You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Fungsi puskesmas seperti yang telah disebutkan dalam keputusan menteri
kesehatan Republik Indonesia nomor 128/MENKES/SK/II/2004, adalah
sebagai pusat penggerak pengembangan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat wilayah kerjanya.(DepKes RI, 2004)
UPT Puskesmas Plumbon adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Plumbon, yang dimaksud unit pelaksanaan Teknis
Dinas Kesehatan adalah yang melaksanakan tugas teknis operasional di
wilayah

Kerja

Puskesmas

sebagai

unit

pelaksana

tingkat

pertama

pembangunan kesehatan di Indonesia.


UPT Puskesmas Plumbon terletak di Wilayah Kecamatan Plumbon dan
berada di tepi jalan Utama Provinsi Cirebon-Bandung yang berjarak 12 km
dari kota Cirebon kearah Bandung. Dengan Luas wilayah kerja 12,050 Km2,
yang terdiri dari 6,014 Km2 sawah dan 6,036 Km2 tanah. Wilayah kerja
Puskesmas Plumbon juga meliputi 10 desa dari 29 desa yang berada di
Wilayah Kecamatan Plumbon yaitu desa Plumbon, Kebarepan, Pesanggrahan,
Kedungsana, Karangasem, Karangmulya, Danamulya, Gombang, Bodesari
dan Bodelor dimana desa-desa tersebut termasuk jenis kualifikasi desa
swadaya.
Daerah di Wilayah kerja Puskesmas Plumbon adalah dataran rendah dan
merupakan kawasan industri dan agraris, karena di beberapa desa terdapat
sentra Produksi dan pertanian seperti Pengrajin, Industri sedang dan Industri
besar dan lain sebagainya. Sehingga mempunyai resiko terjadinya kecelakaan

baik lalu lintas maupun kecelakaan akibat kerja, KLB atau penyebaran
penyakit yang dapat diakibatkan dari faktor migrasi penduduk serta dapat juga
disebabkan vector serangga dan nyamuk.
Kecamatan Plumbon dibagi menjadi 2 wilayah kerja Puskesmas, yaitu
Puskesmas Plumbon dan Puskesmas Lurah, adapun batas-batas wilayah kerja
Puskesmas Plumbon adalah :
1. Sebelah Barat

: Puskesmas Klangenan

2. Sebelah Utara

: Puskesmas Pangkalan

3. Sebelah Timur

: Puskesmas Weru

4. Sebelah Selatan

: Puskesmas Lurah

Total penduduk adalah 33075 jiwa yang terdiri dari 16.569 jiwa penduduk
laki-laki, sedang kan 16.506 jiwa adlah penduduk wanita.
Sasaran kesehatan wilayah kerja Puskesmas Plumbon (Mengacu pada
Indikator Indonesia Sehat 2010 dan SPM) diantaranya yaitu:
1. Derajat Kesehatan
2. Keadaan Lingkungan
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
4. Pelayanan Kesehatan
Masalah

gizi

adalah

masalah

kesehatan

masyarakat

yang

penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan


pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindroma
kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan ditingkat
rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat.
Sedikitnya 1.632 balita di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami
penyakit kekurangan gizi. "Itu hanya sekitar tiga persen balita yang berada di
bawah garis merah. Sebagian besar meraka berada di daerah pesisir terutama
di Kabupaten Gunungkidul. penyebab kekurangan gizi yang dialami ribuan
balita di DIY adalah faktor ketahanan pangan pada keluarga balita tersebut

yang sangat kurang. Sehingga, asupan gizi yang diberikan kepada bayi
tersebut juga sangat minim. "Kondisi sekarang, sebenarnya sudah cukup
bagus. Pada tahun 1997 hingga 1998, saat krisis dulu, di DIY sempat ada
penderita busung lapar.
I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana
Faktor pola hidup, faktor pengetahuan orang tua dan keluarga, faktor ekonomi
dapat berperan penting pada pencegahan, penanganan dan pengontrolan
kekurangan gizi pada anak.
I.3 Tujuan
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai bentuk pelayanan
kedokteran dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien dan keluarga
penderita gizi kurang. Salah satunya dengan menganalisis penyebab, perilaku
atau gaya hidup serta pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak.
Selain itu juga penyuluhan dilakukan dengan titik berat agar pasien dan
keluarganya menjadi mengetahui lebih banyak tentang gizi anak sehingga
dapat diminimalisir kemungkinan terjadinya anak kurang gizi atau gizi buruk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi
Salmonella sp (lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik
adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, C
II.2 Epidemiologi
Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan

masalah

kesehatan

masyarakat

yang

penting

karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,


kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang
sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia
dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang,
kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 1525 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus
ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah
pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur
penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%
kasus.
II.3 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram
negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen
yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel),
dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi
terhadap ketiga macam antigen tersebut.

Gambar 1. Salmonella Typhi


II.4 Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penelitian yang dilakukan
terhadap sukarelawan menunjukkan dosis infeksi organism adalah 105-109
organisme, dengan masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari, bergantung
jumlah kuman yang dapat masuk. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang
biak. Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi tubuh dengan menembus
mukosa usus ileum terminal, yang mungkin melalui antigen sample sel yang
dikhususkan yang diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus, berhubungan
dengan jaringan limfoid, melalui enterosit atau melalaui rute paraselular. Bila
respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama olah makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak

didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.
Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat
fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi infeksi sitemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular,
gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia

jaringan

(S.typhi

intra

makrofag

menginduksi

reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).


Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus dan dapat
mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Gambar 2. Patofisiologi Demam Tifoid


II.5 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi.

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid


Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
-

gejala serupa infeksi akut pada umumnya yaitu:


Demam sekitar interminten/remiten
Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
Gambaran gejala saluran nafas atas
Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan

splenomegali/ hepatomegali
Raseola mungkin ditemukan
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa:
- Demam kontinyu
- Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali permenit)
- Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
- Hepatomegali dan splenomegali,
- Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
kehilangan nafsu makan
- Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:


- Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi
- Jika keadaan memburuk: Disorientasi, bingung, insomnia, komplikasi perdarahan
dan perforasi.
II.6 Penegakkan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan
dari hasil kultur darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada
pasien di awal penyakit dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu
pertama infeksi. Hasil kultur feses kadang-kadang juga positif pada masa
inkubasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
demam tifoid tidak terlalu spesifik. Pada pemeriksan darah perifer lengkap
sering ditemukan leukopenia, namun dapat pula terjadi leukositosis atau
kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga dilakukan dalam membantu
penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan dengan mengukur
antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun tes ini
kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan
false-positif terjadi.
Tes Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi.
pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi
dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah untuk menentukan adanya
agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :
- agglutinin O (dari tubuh kuman)
- agglutinin H (flagella kuman)
- agglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin

besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai


terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara
cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O,
kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh
agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh
dengan selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer
antibody. Serum yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali
lipat) lalu dites terhadap antigen Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai
berikut :
- Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan
-

adanya infeksi aktif.


Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu

pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi.


- Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
- Pengobatan dini dengan antibiotik
- Gangguan pembentukan antibodk dan pemberian kortikosteroid
- Waktu pengambilan darah
- Daerah endemik atau non endemik
- Riwayat vaksinasi
- Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi
-

bukan demam tifoid akibat demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi
silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspense
antigen.

Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri
S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan
duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan

lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal
penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
- Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur
darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media
-

biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.


Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila
darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang
diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam

media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman


Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody
dalam darah psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia

hingga biakan darah dapat negatif.


Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin

semakin meningkat.
II.7 Penatalaksanaan
A. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
- Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
- Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
- Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien.
B. Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi
keluhan gastrointestinal.
C. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk
demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk
penderita

yang

sedang

hamil),

atau

trimetroprim-sulfametoxazole

(kotrimoksazol).
D. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone,
Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk
anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).

ANTIBIOTIKA
Kloramfenikol

Ceftriaxone

DOSIS
Dewasa: 4x500 mg

KETERANGAN
Merupakan obat yang sering digunakan dan telah lama

selama 10 hari

dikenal efektif untuk tifoid

Anak 50-100

Murah dan dapat diberikan peroral serta sensitivitas masih

mg/kgBB/har, maks 2 gr

tinggi

selama 10-14 hari dibagi 4

Pemberian PO/IV

dosis
Dewasa: 2-4gr/hari selama

Tidak diberikan bila lekosis <2000/mm3


Cepat menurunkan suhu, lama pemberian pendek dan

3-5 hari

dapat dosis tunggal serta cukup aman untuk anak.

Anak: 80 mg/kgBB/hari

Pemberian PO/IV

dalam dosis tunggal


Ampicillin &

selama 5 hari
Dewasa: (1.5-2) gr/hr

Aman untuk penderita hamil

Amoksisilin

selama 7-10 hari

Sering dikombinasi dengan kloramfenikol pada pasien

Anak: 50 100

kritis

mg/kgbb/hari selama 7-10

Tidak mahal

Cotrimoxazole

hari
Dewasa: 2x(160-800)

Pemberian PO/IV
Tidak mahal

(TMP-SMX)

selama 7-10 hari

Pemberian per oral

Anak: TMP 6-19


mg/kgbb/hari atau SMX
30-50 mg/kgbb/hari
Quinolone

Cefixime

selama 10 hari
Ciprofloxacin 2x500 mg

Pefloxacin dan Fleroxacin lebih cepat menurunkan suhu

selama 1 minggu

Efektif mencegah relaps dan kanker

Ofloxacin 2x(200-400)

Pemberian peroral

selama 1 minggu

Pemberian pada anak tidak dianjurkan karena efek

Anak: 1.5-2 mg/kgbb/hari

samping pada pertumbuhan tulang


Aman untuk anak

dibagi 2 dosis selama 10

Efektif

hari

Pemberian per oral

II.8 Komplikasi

Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan


ekstraintestinal.
- Intestinal
- Ekstraintestinal

: peritonitis, perdarahan intestinal dan perforasi


: ensefalitis, pneumonia, meningitis, osteomielitis,

hepatitis.

II.9 Pencegahan
a. Higiene peorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan
utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene
perorangan dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan,
penyediaan air bersih, dan penanganan pembuangan limbah feses.
b. Imunisasi
Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien
demam tifoid, terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke
daerah endemik.
-

Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau

lebih diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun.


Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang
sehari (hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum
beredar di Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang
bepergian ke daerah endemik.

II.10 Pencegahan
Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan
penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang
mempengaruhi meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype
Salmonella dan munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat,
2-4% anak yang terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi.
Individu yang mengekskresikan S.typhi 3bulan setelah infeksi dianggap
sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko untuk menjadi karier rendah

pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya umur, namun secara


umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.

BAB III
LAPORAN KASUS
III.1 IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama pasien
Umur
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Alamat

: An. Rifa Aida


: 8 Tahun
:
: Perempuan
: RT/ RW 03/ 04 blok keradon Ds. Karang Sari

Pendidikan
Agama
Pekerjaan
Suku Bangsa
Berat Badan
Tinggi Badan
Status Gizi
No. RM
Tanggal Pemeriksaan

kecamatan weru
: SD
: Islam
: (-)
: Jawa
:
:
:
: (-)
: 19 April 2016

Identitas Orang Tua


Ayah
Nama

: Tn. Said

Umur

:31 Tahun

Alamat

: RT/ RW 03/ 04 blok keradon Ds. Karang Sari kecamatan


weru

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: SMP

Penghasilan

Ibu
Nama

: Ny. Rena

Umur

: 28 Tahun

Alamat

: RT/ RW 03/ 04 blok keradon Ds. Karang Sari kecamatan


weru

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SD

Penghasilan

:-

III.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 19 April 2016 pukul 09.00 WIB
secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien di ruang perawatan
Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon.
Keluhan Utama
Badan panas sejak 5 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Plumbon dengan keluhan badan panas sejak
5 hari yang lalu. Panas yang dirasa terus-menerus dan naik turun. Panas
lebih tinggi terutama pada malam hari kemudian agak turun pada pagi hari.
Saat panas, pasien tidak menggigil dan tidak mengigau, kejang disangkal,
mimisan dan gusi berdarah disangkal, riwayat berpergian ke luar kota
disangkal. Batuk disangkal.
Menurut ibu kandung pasien, Keluhan disertai mual dan muntah 2x/ hari
berisi makanan, tidak nafsu makan, badan lemas, pasien mengeluhkan
kepala terasa pusing dan nyeri di ulu hati. BAB cair dengan frekuensi 2x/

hari berwarna kekuningan tidak disertai darah maupun lendir. BAK tidak
ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.


Riwayat suka jajan sembarangan

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan


-

Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.


Di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang sakit seperti ini maupun
penyakit demam berdarah

Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien belum pernah berobat.
Riwayat Alergi Obat-obatan dan Makanan
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak pertama, lahir secara spontan (pervaginam)
ditolong oleh bidan. Usia kehamilan cukup bulan, pasien lahir langsung
menangis, seluruh tubuh kemerahan, denyut jantung >100x/ menit. Berat
badan saat lahir 3000 gram dan panjang badan saat lahir 51 cm. kesan:
riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik.

Data Imunisasi

Jenis Imunisasi
BCG

Dilaksanakan
1x (1 bulan)

Hepatitis B

2x (saat lahir, 1 bulan)

DPT

4x (saat lahir, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan)

Polio

3x (2 bulan, 4 bulan, 6 bulan)

Campak

1x (9 bulan)

Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3100 gram, berat badan sekarang 36 kg, tinggi badan
sekarang 128 cm. Kesan: Pertumbuhan normal
Perkembangan :
-

Senyum
: 1 bulan
miring
: 3 bulan
tengkurap : 4 bulan
duduk
: 6 bulan
merangkak : 8 bulan
berdiri
: 12 bulan
berjalan
: 13 bulan
Bicara
: 8 bulan
Baca dan tulis: 6 tahun

(Normal : 2-3 bulan)


(Normal : 3 bulan)
(Normal : 3-4 bulan)
(Normal : 6 bulan)
(Normal : 8 bulan)
(Normal : 9-12 bulan)
(Normal : 3 bulan)
(Normal : 9-12 bulan)

Saat ini anak berusia 12 tahun, kelas 6 SD tidak pernah tinggal kelas.
Interaksi dengan teman baik. Tidak ada gangguan perkembangan mental
dan emosi. Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai Umur
Riwayat Makanan
Ibu mengaku anak diberi ASI sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan,
selain ASI anak juga mendapat makanan pendamping ASI berupa pisang
yang dilumat halus, bubur susu, nasi tim, dan buah. Anak sudah diberikan
nasi biasa dan lauk pauk seperti makan keluarga saat umur 1 tahun. Kesan:
pola makan pasien
III.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik


Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah : Nadi

: 100x/ menit

RR

: 22x/ menit

Suhu

: 39,80C

Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala

: Normocephal, rambut hitam distribusi merata dan tidak


mudah dicabut, deformitas (-), lingkar kepala 45cm

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/


+, oedem palpebral -/-

Telinga

: Discharge (-)

Hidung

: Deformitas (-), sekret (-)

Tenggorok

: Uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1,


detritus (-)

Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB

Thorax
Lingkar dada 44 cm
Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan nafas tertinggal
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak teraba di ICS V, tidak kuat angkat


Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi: S1 dan S2 tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi: bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, massa (-)
Ektremitas
Supior : Oedem (-/-), reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-), akral
hangat (+/+). LILA : 25 cm
Inferior : Oedem (-/-), reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-), akral
hangat (+/+).
III.4 Pemeriksaan Penunjang
1) Hematologi
- Hemoglobin
: 12,7. Nilai rujukan pr 12-14 gr%
- Leukosit : 17.100. Nilai rujukan 4.000-10.000/ mm3
- Hematokrit
: 38%. Nilai rujukan 36-45%
- Trombosit : 421.000. Nilai rujukan 150.000-450.000/ mm3
2) Widal
- S. Typhi O
: 1/ 320
- S. Paratyphi A O : 1/ 160
- S. Paratyphi B O : 1/ 160
- S. Paratyphi C O : 1/ 160

III.5 Diagnosis Kerja


Demam Tifoid
III.6 Perencanaan

1) Pengaturan makanan yang dianjurkan untuk penderita Demam Tifoid :


- Makanan yang tidak merangsang dan mudah dicerna
- Makanan tinggi kalori dan tinggi protein (2000-3000 kal/ hari)
- Bentuk diet : Bubur saring, nasi tim, nasi biasa sesuai keadaan
penderita
Makanan padat dini yang wajar sesuai dengan penderita dengan

memperhatikan kualitas maupun kuantitas ternyata dapat diberikan


dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori,
protein, elektrolit, vitamin, maupun mineralnya.
2) Terapi Non Farmakologis
a. Edukasi
-

Tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi


Mengatur pola makan dan menu harian pada anak
Pengenalan gejala-gejala demam tifoid
Komplikasi demam tifoid pada anak
Pencegahan terhadap demam tifoid
Segera periksa ke puskesmas setiap ada keluhan sakit

3) Terapi Farmakologis
-

IVFD RL 20 Tpm
Paracetamol 500mg 3x1 tab
Antasid sirup dengan dosis 3x1 sendok takar
Kloramphenicol 4x250 tab
Amoxicilin 3x250 tab

III.7 Home Visit


Hari/

Kegiatan

Anggota

tanggal

Hasil kegiatan

keluarga yang
terlibat
pertama Ibu dan nenek - Survey keadaan rumah dan lingkungan

Selasa

Kunjungan

27/11/08

ke rumah pasien
Identifikasi

fungsi

pasien

sekitar.
- Ditemukan permasalahan:

keluarga

meliputi

o Ruang tempat tidur yang sempit

anggota

keluarga,

dimana kamar ukuran 4X5 meter

kondisi

lingkungan,

untuk tidur 3 orang.

tempat tinggal baik

Edukasi

kepada

keluarga

pasien

dalam maupun luar

tentang apa itu Gizi, faktor faktor

rumah dan mendata

resiko gizi kurang, komplikasi yang

lokasi.

dapat terjadi, serta penatalaksanaan


termasuk pengaturan pola makan yang
tepat, serta kedisiplinan mendatangi
posyandu dan puskesmas.
2 Ibu pasien dan Kondisi pasien cukup baik, nafsu makan

Selasa

Kunjungan

ke

03/05/201

kerumah

pasien nenek pasien

untuk mengevaluasi

dan ASI masih tetap diberikan sebanyak

keadaan

anak mau.

pasien

juga baik. Sehari 3x makan tim Promina

apakah ada perbaikan

Edukasi tentang komplikasi-komplikasi

dan

yang

juga

mungkin

terjadi

bila

balita

menanyakan

menderita gizi kurang.

harapan-harapan

Konsultasi: konsultasi yang diajukan

orang tua terhadap

adalah cara mengajukan kartu jamkesmas

penyakit

yang tidak sesuai dengan wilayah tempat

serta

anaknya
memberikan

konseling

dan

konsultasi Gizi pada


orang tua pasien

tinggal pasien sekarang .

BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Kasus
Dari hasil anamnesis pada waktu dilakukan Home Visite dimana
didapatkan adanya keluhan sering sakit-sakitan seperti batuk yang bisa
berlangsung beberapa hari sampai minggu disertai badan panas dan
menyebabkan nafsu makan balita turun yang menyebabkan balita kurang
gizi. Selain itu, dari pola asuh nenek yang kurang baik terhadap pasien
yang memberikan jenis makanan yang tidak sesuai dengan makanan usia
pasien. Selain itu, keadaan ekonomi kedua orang tua pasien yang
digolongkan ekonomi kurang sehingga pasien tidak sanggup berobat ke
fasilitas kesehatan yang layak. Masalah lain dari pasien adalah terkait pola

asuh dan kasih sayang yang kurang dari ibu kandungnya karena ibu
kandung pasien akhir-akhir ini sering mengalami kekambuhan penyakitnya..
Dilihat dari riwayat Berat Badan saat lahir sampai dengan sekarang
tergolong kurang.
Tabel Berat badan saat lahir sampai dengan sekarang
Tanggal Pemeriksaan

Berat Badan

Saat Lahir ()

2300 gram

18 Agustus 2015 ( Usia :

2500 gram

12 November 2015 (Usia :

3100 gram

10 desember 2015 (Usia : )

3800 gram

14 Januari 2016 (Usia : )

4300 gram

11 februari 2016 (Usia :

4500 gram

14 April 2016 (Usia :

4800 gram

Dalam mengelola pasien dengan keadaan gizi kurang secara pendekatan


kedokteran keluarga yang pertama harus dilakukan adalah edukasi terhadap
orang tua mengenai pemahaman tentang gizi balita, faktor-faktor yang
mempengaruhi gizi kurang pada balita, kedisiplinan mengunjungi posyandu
sehingga kejadian gizi kurang atau buruk pada balita dalam keluarga tidak
terjadi.
IV.2 Genogram Keluarga
IV.2.1 Daftar Anggota Keluarga
Tabel Anggota Keluarga
Kedudukan
No
1
2

Nama

dalam

Agus

keluarga
Kepala

Ibu Faina

keluarga
Istri

L/P
L
P

Umur
30 Thn
24 Thn

Pendidikan

Pekerjaan

Keterangan

SD

Buruh

Ayah pasien

SD

Bangunan
IRT

Ibu pasien

Alifah

Anak

7 Bulan

Pasien

IV.3 Keadaan Lingkungan Rumah


IV.3.1 Letak Rumah
Terletak di daerah pemukiman biasa dengan bentuk bangunan tidak
bertingkat dengan kepemilikan rumah sendiri, luas rumah 4x3M
sebanyak dua buah kamar dengan ukuran yang sama, satu kamar
dipakai oleh pasien dan orang tuanya dan yang satunya dipakai
bertiga yaitu nenek, kakek, dan adik ibu pasien. Didepan kamar
terdapat halaman yang berukuran 3X5M dan dimanfaatkan untuk
jalan dan menjemur pakaian. Masing-masing lantai kamar
berlantaikan keramik warna putih dan berukuran 30X30cm.
IV.3.2 Dinding Kamar
Dinding kamar terbuat dari tembok batu bata dan sudah ditutup
dengan semen. Atap rumah dari genteng dan bagian dalam tertutup
ternit dari tirflek. Masing-masing kamar terdapat ventilasi udara
yang terbuat dari kaca dengan ukuran 1X1M, masing-masing kamar
terdapat jendela kaca.
IV.3.3 Penerangan Kamar
Penerangan saat siang hari cukup terang dan bisa untuk membaca
tanpa bantuan sinar lampu, sedang penerangan waktu malam hari
kamar pasien mendapat penerangan sendiri dengan satu lampu neon
warna putih sekitar 10 watt.
IV.3.4 Ventilasi
Terdapat ventilasi dengan ukuran 20X10cm, untuk bantuan
ventilasi keluarga memiliki kipas angin berukuran sedang dengan
diameter 30cm jadi untuk ventilasi cukup cukup. Untuk kebersihan
dalam kamar baik dan tata letak barang-barang dalam kamar baik
dan rapi.
IV.3.5 Sumber air minum

Sumber air minum berasal dari sumur dengan menggunakan mesin


penyedot air yang diambil langsung dari sumur. Selain untuk minum
sumber air minum tersebut digunakan untuk masak makanan dan
mencuci pakaian dan alat-alat masak lainnya. Keadaan sumur cukup
baik dengan tinggi bibir mulut sumur 120cm dan diameter 2M
dengan bagian lantai tertutup tekhel dan tidak terdapat retak pada
bagian lantai sehingga air limbah tidak meresap ke sumur kembali
melainkan ke got dibelakang rumah. Jarak antara sumur dengan
septik tank 12.5M.
IV.3.6 Kamar mandi
Kamar mandi pasien berukuran 1,5X0,5M dengan lantai dari
keramik dengan kloset jongkok.

IV.4 Kepemilikan Barang


Untuk kepemilikan barang pasien memiliki sepeda dan motor, sedang
untuk perlengkapan keluarga hanya memiliki lemari baju dan rak piring
serta kasur tanpa tempat tidur. Untuk peralatan elektronik memiliki kipas
angin, tv, gitar, meja untuk tv. Dapur yang digunakan untuk memasak
terletak diluar rumah dengan menggunakan bilik kayu dan alas dapur
terbuat dari semen.
IV.5 Keadaan Lingkungan Sekitar Rumah
Untuk limbah rumah tangga dialirkan ke got disekitar rumahnya, saluran
limbah disekitar rumah tertutup sehingga kalau musim hujan sering
menggenang dan membanjiri halaman rumah

pasien. Untuk tempat

pembuangan sampah diluar rumah tidak ada, jalan didepan kamar dan

samping kamar memiliki lebar 1.5 M digunakkan untuk menyimpan barangbarang bekas dan sepeda. Kesan kebersihan lingkungan disekitar cukup.
IV.6 Identifikasi Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologik
Untuk fungsi biologi yang menyangkut penyakit herediter atau
degeneratif seperti DM, Penyakit jantung, dan penyakit hipertensi tidak
ada. Sedangkan untuk penyakit yang menular yang sifatnya kronis tidak
ada. Ibu pasien menderita penyakit epilepsi sejak SD
b. Reproduksi
Untuk fungsi reproduksi ibu pasien menyatakan riwayat haid lancar
dengan siklus berkisar 27-30 hari dan lama haid 5-7 hari. Ibu pasien
mengikuti program KB (keluarga Berencana) yaitu implan setelah
melahirkan.

IV.7 APGAR Familly


Pada metode ini dilakukan penilaian terhadap 5 fungsi pokok keluarga
yang kemudian tergantung dari pelaksanaan kelima fungsi keluarga tersebut
dapat diketahui tingkat kesehatan keluarga yang dinilai. Kelima fungsi
keluarga dalam APGAR Keluarga tersebut adalah :
1.) Adaptasi (Adaptation)
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima
bantuan yang diperlukan dari anggota keluarga yang lain.
2.) Kemitraan (Partnership)
Tingkat kepuasan keluarga dalam hal komunikasi, dalam mengambil
keputusan, dan atau penyelesaian masalah dalam keluarga.
3.) Kasih Sayang (Affection)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
4.) Pertumbuhan (Growth)

Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang


diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau
kedewasaan.
5.) Kebersamaan (Resolve)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar anggota keluarga sangat
memuaskan dimana waktu kumpul bersama dengan keluarga setiap hari
dan minimal 12 jam untuk setiap harinya.

KUESIONER APGAR KELUARGA


PETUNJUK :
Untuk masing-masing pernyataan, berilah tanda pada kolom pilihan sesuai dengan perasaan anda
terhadap keluarga anda
Hampir

Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing

Tidak

Kadang-

pernah

kadang

Hampir
Selalu

anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai


dengan seharusnya
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu

memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi


Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya

untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki


Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan

keluarga saya
Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk

menjalin kebersamaan

TOTAL

TOTAL: 8 (SEHAT)
Keterangan nilai APGAR : Hasil penilaian :
0 : Tidak pernah / kurang 0 3 : Sakit
1 : Kadang kadang / cukup 3 6 : Kurang sehat
2 : Hampir selalu / baik 7 10 : Sehat
IV.8 Fungsi Ekonomi
a. Pemenuhan Finansial
Sumber penghasilan dalam keluarga dari gaji ayah pasien sebagai buruh
bangunan dengan besar gaji Rp 450.000,- per bulan
b. Partisipasi dalam aktivitas pertanian
Untuk pembayaran listrik keluarga diperoleh dari penghasilan kakek
pasien.
c. Efisiensi dan efektivitas penggunaan dana keluarga
Tidak ada pengaturan khusus dalam membelanjakan penghasilan dan
sebagian besar hanya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
d. Pemenuhan kebutuhan
Untuk pemenuhan kebutuhan primer seperti makan, minum sandang dan
papan dipenuhi dari penghasilan orang tua. Sedangkan kebutuhan
sekunder seperti rekreasi, olah raga, ibadah dan alat elektronik tidak
terpenuhi begitu juga untuk kebutuhan tersier seperti sumbangan sosial
juga tidk dapat terpenuhi.
IV.9 Fungsi Pendidikan
Semua anak berjumlah 1 orang (pasien) dan yang sedang menjalani
pendidikan hanya adik kandung dari ibu pasien. Sedang untuk perencanaan
khusus dalam pendidikan anak tidak ada. Pendidikan paling tinggi dalam
keluarga adalah SMP pada kedua orang tua.
IV.10 SCREEM

RESOURCES
Pasien hidup ditengah-tengah

Social

PATOLOGI

masyarakat dengan hubungan yang


baik. Didalam masyarakat biasa dan
Cultural

tidak menonjol.
Pasien masih percaya takhayul dan
percaya pada dukun untuk mengobati

Religius

penyakitnya
Pasien dan keluarganya beragama
islam dan fungsi religi pada keluarga
berfungsi dengan baik

Ekonomi

Orang tua psien bekerja sebagai


buruh bangunan dan tidak ada
tambahan pendapatan sehari hari
lainnya

Education
Medical

Orang tua pasien tamatan SD


Pasien menggunakan pelayanan
kesehatan di posyandu terdekat.

IV.11 Pola Konsumsi Keluarga


Frekuensi makan rata-rata tiap hari untuk nasi adalah 2-3 kali dalam
sehari sedang pemenuhan protein hewani tidak dapat terpenuhi setiap hari,
sedang untuk protein nabati dapat dipenuhi setiap hari.
IV.12 Perilaku Kesehatan Keluarga
Pola pelayanan kesehatan keluarga bila ada yang sakit yang pertama
dilakukan adalah membeli obat-obatan sesuai dengan gejala yang
dirasakan, yaitu di warung terdekat. Untuk pendanaan atau pembiayaan
pengobatan berasal kartu jaminan kesehatan masyarakat, namun kartu
tersebut masih belum digunakan karena fasilitas kesehatan tingkat pertama
di kartu tidak sesuai dengan fasilitas kesehatan berdasarkan wilayah
tempat tinggal pasien.

IV.13 Hasil
Dari Penilaian APGAR Keluarga, Keluarga tersebut mempunyai nilai
APGAR termasuk dalam nilai keluarga yang sehat.
SCREEM keluarga untuk ekonomi tergolong rendah
Sumber daya keluarga yang terganggu adalah faktor ekonomi dan
pendidikan
IV.14 Analisis Kunjungan Rumah
Dari home visit yang dilakukan pada tanggal 27April, dan 03 Mei
2016 ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi kurang
pada pasien. Adapun pendekatan yang dilakukan berdasarkan teori Bloom
diantaranya adalah:
1) Genetik
Ada anggota keluarga pasien yang menderita gizi kurang yaitu kakak
pasien, namun anggota keluarga yang lain seperti ayah, ibu kakek dan
nenek pasien tidak ada yang menderita gizi kurang/buruk, dan penyakit
gizi kurang tidak diturunkan. Sehingga penyakit ini tidak terkait dengan
genetik anggota keluarga yang lain.
2) Kondisi dan Perilaku
Kondisi ekonomi keluarga tergolong tidak mampu dengan pendapatan
perbulan dari gaji ayah sebesar Rp 450.000,-. Setelah mengerti anaknya
menderita sakit gizi kurang orang tua pasien menyadari bahwa
kebutuhan asupan gizi untuk pertumbuhan anak-anaknya sangatlah
penting. Selain itu imunisasi juga lengkap untuk mencegah penyakitpenyakit yang dapat membahayakan anaknya.
3) Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi pasien adalah
kamar tidur yang sempit dan tidur dilantai beralaskan busa tipis
ditambah adanya kipas angin yang dinyalakan semalaman penuh saat

pasien tidur yang dapat menyebabkan pasien sering demam, selain itu
juga ayah pasien yang perokok membuat anak sering terserang batuk
sehingga nafsu makan kurang atau turun yang mengakibatkan berat
badan pasien sulit naik perbulannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan orang tua kurang baik tentang gizi.
IV.15 Edukasi
Pengetahuan orang tua tentang gizi kurang baik namun terhalang oleh
adanya masalah ekonomi untuk memenuhi gizi anaknya, edukasi yang
dapat dilakukan adalah tetap memberikan ASI eksklusif sampai minimal 6
bulan dan selama 2 tahun ditambah makanan tambahan pendamping ASI,
serta disarankan untuk rajin menghadiri posyandu guna memantau
perkembangan gizi anak dan memeriksakan kesehatan keluarga ke
puskesmas.
IV.16 Peta Rumah Pasien

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Nilai APGAR dalam keluarga yang sehat.
2. SCREEM keluarga untuk ekonomi tergolong rendah
3. Sumber daya keluarga yang ada dalam kondisi kurang, baik pengetahuan
maupun sikap.
4. Masalah lain yang timbul berhubungan dengan penyakit penderita adalah
masalah ekonomi keluarga dan penyakit ibu.
5. Kerjasama antar petugas kesehatan, penderita dan keluarga menentukan
keberhasilan dalam mengatasi gizi anak-anak balita.
V.2 Saran
A. Untuk Orang Tua Pasien
- ASI tetap diberikan ditambah makanan pendamping ASI.
- Rajin menghadiri posyandu yang diselenggarakan oleh lingkungan
-

sekitar
Kurangi penggunaan kipas angin waktu anak tidur malam hari.
Untuk orang tua jauhkan asap rokok dari anak

B. Untuk Puskesmas
- Perlu dilakukan follow up yang lebih lanjut dengan kegiatan konseling
dan kunjungan rumah secara berkala dengan pendekatan keluarga sadar
gizi.
C. Untuk Mahasiswa
- Memahami dan lebih mengerti dari kasus yang ada serta dapat
mengambil manfaatnya
- Dapat membandingkan kasus yang diperoleh antara teori dan praktek
serta dapat memberi solusi kepada anggota keluarga pasien.

- Meningkatkan profesionalisme mahasiswa sebelum terjun ke


masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, U. 2003, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi


Baduta (6-23 bulan) pada Keluarga Miskin & Tidak Miskin di Kota
Bandar Lampung, FKMUI
FK UI. 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan kesebelas,
Bagian

Ilmukesehatan

Anak,

Fakultas

Kedokteran,

Universitas Indonesia
Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik
Balita dan Keluarga di Provinsi Sumatera Barat Tahun
1998, Skripsi, FKM-UI, Depok
Hadi, I. 2005, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita
di Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan, Skripsi, FKM-UI, Depok
Hermann, W. 2003, USDA Nutrient Database, American Journal of
Clinical Nutr.
Hermansyah, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
KEP Anak Umur 6-59 Bulan Pada Keluarga Miskin di Kota Sawah
Lunto, Tesis, FKMUI
Supriatna, N. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Anak Usia 24-60 Bulan di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten
Majalengka, FKM-UI
Susanto,MKM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan IMT/U
pada Balita Vegetarian Lakto Ovo dan Non Vegetarian di DKI Jakarta,
2008

You might also like