Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
NIP. 19670316.200604.2.001
Disusun oleh :
Prakosa Jati Prasetyo
(G4A014111)
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS BESAR
HUBUNGAN PENGOBATAN TB TERHADAP KEJADIAN DISFUNGSI
EREKSI
Disusun oleh :
Prakosa Jati Prasetyo (G4A014111)
Februari 2016
Pembimbing,
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketidakmampuan yang persisten
dalam mencapai atau mempertahankan fungsi ereksi untuk aktivitas seksual
yang memuaskan. Batasan tersebut menunjukkan bahwa proses fungsi
seksual laki-laki mempunyai dua komponen yaitu mencapai keadaan ereksi
dan mempertahankannya (Samekto Wibowo dan Abdul Gofir, 2008). Hal ini
sangat penting bagi laki-laki sebab disfungsi ereksi dapat menimbulkan
depresi bagi penderita yang berujung terganggunya hubungan suami istri serta
menyebabkan masalah dalam kehidupan rumah tangga (Infosehat, 2007).
Secara garis besar disfungsi ereksi dapat diakibatkan oleh vaskulogenik,
neurologenik, anatomi dan struktur, serta hormonal (Hatzimouratidis, et al.
2013).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, dapat menular dan menyerang berbagai organ
terutama parenkim paru-paru (Kemenkes, 2015). Pada pengobatan
Tuberkulosisi membutuhkan waktu 6 bulan, kedisiplinan dalam
mengkonsumsi, dan keaktifan dari penderita untuk rutin memeriksakan
dirinya. Terdapat beberapa jenis obat yang digunakan pada pengobatan TB
seperti: rifampisisn, isoniazid, pirazinamid, etambutol, streptomisin,
etionamid, dan lain-lain (PDPI, 2015).
Efek samping pengobatan TB dapat mengakibatkan beberapa hal, salah
satu yang cukup menjadi perhatian adalah timbulnya keluhan disfungsi ereksi
pada pasien yang sedang atau telah melakukan terapi pengbatan TB. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Ekaterina.,et al tahun 2012 mengatakan TB
paru dapat mengakibatkan disfungsi seksual, dengan menggunakan
pengobatan anti TB pada 3 bulan pertama dapat menurunkan kejadian
disfungsi seksual seperti fungsi ereksi, gairah seksual, dan orgasm. Tetapi
setelah mengkonsumsi obat anti TB selama 6 bulan dapat meningkatkan
angka disfungsi seksual. Mekanisme mengenai hal ini masih belum dapat
dijelaskan secara pasti, sehingga pada pembahasan ini akan mencari tahu
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
1. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, dapat menular dan menyerang berbagai
organ terutama parenkim paru-paru (Kemenkes, 2015). Tuberkulosis
sendiri berasal dari asal kata tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras
yang terbentuk saat tubuh membentuk suatu sistem imun untuk
mengurung bakteri dalam paru (Amin dan Azril, 2009).
2. Epidemiologi
i.
ii.
iii.
tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA
iii.
diperiksa
2) Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a) Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b) Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan
perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
a) Infeksi sekunder
b) Infeksi jamur
c) TB paru kambuh
c) Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
perburukan
f) Kasus kronik
adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
g) Kasus bekas TB
i.
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
ii.
radiologik
b. Tuberkulosis ekstra paru
Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen
positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB
ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi
untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :
redup jika infiltrat terjadi secara luas, selain itu pada auskultasi
didapatkan bunyi nafas bronkial yang diikuti suara nafas ronkhi basa,
kasar, dan nyaring. Pada keadaan penebalan pleura maka suara vesikuler
menjadi melemah. Jika terjadi kavitas yang cukup besar makan akan
ditemukan hipersonor atau timpani pada perkusi dan suara amforik pada
auskultasi (Amin dan Azril, 2009).
Pada kasus tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis luas dapat
ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian yang sakit akan
mengecil dan menarik isi mediastinum. Jika jaringan fibrotik melebihi
setengah jumlah jaringan paru makan akan mengecilkan aliran darah paru
selanjutnya dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal(hipertensi
pulmonal) diikuti kos pulmonal dan gagal jantung kanan. Gejala yang
menyertai meliputi takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, murmur graham steel, tekanan vena jugular
meningkat, hepatosplenomegali, asites, dan edema (Amin dan Azril,
2009).
Efusi pleura dapat ditemukan pada tuberkulosis jika infeksi
mengenai pleura. Paru yang sakit akan sedikit tertinggal
dalampernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi akan
memberikan suara paru yang lemah atau tidak terdengar (Amin dan Azril,
2009).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan dahak
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada
semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
a) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
II
Kasus
Keterangan
Diajurkan
a. TB paru BTA +, a.2RHZE / 4RH atau
b.2 RHZE / 6 HE atau
BTA - , lesi luas c.2RHZE / 4R3H3
b. TB di luar paru
kasus berat
a. Kambuh
b. Gagal
a.3 RHZE / 6 RH
b.2 RHZES lalu sesuai
Bila streptomisin
alergi, dapat
pengobatan
II
TB paru lalai
5R3H3E3
Sesuai lama pengobatan
berobat
sebelumnya, lama
berhenti minum obat dan
keadaan klinik,
bakteriologik &
radiologik saat ini (lihat
uraiannya) atau
2RHZES / 1RHZE /
III
5R3H3E3
2 RHZ / 4 RH atau 6
RHE atau 2RHZ / 4
R3H3
IV
kasus ringan
Kronik
IV
MDR TB
B. Disfungsi Seksual
1. Definisi
Disfungi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap untuk
mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk mendapatkan
kepuasan saat berhubungan seksual. Meski demikian disfungsi ereksi
merupakan penyakit benign, gangguan ini dapat dipengaruhi oleh faktor
fisik, kesehatan psikososial, dan yang cukup signifikan adalah kualitas
hidup dari penderita (Hatzimouratidis, et al., 2013). Berdasarkan British
Society for Sexual Medicine, disfungsi ereksi adalah ketikmampuan penis
untuk ereksi yang dapat disebabkan oleh phenomena kompleks
neurovaskular yang berhubungan dengan kontrol hormon dalam
vasodilatasi arteri, relaksasi otot polos trabekular, dan aktivasi mekanisme
corporeal veno-occlusive.
2. Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya disfungsi ereksi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3. Etiologi
Disfungsi ereksi merupakan sebuah permasalah kompleks yang
dapat dipengaruhi oleh berbagai macam hal, berikut penyebab terjadinya
disfungsi ereksi berdasarkan Hatzimouratidis, et al. tahun 2013:
a. Vaskulogenik
1) Penyakit kardiovaskuler
2) Hipertensi
3) Diabetes militus
4) Hiperlipidemia
5) Merokok
6) Operasi mayor atau radioterapi area pelvis dan retroperitoneum
b. Neurogenik
1) Penyebab sentral
a) Penyakit degenarif (multipel sklerosis, parkinson, multipel
atrofi, dll)
b) Trauma atau penyakit medula spinalis
c) Stroke
d) Tumor sistem saraf pusat
2) Penyebab perifer
a) Diabetes militus tipe 1 dan 2
b) Penyakit ginjal kronik
c) Polyneuropathy
d) Pembedahan (pelvis atau retroperitoneum, radical prostatektomi,
pembedahan colorektal, dll)
c. Anatomi dan struktur
1) Hipospadia, epispadia
2) Mikropenis
3) Kongenital kurvatura penis
4) Penyakit la Peyronies
d. Hormonal
1) Hypogonadism
2) Hyperprolactinemia
3) Hiper- dan hipothyroid
4) Hiper- dan hipocortisol (cushings disease, dll)
C. Hubungan Pemberian OAT dengan Disfungsi seksual
Obat Anti Tuberkulosis ternyata dapat mengakibatkan gangguan
disfungsi ereksi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ekaterina.,et al
tahun 2012 mengatakan OAT dapat mengakibatkan disfungsi seksual.
Menurut penelitian ini pasien yang menggunakan pengobatan anti TB pada 3
bulan pertama tidak didapatkan kejadian disfungsi seksual seperti fungsi
ereksi, gairah seksual, dan orgasm. Tetapi setelah mengkonsumsi obat anti TB
selama 6 bulan dapat meningkatkan angka disfungsi seksual. Pengobatan anti
TB berpengaruh pada mekanisme disfungsi ereksi melalui sistem endokrin,
yang menyebabkan kondisi hiperthiroid dan atau hipothiroid (Fouad,
Kandeel. R., 2007).
Isoniazid merupakan obat anti tuberkulosis lini prtama yang memiliki
efek samping pada sistem endokrin. Salah satu mekanisme kerja dari
isoniazid adalah antiandrogenic atau menghambat sintesis dari androgen.
Selain itu isoniazid dapat mengakibatkan hiperthiroid, keadaan hiperthiroid
ini dapat meningkatkan sintesis dari SHBG didalam hati. Efeknya adalah
terjadi peningkatan konsentrasi total testosteron sehingga menurunkan jumlah
tentosteron bebas dan meningkatkan kadar estradiol didalam darah. Estradiol
dan SHBG memiliki ikatan yang lemah sehingga pada penderita hiperthiroid
akan ditemukan kadar estradiol bebas yang meningkat didalam serum darah.
Keadaan hyperthiroid juga dapat meningkatkan konversi androgen menjadi
estrogen melalui enzim aromatase, sehingga menimbulkan terjadinya
disfungsi seksual serta termasuk ginekomasti (Marek D., Iwona.C.P.,
Andrzej.N. 2012).
Hipotiroid dapat juga menimbulkan disfungsi seksual, hal ini
dikarenakan pada keadaan hipotiroid dapat mengakibatkan penurunan ukuran
testis, retardasi sel sertoli, dan memperlama waktu proliferasi sel sertoli.
Selain itu hipotiroid juga dapat mengakibatkan penurunan SHBG, penurunan
konsentrasi testosteron total, dan konsentrasi testosteron bebas (Krassas.G.E.,
Poppe.K., and Glinoer.D. 2010).
Menurut Neslihan.C., et al tahun 2014, bahwa isoniazid dapat
mengakibatkan gangguan disfungsi sexual tetapi tidak diketaui bagaimana
mekanisme patologis keadaan tersebut. Kondisi tersebut sejalan dengan
penelitian lain yang mengatakan bahwa mekanisme isoniazid mengakibatkan
disfungsi seksual tidak diketahui tetapi diduga dikarenakan oleh gangguan
keseimbangan estrogen dan androgen karena terganggunya metabolisme
piridoksin (Ajmal.K and Ritesh.A. 2012). Selain itu isoniazid dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan antara sirkulasi estrogen dan
androgen. terdapat hipotesis yang menjelaskan bahwa isoniazid
mengakibatkan keadaan demikian karena mekanisme kerja isoniazid yang
mengganggu aktivasi vit B6 compleks di dalam hati sehingga mengakibatkan
ganguan metabolisme estrogen-androgen (Ramakant.D., Sidharth.S., and
Nawal.C.L. 2008) (Khanna.P., Chandramani.P.,Vikas M., and Ashok.S. 2003).
Obat lain yang dapat mengakibatkan disfungsi seksual adalah
etionamid. Etionamid dapat mengakibatkan gangguan endokrin seperti
ginekomastii, alopesia, hipotiroid, impotensi, atau menorrhagia. Penggunaan
etionamid pada penderita DM juga mengakibatkan gangguan kontrol
III.
KESIMPULAN