You are on page 1of 4

ALVEOLEKTOMI

A. Pengertian Alveolektomi
Alveolectomy adalah pengurangan tulang soket dengan cara mengurangi plate labial/bukal dari prosessus alveolar dengan pengambilan
septum interdental dan interadikuler. Atau Tindakan bedah radikal untuk mereduksi atau mengambil procesus alveolus disertai dengan
pengambilan septum interdental dan inter radikuler sehingga bisa di laksanakan aposisi mukosa (Sandira, 2009).
Alveolektomi termasuk bagian dari bedah preprostetik, yaitu tindakan bedah yang dilakukan untuk persiapan pemasangan protesa.
Tujuan dari bedah preprostetik ini adalah untuk mendapatkan protesa dengan retensi, stabilitas, estetik, dan fungsi yang lebih baik.
Tindakan pengurangan dan perbaikan tulang alveolar yang menonjol atau tidak teratur untuk menghilangkan undercut yang dapat
mengganggu pemasangan protesa dilakukan dengan prinsip mempertahankan tulang yang tersisa semaksimal mungkin. Seringkali
seorang dokter gigi menemukan sejumlah masalah dalam pembuatan protesa yang nyaman walaupun kondisi tersebut dapat diperbaiki
dengan prosedur bedah minor. Penonjolan tulang atau tidak teratur dapat menyebabkan protesa tidak stabil yang dapat mempengaruhi
kondisi tulang dan jaringan lunak dibawahnya. (Ghosh, 2006).
Tujuan alveolektomi adalah :
1. Membuang ridge alveolus yang tajam dan menonjol
2. Membuang tulang interseptal yang sakit sewaktu dilakukan gingivektomy
3. Untuk membuat kontur tulang yang memudahkan pasien dalam melaksanakan pengendalian plak yang efektif.
4. Untuk membentuk kontur tulang yang sesuai dengan kontur jaringan gingival setelah penymbuhan.
5. Untuk memudahkan penutupan luka primer.
6. Utuk membuka mahkota klinis tambahan agar dapat dilakukan restorasi yang sesuai. (Pedersen, 1996).
B. Etiologi Alveolektomi
Indikasi untuk prosedur ini sangat jarang dilakukan tetapi mungkin dilakukan saat proyeksi gigi anterior dari ridge pada area
premaksilaris akan menjadi masalah untuk estetik dan kestabilan gigi tiruan pada masa yang mendatang. Maloklusi klass II divisi I
adalah tipe yang sangat memungkinkan untuk dilakukan prosedur ini (Wray, 2003).
C. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
1. Indikasi dari prosedur alveolektomi jarang dilakukan tetapi biasanya pada dilakukan pada kasus proyeksi anterior yang
berlebih pada alveolar ridge pada maxilla(Wray et al,2003) atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami
elongasi Thoma, 1969). Area yang berlebih tersebut dapat menimbulkan masalah dalam estetik dan stabilitas gigi tiruan.
Pembedahan ini paling banyak dilakukan pada maloklusi kelas II divisi I (Wray et al,2003).
2. Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus dari suatu abses pada gigi.
3. Alveolektomi diindikasikan juga untuk preparasi rahang untuk tujuan prostetik yaitu untuk memperkuat stabilitas dan retensi
gigi tiruan (Thoma, 1969).
4. Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan : neuralgia,protesa tidak stabil,protesa sakit pada
waktu dipakai.
5. Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak dipakai
6. Untuk eksisi eksostosis (Thoma, 1969).
7. Menghilangkan interseptal bonediseas.
8. Menghilangkan undercut.
9. Mendapatan spaceintermaksilaris yang diharap.
10. Untuk keperluan perawatan ortodontik,bila pemakaian alat ortho tidak maksimal maka dilakukan alveolektomi
11. penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil tulang alveolarnya.
12. ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma eksternal.
Kontra indikasi
Sedangkan kontra indikasi alveolektomi adalah :
1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis
3. Periodontitis
D. Klasifikasi Alveolektomi
a) Simple alvolectomy
Setelah dilakukan multiple extractions, lapisan alveolar bukal dan tulang interseptal diperiksa untuk mengetahui adanya protuberansia
dan tepi yang tajam. Incisi dibuat melintangi interseptal crests. Mukoperiosteum diangkat dengan hati-hati dari tulang
menggunakan Molt curet no.4 atau elevator periosteal. Kesulitan terletak pada permulaan flap pada tepi tulang karena periosteum
menempel pada akhiran tulang, tetapi hal ini harus dilatih agar flap tidak lebih tinggi dari dua per tiga soket yang kosong. Jika terlalu
tinggi akan dapat melepaskan perlekatan lipatan mukobukal dengan mudah, dengan konsekuensi hilangnya ruang untuk
ketinggian denture flange. Flap diekstraksi dengan hati-hati dan tepi dari gauze diletakkan di antara tulang dan flap. Rongeur universal
diletakkan pada setengah soket yang kosong, dan lapisan alveolar bukal atau labial direseksi dengan ketinggian yang sama pada semua
soket. Rounger diposisikan pada sudut 45 di atas interseptal crest, satu ujung pada masing-masing soket, dan ujung interseptal
crest dihilangkan. Prosedur ini dilakukan pada semua interseptal crests. Perdarahan tulang dikontrol dengan merotasi curet kecil pada
titik perdarahan. File ditarik secara ringan pada satu arah pemotongan secara menyeluruh sehingga meratakan tulang. Partikel-partikel
kecil dihilangkan, gauze juga dilepaskan sehingga awalan flap terletak pada tulang, dan jari digesek-gesekkan (dirabakan) pada
permukaan mukosa untuk memeriksa kedataran tulang alveolus. Lapisan bukal harus dibuat kontur kurang lebih setinggi lapisan palatal
dan dibuat meluas dan datar. Undercut pada bagian posterior atas dan anterior bawah perlu deperhatikan. Sisa jaringan lunak dan
jaringan granulasi kronis juga dihilangkan dari flap bukal dan palatal, kemudian dijahit menutupi area interseptal tetapi tidak menutupi
soket yang terbuka. Penjahitan secara terputus atau kontinyu dilakukan tanpa tekanan.
b) Radical alveolectomy

Pembentukan kontur tulang bagian radiks dari tulang alveolar diindikasikan karena terdapat undercuts yang sangat menonjol, atau dalam
beberapa hal, terdapat perbedaan dalam hubungan horizontal berkenaan dgn rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan oleh overjet.
Beberapa pasien mungkin memerlukan pengurangan tulang labial untuk mendapatkan keberhasilan dalam perawatan prostetik.
Dalam beberapa kasus, flap mukoperiosteal menjadi prioritas untuk melakukan ekstraksi. Ekstraksi gigi, pertama dapat difasilitasi
dengan menghilangkan tulang labial diatas akar gigi. Penghilangan tulang ini juga akan menjaga tulang intraradikular. Setelah itu sisasisa tulang dibentuk dan dihaluskan sesuai dengan tinggi labial dan oklusal menggunakan chisel, rongeur dan file. Sisa jaringan pada
bagian flape labial dan palatal dihaluskan, yang diperkirakan akan menganggu atau melanjutkan kelebihan sutura pada septa
(continuoussutures over the septa).
Dalam penutupan flap, penting untuk menghilangkan jaringan pada area premolar agar terjadi penuruan pengeluaran dari tulang labial.
Dalam pembukaan flap yang besar, harus dilakukan pemeliharaan yang tepat untuk memelihara perlekatan dari lipatan mukobukal sebaik
mungkin, atau selain itu penghilangan kelebihan flap yang panjang harus dilakukan pada akhirnya. Jika flap tidak didukung dengan gigi
tiruan sementara (immediate denture) dan sisa jaringan tidak dihilangkan, tinggi dari lapisan mukobukal akan berkurang secara drastis.
(Kruger, 1984)
E. Prosedur Alveolektomi
Teknik untuk alveolektomi maksila dan mandibula:
1. Jika kasus salah satu dari gigi yang tersisa baru dicabut, mukoperiosteum harus dicek untuk memastikan bahwa telah
terdapat kedalaman minimum sebesar 10mm.Dari semua tepi gingival yang mengelilingi area yang akan dihilangkan.
2. Pastikan bahwa insisi telah dibuka mulai dari midpoint dari puncak alveolar pada titik di pertengahan antara permukaan
buccal dan lingual dari gigi terakhir pada satu garis, yaitu gigi paling distal yang akan dicabut, menuju ke lipatan mukobukal
pada sudut 450 setidaknya 15mm. tarik insisi ke area dimana gigi tersebut sudah dicabut sebelumnya.
3. Angkat flap dengan periosteal elevator dan tahan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk tangan kiri atau
dengan hemostat yang ditempelkan pada tepi flap atau dengan tissue retactor.
4. Bebaskan tepi flap dari darah menggunakan suction apparatus, dan jaga dari seluruh area operasi.
5. Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan satu blade pada puncak alveolar dan blade lainnya
dibawah undercut yang akan dibuang, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau bawah dan berlanjut ke bagian paling
distal dari alveolar ridge pada sisi yang terbuka.
6. Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat menuju lingual, sehingga plate bagian lingual dapat
terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal yang tajam.
7. Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan end-cutting rongeurs.
8. Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone file. Tahan bone file pada posisi yang sama
sebagai straight operative chisel , pada posisi jari yang sama, dan file area tersebut pada dengan gerakan mendorong.
9. Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap spikula kecil tulang atau struktur gigi atau material tumpatan yang
masuk ke dalam soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri atas dan lanjutkan ke tahap berikutnya.
10. Kembalikan flap pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan lunak, dan ratakan pada posisi tersebut dengan jari
telunjuk yang lembab.
11. Catat jumlah jaringan yang overlapping, yang notabene bahwa tulang dibawahnya telah dikurangi, yang akhirnya
meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi oleh jaringan lunak.
12. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang sebelumnya terlihat overlap.
13. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan jari telunjuk yang lembab, perkirakan tepi dari
mukoperiosteum, lalu catat apakah ada penonjolan tajam yang tersisa pada alveolar ridge. Operator dapat merasakannya
dengan jari telunjuk.
14. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan denganbone fie.
15. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan menggunakan benang jahitan sutra hitam kontinyu nomor 000.
Walaupun demikian, jahitan interrupted juga dapat digunakan jika diinginkan

Fig. 10.1. Protrusion of alveolar bone of the premaxilla after multiple extractions of anterior teeth

Fig. 10.18 a, b. Diagrammatic illustration (a) and clinical photograph (b) of gross intraseptal irregularities after multiple tooth
extractions

Fig. 10.19. Incision along the alveolar ridge to cut the interdental papillae of the gingivae

Fig. 10.20. Reflection and elevation of the mucoperiosteal flap to expose the bone area to be recontoured

Fig. 10.21 a, b. Removal of sharp bone edges with a rongeur. a Diagrammatic illustration. b Clinical photograph

Fig. 10.22 a, b. Smoothing of bone with a bone file. a Diagrammatic illustration. bClinical photograph

Fig. 10.23 a, b. Removal of excess soft tissues with soft tissue scissors. aDiagrammatic illustration. b Clinical photograph

Fig. 10.24. Operation site after suturing

Fig. 10.25. Postoperative clinical photograph 2 months after surgical procedure (Fragiskos, 2007)
F. Medikasi Pasca Bedah
Analgesic
Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat kerja obat anestesi telah usai ). Oleh karena itu, analgesic
diperlukan untuk mengontrol rasa sakit dan tidak nyaman setelah operasi dilakukan. (Pedersen,1996).
Antibiotik
Antibiotik dapat bekerja secara primer dengan menghentikan pembelahan sel (bakteriostat), atau dengan membunuh mikroorganisme
secara langsung (bakterisida) (Brooker, 2005). Obat antibiotik digunakan untuk menghilangkan dan mencegah infeksi pasca bedah.
Gargarisma (antiseptik)
Penggunaan Gargarisma secara efektif dianjurkan karena hampir selalu terjadi kondisi di mana kebersihan mulut jelek karena penyikatan
gigi masih sakit.
Aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan
Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah pembedahan. Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu.
Aplikasi dingin dilakukan pada daerah wajah dekat dengan daerah yang dilakukan pembedahan (Pedersen, 1996).

You might also like