You are on page 1of 28

Sistem Peringatan Dini (Early

Warning System)
1. Pengertian Sistem Peringatan Dini
Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) merupakan serangkaian sistem untuk
memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam
lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan
informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Dalam keadaan kritis, secara
umum peringatan dini yang merupakan penyampaian informasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk sirine, kentongan dan lain sebagainya. Namun demikian menyembunyikan sirine
hanyalah bagian dari bentuk penyampaian informasi yang perlu dilakukan karena tidak ada cara
lain yang lebih cepat untuk mengantarkan informasi ke masyarakat. Harapannya adalah agar
masyarakat dapat merespon informasi tersebut dengan cepat dan tepat. Kesigapan dan kecepatan
reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang sempit dari saat dikeluarkannya informasi
dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit, bencana besar dan
penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang membutuhkan peringatan dini. Semakin
dini informasi yang disampaikan, semakin longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya.
Keluarnya informasi tentang kondisi bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis
data-data mentah tentang sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan
informasi hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis dan sintesis yang menuju pada keluarnya
informasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua bagian
utama dalam peringatan dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha untuk mengemas datadata menjadi informasi yang tepat dan menjadi hilir yang berupa usaha agar infomasi cepat
sampai di masyarakat.

2. Tujuan Sistem Peringatan Dini


Bagi masyarakat Indonesia, sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana sangatlah
penting, mengingat secara geologis dan klimatologis wilayah Indonesia termasuk daerah rawan
bencana alam. Dengan ini diharapkan akan dapat dikembangkan upaya-upaya yang tepat untuk
mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya dampak bencana alam bagi masyarakat.
Keterlambatan dalam menangani bencana dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi
masyarakat. Dalam siklus manajemen penanggulangan bencana, sistem peringatan dini bencana
alam mutlak sangat diperlukan dalam tahap kesiagaan, sistem peringatan dini untuk setiap jenis
data, metode pendekatan maupun instrumentasinya. Tujuan akhir dari peringatan dini ini adalah
masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman pada suatu daerah serta tertatanya suatu

kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal
sebagai berikut:
a. Diketahuinya daerah-daerah rawan bencana di Indonesia
b. Meningkatkannya knowledge, attitude dan practice dari masyarakat dan
aparat terhadap fenomena bencana, gejala-gejala awal dan mitigasinya.
c. Tertatanya suatukawasan dengan mempertimbangkan potensi bencana.
d. Secara umum perlu pemahaman terhadap sumberbencana.

3. Target dari Sistem Peringatan Dini


Target yang akan diberi peringatan dini adalah masyarakat dan aparat, terutama yang tinggal di
daerah rawan bencana. Target ini seharusnya mencakup beberapa generasi dan beberapa kelas
sosial masyarakat. Keterlibatan masyarakat, aparat dan akademisi (peneliti dari multi disiplin,
misal geografi, geologi, pertanian, teknik sipil, ilmu sosial, dll) sangat penting dalam sistem
peringatan dini. Sistem peringatan dini akan lebih tepat apabila dirumuskan oleh ketiga
komponen ini. Apabila salah satu komponen saja yang dominan dikhawatirkna sistem ini tidak
akan berjalan efektif.
<!nextpage>
4. Pelaksanaan Sistem Peringatan Dini
Informasi dini terhadap bencana didapatkan dengan dua macam cara, yakni sebagai berikut.
a. Konvensional
Secara konvensional, pengenalan bencana dilakukan dengan pengenalan terhadap gejala-gejala
alam yang muncul sebelum terjadinya bencana, yang disesuaikan dengan karakteristik
bencananya.
b. Modern
Secara modern, pengenalan bencana dilakukan dengan pemantauan aktivitas di atmosfer secara
periodik dengan satelit maupun peralatan berteknologi tinggi. Pengenalan gejala bencana
merupakan hal yang penting dalam Early Warning System. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
sebagian besar Sistem Peringatan Dini Bencana Alam sulit untuk diaplikasikan. Biaya instansi
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan telekomunikasi dan operasionalnya memerlukan

pendanaan yang sangat mahal. Dalam kondisi seperti ini, maka kesiapsiagaan dan mengenali
gejala alam akan munculnya bencana merupakan jawaban yang paling memungkinkan.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana harus diberdayakan dan merespons sistem
tersebut agar pengurangan jumlah korban bencana alam dapat dihindari. Oleh karena itu, perlu
peningkatan pemahaman kesadaran masyarakat dan aparat terhadap kondisi daerahnya yang
rawan, serta terhadap gejala-gejala awal terjadinya bencana, tindakan darurat dan mitigasinya.
Adapun gejala yang biasanya nampak sebelum terjadinya bencana adalah sebagai berikut.
a.

Gejala Letusan Gunungapi

Hewan-hewan yang berada di dalam hutan keluar dari hutan menuju wilayah yang lebih rendah
Ular, tikus dan kecoa keluar sangat banyak dari dalam got
Suhu udara terasa sangat panas di malam hari dan meningkat drastis
dibanding hari-hari biasa
b. Gejala Gempa Bumi (Tektonik)
Awan yang berbentuk seperti angin tornado atau pohon/batang berdiri
Lampu neon menyala redup/remang-remang walaupun tidak ada arusnya
Hasil cetakan faximile berantakan(tidak jelas dan tidak terbaca)
Siaran televisi terganggu
Hewan-hewan berperilaku aneh/gelisah, menghilang, dan berlarian
c.

Gejala Tanah Longsor

Hujan yang intensitasnya tinggi (3 hari berturut-turut >300 mm)


Tanah yang bergerak (creep)
<!nextpage>

Larian material kering yang tidak kompak dari lapukan batuan Pohon-pohon, tiang,
tanaman miring atau berpindah tempat

d. Gejala Tsunami
Hewan-hewan laut keluar dari persembunyiannya kepermukaan
Terdapat gempa dengan kekuatan besar

Air laut tiba-tiba surut hingga beberapa ratus meter, sehingga banyak ikan terdampar di pantai
Burung-burung laut terbang dengan kecepatan tinggi ke arah daratan
Udara berbau asin (air garam)
Angin berhembus tiba-tiba dan terasa dingin menyengat
Suara dentuman seperti meriam di dasar laut atau mendengar suara drum
band yang sangat banyak dengan irama cepat
e.

Gejala Badai

Awan hitam di tepi khatulistiwa


Angin kencang
Udara dingin
Gelombang laut meninggi
Hujan dengan intensitas yang tinggi (luar biasa deras)
f. Gejala Kekeringan
Bulan kering berkepanjangan
Temperatur udara tinggi dan kering
Hewan-hewan tanah muncul kepermukaan tanah
Daun tanaman keras meranggas
Bunyi garangpong (Jawa) tanpa henti
g. Gejala Banjir
Hujan yang intensitasnya tinggi (3 hari berturut-turut >300 mm)
Naiknya permukaan air sungai
Daerah hulu dengan hutan yang rusak (gundul)
Air sungai berwarna keruh dan penuh lumpur

Aliran sedimen dasar sungai bergerak sangat cepat ke arah hilir


Awan hitam di arah hulu sungai
Suara riuh-rendah bagaikan dentuman dari arah hulu sungai
Hewan (orang utan) menunjukkan tingkah laku yang sangat gelisah dan
berteriak-teriak
Dengan mempertimbangkan penyebab utama ditetapkannya sistem peringatan dini, serta tujuan
dan targetnya, maka disarankan agar sistem peringatan dini ini dilakukan dengan sistem
pemberdayaan masyarakat, dengan melibatkan aparat pemerintah dan akademisi sebagai
fasilitator dan motivator. Sistem ini harus dapat meningkatkan knowledge, attitude dan practice
dari tiap komponen yang ada dalam sistem tersebut. Syarat utama agar peringatan dini ini dapat
berhasil efektif, diperlukan komitmen pribadi dan aksi nyata dari tiap individu/institusi dan
komunikasi yang baik antar individu yang terlibat.

MANAJEMEN BENCANA

Definisi Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:

Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).

Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari
masyarakat.

Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk


mengatasi dengan sumber daya mereka.

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi
hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri
peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi
peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Bencana = Bahaya x Kerentanan
Dimana:
Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa
dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian
material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat
setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar. Disaster terdiri dari 2(dua)
komponen yaitu Hazard dan Vulnerability;
Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau
mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian,
kerusakan lingkungan. Misal : tanah longsor, banjir, gempa-bumi, letusan gunung api,
kebakaran dll;
Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi
kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman
bencana;
Risiko ( Kerentanan ) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh
hazard dan/atau vulnerability.
Model Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang rentan
(vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar
biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat
dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi
kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:

Disaster management continuum model. Model ini mungkin merupakan model yang
paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah
diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi
emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early
warning.

Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan
di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana,
selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan
disaster management continuum model.

Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada
manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,
preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan
bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana
tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain
seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.

The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi
kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan
juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.

Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya manajemen bencana
pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan
mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.

Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007 menyatakan
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut
mengandung dua pengertian dasar yaitu:

Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.

Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang didasari


risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.

Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara skematis
dapat digambarkan sebagai berikut:

Tanggap Darurat Bencana : Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusul
terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and needs
assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana
Tujuan :
Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia;
Mengurangi penderitaan korban bencana;
Meminimalkan kerugian material
Rehabilitasi : Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali
pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di
dalam masyarakat. Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami
trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan
tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
Rekonstruksi : Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum
terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber
ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan
tujuan : mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaat secara ekonomis
pada masyarakat
Prevensi : Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat
memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi
dalam pembangunan fisik;


Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan jaminan
perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukiman
penduduk; Pembangunan saluran pembuangan lahar;

Pembangunan kanal pengendali banjir;

Relokasi penduduk

Kesiapsiagaan Bencana : Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu,


kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan
mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan
kerusakan sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya mengurangi
tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber
daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana
Mitigasi : Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu
peristiwa alam dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut
terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural);
Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana
mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana;

Pembangunan dam penahan banjir atau ombak;

Penanaman pohon bakau;

Penghijauan hutan;

Sistem Peringatan Dini : Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang


kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan
dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
Kebijakan Manajemen Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapa perubahan
kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yang perlu
diperhatikan adalah:

Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjadi


tanggung jawab legal.

Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau


pengurangan kerentanan.

Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan proses


pembangunan.

Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi
terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia,
Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa
Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk
dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah
sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang
mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan
implementasi kebijakan.
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar,
juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:

Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara
berbagai fungsi yang terkait.

Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.

Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan
bencana.

Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia dan menjadi


salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga dan mekanisme
yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah
Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan
orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Melalui UU No. 24 tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah memulai proses penyusunan
kebijakan menajemen bencana. Beberapa PP yang terkait telah dikeluarkan (PP No. 21, 22, 23
tahun 2008), sementara beberapa PP lain sedang dipersiapkan.

SAAT BENCANA DATANG


Apakah yang harus dilakukan sebelum, pada saat dan setelah bencana?
Apakah anda sudah siap siaga menghadapi ancaman bencana? Sejak dini, kita perlu menyadari
bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana. Kenyataan ini mendorong kita untuk
mempersiapkan diri, keluarga, dan komunitas di sekitar kita. Kesiapsiagaan diri diharapkan pada
akhirnya mampu untuk mengantisipasi ancaman bencana dan meminimalkan korban jiwa,

korban luka, maupun kerusakan infrastruktur. Mulai dari dalam diri sendiri, kita dapat membantu
keluarga dan komunitas untuk membangun kesiapsiagaan, maupun pada saat menghadapi
bencana dan pulih kembali pasca bencana .
Berikut beberapa jenis bencana dan cara apa yang kita harus lakukan ketika bencana itu datang :
1. Gempa Bumi
Bencana ini bersifat tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Gempabumi dapat menimbulkan
dampak korban jiwa, luka, maupun kerusakan infrastruktur yang sangat signifikan. Kita harus
belajar dari kejadian gempabumi yang terjadi di Yogyakarta (2006) dan Padang (2009).
Mengidentifikasi potensi bahaya dan perencanaan yang berstandar aman dapat menyelamatkan
jiwa dan mengurangi korban luka maupun kerusakan infrastruktur.
Apa yang dilakukan sebelum terjadi gempabumi
Kita tidak dapat mengetahui kapan gempa akan terjadi sehingga persiapan menjadi sangat
penting untuk menyelamatan jiwa, mengurangi korban luka, maupun kerusakan infrasturktur.
Ada 6 langkah untuk persiapan.
a) Cek potensi bahaya di rumah
Lekatkan lemari secara aman pada dinding
Tempatkan barang besar dan berat ada bagian bawah lemari
Letakkan barang pecah belah pada bagian yang lebih rendah dan di bagian tertututp
Gantungkan barang yang berat seperti pigura foto atau cermin, jauh dari tempat tidur, sofa,
ataupun tempat di mana orang duduk
Pastikan lampu langit-langit terpasang dengan kuat
Perbaiki apabila terjadi kerusakan pada jaringan listrik atau gas.
Amankan pemanas air dengan terpasang dengan baik pada dinding.
Perbaiki keretakan pada langit-langit atau fondasi. Konsultasikan dengan ahli bangunan apabila
membutuhkan informasi mengenai struktur bangunan yang kurang kuat.
Tempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar dalam lemari tertutup dan letakkan paling
bawah.
b) Identifikasi tempat aman di dalam dan luar rumah
Di bawah perabot yang kuat, seperti meja dan kursi
Merapat pada dinding, seperti berdiri pada siku bangunan
Menjauh dari kaca atau cermin atau pun barang-barang berat yang berpotensi jatuh
Di luar rumah, jauhi bangunan, pohon, dan jaringan telepon atau listrik, atau bangunan yang
mungkin runtuh
c) Bekali pengetahuan diri sendiri dan anggota keluarga
Memiliki daftar kontak yang dibutuhkan, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) provinsi, kabupaten, kota, TNI, Polisi, rumah sakit, PMI, atau pun dinas pemadam

kebakaran.
Bekali anak-anak bagaimana dan kapan harus menghubungi pihak-pihak di atas, dan mencari
stasiun radio untuk mencari informasi darurat
Bekali semua anggota keluarga bagaimana dan kapan harus mematikan gas, listrik, dan air.
d) Siapkan dukungan logistik darurat
Lampu senter dan baterai cadangan
Radio dengan baterai
Perlengkapan PPPK dan panduannya
Makanan siap saji dan minuman (perhatikan masa berlakunya)
Obat-obatan khusus disesuaikan dengan kebutuhan pemakai
Uang secukupnya
Sepatu khusus
e) Merencanakan mekanisme komunikasi darurat
Pada kasus apabila anggota keluarga terpisah pada saat bencana, rencanakan cara untuk
mengumpulkan anggota keluarga setelah bencana.
Menanyakan kepada saudara atau teman yang berlokasi di luar area tempat tinggal kita untuk
bersedia sebagai penghubung keluarga .
f) Bantu komunitas untuk siap siaga
Bekerja sama dengan media lokal untuk membuat kolom khusus terkait informasi respon
darurat setelah bencana. Disebutkan juga pada kolom tersebut nomor telepon BPBD, instansi
pemerintah terkait, rumah sakit, dan PMI.
Kenali bersama keluarga mengenai potensi bencana yang ada di sekitar rumah
Bekerja sama dengan BPBD, PMI, atau pihak terkait lainnya untuk menyiapkan laporan khusus
bagi masyarakat dengan mobility impairment pada apa yang akan kita lakukan selama
gempabumi
Melakukan simulasi evakuasi sederhana di rumah
Mencari informasi dari pihak terkait tentang pemutusan listrik dan air pada saat bencana
Bekerja sama dengan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang building code,
retrofitting program, ancaman bahaya, dan rencana yang disusun oleh keluarga pada saat
keadaan darurat .
Apa yang dilakukan pada saat bencana
Tetap berada di tempat yang menurut Anda aman selama terjadi gempa. Waspadai gempa susulan
yang terkadang guncangannya lebih kuat. Perhatikan langkah Anda ke tempat aman lain dan
tetap berada di sekitar tempat itu sampai guncangan berhenti dan Anda dapat keluar dengan
aman .

a) Ketika di dalam ruangan


Merunduk hingga menyentuh lantai; cari perlindungan di bawah meja atau perabot lain yang
kuat; dan tunggu hingga guncangan berhenti. Apabila tidak ada meja atau perabot untuk
berlindung, lindungi kepala anda dengan lengan kemudian merayap menuju ruangan.
Jauhi gelas, jendela, atau apa pun yang mungkin memjatuhi Anda.
Tetap di tempat tidur apabila terjadi gempa, lindungi kepala Anda dengan bantal. Apabila ada
kemungkinan benda berat akan menimpa Anda, segera menuju ke sisi terdekat yang aman.
Tetap di dalam ruang hingga guncangan berhenti, dan keluarlah ketika sudah aman. Penelitian
menunjukkan bahwa banyak orang terluka karena mereka berusaha untuk menuju ke lokasi yang
berbeda atau berusaha ke luar bangunan.
Waspadai segala kemungkinan yang timbul akibat arus pendek.
JANGAN menggunakan lift.
b) Ketika di luar ruangan
Tetaplah di luar
Jauhi dari gedung, lampu jalan, atau jaringan berkabel.
Ketika di luar, tetaplah di luar hingga guncangan berhenti. Bahaya paling besar berada
langsung di luar bangunan; pada pintu keluar, exterior sepanjang dinding luar.
c) Di dalam kendaran
Menepi dan berhenti segera. Tetap tinggal di dalam kendaraan. Hindari berhenti di dekat atau di
bawah bangunan, pohon, jembatan, atau pun jaringan berkabel.
Lanjutkan berkendara setelah gempa berhenti. Hindari jalan, jembatan, atau halangan yang
telah rusak akibat gempa.
d) Ketika terjebak di dalam reruntuhan
Jangan menyalakan api
Jangan bergerak atau apa pun yang menimbulkan debu
Tutupi mulut Anda dengan sapu tangan atau kain
Munculkan suara pada pipa atau dinding sehingga tim SAR dapat mencari posisi Anda.
Gunakan peluit apabila tersedia. Berteriak adalah jalan terakhir yang dapat dilakukan, tapi hal ini
dapat menyebabkan akan menghirup debu .
Apa yang dilakukan setelah terjadi bencana
a) Siaga kemungkinan yang terjadi setelah gempa. Gelombang guncangan kedua biasanya
kurang mematikan tetapi dapat lebih kuat untuk memberikan kerusakan tambahan hingga
memperlemah struktur bangunan dan dapat terjadi pada satu jam pertama, beberapa hari,
minggu, bahwa bulan setelah gempa.
b) Dengarkan radio atau televisi yang bisa diakses. Perhatikan informasi terkini terkait respon
darurat.
c) Gunakan telpon untuk panggilan darurat

d) Buka laci lemari secara hati-hati. Waspadai benda-benda yang dapat menjatuhi Anda.
e) Jauhi area yang hancur. Jauhi area yang hancur kecuali memang kehadiran Anda dibutuhkan
oleh pihak berwenang, seperti kepolisian, pemadam kebakaran, atau tim SAR. Kembalilah ke
rumah apabila pihak berwenang mengatakan bahwa kondisi telah aman.
f) Bantu korban luka atau yang terjebak. Ingat untuk selalu membantu tetangga atau siapa pun
yang membutuhkan pertolongan khusus seperti anak-anak, orang tua, atau orang cacat. Berikan
pertolongan pertama secara tepat. Jangan pindahkan korban yang terluka serius untuk
menghindari luka yang lebih parah. Carilah bantuan kepada tim medis yang lebih ahli.
g) Bersihkan cairan yang berbahaya. Tinggalkan lokasi yang berbau cairan berbahaya seperti gas
atau cairan kimia.
h) Periksa beberapa peralatan.
Periksa apabila terjadi kebocoran gas. Jika tercium bau gas, segera buka jendela dan segera
keluar bangunan.
Periksa kerusakan listrik. Apabila ditemukan jaringan kabel yang rusak dan tercium bau panas
listrik, segera matikan listrik.
Periksa kerusakan tempat pembuangan kotoran dan saluran pipa. Apabila terjadi kerusakan
pada tempat pembuangan kotoran dan saluran pipa, hindari penggunaan toilet dan panggil tukang
di bidangnya. Hubungi instansi yang berwenang untuk antispasi pencemaran air yang lebih luas.
2. Tsunami
Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air bawah laut karena
pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunungapi, dan jatuhnya meteor. Tsunami dapat
bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan dapat mencapai daratan dengan ketinggian
gelombang hingga 30 meter.
Tsunami sangat berpotensi bahaya meskipun tsunami ini tidak terlalu merusak garis pantai.
Gempa yang disebabkan pergerakan dasar laut atau pergeseran lempeng yang paling sering
menimbulkan tsunami. Pada tahun 2006 Indonesia mengalami tsunami dahsyat setelah
gempabumi berskala 8.9 SR terjadi di sekitar Aceh. Area yang memiliki risiko tinggi jika gempa
bumi besar atau tanah longsor terjadi dekat pantai gelombang pertama dalam seri bisa mencapai
pantai dalam beberapa menit, bahkan sebelum peringatan dikeluarkan. Area berada pada risiko
yang lebih besar jika berlokasi kurang dari 25 meter di atas permukaan laut dan dalam beberapa
meter dari garis pantai.
Apa yang dilakukan sebelum dan pada saat terjadi tsunami
a) Nyalakan radio untuk mengetahui apakah tsunami terjadi setelah adanya gempabumi di sekitar
wilayah pantai.
b) Cepat bergerak ke arah daratan yang lebih tinggi dan tinggal di sana sementara waktu.
c) Jauhi pantai. Jangan pernah menuju ke pantai untuk melihat datangnya tsunami. Apabila Anda
dapat melihat gelombang, anda berada terlalu dekat. Segera menjauh.
d) Waspada- apabila terjadi air surut, jauhi pinggir pantai. Ini merupakan salah satu peringatan
tsunami dan harus diperhatikan.

Apa yang dilakukan setelah terjadi tsunami


a) Jauhi area yang tergenang dan rusak sampai ada informasi aman dari pihak berwenang.
b) Jauhi reruntuhan di dalam air. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keamanan perahu
penyelamat dan orang-orang di sekitar.
c) Utamakan keselamatan dan bukan barang-barang Anda.
3. Banjir
Banjir adalah bencana yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Bencana yang disebabkan oleh
faktor hidrometeorologi ini selalu meningkat setiap tahunnya. Meskipun terkadang tidak
menimbulkan banyak korban jiwa, bencana ini tetap saja merusak infrastruktur dan mengganggu
stablitas perekonomian masyarakat secara signifikan.
Karakteristik banjir sangat beragam. Banjir dapat disebabkan karena curah hujan yang tinggi
dengan tidak diimbangi serapan tanah yang cukup. Atau dapat terjadi dalam bentuk rob atau
bandang. Oleh karena itu, kita harus siap untuk mengantisipasi setiap jenis bencana banjir.
Apa yang dilakukan sebelum terjadi banjir
a) Perhatikan ketinggian rumah Anda dari bangunan yang rawan banjir.
b) Tinggikan panel listrik
c) Hubungi pihak berwenang apabila akan dibangun dinding penghalang di sekitar wilayah
Anda.
Apa yang dilakukan pada saat terjadi bencana
a) Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda:
Simak informasi dari radio mengenai informasi banjir
Waspada terhadap banjir yang akan melanda. Apabila terjadi banjir bandang, beranjak segera ke
tempat yang lebih tinggi; jangan menunggu instruksi terkait arahan beranjak.
Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat-tempat lain yang tergenang
air. Banjir bandang dapat terjadi di tempat ini dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa
atau deras.
b) Apabila Anda harus bersiap untuk evakuasi:
Amankan rumah Anda. Apabila masih tersedia waktu, tempatkan perabot di luar rumah. Barang
yang lebih berharga diletakan pada bagian yang lebih tinggi di dalam rumah.
Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alat-alat yang
masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang bermuatan listrik apabila
Anda berdiri di atas air.
c) Apabila Anda harus meninggalkan rumah:
Jangan berjalan di arus air. Beberapa langkah berjalan di arus air dapat mengakibatkan Anda
jatuh. Apabila Anda harus berjalan di air, berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak. Gunakan
tongkat atau sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat Anda berpijak.

Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil dan
keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, Anda dan mobil dapat
tersapu arus banjir dengan cepat.
4. Tanah Longsor
Tanah longsor seringkali dipicu oleh curah hujan tinggi dan terjadi selama beberapa hari.
Struktur tanah yang labil sangat mudah mengalami longsor hingga mengakibatkan bencana
khususnya bagi masyarakat yang berada di posisi lebih rendah. Tanah longsor juga dapat dipicu
oleh getaran gempa hingga merontokkan struktur tanah di atas .
Anda dan masyarakat di pegunungan atau perbukitan harus memperhatikan tempat sekeliling
Anda tinggal dan berkonsultasi dengan ahli terkait dengan kondisi tempat tinggal Anda .
Apa yang dilakukan sebelum terjadi tanah longsor
a) Waspada terhadap curah hujan yang tinggi
b) Persiapkan dukungan logistik
Makanan siap saji dan minuman
Lampu senter dan baterai cadangan
Uang tunai secukupnya
Obat-obatan khusus sesuai pemakai
c) Simak informasi dari radio mengenai informasi hujan dan kemungkinan tanah longsor.
d) Apabila pihak berwenang menginstruksikan untuk evakuasi, segera lakukan hal tersebut .
Apa yang dilakukan pada saat terjadi tanah longsor
a) Apabila Anda di dalam rumah dan terdengar suara gemuruh, segera ke luar cari tempat lapang
dan tanpa penghalang
b) Apabila Anda di luar, cari tempat yang lapang dan perhatikan sisi tebih atau tanah yang
mengalami longsor .
Apa yang dilakukan sesudah terjadi tanah longsor
a) Jangan segera kembali ke rumah Anda, perhatikan apakah longsor susulan masih akan terjadi.
b) Apabila Anda diminta untuk membantu proses evakuasi, gunakan sepatu khusus dan peralatan
yang menjamin keselamatan Anda.
c) Perhatikan kondisi tanah sebagai pijakan yang kokoh bagi langkah Anda.
d) Apabila harus menghadapi reruntuhan bangunan untuk menyelamatkan korban, pastikan tidak
menimbulkan dampak yang lebih buruk atau menunggu pihak berwenang untuk melakukan
evakuasi korban .

PENILAIAN RISIKO BENCANA

Karakteristik Bencana
Bencana secara istilah dibedakan berdasar karakteristik fisik utama :
Penyebab : Alam atau ulah manusia.
Frekuensi : Berapa sering terjadinya.
Durasi : Beberapa durasinya terbatas, seperti pada ledakan, sedang lainnya
mungkin lebih lama seperti banjir dan epidemi.
Kecepatan onset : Bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada
pemberitahuan yang bisa diberikan, atau bertahap seperti pada banjir (keculi banjir
bandang), memungkinkan cukup waktu untuk pemberitahuan dan mungkin
tindakan pencegahan atau peringanan. Ini mungkin berulang dalam periode waktu
tertentu, seperti pada gempa bumi.
Luasnya dampak : Bisa terbatas dan mengenai hanya area tertentu atau
kelompok masyarakat tertentu, atau menyeluruh mengenai masyarakat luas
mengakibatkan kerusakan merata pelayanan dan fasilitas.
Potensi merusak : Kemampuan penyebab bencana untuk menimbulkan tingkat
kerusakan tertentu (berat, sedang atau ringan) serta jenis (cedera manusia atau
kerusakan harta benda) dari kerusakan.

Geografi Bencana
Area geografik yang nyata sehubungan dengan bencana dikatakan sebagai area
kerusakan, area dimana bencana menyerang. Dibagi :
Area kerusakan total : Dimana bencana paling merusak.
Area kerusakan tepi : Walau dampak bencana dirasakan, kerusakan dan atau
cedera nyata lebih ringan dibanding area kerusakan total.
Area penyaring : Area dekat area kerusakan dari mana bantuan dimulai secara
segera dan spontan.

Area bantuan terorganisir : Area darimana bantuan yang lebih resmi diberikan
secara selektif. Area ini mungkin meluas hingga mencakup bantuan masyarakat,
regional, nasional dan internasional.

Berdasar tingkat respons, bencana diklasifikasikan menjadi tiga tingkat (ACEP) :


Tingkat 1 : Sistem pengelolaan respons terhadap bencana lokal mampu bereaksi
secara efektif dan dapat mancakup kerusakan atau penderitaan.
Tingkat 2 : Sebagai tambahan terhadap respons lokal, dukungan diberikan oleh
sumber regional atau masyarakat atau negara sekitar.
Tingkat 3 : Melampaui kemampuan sumber lokal atau regional dan diperlukan
bantuan internasional.

Yang harus diingat :


-

Bencana bisa menimbulkan kerusakan masyarakat dan sumber daya yang


diperlukan untuk menghadapinya.

Bencana menyebabkan masalah pemulihan dan perbaikan jangka panjang.


Bisa melampaui kemampuan masyarakat beserta sumber daya dan atau
fasilitasnya.

Bencana menyebabkan kematian, cedera dan kecacadan.

Pengelolaan Risiko Bencana


Pikirkan bahwa masyarakat dan lingkungannya adalah terancam terhadap bencana
dan bagaimana kesanggupan masing-masing melawan akibat dari kerusakan oleh
bencana.

Risiko (risk) : Kemungkinan akan kehilangan yang bisa terjadi sebagai akibat
kejadian buruk, dengan akibat kedaruratan dan keterancaman.

Bahaya (hazard) : Potensi akan terjadinya kejadian alam atau ulah manusia
dengan akibat negatif.
Keterancaman (vulnerability) : Akibat yang timbul dimana struktur masyarakat,
pelayanan dan lingkungan sering rusak atau hancur akibat dampak kedaruratan.
Adalah kombinasi mudahnya terpengaruh (susceptibility) dan daya bertahan
(resilience). Resilience adalah bagaimana masyarakat mampu bertahan terhadap
kehilangan, dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh terhadap
risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan keterancaman masyarakat atas
dampak kedaruratan, penting untuk memastikan kemampuan masyarakat beserta
lingkungannya untuk mengantisipasi, mengatasi dan pulih dari bencana. Jadi
dikatakan sangat terancam bila dalam menghadapi dampak keadaan bahaya hanya
mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi kehilangan dan kerusakan,
dan sebaliknya bila kurang pengalaman menghadapi dampak keadaan bahaya
namun mampu menghadapi kehilangan dan kerusakan, dikatakan tidak terlalu
terancam terhadap bencana dan kegawatdaruratan.
High susceptibility + low resilience = high level of vulnerability.
High exposure to risk + limited ability to sustain loss = high vulnerability.
Low susceptibility + high resilience = low degree of vulnerability.
Ability to sustain loss + low degree of exposure = low vulnerability.
Jelaslah bahwa petugas harus mengenal golongan masyarakat, struktur dan
pelayanan yang mudah terancam, hingga dapat menjadikannya tahan terhadap
kerusakan akibat kedaruratan.

Proses Pengelolaan Risiko Bencana


Dalam pengelolaan risiko bencana, bencana dijelaskan berkaitan dengan risikonya
terhadap masyarakat; dan dilakukan tindakan yang sesuai terhadap risiko yang
diketahui.

Hal penting :
-

Berapa luas bencana melanda.

Berapa luas ancaman terhadap masyarakat dan lingkungan.

Pengelolaan risiko bencana adalah penerapan sistematik dari kebijaksanaan


pengelolaan, prosedur dan pelatihan terhadap :
-

Memastikan hal-hal terkait

Mengidentifikasi risiko

Menganalisis risiko

Menilai / mengevaluasi risiko

Mengatasi risiko

Pengamatan dan penelaahan harus merupakan proses berkesinambungan dalam


pengelolaan risiko, dan semua sistem tergantung pada komunikasi dan konsultasi.

Hal tsb. menjadi perangkat pengambil keputusan yang sistematik, logis dan praktis
bagi pengelola bencana. Gunanya untuk mendapatkan kegunaan yang mendasar
bagi pengelola bencana untuk mengurangi dampak dari bencana. Artinya
pengelola bencana dapat :
1.

Mengidentifikasi apa yang mungkin terjadi

2.

Menganalisis kemungkinan hasil akhir

3.

Menilai dampak

4.

5.

Menindak risiko (pencegahan/mitigasi, mempersiapkan, merespons dan


pemulihan)
Memonitor proses

Pengelolaan Bencana Menyeluruh dan Terpadu


Pengelolaan bencana yang efektif memerlukan kombinasi empat konsep :
-

Atas semua bahaya

Menyeluruh

Terpadu

Masyarakat yang siap

Semua bahaya, maksudnya aturan yang disetujui dalam merancang mengatasi


semua bahaya, alam dan ulah manusia. Dari pada mengembangkan rencana dan
prosedur berbeda untuk masing-masing bahaya, rancangan tunggal pengelolaan
harus dibuat dan digunakan dalam menghadapi semua bahaya yang dihadapi
masyarakat.

Pendekatan Menyeluruh
Empat dasar pengelolaan kegawatan dan bencana, masing-masing memerlukan
program pengelolaan (strategi) :
1.

Pencegahan dan mitigasi


Peraturan dan persyaratan fisik untuk mencegah terjadinya bencana, atau
untuk mengurangi dampaknya.

2.

Persiapan

Perencanaan dan program, sistem dan prosedur, pelatihan dan pendidikan untuk
memastikan bahwa bila bencana terjadi, sumber daya dan tenaga dapat segera
dimobilisasi dan diberdayakan dengan hasil terbaik. Termasuk pengembangan
sistem peringatan dan kewaspadaan, perencanaan organisasional, pelatihan dan
pengujian petugas, peralatan, perencanaan dan prosedur, serta pendidikan publik.
3.

Respons
Kegiatan yang diambil mendahului atau segera setelah dampak bencana
untuk meminimalkan akibat, dan untuk memberikan bantuan segera,
memulihkan dan mendukung masyarakat. Termasuk rescue, pemulihan dan
dukungan terhadap korban, informasi publik, pemberian makanan, pakainan
dan tempat berlindung.

4.

Pemulihan

Pemulihan dan perbaikan jangka panjang atas masyarakat yang terkena.


Merupakan proses rumit dan lama.

Pendekatan Terpadu
Pengelolaan bencana efektif memerlukan kerjasama aktif antara berbagai fihak
terkait. Artinya semua organiasi dengan tugasnya masing-masing bekerja bersama
dalam pengelolaan bencana. Hubungan berbentuk kerjasama sangat penting.

Masyarakat yang siap


Adalah masyarakat yang masing-masing individunya waspada terhadap bahaya dan
tahu bagaimana melindungi dirinya, keluarganya serta rumahnya terhadap dampak
dari bahaya. Bila masing-masing dapat melakukan tindakan perlindungan terhadap
dampak bahaya, akan mengurangi keterancaman terhadap bencana dan
kedaruratan.

Kegiatan pencegahan / mitigasi, persiapan, respons dan pemulihan yang harus


dilakukan :
1.

Pencegahan dan mitigasi :

2.

Standar bangunan dan kemampuan PMK

3.

Immunisasi penyakit

4.

Rancang sanitasi

5.

Pembuangan sampah / limbah

6.

Program pendidkan masyarakat

7.

Informasi media

8.

Peringatan terhadap masyarakat

Persiapan :
1.

Perencanaan, sistem dan prosedur

2.

Pelatihan personil

3.

Pengujian perencanaan, personil dan peralatan

Respons :
1.

Pengaktifan sistem pengelolaan insidens

2.

Pengaktifan sistem pengelolaan informasi dan sumberdaya

3.

Mekanisme pendukung bagi staf

Pemulihan :
1.

Proses debriefing

2.

Menilai dan merubah perencanaan dan prosedur

3.

Identifikasi dan pemanfaatan pengetahuan yang didapat

Kesimpulan Pengelolaan risiko bencana


Pengelolaan risiko bencana adalah pemanfaatan yang sistematik dari kebijaksanaan
pengelolaan, prosedur dan pelaksanaan dengan maksud mengurangi dampak
bencana. Merupakan perangkat pembuat keputusan yang logis dan praktis.

Proses Perencanaan Terhadap Bencana


(Risk Assessment / Penilaian Risiko)
1.

Tentukan hal yang akan direncanakan

2.

Tetapkan komite perencanaan

3.

Lakukan penilaian risiko

4.

Tentukan tujuan perencanaan

5.

Tentukan pertanggungjawaban

6.

Analisis sumberdaya

7.

Kembangkan sistem dan prosedur

8.

Tulis rencana

9.

Latih tenaga

10. Tes rencana, tenaga dan prosedur


11. Tinjau ulang rencana
12. Perbaiki rencana

Hal yang akan direncanakan :


Hal yang akan direncanakan dalam menghadapi kegawatdaruratan harus
diidentifikasi.
Komite perencanaan :
Fihak rumah sakit, fihak sistem kesehatan masyarakat termasuk kesehatan
masyarakat dan kesehatan mental, pelayanan darurat eksternal seperti ambulans,
PMK dan polisi.
Lakukan analisis risiko bencana :
Termasuk analisis bahaya dan analisis keterancaman. Semua analisis akan
membantu komite perencanaan bencana menentukan sasaran dan prioritas
perencanaan.
Penilaian risiko bencana berkelanjutan sepanjang proses perencanaan :
Bahaya berubah, tingkat keterancaman berubah, semua harus dimonitor dan dinilai
secara tetap.
Tentukan tujuan perencanaan :

Berdasar pada hasil analisis risiko dan pengenalan strategi pengelolaan bencana
yang disetujui komite.
Tentukan pertanggungjawaban :
Memilih pertanggungjawaban dari semua fihak terkait : RS, petugas, dan pelaksana
kesehatan masyarakat lainnya.
Analisis sumberdaya :
Komite harus mengetahui apa yang akan dibutuhkan; dari pada hanya melihat apa
yang dipunyai. Bila apa yang dibutuhkan kurang dari apa yang tersedia, komite
harus mengidentifikasi sumber tenaga dan sarana yang tersedia yang dapat
dipanggil seketika dibutuhkan. Rencanakan kerjasama dengan fasilitas kesehatan
regional atau nasional.
Ciptakan sistem dan prosedur :
Komite harus mengidentifikasi strategi untuk pencegahan dan mitigasi, penyiapan,
respons dan pemulihan akibat kegawatan major dan bencana. Ini termasuk sistem
komando gadar RS, sistem komunikasi, informasi publik, sistem pengelolaan
informasi dan sumberdaya.
Tuliskan rencana :
Dokumen tertulis harus dibagikan pada semua yang akan menggunakannya.
Dokumen harus sederhana dan langsung sasaran, atau orang tidak dapat membaca
atau memahaminya.
Latih persomil, uji perencanaan, personil dan prosedur :
Pelatihan personil serta pengujian perencanaan, sistem dan prosedur merupakan
bagian vital dari persiapan pengelolaan gadar atau bencana.
Kegiatan respons bencana memerlukan personil untuk bekerja diluar kegiatan
dan tanggungjawab hari-hari normalnya, dan melaksanakan tugas yang kurang
familier. Untuk menciptakan kejadian menjadi lebih sulit, berikan tidak hanya
banyak tugas yang tidak familer, namun mereka harus mendapatkan lingkungan
yang sangat menekan, yang bahkan pantas untuk menguji sistem dan personil yang
sudah berpengalaman.
Dapat dimengerti mengapa personil wajib dilatih dan diuji secara rutin dalam
tugas pengelolaan bencananya. Personil juga memerlukan kesempatan untuk
mempraktekkan tugas dan tanggungjawab pengelolaan bencananya.

Selain itu, rencana yang belum diuji dan dinilai ulang mungkin lebih buruk
dari pada tidak ada rencana sama sekali. Hal ini akan membangun rasa keamanan
yang salah pada petugas dalam hal tingkat persiapan.
Tinjau ulang dan ubah perencanaan :
Perencanaan harus dinilai ulang dan diperbaiki secara berkala,dan harus dinyatakan
dalam perencanaan itu sendiri. Setiap saat, perencanaan atau bagian dari
perencanaan, diaktifkan untuk latihan atau dalam bencana sesungguhnya.
Debriefing harus dilakukan untuk mengenal kebutuhan perbaikan perencanaan,
sistem dan prosedutr, dan untuk melatih personil.
Sekali lagi, perencanaan adalah proses, tidak pernah berakhir. Perencanaan
tertulis adalah hanya sebuah hasil akhir dari proses perncanaan, namun bukan titik
akhir, hanya bagian dari proses perencanaan. Perencanaan tertulis adalah dokumen
yang hidup yang harus secara tetap diuji, dinilai ulang dan dipertbaharui.

Bagaimana bila :
Bagian penting dari proses perencanaan adalah pertanyaan dari komite :
Bagaimana bila ; Bagaimana bila ini atau itu terjadi, apa yang harus dilakukan,
apa yang diperlukan, apa dampaknya pada petugas dll.
Tidak mungkin untuk membuat rencana bagi semua kejadian, namun
kegiatan komite dalam memikirkan batasan kejadian beserta konsekuensinya, dan
membahas pilihan rancangan yang diperkirakan memiliki jangkauan luas dalam
sistem persiapan, penting dilakukan.

Didunia, kehilangan akibat bencana tetap meningkat walau investasi yang sangat
besar dalam tindakan pencegahan secara tehnik sudah dilakukan. Hambatan politik
dan ekonomi menyebabkan bahwa pendekatan tradisional dalam mendapatkan rasa
aman terhadap bahaya harus dinilai ulang. Tidak saatnya lagi mangatakan bahwa
pencegahan terhadap proses berbahaya secara umum dikatakan sebagai terbaik
atau cara yang paling diinginkan dalam menghadapi risiko. Pencegahan dan
peningkatan resilience dari objek yang berpotensi terkena adalah dua contoh
penting lainnya dari bagaimana kerusakan akibat keadaan berbahaya dapat
dikurangi.

Konsep pilihan untuk mengatasi keadaan bahaya adalah menggunakan


kebijaksanaan berdasar risiko. Walau diarahkan pada bahaya, yang juga telah
mencakup risiko, dijelaskan sebagai fungsi dari empat faktor berikut :
1.
2.

Frekuensi terjadinya kejadian bahaya.


Intensitas kerusakan objek sasaran yang berpotensi terhadap risiko dengan
distribusi / kelompok khusus.

3.

Keterancaman objek sasaran akan terkena oleh kerusakan.

4.

Keterpaparan target sasaran terhadap bahaya.

Frekuensi dan kerusakan menunjukkan beratnya keadaan bahaya, keterancaman


dan keterpaparan sasaran terhadap risiko. Inilah kenapa ada perbedaan antara
definisi sederhana risiko sebagai hasil kemungkinan, dan perluasan kerusakan yang
lebih menunjukkan sudut pandang operator atau pelaksana. Bagaimanapun sudut
pandang yang lebih sempit dengan cepat menunjukkan bahwa frekuensi dan
keterpaparan adalah sebanding dengan kemungkinan, dimana intensitas dan
keterancaman mengartikan kerusakan.

Penggunaan pengelolaan risiko akan berhasil bila informasi berikut tersedia :


1.

Karakterisasi bahaya secara khusus.

2.

Mengumpulkan dan mengklasifikasikan objek yang terancam dalam


jangkauan proses berbahaya.

3.

Tampilan dampak kerusakan yang mungkin terjadi terhadap objek disaat


kejadian.

Saat ini prinsip penilaian risiko dan pembuatan kebijaksanaan secara umum
berdasar risiko dipakai secara luas lintas disiplin dan lintas batas.

Evaluasi dan Persepsi Risiko


Kunci pendekatan berdasar risiko menghadapi bahaya diterima dalam bentuk
tingkat rasa aman yang memadai dan secara ekonomik. Baik definisi dari tingkat
rasa aman yang memadai dan kuantifikasi tampilan ekonomik tidak dapat dibuat
hanya oleh para ahli. Nilai dan tanggapan sosial mungkin merupakan faktor lebih
penting dalam membentuk rasa aman dari pada risiko nyata sendiri.
Satu masalah yang belum jelas adalah opini publik dalam proses keputusan.
Ini mungkin karena jarak antara ilmu sosial (termasuk proses evaluasi publik) dan
ilmu administratif atau tehnik (yang bertanggung jawab pada kebanyakan risiko
nyata). Usaha saat ini adalah menjembatani jarak tsb. dengan mengembangkan
model yang seakurat mungkin menunjukkan persepsi dan evaluasi publik akan
risiko yang diharapkan hingga pembuat keputusan dapat menggunakan hal ini.
Dengan kata lain, dianjurkan bahwa pandangan publik tentang evaluasi risiko
secara normatif (dari pada emperik-deskriptif) akan memperbaiki keputusan yang
dibuat dalam pengelolaan bencana.

You might also like