar dapat mengatur hidupnya sendiri,
mengembangkan pendapat sendiri, mengambil keputusan-keputusan yang
dihadapi, dan memikul bebannya sendiri. Orang tua dapat membimbing,
mengarahkan anak untuk hidup mandiri sesuai dengan potensi yang ada seoptimal
mungkin, sebatas pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.
Menurut Nasution (1985: 26), Peran orang tua dalam membimbing anak
belajar di rumah mengatasi masalah-masalah dalam belajar, memantau jadwal
anak baik jadwal sekolah dan dirumah, memperhatikan kesehatan anak dan
memberikan hadiah maupun peringatan. Orang tua dapat memperhatikan dan
mengawasi pendidikan anak melalui melatih dan mendorong anak untuk hidup
mandiri sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya, misalnya memupuk rasa
percaya diri dan berani mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam dirinya
Orang tua perlu memperhatikan dan mengawasi pendidikan anaknya,
sebab tanpa adanya perhatian dan pengawasan yang berkelanjutan dari orang
tuanya, pendidikan anak tidak dapat berjalan dengan lancar. Memperhatikan dan
mengawasi pendidikan anak dipahami sebagai upaya komunikasi orang tua
dengan

anak

berupa

memberi

pertanyaan,

memberi

perintah/larangan,

mendengarkan jawaban, yang dimaksudkan sebagai penguat disiplin belajar


sehingga pendidikan anak tidak terbengkalai. Hal ini perlu dilakukan karena anak
lebih lama di rumah daripada di sekolah dan di tempat lainnya. Membiarkan anak

tumbuh dan berkembang secara liar, akan menjadikan anak tersebut sulit
diatur/dan dikendalikan oleh orang tuanya, sehingga kelak mengalami masa depan
yang tidak menggembirakan.
Menurut Stainback dan Susan (1999: 30), Peran orang tua dalam
membimbing anak belajar di rumah berarti membantu perkembangan sikap, nilai,
kebiasaan dan keterampilan yang mendorong keberhasilan siswa melalui
kesediaan orang tua untuk memotivasi anak sehingga berprestasi dalam belajar.
Dalam hal memotivasi anak agar berprestasi, orang tua dapat menumbuhkan
motivasi anaknya dengan cara menghargai prestasi anak, memberikan hukuman
untuk anak-anaknya yang mendapatkan nilai buruk dan hukuman ini sifatnya
harus mendidik, menyediakan fasilitas belajar yang cukup, dan orang tua harus
bersedia melibatkan diri dalam belajar anak.
Menurut Grant Martin (2000: 25), Peran orang tua dalam membimbing
anak belajar di rumah yaitu orang tua harus bersedia menjadi pendengar aktif,
membantu anak menyusun jadwal dan pelaksanaannya, memperhatikan kondisi
fisik terutama kesehatan anak, menperhatikan kondisi psikis anak dengan
memberikan hadiah maupun peringatan, dapat mengenali dan mengembangkan
gaya belajar anak. Hal ini orang tua mempunyai tanggung jawab untuk
memperhatikan dan membantu anak dalam mengatasi masalah-masalah yang
menghambat belajarnya.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa peran
orang tua dalam membimbing anak belajar di rumah berarti kegiatan orang tua
dalam memperhatikan dan mengawasi pendidikan anak melalui memotivasi anak
untuk berprestasi dalam belajar, memperhatikan dan mengatasi masalah-masalah
yang menghambat dalam belajar anak, mengenali dan mengembangkan gaya
belajar anak.

1.

Memotivasi Anak Untuk Berprestasi Dalam Belajar


Unsur penting yang harus ada agar anak memperoleh prestasi belajar yang

optimal ialah motivasi belajar. Menurut Winkle (1991 : 39) motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh
siswa tercapai. Menurut Prayitno (1989: 13) Motivasi belajar merupakan suatu
energi yang menggerakkan aktifitas siswa kepada tujuan belajar. Menurut Kasijan
(Yuni Wijayanti, 2001: 13) motivasi belajar adalah dorongan yang dibentuk oleh
pengalaman-pengalaman yang mengarahkan seseorang untuk belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan pengertian motivasi
belajar adalah faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas
ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan
mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar
Orang tua dapat membimbing untuk menumbuhkan atau membangkitkan
motivasi belajar pada diri anak secara berkelanjutan sesuai dengan situasi dan
kondisi anak pada saat itu. Melalui kesediaan orang tua untuk memotivasi anak,
diharapkan anak tersebut memiliki kemandirian dalam belajar dan berupaya atau
berinisiatif serta bertanggung jawab terhadap tugas-tugas belajar. Anak-anak yang
dirinya termotivasi meyakini bahwa yang menentukan keberhasilan maupun
kegagalan di sekolah adalah kerja keras. Berani kerja keras akan meningkatkan
hasil belajar, sedangkan malas dalam belajar bisa menyebabkan hasil belajar
menurun.
Ada beberapa peranan orang tua untuk menumbuhkan motivasi belajar
anak melalui:
a. Menghargai prestasi anak. Hal ini akan sangat memacu anak untuk lebih
giat dalam berprestasi, dan bagi anak yang belum berprestasi akan
termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli anak yang telah
berprestasi disekolahnya, baik dalam akademik maupun non akademik.
Hadiah deberikan untuk memberikan rasa senang kepada anak, sebab
merasa dihargai karena prestasinya yang baik.

b. Memberikan peringatan pada anak. Peringatan ini berupa hukuman,


hukuman ini diberikan dengan harapan agar anak tersebut mau merubah
diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya
yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat
rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti dipukul atau
dicubit.
c. Menyediakan fasilitas belajar yang cukup sehingga anak belajar dengan
maksimal.
d. Bersedia melibatkan diri dalam belajar anak. Hal ini dilakukan dengan cara
mendampingi anak saat belajar, memberi pengarahan, peringatan, dan
melakukan kontrol atas aktivitas anak, memberi dukungan kepada anak,
memberi penghargaan terhadap anak, menjadi teladan bagi anak-anak.
2.

Memperhatikan dan Mengatasi Masalah-Masalah Yang Menghambat


Belajar Anak
Dalam hidupnya, semua anak pernah menghadapi situasi yang
membuatnya kecewa, sakit hati, hancur, takut, stres. Hal tersebut dapat terjadi
karena masalah dengan teman, adik/kakak, orang tua, guru, lingkungan, atau
masalah dengan dirinya sendiri. Orang tau berkewajiban dan bertanggung
jawab membimbing anak dalam menghadapi masalahnya, walaupun masalah
tersebut bukan masalah orang tau, anaklah yang memiliki masalah.
Menurut Gordon (1983: 25), mengatakan anak-anak yang mendapat
bantuan untuk mengatasi masalah-masalahnya dapat mempertahankan
kesehatan psikologis merakan dan merasa lebih kuat serta lebih percaya diri.
Anak-anak yang tidak memperoleh bantuan, akan mengidap masalah-masalah
emosional yang terus berkembang. Orang tua perlu membimbing anaknya
yang sedang mengalami masalah-masalah tertentu. Jika masalah anak tidak
segera ditolong, perilaku anak yang mempunyai masalah tersebut akan
mengganggu orang tua, akhirnya masalah anak bisa menjadi masalah orang
tua.

Orang tua perlu mengetahui bahwa anaknya sedang menghadapi masalah,


maka orang tua perlu mengamati perilakunya apakah ia sering melamun, sulit
memusatkan perhatian, tidak bergairah, kepala sering pusing, dan menjadi rendah
diri. Orang tua dapat membimbing anaknya yang sedang mengalami masalah
melalui:
a. Bersedia menjadi pendengar aktif ketika anak sedang mengalami masalah.
b. Memantau jadwal yang telah tersusun baik jadwal sekolah maupun jadwal
dirumah.
c. Memperhatikan kondisi fisik anak dengan memperhatikan kesehatan anak.
d. Memperhatikan kondisi psikis anak dengan memberikan hadiah maupun
peringatan.
3.

Mengenali dan Mengembangkan Gaya Belajar Anak


Setiap individu tidak hanya belajar dengan kecepatan yang berbeda tetapi

juga memproses informasi dengan cara yang berbeda. Cara memproses informasi
yang diperoleh dikenal dengan istilah gaya belajar.
Menurut De Porter dan Mike (1999: 24), gaya belajar seseorang adalah
kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan bagaimana ia mengatur serta
mengolah informasi yang merupakan proses kerja internal saraf-saraf otak.
Seseorang menyerap informasi yang diterima melalui apa yang dilihat, didengar,
dan disentuh atau diraba, ketiga cara menyerapa informasi itu disebut modalitas
belajar. Tentang bagaimana seseorang mengatur dan mengolah informasi yang
merupakan proses kerja internal saraf otak, tidak dapat diamati oleh siapapun.
Selanjutnya De Porter dan Mike (1999: 25) mengemukakan bahwa, gaya
belajar seseorang adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan di
sekolah dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Hal ini berarti jika seseorang akrab
dengan gaya belajarnya sendiri, maka ia dapat mengambil langkah-langkah
penting untuk membantu diri sendiri belajar lebih cepat dan mudah.
Menurut DePorter dan Hernacki (2002: 20), gaya belajar adalah kombinasi
dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya
belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses
informasi (perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar

10

Visual (belajar dengan cara melihat), Auditory (belajar dengan cara mendengar),
dan Kinesthetic (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh).
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan gaya belajar
adalah kombinasi dari bagaimana anak dapat menyerap dan mengatur serta
mengolah informasi sebagai kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
pekerjaan di sekolah dan siswa dapat menyerap informasi yang diterima melalui
apa yang dilihat, didengar dan disentuh/diraba. Ketiga cara menyerap tersebut
disebut modalitas. Modalitas tersebut di kelompokkan menjadi 3 karakteristik
belajar yaitu karakteristik belajar visual, karakteristik belajar auditorial dan
karakteristik belajar kinestetik.
Orang tua perlu mengetahui karakter belajar anak di rumah baik karakter
belajar visual, auditorial, maupun kinestetik. Adapun karakter belajar anak
dirumah adalah sebagai berikut :
a. Karakteristik belajar visual antara lain : mementingkan penampilan
(keindahan/kerapihan tulisan), berbicara dengan cepat, pembaca cepat dan
tekun, mencoret-coret tanpa arti ketika belajar di kelas maupun berbicara di
telepon.
b. Karakteristik belajar auditorial antara lain : suka berbicara sendiri, mudah
terganggu oleh keributan, lebih suka berbicara daripada menulis, dan senang
membaca dengan keras.
c. Karakteristik belajar kinestetik antara lain : berpikir lebih baik ketika
bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika
berbicara, dan merasa sulit untuk diam.
Setelah mengetahui karakter belajar anak di rumah, orang tua dapat
membimbing anaknya untuk mengembangkan gaya belajarnya melalui :
a. Memeriksa hasil belajar disekolah
b. Membantu belajar anak untuk menghadapi ulangan/tes
c. Mengingatkan anak akan tugas-tugas/pekerjaan rumahnya.

11

2.2 Hasil Belajar


Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). ). Kemampuankemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar
yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek
perubahan

itu

mengacu

kepada

taksonomi

tujuan

pengajaran

yang

dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup aspek


kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008:45).
Menurut Purwanto (2008: 46) hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa
akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan
atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian
itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat
berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 44), hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan
pelajaran. Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono
(2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa yang mencakup aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.

12

Keberhasilan tingkat perkembangan dapat diukur dan dinilai berdasarkan


evaluasi hasil belajar siswa. Nilai-nilai tersebut dapat dibandingkan dengan nilainilai peserta lain atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Evaluasi hasil
belajar dimulai dengan mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang
dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang rumuskan. Kemudian
guru akan memberikan penilaian terhadap siswa berdasarkan pengukuran dari
kriteria tertentu.
Hal tersebut sejalan dengan Sudjana (2011: 1) yang mengungkapkan
bahwa lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran pokok, yakni (a) program
pendidikan, (b) proses belajar mengajar, dan (c) hasil belajar. Penilaian program
pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan
pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program, dan sarana pendidikan.
Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru,
kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa, dan keterlaksanaan program belajar
mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka
pendek dan hasil belajar jangka panjang. Dalam penelitian ini, pembahasan
dibatasi pada penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar mengajar.
Penilaian program pendidikan sama sekali tidak dibahas sebab penelitian ini
hanya fokus pada strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran inkuiri.
Penilaian proses dan hasil belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil
merupakan akibat dari proses.
Menurut Arikunto (2009: 25) evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data
untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Selain mengacu pada tujuan,
evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan kegiatan belajar yang
dilaksanakan. Untuk memperoleh data evaluasi pembelajaran dalam penelitian
perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data dan pengukuran. Peneliti sering
menggunakan beberapa macam cara (teknik) dan alat (instrument) pengumpulan
data agar dapat saling melengkapi, sehingga kelemahan yang terdapat pada salah
satu alat pengumpul data dapat diatasi oleh alat pengumpul data yang lain.

13

Teknik pengukuran dibedakan menjadi dua yaitu tes dan nontes.


1. Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang
setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang
dianggap benar (Suryanto Adi, dkk., 2009). Tes adalah salah satu contoh
instrumen atau alat pengukuran yang paling banyak dipergunakan untuk
mengetahui kemampuan intelektual seseorang. Menurut Allen dan Yen 1979:
2.5)
Trait pendidikan meliputi keterampilan, pengetahuan, kecerdasan,
kemampuan, atau bakat sesesorang atau kelompok. Berdasarkan definisi
tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan informasi yang berbentuk
pertanyaan atau tugas/latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang
ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk
pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai
pengetahuan dan kemampuan objek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur
berupa tugas/latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan
bakat seseorang atau sekelompok orang.
Tes merupakan alat ukur yang standar dan objektif sehingga dapat
digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis
atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan
akan mampu memberikan informasi yang tepat dan objektif tentang objek yang
hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat
membandingkan antara seseorang dengan orang lain. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang
berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta didik atau sekelompok peserta didik, sehingga menghasilkan nilai
tentang tingkah laku atau prestasi peserta didik tersebut. Prestasi atau tingkah
laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi/tujuan
pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah

14

diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan


peserta didik yang bersangkutan dalam kelompoknya.
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat asesmen hasil
belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu untuk:
1) Mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat
pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.
2) Menentukan kedudukan atau perangkat peserta didik dalam kelompok,
tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Fungsi satu lebih dititik-beratkan untuk mengukur keberhasilan
program pembelajaran, sedang fungsi dua lebih dititikberatkan untuk mengukur
keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes. Dilihat dari tujuannya
dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi:
a. Tes Kecepatan (Speed Test) Tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes
(testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat
spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran
yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau
menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes
lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat
mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan
tepat penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya
tes intelegensi dan tes keterampilan bongkar pasang suatu alat.
b. Tes Kemampuan (Power Test) relatif sukar karena menyangkut berbagai
konsep dan pemecahan masalah serta menuntut peserta tes untuk berfikir
pada level yang tinggi yakni menerapkan (apply), menganalisis (analyse),
mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).
c. Tes Hasil Belajar (Achievement Test) Tes ini dimaksudkan untuk mengases
hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan seperti Tes Hasil Belajar
(THB), tes harian (formatif) dan tes akhir semester (sumatif). Tes ini
bertujuan untuk mengases hasil belajar setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.

15

d. Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achievement Test) Tes kemajuan belajar


disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah
pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan
kondisi akhir testi digunakan post-tes.
e. Tes Diagnostik (Diagnostic Test) Tes diagnostik adalah tes yang
dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukarankesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran
atau kesulitan belajar tersebut, seperti tes diagnostik matematika, tes
diagnostik IPA.
f.

Tes Formatif Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh peserta
didik dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian,
ulangan harian.

g.

Tes Sumatif Istilah sumatif berasal dari kata sum yang berarti jumlah.
Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui
penguasaan peserta didik terhadap sekumpulan materi pelajaran (pokok
bahasan) yang telah dipelajari, seperti UAN (Ujian Akhir Nasional), THB.
Dilihat dari jawaban peserta didik yang dituntut dalam menjawab atau

memecahkan persoalan yang dihadapinya, maka tes hasil belajar dapat dibagi
menjadi 3 jenis yakni tes lisan (oral test), tes tertulis (written test), dan tes
tindakan atau perbuatan (performance test). Penggunaan setiap jenis tes
tersebut seyogyanya disesuaikan dengan kawasan (domain) perilaku peserta
didik yang hendak diukur. Misalnya tes tertulis atau tes lisan dapat digunakan
untuk mengukur kawasan kognitif, sedangkan kawasan psikomotorik cocok
dan tepat apabila diukur dengan tes tindakan, dan kawasan afektif biasanya
diukur dengan skala perilaku, seperti skala sikap.
2. Non Tes
Jika tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar
atau salah, teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak

16

memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non-tes dapat berbentuk


kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau
pernyataan, peserta didik diminta menjawab atau memberikan pendapat
terhadap pernyataan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang
laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Hasil
pengukuran melalui instrument non tes berupa angka disebut kuantitatif dan
bukan berupa angka seperti pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat
kurang, dan sebagainya disebut kualitatif.
Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan
pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes, beberapa di antaranya
seperti unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas
kelompok, laporan, ujian praktik dan portofolio
Berdasarkan penjelasan mengenai macam-macam tes, penelitian ini
menggunakan tes sumatif untuk mengukur hasil belajar yang dilaksanakan
pada tengah semester.
Hasil belajar ditunjukkan dengan skor atau angka yang menunjukkan
nilai-nilai dari sejumlah mata pelajaran yang menggambarkan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh siswa, serta untuk dapat memperoleh nilai
digunakan tes terhadap mata pelajaran terlebih dahulu. Hasil tes inilah yang
menunjukkan keadaan tinggi rendahnya hasil yang dicapai oleh siswa.
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh siswa kelas IV SDN Gugus Gajah Mada
Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora melalui nilai hasil ulangan tengah
semester pada semester II tahun ajaran 2011/2012 yang meliputi 3 mata
pelajaran yaitu IPS, Matematika, dan Bahasa Indonesia.
Alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butirbutir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan
apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi
dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau lembar observasi.

17

Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran


maupun kompetensi yang dimiliki siswa harus divalidasi terlebih dahulu,
maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Hasil dari pengukuran melalui teknik tes dan nontes tersebut digunakan
sebagai dasar penilaian. Untuk memberikan penilaian juga didasarkan pada
kriteria tertentu. Hal ini sejalan dengan Sulistya (2010:2.8) bahwa evaluasi itu
merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil
pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil
pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau
ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa
proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula
berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan
yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan
sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan
Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang
ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada
keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/
Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan
untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan nilai batas ambang kompetensi.
2.3 Penlitian Yang Relevan
Mince Taka (2004), dalam penelitian yang berjudul Upaya Orang Tua
Siswa kelas IV SD Inpres Palindi Mburung dalam membantu/membimbing
putra-putrinya belajar. Tujuan penelitian untuk mendiskripsikan upaya-upaya

18

yang dilakukan orang tua dalam membantu/membimbing putra-putrinya


belajar. Kesimpulannya adalah pada umumnya orang tua memiliki kepedulian
yang besar dalam membantu/membimbing belajar anaknya. Orang tua
memiliki kepedulian terhadap kesulitan belajar anaknya. Orang tua telah
berupaya maksimal dalam membantu/membimbing belajar meskipun tidak
dalam waktu yang telah terjadwal. Kelebihan dalam penelitian ini adalah peran
orang tua yang memiliki kepedulian yang besar dalam membimbing putraputrinya belajar akan mempengaruhi prestasi belajar anak, seperti prestasi
belajarnya meningkat, rajin belajar belajar dirumah maupun disekolah.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah kurangnya kepedulian orang tua dalam
membimbing putra-putrinya belajar dirumah, hal ini akan mempengaruhi
prestasi belajar anak, seperti prestasi belajarnya menurun dan anak malas
belajar.
Dwi Astuti (2002), dalam penelitian yang berjudul Kegiatan Orang
Tua Dalam Membimbing Anak Belajar di Rumah Pada Siswa kelas II SLTP
Negeri 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2001/2002. Tujuannya penelitian adalah
untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh orang tua siswa dalam
membimbing anaknya belajar di rumah. Hasilnya menunjukkan bahwa
sebagian besar orang tua menyatakan melakukan kegiatan membimbing
anaknya belajar di rumah. Hal ini berarti bahwa orang tua telah menyadari
tanggung jawabnya untuk mendidik dengan baik. Hanya sebagian orang tua
yang memberi penghargaan berupa kata-kata posistif bagus, dan sebagian
lain tidak melakukannya, mungkin disebabkan oleh faktor budaya setempat
yang tidak terbiasa menghargai dengan kata-kata. Hanya sebagian orang tua
yang bersedia membawa keluhan-keluhan anak berkaitan dengan kesulitan
belajar yang dialaminya bersama guru pembimbing, mungkin disebabkan oleh
kesibukan orang tua sehingga tidak mempunyai waktu untuk datang ke sekolah
dan menemui guru pembimbing. Kelebihan dalam penelitian ini bahwa orang
tua dapat membimbing anaknya ketika anak belajar di rumah hal ini didorong
oleh kata-kata bagus untuk mendorong anak untuk semangat dalam hal

19

belajar. Kelemahan dalam penelitian banyaknya aktifitas orang tua sehingga


tidak dapat membimbing anaknya untuk belajar.
Puji lestari (2001), dalam penelitian yang berjudul Kegiatan Orang
Tua Pekerja dalam Membantu belajar Anak di rumah Khususnya yang Masih
Belajar di SD. Tujuan penelitian untuk mengetahui kegiatan para orang tua
dalam membimbing dan membantu anak belajar di rumah. Kesimpulannya,
bentuk belajar yang paling banyak dilakukan oleh orang tua dengan jam kerja
shift adalah mendorong anak mempelajari ulangan-ulangan terdajulu kemudian
melatihnya. Di samping itu bentuk bimbingan belajar banyak dilakukan oleh
orang tua pekerja, namun secara teori tidak termasuk dalam pengembangan
keterampilan adalah menjawab kesulitan yang dihadapi anak saat belajar.
Walaupun bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh, namun
anak yang berprestasi kebanyakan mendapatkan bimbingan dalam bentuk
mempelajari ulangan-ulangan terdahulu kemudian melatihnya. Waktu belajar
anak berprestasi tersebut adalah pukul 18.00-20.00.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Shobirin (STAIN, 2006) yang
berjudul "Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar
Pendidikan Agama Islam Pada Siswa SD Negeri 2 Siderejo Pulokulon
Grobogan Tahun Pelajaran 2006/2007. Tujuannya untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh perhatian orang tua terhadap motivasi belajar pendidikan
agama islam. Berdasarkan penelitian tersebut terbukti bahwa perhatian orang
tua terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam dapat memningkatkan
motivasi anak untuk belajar. Hasil penelitiannya adalah ada pengaruh positif
antara perhatian orang tua terhadap motivasi belajar. Peneliti menyimpulkan
bahwa semakin besar perhatian orang tua terhadap pendidikan agama Islam
anak, semakin besar motivasi anak untuk belajar.
Yenny Rahayu Trihastutiningsih (UMS, 2005) dalam skripsinya dengan
judul Pengaruh Bimbingan Orang Tua dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi
Belajar Ekonomi Siswa Kelas II SLTP Negeri 1 GiriartoWonogiri Tahun
Ajaran 2003/2004, tujuannya untuk mengetahui pengaruh bimbingan orang tua
dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar. Hasil penelitiannya adalah ada

20

pengaruh yang positif

antara bimbingan orang tua dan motivasi belajar

terhadap prestasi belajar. Peneliti menyimpulkan bahwa: 1). Tinggi rendahnya


prestasi belajar ekonomi siswa ditentukan oleh tinggi rendahnya bimbingan
orang tua dan motivasi belajar siswa; 2). Bimbingan orang tua Motivasi belajar
memiliki pengaruh lebih besar (dominan) terhadap prestasi belajar ekonomi.
2.4 Kerangka Berfikir
Keberhasilan siswa dalam belajar yang di tandai oleh hasil belajar yang
dicapainya tidak hanya dipengaruhi oleh proses pendidikan yang dilakukan
oleh pihak sekolah, faktor lain pendukung yang sangat penting adalah peran
orang tua dalam membimbing anak belajar dirumah.
Orang tua juga harus tahu bahwa anak punya naluri untuk minta
dipahami. Menciptakan suasana yang kondusif dan rasa aman pada saat anak
belajar di rumah membuat anak akan terdorong untuk belajar aktif, karena hal
tersebut merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah
motivasi untuk belajar, karena tinggi rendahnya hasil belajar seseorang
ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari siswa. Salah satu faktor
eksternal adalah orang tua. Orang Tua mempunyai peran yang menentukan
keberhasilan belajar anaknya karena ada hubungan batin, untuk itu kedekatan
maupun perhatian penuh dari orang tua kepada anaknya sangat diperlukan,
agar hasil belajar anaknya meningkat.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua dalam membimbing
anaknya belajar dirumah antara lain dapat dilakukan dengan cara: (1)
memotivasi

anak

melalui

memberikan

pujian,

memberikan

perintah,

menyediakan buku, perlengkapan dan fasilitas belajar, mendampingi belajar,


membantu mengerjakan tugas (2) Orang tua juga harus memperhatikan dan
mengatasi masalah-masalah yang menghambat belajar anak dengan cara
memberikan pujian, memberikan perintah, menyediakan buku, perlengkapan
dan fasilitas belajar, mendampingi belajar, membantu mengerjakan tugas, (3)
Orang tua juga dapat mengenali dan mengembangkan gaya belajar anak
melalui memperhatikan memerikasa hasil belajar disekolah, membantu belajar,
dan mengingatkan tugas-tugas/pekerjaan rumah.

21

Kondisi yang terjadi di lingkungan sekitar SD Negeri Gugus Gajah


Mada Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora para orang tua sering kali
melalaikan pendidikan anaknya dan memberikan sepenuhnya kepada guru
untuk diberikan pendidikan di sekolah-sekolah dan melupakan kewajibannya
untuk mendidik di rumah. Para orang tua hanya sibuk mengejar karir atau
pekerjaannya tanpa memperdulikan perkembangan anak-anaknya. Mereka
beranggapan bahwa pendidikan di sekolah sudah lebih dari cukup dan tidak
memperhatikan prestasi belajar anaknya. Minimnya pengawasan orang tua
mengenai perkembangan pendidikan anak-anaknya dan jarang menjadi
pendamping belajar sehingga siswa-siswa memiliki hasil belajar rata-rata
menengah ke bawah. Peran orang tua akan membuat anak akan terdorong
untuk belajar secara aktif, karena bentuk dari peran orang tua merupakan salah
satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi anak untuk belajar
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa peran orang tua yang tepat dan sesuai dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pengaruh peran orang tua dalam
membimbing anak belajar di rumah terhadap hasil belajar dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berfikir Penelitian Pengaruh Peran Orang Tua
Dalam Membimbing Anak Belajar di Rumah Terhadap Hasil Belajar
X
X1

X2
X3
Keterangan:
X

: Peran orang tua membimbing anak belajar di rumah

X2

: Memotivasi anak untuk berprestasi dalam belajar (memberikan pujian,


memberikan perintah, menyediakan buku, perlengkapan dan fasilitas
belajar, mendampingi belajar, membantu mengerjakan tugas).

22

X2

: Mengatasi masalah-masalah belajar (mengatasi kesulitan belajar,


membantu menyusun jadwal sekolah dan dirumah, menjaga kesehatan
dan memberikan hadiah).

X3 : Mengembangkan gaya belajar anak (memeriksa hasil belajar disekolah,


membantu belajar, dan mengingatkan tugas-tugas/pekerjaan rumah)
Y

: Hasil belajar

2.5 Hipotesa Penelitian


Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir tersebut dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ha

: Ada pengaruh peran orang tua dalam membimbing belajar terhadap


hasil belajar siswa kelas IV SDN Terakreditasi A Gugus Gajah Mada.

Ho

: Tidak ada pengaruh peran orang tua dalam membimbing belajar


terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Terakreditasi A Gugus
Gajah Mada.

You might also like