You are on page 1of 10

SKENARIO PENGELOLAAN AGROFORESTRI DI BKPH CANDIROTO,

KPH KEDU UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH


Disusun oleh:
Kelompok 12
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Dedy Anggara
Kurniawati N.A.
Wulandari M.
Amir Anshori
Meta Fadina P.
Puspa Diva N.A
Farikh M.M
Wilda Yunitra
Sutrisna W.S.
Mentari P.
Aris Maulana H.
Winda Lismaya

E14100033
E14100037
E14100047
E14100051
E14100059
E14100062
E14100065
E14100078
E14100111
E14100120
E14100127
E14000129

Dosen :
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi


sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41
Tahun 1999). Berdasarkan statusnya, hutan dibedakan menjadi hutan milik negara
dan hutan hak. Hasil produksi dari hutan milik negara semakin lama semakin
berkurang dan mungkin akan habis. Berbeda dengan hutan milik negara, hutan
hak masih dapat diandalkan dalam hal produksinya.
Hutan rakyat termasuk dalam hutan hak yang masih berkembang dengan
baik. Pengembangan hutan rakyat merupakan pendorong bagi pembangunan
kehutanan dan ketahanan ekonomi nasional. Terdapat beberapa sistem yang dapat
diterapkan dalam hutan rakyat, salah satunya adalah sistem agroforestri. Sistem
agroforestri merupakan sistem pengusahaan hutan yang memadukan tanaman
kehutanan dan tanaman pertanian.
Dalam suatu pengusahaan hutan, jika hutan hanya terdiri dari satu jenis
pohon saja maka pemilik usaha tersebut tidak akan memperoleh pemasukan dari
usaha tersebut karena pohon merupakan tanaman tahunan yang hasilnya dapat
dinikmati beberapa tahun setelah pohon tersebut ditanam. Sebagai suatu bentuk
usaha, sistem agroforestri ini membutuhkan biaya mulai dari penanaman sampai
pemanenan. Atas alasan tersebut, diperlukan tanaman musiman untuk mengisi
kekosongan pemasukan.
Tujuan
Tujuan penyusunan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep pengelolaan agroforestri
2. Membuat skenario dan pemodelan pengelolaan agroforestri di BKPH
Candiroto, KPH Kedu Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Agroforestry adalah sebuah sistem penggunaan lahan yang di dalamnya
tanaman berkayu dan tanaman herba tumbuh bersama, dengan zona zona atau
secara berurutan, dengan atau tanpa hewan (Nair 1993). Sistem agroforestry
memberikan keuntungan yang lebih untuk penggunaan lahan daripada ertanian
dan kehutanan saja. Keuntungansistem ini diantaranya adalah : mempertahankan
atau meningkatkan hasil secara produktif, ekonomis dan berkelanjutan dengan
menggunakan praktek pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan
kondisi ekologi, ekonomi dan budaya setempat pada sebidang lahan yang sama
atau dengan kata lain bahwa prinsip agroforestri adalah suatu penggabungan dari
pengembangan sistem pertanian dan kehutanan pada satu lahan.
Sistem agroforestri menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka
waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu jenis produknya
membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun. Untuk melihat
sejauh mana suatu usaha agroforestri memberikan keuntungan, maka analisis yang

paling sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial
(Suharjito et al. 2003).
Keuntungan finansial dari sistem pengelolaan agroforestry dapat diduga
dengan penggunaan pemodelan sistem. Dalam melakukan pemodelan sistem,
menurut Purnomo (2012) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu :
1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan
2. Konseptualisasi model, menggunakan ragam metode seperti diagram
kotak dan panah, diagram sebab-akibat, diagram stok (stock) dan aliran
(flow), diagram case, diagram klas dan diagram sekuens.
3. Spesifikasi model, yaitu merumuskan makna diagram, kuantifikasi, dan
atau kualifikasi komponen model jika perlu.
4. Evaluasi model, yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan
dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada dan perlu.
5. Penggunaan model, yaitu membuat skenario skenario ke depan atau
alternatif kebijakan, mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan
tersebutdan pengembangan perencaaan dan agenda ke depan.
Menurut Simatupang (1995), model adalah representasi atau formalisasi
dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang
berlangsung dalam kehidupan, sistem dijadikan titik perhatian dan
dipermasalahkan. Dimana dari model ini kemudian dilakukan sebuah pemodelan
yang dibangun dari model tersebut. Pemodelan digunakan untuk
menyederhanakan elemen atau komponen yang sangat komplek sehingga
memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan. Pemodelan sendiri
bertujuan untuk mengetahui perilaku sistem di dunia nyata. Banyak informasi
yang diperlukan dalam pemodelan, informasi yang digunakan adalah informasi
yang sesuai dengan dunia nyata. Sehingga walaupun sebuah model namun dapat
menyerupai dunia nyata.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Biometrika Hutan ini dilaksanakan setiap hari kamis pukul
07.0010.00 WIB yang bertempat di RK X.303, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat tulis, laptop yang
dilengkapi dengan perangkat lunak (software) seperti Ms. Word, Ms. Excel, dan
STELLA 9.0.2. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu data primer dan sekunder
di wilayah BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Jawa Tengah
yang dikutip dari skripsi Mita Ditya Aggraini tahun 2010.
Metode Praktikum

Langkah kerja praktikum adalah sebagai berikut:


1. Menentukan variabel-variabel yang akan dijadikan sebagai bahan model.
2. Model yang dibuat ada 3, yaitu Agroforestry Sengon, Jahe dan Singkong.
3. Variabel yang digunakan dalam pembuatan model ini yaitu penanaman
sebagai inflow dan panen sebagai outflow dari masing-masing jenis.
4. Menentukan variabel dari setiap model, yaitu biaya penanaman, biaya
pemeliharaan, daur, diameter, jarak tanam, luas areal, volume panen, tinggi,
harga tanaman, pemasukan, dan pendapatan bersih.
5. Membuat model dengan menggunakan software STELLA 9.0.2
6. Langkah awal dalam membuat model yaitu membuat stok dari tiap jenis
tanaman dengan penanaman sebagai inflow dan panen sebagai outflow.
7. Kemudian menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi inflow
penanaman, yaitu daur, luas dan jarak tanam.
8. Menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi outflow yaitu daur dan
volume panen.
9. Mencari biaya pemeliharaan dan biaya penanaman
10. Setelah itu menentukan biaya total = biaya pemeliharaan + biaya
penanaman.
11. Untuk mencari nilai volume panen = [(0,25 x 3,14) x Diameter 2 xTinggi] x
Panen tanaman.
12. Menghitung pemasukan = Volume panen x harga jenis tanaman tersebut.
13. Untuk pendapatan bersih = Pemasukan Biaya.
14. Setelah membuat 3 model yaitu model pada tanaman Sengon, tanaman Jahe
dan tanaman Singkong, kemudian membuat model pengelolaan
Agroforestry dari segi pendapatan bersihnya dengan cara menjumlahkan
seluruh total pendapatan bersih dari tiap jenis tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Konsep Pengelolaan Agroforestri
Pohon sengon ditanam pada suatu areal dengan luasan 26.792.000 m 2.
Banyaknya sengon yang ditanam adalah bergantung kepada luas areal dan jarak
tanam sengon yaitu 3 m x 3 m. Sengon yang telah ditanam akan dipanen saat
umur daur sengon, yaitu tujuh tahun. Maka petani sengon akan mendapatkan
penghasilan atau pendapatan kotor dari hasil panen sengon di tahun ke tujuh
sebanyak harga sengon per m2 dikalikan dengan banyaknya produksi (volume)
sengon di tahun ke tujuh. Untuk mengetahui pendapatan bersih dari penjualan
sengon, dihitung biaya yang dikeluarkan selama daur yaitu erdiri atas biaya
penanaman dan biaya pemeliharaan. Sehingga didapatkan pendapatan bersih
sengon dengan mengurangi penghasilan dari penjualan sengon dengan biaya yang
telah dikeluarkan.
Untuk memaksimalkan pendapatan petani sengon, luas kawasan yang ada
ditanami juga dengan tanaman lain seperti singkong dan jahe. Apabila petani
hanya mengandalkan dari panen sengon saja, maka petani hanya memiliki
pendapatan setiap umur daur sengon saja yaitu setiap tujuh tahun. Sehingga

tanaman singkong dan jahe ditanam di antara jarak tanam sengon yang masih
kosong. Jahe ditanam lebih rapat dari pada singkong dengan jarak tanam 1 m x 1
m untuk jahe dan 2 m x 2 m untuk singkong. Dengan ditanamnya jahe dan
singkong, maka petani sengon akan memiliki penghasilan tambahan dari hasil
panen jahe dan singkong per umur daur jahe dan singkong.
Tanaman jahe memiliki umur daur enam bulan. Petani akan mendapatkan
penghasilan dari panen jahe sebanyak jahe yang dipanen dikalikan dengan harga
jahe per kilogram. Untuk mengetahui pendapatan bersih dari penjualan jahe,
dihitung biaya yang dikeluarkan selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman
dan biaya pemeliharaan. Sehingga didapatkan pendapatan bersih jahe dengan
mengurangi penghasilan dari penjualan jahe dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Sama halnya dengan jahe, tanaman singkong memiliki daur yang sama
dengan jahe yaitu enam bulan. Sehingga petani memiliki dua opsi dalam
memanen jahe dan singkong. Opsi pertama adalah dengan memanen secara
bersamaan jahe dan singkong pada umur daur, atau dengan cara memanen jahe di
bulan keenam pertama dan memanen singkong di bulan keenam kedua. Petani
akan mendapatkan penghasilan dari panen singkong sebanyak singkong yang
dipanen dikalikan dengan harga singkong per kilogram. Untuk mengetahui
pendapatan bersih dari penjualan singkong, dihitung biaya yang dikeluarkan
selama daur yaitu terdiri atas biaya penanaman dan biaya pemeliharaan. Sehingga
didapatkan pendapatan bersih jahe dengan mengurangi penghasilan dari penjualan
singkong dengan biaya yang telah dikeluarkan. Setelah didapatkan pendapatan
bersih dari penjualan sengon, jahe, dan singkong, maka akan diketahui total
pendapatan petani dengan menjumlahkan pendapatan bersih dari masing-masing
tanaman.
2. Sub Model sengon

Gambar 1. Model Stella Skenario Agroforestri Sengon

Berdasarkan gambar 1 dalam skenario agroforestri sengon, yang berperan


sebagai stok adalah jumlah pohon sengon per hektarnya. Inflow yang diberikan
adalah penanaman sengon yang dilakukan per daurnya dengan variable yang
mempengaruhi adalah daur, luas lahan, dan jarak tanamnya. Daur yang digunakan
dalam kegiatan penamaman sengon ini selama 7 tahun dengan luas lahan yang

digunakan sebesar 26.792.000 m2 atau sebesar 2.679,2 hektar. Jarak tanam yang
digunakan sebesar 3 m x 3 m. Dalam pembangunan agroforestry sengon sudah
pasti memerlukan biaya penanaman yakni biaya awal yang dikeluarkan demi
terciptanya kegiatan agroforestri ini. Biaya penanaman yang dikeluarkan sebesar
Rp 29.768.888.889 Selain biaya penanaman, adapula biaya pemeliharaan yang
dikeluarkan dari usaha ini. Biaya pemeliharaan sebesar Rp 10.500.000 yakni
akumulasi selama 7 tahun dengan biaya per tahunnya sebesar Rp 1.500.000.
Sehingga di dapat biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 29.779.388.889 dari total
biaya pemeliharaan dengan biaya penanaman. Setelah dilakukan usaha selama 7
tahun, maka akhirnya pengusaha akan melakukan pemanenan sengon.
Pemanenan sengon dianggap sebagai outflow dalam pemodelan kali ini. Variabel
yang mempengaruhi pemanenan antara lain adalah jumlah batang sengonnya,
volume panen yang dipengaruhi pula oleh diameter pohon sengon dan tinggi
pohon sengon. Sengon yang dipanen berdiameter 20 cm dan tingginya adalah 20
meter. Sehingga memiliki volume sebesar 0.628 m3/pohonnya. Panen sengon
ditentukan dari volume panen dikalikan dengan jumlah batang sengon yang
dihasilkan selama daur 7 tahun. Volume sengon akan menentukan pemasukan
pendapatan dari pengusaha tersebut. Pemasukan yang diterima sebesar volume
panen sengon yang dihasilkan dikalikan dengan harga sengonnya. Harga sengon
merupakan driving variable yakni hanya bias mempengaruhi tanpa bias
dipengaruhi. Harga sengon diasumsikan Rp 1.000.000/m3. Sehingga pemasukan
dari panen sebesar Rp 1.000.000 dikalikan dengan volume panen keseluruhan dari
sengonnya. Pada akhirnya akan diperoleh pendapatan bersih dari sengon yakni
pengurangan dari pemasukan dengan total biayanya yang telah dikeluarkan
selama masa daurnya.
3. Sub Model Singkong

Gambar 2. Model Stella Skenario Agroforestri Singkong

Berdasarkan gambar 2 dalam skenario agroforestri singkong, yang berperan


sebagai stok adalah jumlah pohon singkong per hektarnya. Inflow yang diberikan
adalah penanaman singkong yang dilakukan per daurnya dengan variable yang
mempengaruhi adalah daur, luas lahan, dan jarak tanamnya. Daur yang digunakan
dalam kegiatan penamaman singkong ini selama 6 bulan dengan luas lahan yang

digunakan sebesar 26.792.000 m2 atau sebesar 2.679,2 hektar, ini merupakan lahan
yang sama dengan sengon karena akan dilakukan agroforestri antara sengon,
singkong, dengan jahe. Jarak tanam yang digunakan sebesar2 m x 2 m. Biaya
penanaman yang dikeluarkan sebesar Rp20.094.000.000 Biaya ini lebih murah Rp
9.674.888.889 dari biaya penanaman sengon. Tidak ada biaya pemeliharaan
singkong sebab tanaman ini merupakan tanaman yang relatif mudah dalam
menanamnya sehingga tidak diperlukan biaya untuk melakukan pemeliharaan
seperti biaya penyulamannya. Selama 7 tahun sesuai dengan daur sengon, tiap 6
bulannya akan dilakukan pemanenan singkong sehingga akan diketahui outflownya adalah pemanenan singkong. Besarnya panen mempengaruhi produktifitas kg
per hektarnya. Pemasukan dari panen bergantung dari produktivitasnya dikalikan
dengan harga singkong per kg nya. Produktivitas kg per hektarnya sebesar 3000
dengan harga singkong per kg.nya sebesarRp 3000 Pada akhir daur 7 tahun akan
didapat pendapatan bersih singkong yakni dari pengurangan pemasukan singkong
dari produktivitasnya dikurang dengan seluruh biaya yang dikeluarkan selama
daur ini.
4. Sub Model Jahe

Gambar 3. Model Stella Skenario Agroforestri Jahe

Sub model ini menggambarkan besarnya nilai pendapatan bersih tiap tahun
pada usaha agroforestri tanaman jahe, pendapatan bersih diperoleh dari hasil
pengurangan antara pemasukan usaha jahe dan biaya tanam jahe yang
dikeluarkan. Di dalam sub model ini dapat diperoleh nilai pendapatan khusus
untuk tanaman jahe itu sendiri pada umur daur, produktivitas (kg/ha), serta tingkat
harga jahe yang berbeda. Sub model agroforestri tanaman jahe terdiri dari state
variable yaitu jumlah tanaman jahe per ha; inflow berupa penanaman jahe yang
dipengaruhi oleh jarak tanam jahe, umur daur, dan luasan agroforestri secara
keseluruhan. Hasil perhitungan luas dibagi jarak tanam jahe kemudian dikalikan
dengan biaya pengelolaan maka akan diperoleh biaya tanam jahe; sedangkan
outflow berupa hasil panen tanaman jahe dipengaruhi oleh umur daur lalu
menghasilkan produktivitas tanaman jahe dengan satuan kg per ha kemudian
dikalikan dengan tingkat harga jahe sehingga diperoleh pemasukan jahe.

Penerimaan petani yang diperoleh dari usaha pengelolaan agroforestri


adalah hasil dari tanaman pertanian yang ditanam di bawah tegakan Sengon,
dalam hal ini adalah tanaman jahe yang merupakan tanaman tahan naungan
sehingga cocok untuk diusahakan sebagai tanaman agroforestri. Pengelolaan
agroforestri jahe digunakan untuk memberikan hasil tambahan dalam usaha
kehutanan dengan pemasukan dari hasil usaha tanaman jahe. Tanaman jahe
adalah tanaman herbal yang memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai
tanaman obat tradisional yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
masyarakat. Harga jual tanaman jahe dikalikan dengan produktivitasnya akan
menjadi penerimaan petani sehingga apabila pengelolaan agroforestri
dilaksanakan maka petani mendapatkan tambahan penerimaan selain dari hasil
panen tanaman Sengon. Pendapatan tambahan itu hanya untuk satu jenis tanaman
agroforestri yaitu tanaman jahe saja, pendapatan bersihnya pun hanya untuk
perhitungan pendapatan bersih tanaman jahe, sehingga untuk nilai pendapatan
tambahan dari agroforestri jenis lainnya dapat menggunakan sub model yang
berbeda.
5. Keterkaitan antara Ketiga Sub Model

Gambar 4. Total Pendapatan


Model yang dibuat terdiri dari tiga subsistem, yaitu sub model pendapatan
bersih sengon, pendapatan bersih jahe, dan pendapatan bersih singkong. Skenario
pengelolaan agroforestri tersusun atas 3 sub model yang mana antara sub model
satu dengan sub model lainnya memiliki keterkaitan dan saling berhubungan satu
sama lain.
Sub model pendapatan bersih sengon akan memengaruhi sub model
pendapatan jahe dan juga sub model pendapatan singkong, begitu pula sebaliknya
sub model pendapatan jahe terhadap sub model pendapatan sengon dan juga sub
model pendapatan singkong serta sub model pendapatan singkong terhadap sub
model pendapatan sengon dan sub model pendapatan jahe.
Skenario ini memperlihatkan hubungan sub model pendapatan sengon
dengan sub model pendapatan jahe dan sub model pendapatan singkong yang
pada akhirnya menjadi total pendapatan apabila ketiganya dijumlahkan. Jadi,
besar kecilnya sub model pendapatan sengon, sub model pendapatan jahe, dan sub

model pendapatan singkong berpengaruh terhadap besar kecilnya total pendapatan


dari pengelolaan agroforestri ini.
Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan skenario-skenario yang
telah ditetapkan. Skenario dibuat untuk mengetahui pengaruh pendapatan sengon,
jahe, dan singkong dalam pengelolaan agroforestri terhadap total pendapatan.
6. Evaluasi Model
Evaluasi model adalah tahap untuk menguji model untuk menggambarkan
kondisi sebenarnya yang terjadi dilapangan. Pada tahap ini dilakukan pada
pengelolaan agroforestry pada tanaman jahe, singkong, dan sengon.
Pada tahap pertama dilakukan model terhadap pertumbuhan tanaman
sengon dengan membandingkan biaya, pemasukan dan pendapatan bersih dari
sengon yang dituangkan pada grafik. Dari grafik pada skenario agroforestry
sengon diperoleh bahwa biaya yang dikeluarkan terlihat konstan, sedangkan pada
pemasukan dan pendapatan bersih terhadap sengon terlihat naik turun. Hah ini
mungkin dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti harga kayu yang tidak
dapat dipastikan , pengelolaannya yang kurang baik, dan juga dapat disebkan oleh
faktor teknik manajemen yang kurang baik pada saat pemanenan kayu yang dapat
menyebabkan pendapatan berkurang. Dengan biaya pengeluaran yang terlihat
selalu tetap hendaknya pendapatan harus dapat dimaksimalkan dengan melakukan
system manajemen yang tepat. Pada tahap kedua dilakukan model terhadap
pertumbuhan tanaman singkong, juga dengan membandingkan biaya tanam,
pemasukan dan pendapatan bersih dari singkong. Dari hasil grafik dapat diperoleh
bahwa biaya tanam, pendapatan dan biaya bersih dari singkong selalu konstan.
Pada tahap selanjutnya dilakukan pemodelan pada tanaman jahe. Sama halnya
dengan tanaman singkong, tanaman jahe juga memiliki biaya, pemasukan dan
pendapatan bersih yang selalu konstan. Dari ketiga grafik tersebut maka diperoleh
pendapan total yang tidak konstan tetapi naik turun seperti yang terlihat pada
grafik empat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pendapatan sengon yang tidak
konstan. tetapi dari ketiga grafik pada pohon sengon, tanaman singkong dan jahe
maka dapat dilakukan system agroforestry karena dengan pendapatan sengon yang
selalu naik turun dapat diimbangin dengan pendapatan singkong dan jahe yang
selalu konstan.

KESIMPULAN
Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri dapat mengoptimalkan fungsi
lahan dan memberikan pendapatan yang terus mengalir. Pada pemodelan
pengelolaan agroforestri ini, dibuatlah skenario-skenario yang dapat menjelaskan
keterkaitan antara sub model dan hubungannya dengan pendapatan yang dapat
diterima oleh pengelola. Selama pengelola lahan menunggu pohon sengon

mencapai daur tebang, pengelola dapat mengandalkan tanaman pertanian seperti


singkong dan jahe untuk menghasilkan pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini MD. 2010. Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon, Kopi dan Tanaman
Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah[skripsi]. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB.
Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Nairobi. Kluwer. Academic
Publ. dalam Endah Ernawati. 2003. Simulasi Pengeloaan Agroforestry:
Studi Kasus di RPH Sukamantri, BKPH Bogor, KPH Bogor [skripsi].
Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Purnomo, Herry.2012.Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif
Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr.
Simatupang.1995. Pemodelan Sistem. Klaten: Nindita.

You might also like