Professional Documents
Culture Documents
Dedy Anggara
Kurniawati N.A.
Wulandari M.
Amir Anshori
Meta Fadina P.
Puspa Diva N.A
Farikh M.M
Wilda Yunitra
Sutrisna W.S.
Mentari P.
Aris Maulana H.
Winda Lismaya
E14100033
E14100037
E14100047
E14100051
E14100059
E14100062
E14100065
E14100078
E14100111
E14100120
E14100127
E14000129
Dosen :
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS
TINJAUAN PUSTAKA
Agroforestry adalah sebuah sistem penggunaan lahan yang di dalamnya
tanaman berkayu dan tanaman herba tumbuh bersama, dengan zona zona atau
secara berurutan, dengan atau tanpa hewan (Nair 1993). Sistem agroforestry
memberikan keuntungan yang lebih untuk penggunaan lahan daripada ertanian
dan kehutanan saja. Keuntungansistem ini diantaranya adalah : mempertahankan
atau meningkatkan hasil secara produktif, ekonomis dan berkelanjutan dengan
menggunakan praktek pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan
kondisi ekologi, ekonomi dan budaya setempat pada sebidang lahan yang sama
atau dengan kata lain bahwa prinsip agroforestri adalah suatu penggabungan dari
pengembangan sistem pertanian dan kehutanan pada satu lahan.
Sistem agroforestri menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka
waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu jenis produknya
membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun. Untuk melihat
sejauh mana suatu usaha agroforestri memberikan keuntungan, maka analisis yang
paling sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial
(Suharjito et al. 2003).
Keuntungan finansial dari sistem pengelolaan agroforestry dapat diduga
dengan penggunaan pemodelan sistem. Dalam melakukan pemodelan sistem,
menurut Purnomo (2012) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu :
1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan
2. Konseptualisasi model, menggunakan ragam metode seperti diagram
kotak dan panah, diagram sebab-akibat, diagram stok (stock) dan aliran
(flow), diagram case, diagram klas dan diagram sekuens.
3. Spesifikasi model, yaitu merumuskan makna diagram, kuantifikasi, dan
atau kualifikasi komponen model jika perlu.
4. Evaluasi model, yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan
dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada dan perlu.
5. Penggunaan model, yaitu membuat skenario skenario ke depan atau
alternatif kebijakan, mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan
tersebutdan pengembangan perencaaan dan agenda ke depan.
Menurut Simatupang (1995), model adalah representasi atau formalisasi
dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang
berlangsung dalam kehidupan, sistem dijadikan titik perhatian dan
dipermasalahkan. Dimana dari model ini kemudian dilakukan sebuah pemodelan
yang dibangun dari model tersebut. Pemodelan digunakan untuk
menyederhanakan elemen atau komponen yang sangat komplek sehingga
memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan. Pemodelan sendiri
bertujuan untuk mengetahui perilaku sistem di dunia nyata. Banyak informasi
yang diperlukan dalam pemodelan, informasi yang digunakan adalah informasi
yang sesuai dengan dunia nyata. Sehingga walaupun sebuah model namun dapat
menyerupai dunia nyata.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Biometrika Hutan ini dilaksanakan setiap hari kamis pukul
07.0010.00 WIB yang bertempat di RK X.303, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat tulis, laptop yang
dilengkapi dengan perangkat lunak (software) seperti Ms. Word, Ms. Excel, dan
STELLA 9.0.2. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu data primer dan sekunder
di wilayah BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Jawa Tengah
yang dikutip dari skripsi Mita Ditya Aggraini tahun 2010.
Metode Praktikum
tanaman singkong dan jahe ditanam di antara jarak tanam sengon yang masih
kosong. Jahe ditanam lebih rapat dari pada singkong dengan jarak tanam 1 m x 1
m untuk jahe dan 2 m x 2 m untuk singkong. Dengan ditanamnya jahe dan
singkong, maka petani sengon akan memiliki penghasilan tambahan dari hasil
panen jahe dan singkong per umur daur jahe dan singkong.
Tanaman jahe memiliki umur daur enam bulan. Petani akan mendapatkan
penghasilan dari panen jahe sebanyak jahe yang dipanen dikalikan dengan harga
jahe per kilogram. Untuk mengetahui pendapatan bersih dari penjualan jahe,
dihitung biaya yang dikeluarkan selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman
dan biaya pemeliharaan. Sehingga didapatkan pendapatan bersih jahe dengan
mengurangi penghasilan dari penjualan jahe dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Sama halnya dengan jahe, tanaman singkong memiliki daur yang sama
dengan jahe yaitu enam bulan. Sehingga petani memiliki dua opsi dalam
memanen jahe dan singkong. Opsi pertama adalah dengan memanen secara
bersamaan jahe dan singkong pada umur daur, atau dengan cara memanen jahe di
bulan keenam pertama dan memanen singkong di bulan keenam kedua. Petani
akan mendapatkan penghasilan dari panen singkong sebanyak singkong yang
dipanen dikalikan dengan harga singkong per kilogram. Untuk mengetahui
pendapatan bersih dari penjualan singkong, dihitung biaya yang dikeluarkan
selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman dan biaya pemeliharaan. Sehingga
didapatkan pendapatan bersih jahe dengan mengurangi penghasilan dari penjualan
singkong dengan biaya yang telah dikeluarkan. Setelah didapatkan pendapatan
bersih dari penjualan sengon, jahe, dan singkong, maka akan diketahui total
pendapatan petani dengan menjumlahkan pendapatan bersih dari masing-masing
tanaman.
2. Sub Model sengon
digunakan sebesar 26.792.000 m2 atau sebesar 2.679,2 hektar. Jarak tanam yang
digunakan sebesar 3 m x 3 m. Dalam pembangunan agroforestry sengon sudah
pasti memerlukan biaya penanaman yakni biaya awal yang dikeluarkan demi
terciptanya kegiatan agroforestri ini. Biaya penanaman yang dikeluarkan sebesar
Rp 29.768.888.889 Selain biaya penanaman, adapula biaya pemeliharaan yang
dikeluarkan dari usaha ini. Biaya pemeliharaan sebesar Rp 10.500.000 yakni
akumulasi selama 7 tahun dengan biaya per tahunnya sebesar Rp 1.500.000.
Sehingga di dapat biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 29.779.388.889 dari total
biaya pemeliharaan dengan biaya penanaman. Setelah dilakukan usaha selama 7
tahun, maka akhirnya pengusaha akan melakukan pemanenan sengon.
Pemanenan sengon dianggap sebagai outflow dalam pemodelan kali ini. Variabel
yang mempengaruhi pemanenan antara lain adalah jumlah batang sengonnya,
volume panen yang dipengaruhi pula oleh diameter pohon sengon dan tinggi
pohon sengon. Sengon yang dipanen berdiameter 20 cm dan tingginya adalah 20
meter. Sehingga memiliki volume sebesar 0.628 m3/pohonnya. Panen sengon
ditentukan dari volume panen dikalikan dengan jumlah batang sengon yang
dihasilkan selama daur 7 tahun. Volume sengon akan menentukan pemasukan
pendapatan dari pengusaha tersebut. Pemasukan yang diterima sebesar volume
panen sengon yang dihasilkan dikalikan dengan harga sengonnya. Harga sengon
merupakan driving variable yakni hanya bias mempengaruhi tanpa bias
dipengaruhi. Harga sengon diasumsikan Rp 1.000.000/m3. Sehingga pemasukan
dari panen sebesar Rp 1.000.000 dikalikan dengan volume panen keseluruhan dari
sengonnya. Pada akhirnya akan diperoleh pendapatan bersih dari sengon yakni
pengurangan dari pemasukan dengan total biayanya yang telah dikeluarkan
selama masa daurnya.
3. Sub Model Singkong
digunakan sebesar 26.792.000 m2 atau sebesar 2.679,2 hektar, ini merupakan lahan
yang sama dengan sengon karena akan dilakukan agroforestri antara sengon,
singkong, dengan jahe. Jarak tanam yang digunakan sebesar2 m x 2 m. Biaya
penanaman yang dikeluarkan sebesar Rp20.094.000.000 Biaya ini lebih murah Rp
9.674.888.889 dari biaya penanaman sengon. Tidak ada biaya pemeliharaan
singkong sebab tanaman ini merupakan tanaman yang relatif mudah dalam
menanamnya sehingga tidak diperlukan biaya untuk melakukan pemeliharaan
seperti biaya penyulamannya. Selama 7 tahun sesuai dengan daur sengon, tiap 6
bulannya akan dilakukan pemanenan singkong sehingga akan diketahui outflownya adalah pemanenan singkong. Besarnya panen mempengaruhi produktifitas kg
per hektarnya. Pemasukan dari panen bergantung dari produktivitasnya dikalikan
dengan harga singkong per kg nya. Produktivitas kg per hektarnya sebesar 3000
dengan harga singkong per kg.nya sebesarRp 3000 Pada akhir daur 7 tahun akan
didapat pendapatan bersih singkong yakni dari pengurangan pemasukan singkong
dari produktivitasnya dikurang dengan seluruh biaya yang dikeluarkan selama
daur ini.
4. Sub Model Jahe
Sub model ini menggambarkan besarnya nilai pendapatan bersih tiap tahun
pada usaha agroforestri tanaman jahe, pendapatan bersih diperoleh dari hasil
pengurangan antara pemasukan usaha jahe dan biaya tanam jahe yang
dikeluarkan. Di dalam sub model ini dapat diperoleh nilai pendapatan khusus
untuk tanaman jahe itu sendiri pada umur daur, produktivitas (kg/ha), serta tingkat
harga jahe yang berbeda. Sub model agroforestri tanaman jahe terdiri dari state
variable yaitu jumlah tanaman jahe per ha; inflow berupa penanaman jahe yang
dipengaruhi oleh jarak tanam jahe, umur daur, dan luasan agroforestri secara
keseluruhan. Hasil perhitungan luas dibagi jarak tanam jahe kemudian dikalikan
dengan biaya pengelolaan maka akan diperoleh biaya tanam jahe; sedangkan
outflow berupa hasil panen tanaman jahe dipengaruhi oleh umur daur lalu
menghasilkan produktivitas tanaman jahe dengan satuan kg per ha kemudian
dikalikan dengan tingkat harga jahe sehingga diperoleh pemasukan jahe.
KESIMPULAN
Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri dapat mengoptimalkan fungsi
lahan dan memberikan pendapatan yang terus mengalir. Pada pemodelan
pengelolaan agroforestri ini, dibuatlah skenario-skenario yang dapat menjelaskan
keterkaitan antara sub model dan hubungannya dengan pendapatan yang dapat
diterima oleh pengelola. Selama pengelola lahan menunggu pohon sengon
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini MD. 2010. Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon, Kopi dan Tanaman
Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah[skripsi]. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB.
Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Nairobi. Kluwer. Academic
Publ. dalam Endah Ernawati. 2003. Simulasi Pengeloaan Agroforestry:
Studi Kasus di RPH Sukamantri, BKPH Bogor, KPH Bogor [skripsi].
Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Purnomo, Herry.2012.Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif
Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr.
Simatupang.1995. Pemodelan Sistem. Klaten: Nindita.