You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak
disekitar kita. Bakteri pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat
dengan kita pun juga terdapat bakteri contohnya saja tas, buku, pakaian, dan
banyak hal lainnya. Maka dari itu bakteri merupakan penyebab penyakit yang
cukup sering terjadi. Karena banyaknya manusia yang mengabaikan penyakit
tersebut karena terkadang gejala awal yang diberikan ada gelaja awal yang
biasa saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita masyarakat dapat
mengetahui bagaimana cara bakteri itu menginfeksi dan gejala-gejala apa
yang akan diberikannya.
Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal
terjangkitnya bakteri salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran
pencernaan adalah saluran yang sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran
pencernaan terganggu akan cukup mengganggu aktivitas tubuh saat itu. Tapi
banyak masyarakat yang tidak peduli dengan penyakit yang ditimbulkan.
Misalnya saja penyakit yang dapat ditimbulkan oleh bakteri ada diare, gejala
awalnya ada kondisi perut yang tidak enak gejala awalnya cukup biasa tetapi
jika terlalu didiamkan akan membuat kondisi itu menjadi akut dan fatal. Maka
dari itu, bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup banyak pada saat
ini.
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian
kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organisme atau
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organisme lain.
Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan
patogenesis. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme
perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang
memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan
penyakit. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah

organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat


dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat
yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup
manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer
( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut
dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam
tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini
dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga
menimbulkan penyakit.
1.2 Skenario
Bakteri patogen mampu menyebabkan penyakit. Bakteri dapat menyebabkan
penyakit karena kemampuannya menyerang jaringan yang dikenal dengan istilah
invasi dan kemampuan toksigenesis. Proses invasi melibatkan kolonisasi,
produksi invasin, dan kemampuan mengatasi pertahanan host. Selanjutnya
menghasilkan toksin, merusak sel, dan menyebabkan penyakit.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan scenario diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah,
antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme patogenesis bakteri secara umum?

2.

Bagaimana mekanisme invasi?


3. Bagaimana mekanisme kolonisasi?
4. Apa saja macam-macam invasin yang diproduksi oleh bakteri?
5. Bagaimana mekanisme pertahanan host?
6. Apa saja macam-macam toksin yang dihasilkan oleh bakteri?

1.4 Tujuan Pembelajaran


Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara
lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan patogenesis bakteri

2. Menjelaskan mekanisme invasi

a. Kolonisasi
b. Produksi invasin
c. Pertahanan host
3. Menjelaskan mekanisme toksigenesis

a. Macam-macam toksin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Bakteri
Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok

organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke
dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta
memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri
dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya
dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Struktur
sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan organelorganel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Hal inilah yang menjadi dasar
perbedaan antara sel prokariot dengan sel eukariot yang lebih kompleks.
Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara, dalam
simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan
dalam tubuh manusia. Pada umumnya, bakteri berukuran 0,5-5 m, tetapi ada
bakteri tertentu yang dapat berdiameter hingga 700 m, yaitu Thiomargarita.
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi
dengan bahan pembentuk sangat berbeda (peptidoglikan). Beberapa jenis bakteri
bersifat motil (mampu bergerak) dan mobilitasnya ini disebabkan oleh flagel.
2.2

Mekanisme Patogenesis Bakteri


Patogenesis infeksi bakteri diawali permulaan proses infeksi hingga

mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Patogenesis bakteri memiliki


beberapa tahapan, antara lain: Adhesi, Kolonisasi, Invasi, dan Toksigenesis.
Adhesi
Adhesi merupakan proses bakteri menempel pada permukaan sel inang,
pelekatan terjadi pada sel epitel. Adhesi bakteri ke permukaan sel inang
memerlukan protein adhesin dimana adhesin dibagi menjadi 2 fimbrial dan

afimbrial. Adhesi fimbrial adalah struktur menyerupai rambut yang terdapat pada
permukaan sel bakteri yang tersusun atas protein yang tersusun rapat dan
memiliki bentuk silinder heliks. Mekanisme adhesi fili yaitu Fili bertindak sebagai
ligan dan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel host.
Molekul adhesin afimbrial golongan berupa protein (polipeptida) dan polisakarida
yg melekat pada membran sel bakteri. Polisakarida yg berperan dalam sel
biasanya adalah penyusun membran sel seperti:glikolipid, glikoprotein, matriks
ekstraseluler (fibronectin, collagen).
Kolonisasi
Kolonisasi merupakan proses dimana bakteri menempati dan bermultiplikasi
pada suatu daerah tertentu dalam tubuh manusia. Kolonisasi berlangsung pada
permukaan inang dengan proses- proses yang meliputi penetrasi kulit utuh,
penetrasi lapisan musin, resistensi terhadap peptida antibakteri, penempelan,
protease sIgA, mekanisme pengambilan besi.
Invasi
Invasi yaitu proses bakteri masuk ke dalam sel inang/jaringan dan menyebar
ke seluruh tubuh, akses yang lebih mendalam dari bakteri supaya dapat memulai
proses infeksi. Dibagi menjadi dua yaitu ekstraseluler dan intraseluler. Pada saat
bakteri dalam tahap invasi, bakteri akan mengeluarkan suatu zat berupa enzim
yang memfasilitasi peristiwa invasi yang disebut invasin. Invasi ini meliputi tahap
- tahap yaitu mikroba menghasilkan enzim pendegradasi jaringan, mikroba
menghasilkan protease IgA. Setelah invasi, mikroba mampu bertahan hidup dan
berkembang biak dalam sel inang.
Strategi pertahanan bakteri
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di
dalam sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Bakteri
ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu
bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya
sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan
adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri. Selain itu, kapsul tersebut
melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat

dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan
deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain
mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan
pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh
perlindungan dari fungsi fagosit .
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui
aksi produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi
komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara
mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy
protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa
organisme

Gram

positif

mempunyai

lapisan

peptidoglikan

tebal

yang

menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel


bakteri.
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler
fakultatif dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah
difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri
intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di
dalam sel hospes. Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri
melalui tiga mekanisme, yaitu:
1.
2.

Menghambat fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri.


Lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi

pembentukan

roi

(reactive

oxygen

intermediate)

seperti

anion

superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan terjadinya


respiratory burst.
3.

Menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin

sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari
proses pemusnahan selanjutnya.
Toksigenesis
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk menghasilkan suatu toxin - suatu
bahan yang memiliki efek merusak pada sel dan jaringan inang, dan potensi toxin

merupakan

faktor

penting

dalam

kemampuan

mikroorganisme

untuk

menyebabkan penyakit. Toxin yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat berupa


exotoxin, toxin yang dikeluarkan ke sekeliling medium; atau endotoxin, toxin
yang berada dalam sel sebagai bagian dari sel.
Exotoxin dikeluarkan dari sel mikroba ke suatu medium kultur atau ke
dalam sirkulasi atau jaringan inang. Exotoxin merupakan protein; yang dapat
dihasilkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Efeknya pada jaringan
manusia biasanya sangat spesifik. Exotoxin biasanya mempunyai afinitas untuk
suatu jaringan khusus dimana dia dapat menyebabkan kerusakan. Exotoxin
kehilangan toxisitasnya jika dipanaskan atau diberi perlakuan secara kimia.
Endotoxin. Beberapa mikroorganisme, khususnya bakteri Gram-negatif,
tidak mengeluarkan suatu toxin terlarut, tetapi membuat suatu endotoxin yang
dibebaskan ketika sel mengalami pembelahan, pecah dan mati. Endotoxin dari
bakteri Gram-negatif merupakan komponen struktural membran luar dari dinding
sel bakteri Gram-negatif. Komponen ini merupakan polisakarida (khususnya porsi
A lipid). Endotoxin merupakan racun yang efektif pada tempat terikatnya ( ketika
menjadi bagian dari dinding sel yang utuh) dan ketika dilepaskan sebagai produk
lytik pada pembelahan sel. Dibandingkan dengan exotoxin , endotoxin lebih stabil
terhadap pemanasan, tidak membentuk toxoid dan kurang toxik. Endotoxin
bertanggung jawab untuk beberapa gejala penyakit seperti demam dan shock.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Mapping

3.2

Bakteri
Bakteri merupakan organisme bersel-tunggal yang bereproduksi dengan cara

sederhana, yaitu dengan pembelahan biner. Sebagian besar hidup bebas dan
mengandung informasi genetik dan memiliki sistem biosintetik dan penghasil
energi yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Sejumlah bakteri,
bersifat parasit intraseluler obligat contohnya Chlamydiae dan Rickettsiae.
Dalam beberapa hal bakteri berbeda dari eukariot. Bakteri tidak memiliki
ribosom 80S maupun organel bermembran, seperti nukleus, mitokondria, lisosom,
retikulum endoplasma maupun badan golgi, bakteri tidak memiliki flagela fibril
9+2 atau struktur silia seperti pada sel eukariot. Bakteri memiliki ribosom 70S dan
kromosom sirkuler tunggal (nukleoid) tanpa sampul yang disusun oleh asam
deoksiribonukleat untai-ganda (DNA) yang bereplikasi secara amitosis.
Jika terjadi pergerakan sering disebabkan adanya struktur flagela filamentunggal. Sejumlah bakteri memiliki mikrofibril eksternal (pili atau fimbria) yang
berfungsi untuk menempel. Mycoplasma tidak memiliki dinding sel, sedangkan
eubakteria lainnya menghasilkan struktur sampul dengan susunan senyawa
kimianya mirip peptidoglikan dinding sel. Eubakteria yang berdinding sel dan
8

archaebakteria dapat berbentuk kokus (bola), basil (batang), batang melengkung


atau spiral. Struktur kimia sampul eubakteria sering digunakan untuk
membedakannya ke dalam kelompok bakteri Gram-positif, Gram-negatif, dan
acid-fast (tahan-asam).
3.3

Patogenesis Bakteri
Patogenesis merupakan kemampuan organisme untuk menimbulkan suatu

penyakit. Dalam menimbulkan penyakit, patogen harus bisa memasuki inang ,


bermetabolisme dan berkembang biak di dalam jaringan inang, menahan
pertahanan tubuh inang dan merusak inang. Didalam patogenesis ini, bakteri
patogen hanya berkoloni di satu tempat, namun mampu menyerang seluruh bagian
tubuh inangnya. Ini dikarenakan bakteri mengeluarkan suatu zat racun yaitu
toksin. Kemampuan suatu mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan infeksi
dipengaruhi tidak hanya oleh sifat mikroba itu sendiri, tetapi oleh kemampuan
inang untuk menahan infeksi.

Proses patogenesis terdiri dari invasi (adhesi,

kolonisasi, produksi invasin dan pertahanan host) dan toksigenesis (menghasilkan


toksin dan merusak sel atau jaringan).
Bakteri merupakan organisme terbanyak. Terdapat ratusan ribu spesies, di
darat, laut, dan tempat ekstrim. Bakteri merupakan Organisme uniseluler dan
prokariot, serta tidak mempunyai klorofil, dan bentuknya mikroskopik. Bakteri
ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Mekanisme pathogenesis
bakteri (merugikan) adlah sebagai berikut :
Secara umum patogenesis bakteri adalah bakteri masuk ke tubuh inang
melalui bermacam-macam cara, antara lain saluran pernafasan, saluran
pencernaan, rongga mulut, kuku, dll. Setelah itu terjadi proses adhesi-kolonisasi.
Pada proses ini bakteri menempel pada permukaan sel inang, perlekatan bakteri
terjadi pada sel epitel. Pada proses ini, perlekatan bakteri ke sel permukaan sel
inang memerlukan protein adhesin. Adhesin dibagi menjadi dua, yaitu fimbrial
dan afimbrial. Adhesi fimbrial bertindak sebagai ligan dan berikatan dengan
reseptor yang terdapat pada permukaan sel host. Fili sering dikenal sebagai
antigen kolonisasi kerena peranannya sebagai alat penempelan pada sel lain.

Toksin yang dikeluarkan dari bakteri menyebabkan pengaruh negative terhadap


sel iang dengan cara mengubah metabolisme normal inang tersebut. Toksin yang
dihasilkan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu endotoksin, eksotoksin, dan
enterotoksin. Setelah proses adhesi-kolonisasi, bakteri mengalami proses invasi.
Invasi merupakan proses bakteri masuk ke dalam sel inang dan menyebar ke
seluruh tubuh, proses ini merupakan akses yang lebih dalam dari bakteri.Setelah
invasi mikroba mampu bertahan hidup dan berkembang biak dalam sel inang.
Dalam mempertahan hidup bakteri harus dapat bersaing untuk mendapat nutrisi.
Setelah itu dapat mengakibatkan rusaknya jaringan dan organ-organ tubuh.
3.4

Mekanisme Patogenesis
Bakteri menempel pada inang, kemudian bakteri akan mengeluarkan enzim

Hialuronidase untuk menembus jaringan, enzim Hialuronidase menembus sel


inang dengan cara menghidrolisis asam hiarulonat, yaitu semen jaringan
esensial untuk melekatkan bakteri ke sel inang. Setelah menempel di sel inang,
dengan bantuan enzim ekstraseluler yaitu enzim lesitinase dan hemolisin akan
melisiskan sel darah merah. Hemolisin merupakan substansi yang selain melisis
sel-sel darah merah juga membebaskan hemoglobinnya. Setelah sel darah merah
mengalami lisis atau rusak, bakteri juga akan merusak kolagen yang merupakan
serabut jaringan yang banyak terdapat di otot dan tulang dengan bantuan enzim
kolagenase. Setelah itu bersama activator dalam plasma enzim koagulase,
mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan kemudian menghasilkan endapan fibrin.
Endapan fibrin digunakan untuk melindungi bakteri dari fagosit inang. Jika sel
bakteri lebih kuat melawan pertahan sel inang maka terjadilah pagositosis bakteri.
3.4.1 Faktor virulensi yang berperan dalam kolonisasi
Struktur permukaan (fimbria,

flagella, antigen kapsul, enzim, dan

komponen membran luar) penting dalam hal virulensi bakteri, terutama


kemampuannya menempel, pembentukan koloni sebagai tahap awal infeksi.
3.4.2 Pergerakan bakteri

10

Adanya flagela pada permukaan bakteri patogenik dan oportunistik


dianggap dapat memudahkan kolonisasi dan penyebaran dari tempat awal.
Proteus basil ketika tumbuh dalam medium cair, sel bertingkah laku sebagai
sel perenang (swimmer cell). Ketika dipindahkan ke medium padat, Proteus
basil

mengalami morfogenesis menjadi sel berkerumun (swarming) dan

berkerumun di atas medium padat. Pertumbuhan swarming kemudian


menjadi swammer.
3.4.3 Perlekatan bakteri
Fimbriae dan kemampuan menempel
Kemampuan melekat bakteri seringkali dihubungkan dengan adanya
fimbria pada sel bakteri. Penelitian secara in vitro memperlihatkan bahwa
fimbriae mempertinggi

perlekatan sel bakteri terhadap sel uroepitel tetapi

menyebabkan patogen lebih rentan terhadap fagositosis. Bakteri dengan


jumlah fimbriae banyak lebih mudah dicerna oleh sel polymorphonuclear
monolayer dibandingkan dengan jumlah fimbriae sedikit.
Adhesin
Bakteri melakukan sejumlah mekanisme

dimana dia dapat

menempel atau menembus jaringan inang. Bakteri melekat hanya kepada


permukaan yang komplemen, dan perlekatan melibatkan suatu interaksi di
antara struktur pada permukaan bakteri (adhesin) dan reseptor pada substrat.
Biasanya, ligand multipel pada permukaan pathogen tersedia untuk
meningkatkan kekuatan dan spesifisitas perlekatan ketika ligand tersebut
digunakan bersama-sama. Dengan target struktur yang mengandung matriks
glikoprotein, glikoprotein membran integral, atau glikolipid, adhesin
merupakan protein yang digunakan dalam interaksi protein-karbohidrat atau
protein-protein. Secara resmi tetap dimungkinkan bahwa adhesin merupakan
karbohidrat yang digunakan karbohidrat yang sama, sebagaimana yang
terjadi dalam sejumlah interaksi eukariot, tetapi tipe perlekatan bakteri ini
belum dapat digambarkan.
Faktor yang mempengaruhi adhesi:

11

a. Hidrofobitas permukaan
b. Muatan bersih permukaan
c. Molekul pengikat pada bakteri (ligan)
d. Interaksi reseptor sel inang
Adhesin secara normal dilihat pada permukaan luar sel atau keluar dari
appendage seperti fimbria. Bakteri dan sebagian besar substrat biologik
dianggap sebagai muatan negatif. Penyusunan adhesin tersebut pada jarak
tertentu dari sel bakteri membantu mengatasi serangan yang menolaknya
dan mengijinkan kontak dengan reseptor pada permukaan substrat pada
jarak tertentu dari bakteri.
Adanya suatu reseptor yang komplemen pada substrat tidak selalu
sama dengan kemampuan suatu bakteri untuk kolonisasi
tersebut. Sebagai contoh, E. coli,

pada jaringan

yang menghasilkan adhesin spesifik-

manosa, tidak berkolonisasi pada semua substrat mengandung manosa. Dari


fakta ini dianggap bahwa proses perlekatan dapat melibatkan penyajian yang
benar, orientasi, dan mudah dicapai oleh adhesin bakteri dan reseptor
jaringan inang. Terdapat korelasi positif di antara kemampuan sel jaringan
inang untuk mengikat suatu bakteri patogen dan kerentanan inang terhadap
patogen tersebut.
Semakin hidrofob permukaan sel bakteri, semakin besar pelakatan
pada sel inang. Sel bakteri membutuhkan protein adhesin untuk melekatkan
diri pada sel inang. Kemudian, antibodi yang bekerja melawan ligan bakteri
dapat mengahmbat pelekatan pada sel inang dan melindungi inang dari
infeksi.
Sebagai contoh Bordetella pertussis melekat dengan baik pada sel
bersilia manusia tetapi tidak melekat pada sel yang sama dari spesies
mammalia lain yang tidak menerima B.pertussis. Sebagai tambahan untuk
spesifisitas infeksi, kerentanan suatu individu dalam suatu spesies dapat
berikatan kepada pelekat, dianggap diperantarai oleh penyajian reseptor
spesifik yang sering ada dalam bentuk antigen golongan darah. Perlekatan
E. coli kepada sel epitel dari pasien dengan infeksi saluran urin yang

12

berulang , dapat lima kali lebih

besar dibandingkan dengan perlekatan

kepada sel dari individu yang bebas-infeksi.


Dengan cara yang sama, Streptococcus pneumoniae diisolasi dari
penderita otitis media memperlihatkan kecenderungan yang lebih besar
untuk melekat kepada sel nasofarinx dari pada sel

dari pasien penderita

septisemia atau meningitis, dengan anggapan bahwa strain tersebut


memperlihatkan tropisma jaringan. Beberapa adhesin yang dimiliki oleh
bakteri patogen:
Adhesin sel uroepitel
Uroepithelial Cell Adhesin (UCA), merupakan suatu protein yang
diisolasi dari isolat uropatogenik P. mirabilis HU 1069. Adesin yang
ditemukan berpengaruh untuk penyerangan bakteri terhadap sel uroepitel.
Gen ucaA terdiri dari 540 bp yang mengkode suatu polipeptida terdiri dari
180 asam amino, termasuk 22 asam amino pengenal urutan peptida.
Adhesin FHA (filamentaous hemaglutinin)
FHA Bordetella pertussis merupakan protein sekretori 220-kDa yang
mengandung beberapa epitope dan dapat mengenali resptor pada permukaan
sel inang. Resptor tersebut termasuk suatu domain pengikat-heparin ujung-N
yang mengikat polisakarida mengandung sulfat, dan dilibatkan dalam
hemaglutinasi, suatu domain lektin ujung-N yang mengikat asam sialat dan
dilibatkan dalam hemaglutinasi., suatu domain lektin untuk sel bersilia,
suatu domain yang mengandung urutan RGD (arginin-glisin-asparagin)
yang mengikat CR3 integrin leukosit, dan dua daerah yang meniru daerah
pengikatan pada faktor X cascade koagulasi dan berikatan kepada CR3
leukosit. Dua daerah FHA juga memperlihatkan sekitar 30% urutan yang
sama dengan keratin dan elastin.
3.4.4 Mekanisme penetrasi bakteri patogen
Suatu patogen pertama kali harus mencapai jaringan inang dan
memperbanyak diri sebelum melakukan kerusakan. Dalam banyak kasus,
hal yang dibutuhkan adalah organisme harus menembus kulit, membran

13

mukosa, atau epitel intestin, permukaan yang secara normal bertindak


sebagai barrier mikroba. Melintasi kulit masuk ke lapisan subkutan hampir
selalu terjadi melalui luka; jarang dilakukan patogen menembus melewati
kulit yang utuh.
3.4.4.1 Penetrasi atau penembusan mukus
Permukaan mukosa ditutupi oleh selapis tipis mukus, yang
tersusun dari beberapa karbohidrat. Lapisan ini merupakan barrier
pertama yang menghadapi patogen ketika memasuki hospes.
Beberapa organisme memiliki kemampuan untuk menguraikan mukus
dengan menggunakan enzim yang dikeluarkannya. Faktor lain yang
membantu

penembusan

lapisan

mukosa

adalah

motilitas atau

pergerakan. Sebagai contoh motilitas kelihatan terlibat dalam


kolonisasi V. cholerae. Motilitas meningkatkan serbuan Salmonella
dan penembusan sel epitel,

meskipun tidak sangat diperlukan.

Walaupun demikian, patogen lain yang menembus permukaan mukosa


dan berinteraksi secara baik dengan sel epitel mukosa adalah
nonmotil /tidak bergerak. Beberapa contoh, termasuk spesies Shigella
dan Yersiniae (pada suhu 37oC). Mekanisme penembusan dan peran
mukus dalam proses ini, tidak dikelompokkan. Sel M (sel epitel
yang

khusus)

memiliki

sedikit

mukus

pada permukaannya,

sebaliknya sel epitel bentuk silinder dilapisi mukus yang lebih tebal.
Terlihat bahwa sebagian besar mikroorganisme menembus lewat sel
M, tidak terdapatnya suatu barrier mukus pada sel M mukus
kemungkinan dianggap tidak memainkan peran yang berarti dalam
kolonisasi dari sel ini. Sebagai itu, beberapa toxin bakteri yang
menyebabkan

diarhea,

juga

menyebabkan

hilangnya

mukus.

Hilangnya mukus memudahkan jalan masuk ke sel epitel mukosa.


Perlekatan spesifik. Sebagian besar infeksi mikroba dimulai
dalam membran mukosa pada saluran pernapasan, urin, atau
genitourinari. Ini menunjukkan bakteri atau virus mampu memulai

14

infeksi dengan kemampuan melekat secara spesifik kepada sel epitel.


Bukti untuk spesifisitas ada beberapa tipe. Pertama , merupakan
spesifisitas jaringan. Suatu mikroba penyebab infeksi tidak melekat
pada semua sel epitel secara bersama-sama, tapi memperlihatkan
selekifitas dengan melekat pada daerah tubuh tertentu dimana secara
normal dia dapat masuk. Sebagai contoh, Neisseria gonorrhoeae, agen
penyebab penyakit menular secara sexual gonorrhea, melekat lebih
kuat terhadap epitel urogenital dibanding ke jaringan lain. Kedua,
spesifisitas inang; suatu strain bakteri yang secara normal menginfeksi
manusia akan lebih kuat melekat kepada

sel epitel manusia yang

cocok dibanding dengan sel yang sama pada hewan (contoh, tikus),
atau sebaliknya.
Mekanisme yang sebenarnya digunakan untuk perlekatan
sering melibatkan pengikatan appendage permukaan bakteri seperti
pili (fimbriae) terhadap reseptor permukaan sel inang. Sebagai
alternatif identifikasi reseptor inang, bakteri dapat membuat adhesin
nonfimbria sebagai perantara perlekatan. Contoh tersebut termasuk
adhesin afimbria dari E. coli dan hemagglutinin bentuk-filamen dari
Bodetella pertussis.
Sebagai

tambahan

untuk

perlekatan

terhadap

reseptor

permukaan mukosa, beberapa adhesin bakteri memerantarai kontak


bakteri dengan bakteri, terbentuk dalam susunan mikrokoloni yang
berikatan

secara

bersentuhan.

Peranan perlekatan antara bakteri

dilakukan dalam kolonisasi mukosa menentukan, dengan alasan sekali


suatu patogen berhasil berikatan terhadap permukaan inang, mereka
dapat menyebar. Dengan kata lain, bakteri berpisah pada permukaan
inang, mereka dapat tetap tinggal dan saling berikatan

dengan

sesamanya lebih cepat daripada langsung kepada permukaan sel inang,


yang membatasi daerah ini. Perlekatan antara bakteri ini, dianggap
bahwa bakteri mengexpresikan resptor khusus yang menyerupai sel
inang atau adhesin tersebut dapat mengenali

15

reseptor yang berbeda

pada bakteri dan sel inang. Dengan kata lain, bakteri mengexpresikan
tipe adhesin yang berbeda untuk kontak interspesies (bakteri-sel inang)
dan intraspesies (bakteri-bakteri). Infeksi seringkali dimulai pada
tempat yang disebut membran mukosa tubuh hewan. Membran
mukosa ditemukan di seluruh tubuh termasuk mulut, farink, esofagus,
saluran urin, pernapasan, dan gastrointestin. Membran mukosa terdiri
dari lapisan tunggal atau banyak sel epitel, sel yang langsung
berhubungan dengan lingkungan

eksternal.

Membran

mukosa

seringkali ditutupi dengan suatu lapisan pelindung dari mukus,


terutama bahan glikoprotein, yang melindungi sel epitel. Lalu, barrier
mukosa dipecahkan, mengijinkan patogen untuk memasuki jaringan
yang lebih dalam.
3.4.4.2 Terjadinya invasi
Invasi merupakan proses bakteri masuk ke dalam sel inang atau
jaringan dan menyebar ke seluruh tubuh. Invasi di bagi menjadi 2 yaitu
ekstraseluler dan intraseluler. Ekstraseluler proses ini terjadi apabila
mikroba merusak barier jaringan untuk menyebar ke dalam tubuh
inang baik melalui peredaran darah maupun limfa. Intraseluler terjadi
apabila mikroba benar benar berpenetrasi dalam sel inang dan hidup di
dalamnya

16

Gambar 3.1 Mekanisme terjadinya invasi


Produksi invasin
Masuknya bakteri di dalam sel inang, meliputi peran aktif bagi
organisme dan peran pasif bagi sel inang. Pada kebanyakan invasi,
bakteri menghasilkan faktor virulen yang mempengaruhi sel inang dan
menyebabkan sel inang menelan atau memakan bakteri. Saat berada
dalam sell inang, bakteri bersembunyi dalam vakuola yang terdiri dari
selaput sel inang atau selaput vakuola yang dapat dilarutkan, dan
bakteri menyebar dalam sitoplasma. Penyebaran bakteri pada jaringan
ini dibantu dengan invasin yang berupa enzim, yang dihasilkan sendiri
oleh sel bakteri tersebut. Beberapa macam produk invasin, antara lain :
1)

Protease IgA

IgA adalah antibodi yang disekresikan pada permukaan


mukosa.
2)

Lesitinase

Bakteri patogen menghasilkan enzim proteolitik kolagenase


yang menggradasikan kolagen, protein utama pada jaringan

17

penyambung berserat, dan mempermudah penyebaran


infeksi dalam jaringan.
3)

Koagulase

Koagulase bekerja sama dengan faktor-faktor serum untuk


mengkoagulasikan plasma. Koagulase juga menyebabkan
pengendapan fibrin pada permukaan sel inang.
4)

Hialuronidase

enzim yang menghidrolisis asam hialuronat. Enzim ini


dihaslkan oleh banyak bakteri, (misalnya strafilokokus,
streptkokus, anaerob) dan membantu penyebaran bakteri
melalui jaringan.
3.4.4.3 Pertahanan terhadap host
Untuk dapat bertahan dan memperoleh suplai besi, bakteri
pathogen memproduksi siderofor, yaitu senyawa yang mampu
megkelat besi dengan afinitas tinggi, sehingga dapat menangkap besi
lebih cepat. Contohnya Clostridium memproduksi enzim yang disebut
kolagenase sehingga dapat merusak kolagen jaringan dan dapat
berkoloni di dalam jaringan inang.
Cara Bakteri Mempertahankan Host
1. Bakteri mengubah antigen di permukaan mukosa
2. Bakteri menghasilkan protein pengikat antibodi
3.

Bakteri bertahan hidup terhadap fagositosis dengan

cara menghindari fagosom, mencegah fusi fagosom lisosom


dengan cara melakukan pengasaman pada vakuola,
menurunkan

keefektifan

senyawa

menghasilkan komponen mirip inang


4. Bakteri
5. di keluarkan ke fagolisosom setelah fusi.

18

toksik

yang

3.4.4.4 Toksigenesis
Bakteri patogen mempunyai kemampuan memproduksi toksin
yg berfungsi sebagai alat utk merusak sel inang dan mendapatkan
nutrisi yang diperlukan dari sel inangnya. Secara umum dapat
dibedakan 2 macam berdasarkan proses pembentukan toksin oleh
bakteri yaitu eksotoksin dan endotoksin
1. Eksotoksin
Sifat-sifat eksotoksin:
Toksin yang termolabil (rusak oleh pemanasan)
Biasanya dibuat oleh bakteri gram positif
Daya kerja yang bersifat enzimatis
Tiap eksotoksin dapat memiliki efek farmakologis yang

khas
Dapat diubah menjadi toksoid
Ciri-ciri eksotoksin : Jika toksin disuntikan kepada jasad
hidup, maka jasad ini di dalam tubuhnya akan membuat bahanbahan

penentang

(antitoksin).

Eksotoksin

tidak

begitu

berbahaya jika tertelan, akan tetapi membawa maut jika masuk


ke dalam peredaran darah. Khususnya Toksin Botulinum dapat
membawa maut jika sampai masuk ke dalam alat-alat
pencernaan. Eksotoksin dapat dibagi menjadii beberapa jenis,
antara lain:
-

Menurut jenis sel yang diserang, antara lain:

Sitotoksin,

Neurotoksin,

Leukotoksin,

Hepatoksin,

Kardiotoksin.
-

Menurut bakteri penghasilnya, antara lain: Kolera

toksin, Shiga toksin, Difteria toksin.


-

Menurut

Eksotoksin

struktur

A-B,

Eksotoksin

Eksotoksin superantigen.
19

dan

aktivitas,
perusak

antara

lain:

membrane,

2.

Endotoksin

Sifat-sifat endotoksin:
Senyawa protein polisakarida lipid yang termostabil

(tidak rusak dengan pemanasan)

Tidak mempunyai efek enzimatis

Dibuat oleh bakteri gram positif

Tidak dapat diolah menjadi toksoid

Efek biologis endotoksin telah dipelajari secara mendalam.


Efek

biologis

endotoksin

bervariasi,

yaitu

leukopenia,

leukositosis, depresi tekanan darah, aktivasi keping darah,


nekrosis sumsum tulang, hipotermia dan toksisitas letal (pada
tikus), dan induksi sintesis prostaglandin. Namun terdapat efek
dari endotoksin yang menguntungkan inang, yaitu efek
mitogenik limfosit B (dapat meningkatkan resistensi terhadap
infeksi virus dan bakteri), induksi sintesis -interferon oleh
limfosit T(dapat mengaktifkan makrofag dan sel-sel pembunuh
dan mengaktifkan penolakan terhadap sel tumor), aktivasi
komplemen, induksi nonspesifik resistensi infeksi, aktivasi
makrofag, induksi sintesis faktor nekrosis tumor, dan induksi
toleransi
eksploitasi

endotoksin.
efek

Penelitian

positif

terakhir

endotoksin

terfokus

khususnya

pada
dalam

perkembangan menstimulasi respons imun. Menghidrolisis


gugus fosfat atau deasilasi satu atau beberapa asam lemak dari
lipid A dapat menurunkan toksisitas lipid A. Toleransi terhadap
endotoksin dapat dihasilkan dengan mengintroduksi lebih dulu
endotoksin dosis rendah atau mengintroduksi lipid A nontoksis
sebelum endotoksin dosis tinggi.
20

Tabel 3.1 Perbedaan eksotoksin dan endotoksin


Eksotoksin
Endotoksin
1. Diproduksi oleh sel bakteri hidup, Diproduksi oleh sel bakteri yang telah mati
konsentrasinya tinggi dlm media cair
2. Tersusun atas molekul polipeptida,

Tersusun atas lipopolisakarida kompleks,


dimana gugus lemak mrpk penentu tingkat

toksisitasnya
3. Relatif tidak stabil pada pemanasan; Masih stabil pd 600C selama 2 jam tanpa
rusak pd >600C, toksin akan kehilangan mengubah daya toksisitasnya
daya toksisitasnya
4.
Bersifat
antigenik;
menstimulasi
Mampu

membentukan

merangsang

mampu Tidak bersifat antigenik, tidak mampu


antibodi. menstimulasi

pembentukan

antitoksin.

pembentukan Hanya mampu membentuk antibodi terhadap

antitoksin
gugus polisakaridanya
5. Bisa dibuat toksoid dgn. Penambahan Tidak dapat dibuat toksoid
formalin, asam, pemanasan dll.
6. Mempunyai sifat toksisitas tinggi, fatal Lebih ringan, pd dosis tinggi fatal
pd hewan coba pd dosis yg sangat kecil

Diperlukan

dosis

tinggi

untuk

Dosis rendah sdh mampu menimbulkan menimbulkan gejala


gejala
7. Tidak menimbulkan demam pd inang

Menimbulkan demam pd inang

Berikut adalah contoh-contoh toksin yang dihasilkan oleh


beberapa bakteri :
1. Botulinin
Senyawa

beracun

ini

diproduksi

oleh

Clostridium

botulinum. Keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi


makanan yang mengandung botulinin ini disebut botulisme.
Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi
manusia dan sering kali akut dan menyebabkan kematian.

21

dapat

Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan


kaleng dengan pH lebih dari 4,6.
2. Toksoflavin Dan Asam Bongkrek
Kedua senyawa beracun ini diproduksi oleh Pseudomonas
Cocovenenans, dalam jenis makanan yang disebut tempe
bongkrek, yaitu tempe yangdibuat dengan bahan utama ampas
kelapa. Pseudomonas Cocovenenans ini tumbuh pada tempe
bongkrek yang gagal dan rapuh. Pseudomonas Cocovenenans
memerlukan substrat minyak kelapa, dengan enzim yang
diproduksinya mampu menghidrolisis lemak menjadi gliserol
dan asam lemak . Gliserol kemudian diubah menjadi
toksoflavin (C7H7N5O2), dan asam lemaknya terutama asam
oleat diubah menjadi asam bongkrek ( C28H38O7 ) Asam
bongkrek ini dapat mengganggu metabolism glikogen dengan
memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikemia
yang kemudian berubah menjadi hipoglikemia dan lalu
menyebabkan kematian.
Pertumbuhan Pseudomonas Cocovenenans dapat dicegah
bila pH substrat diturunkan di bawah 5,5 atau dengan
penambahan garam NaCl pada substrat dengan konsentrasi
2,75 3 %.
3. Enterotoksin
Enterotoksin

adalah

eksotosin

yang

aktivitasnyaa

mempengaruhi usus halus, sehingga umumnyaa menyebabkan


sekresi cairan secara berlebihan ke rongga usus, menyebabkan
diare dan muntah muntahh. Enterotoksin diproduksi oleh
berbagai

macam

bakteri,

termasuk

orgnisme

termasuk

keracunan makanan seperti Staphylococcus aureus, Bacillus

22

cereus, Salmonella enteriditis, dan Vibrio cholera disebut


enterotoksin karena menyebabkan gastroenteritis.
4. Mikotoksin

Mikotoksin merupakan senyawa beracun yang diproduksi


oleh kapang atau jamur. Mikotoksin yang terkenal adalah
Aflatoksin yaitu senyawa beracun yang diproduksi oleh
Aspergillus yang misalnya Aspergillus parasiticus. Subtrat yng
disenangi oleh Aspergillus flavus adalah kacang tanah atau
produk produk dari kacang tanah serta bungkil kacang tanah.

23

BAB IV
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa
pathogenesis bakteri merupakan kemampuan bakteri patogen untuk menghasilkan
penyakit pada organism inang. Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang
melalui beberapa tahapan, antara lain: adhesi, kolonisasi, invasi, dan toksigenesis.

24

DAFTAR PUSTAKA
Adam, Syamsunir. 2009. Dasar-dasar Patologi. Jakarta : Humana Press
Anonim. Hubungan Inang-Parasit. www.scribd.com. 3 Januari 2013, pk 19.00
Jawet, Melnick, & Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran : Edisi 20. Jakarta :
EGC
Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran : Edisi 23. Jakarta :
EGC
Gupte, Statish. 2000. Mikrobiologi Dasar : Edisi 3. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi . Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama

25

You might also like