Professional Documents
Culture Documents
Warning System)
1. Pengertian Sistem Peringatan Dini
Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) merupakan serangkaian sistem untuk
memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam
lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan
informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Dalam keadaan kritis, secara
umum peringatan dini yang merupakan penyampaian informasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk sirine, kentongan dan lain sebagainya. Namun demikian menyembunyikan sirine
hanyalah bagian dari bentuk penyampaian informasi yang perlu dilakukan karena tidak ada cara
lain yang lebih cepat untuk mengantarkan informasi ke masyarakat. Harapannya adalah agar
masyarakat dapat merespon informasi tersebut dengan cepat dan tepat. Kesigapan dan kecepatan
reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang sempit dari saat dikeluarkannya informasi
dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit, bencana besar dan
penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang membutuhkan peringatan dini. Semakin
dini informasi yang disampaikan, semakin longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya.
Keluarnya informasi tentang kondisi bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis
data-data mentah tentang sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan
informasi hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis dan sintesis yang menuju pada keluarnya
informasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua bagian
utama dalam peringatan dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha untuk mengemas datadata menjadi informasi yang tepat dan menjadi hilir yang berupa usaha agar infomasi cepat
sampai di masyarakat.
kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal
sebagai berikut:
a. Diketahuinya daerah-daerah rawan bencana di Indonesia
b. Meningkatkannya knowledge, attitude dan practice dari masyarakat dan
aparat terhadap fenomena bencana, gejala-gejala awal dan mitigasinya.
c. Tertatanya suatukawasan dengan mempertimbangkan potensi bencana.
d. Secara umum perlu pemahaman terhadap sumberbencana.
pendanaan yang sangat mahal. Dalam kondisi seperti ini, maka kesiapsiagaan dan mengenali
gejala alam akan munculnya bencana merupakan jawaban yang paling memungkinkan.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana harus diberdayakan dan merespons sistem
tersebut agar pengurangan jumlah korban bencana alam dapat dihindari. Oleh karena itu, perlu
peningkatan pemahaman kesadaran masyarakat dan aparat terhadap kondisi daerahnya yang
rawan, serta terhadap gejala-gejala awal terjadinya bencana, tindakan darurat dan mitigasinya.
Adapun gejala yang biasanya nampak sebelum terjadinya bencana adalah sebagai berikut.
a.
Hewan-hewan yang berada di dalam hutan keluar dari hutan menuju wilayah yang lebih rendah
Ular, tikus dan kecoa keluar sangat banyak dari dalam got
Suhu udara terasa sangat panas di malam hari dan meningkat drastis
dibanding hari-hari biasa
b. Gejala Gempa Bumi (Tektonik)
Awan yang berbentuk seperti angin tornado atau pohon/batang berdiri
Lampu neon menyala redup/remang-remang walaupun tidak ada arusnya
Hasil cetakan faximile berantakan(tidak jelas dan tidak terbaca)
Siaran televisi terganggu
Hewan-hewan berperilaku aneh/gelisah, menghilang, dan berlarian
c.
Larian material kering yang tidak kompak dari lapukan batuan Pohon-pohon, tiang,
tanaman miring atau berpindah tempat
d. Gejala Tsunami
Hewan-hewan laut keluar dari persembunyiannya kepermukaan
Terdapat gempa dengan kekuatan besar
Air laut tiba-tiba surut hingga beberapa ratus meter, sehingga banyak ikan terdampar di pantai
Burung-burung laut terbang dengan kecepatan tinggi ke arah daratan
Udara berbau asin (air garam)
Angin berhembus tiba-tiba dan terasa dingin menyengat
Suara dentuman seperti meriam di dasar laut atau mendengar suara drum
band yang sangat banyak dengan irama cepat
e.
Gejala Badai
MANAJEMEN BENCANA
Definisi Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari
masyarakat.
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi
hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri
peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi
peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Bencana = Bahaya x Kerentanan
Dimana:
Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa
dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian
material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat
setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar. Disaster terdiri dari 2(dua)
komponen yaitu Hazard dan Vulnerability;
Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau
mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian,
kerusakan lingkungan. Misal : tanah longsor, banjir, gempa-bumi, letusan gunung api,
kebakaran dll;
Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi
kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman
bencana;
Risiko ( Kerentanan ) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh
hazard dan/atau vulnerability.
Model Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang rentan
(vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar
biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat
dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi
kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:
Disaster management continuum model. Model ini mungkin merupakan model yang
paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah
diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi
emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early
warning.
Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan
di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana,
selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan
disaster management continuum model.
Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada
manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,
preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan
bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana
tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain
seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi
kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan
juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya manajemen bencana
pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan
mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.
Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007 menyatakan
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut
mengandung dua pengertian dasar yaitu:
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara skematis
dapat digambarkan sebagai berikut:
Tanggap Darurat Bencana : Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusul
terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and needs
assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana
Tujuan :
Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia;
Mengurangi penderitaan korban bencana;
Meminimalkan kerugian material
Rehabilitasi : Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali
pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di
dalam masyarakat. Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami
trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan
tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
Rekonstruksi : Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum
terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber
ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan
tujuan : mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaat secara ekonomis
pada masyarakat
Prevensi : Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat
memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi
dalam pembangunan fisik;
Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan jaminan
perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukiman
penduduk; Pembangunan saluran pembuangan lahar;
Relokasi penduduk
Penghijauan hutan;
Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi
terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia,
Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa
Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk
dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah
sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang
mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan
implementasi kebijakan.
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar,
juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara
berbagai fungsi yang terkait.
Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan
bencana.
korban luka, maupun kerusakan infrastruktur. Mulai dari dalam diri sendiri, kita dapat membantu
keluarga dan komunitas untuk membangun kesiapsiagaan, maupun pada saat menghadapi
bencana dan pulih kembali pasca bencana .
Berikut beberapa jenis bencana dan cara apa yang kita harus lakukan ketika bencana itu datang :
1. Gempa Bumi
Bencana ini bersifat tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Gempabumi dapat menimbulkan
dampak korban jiwa, luka, maupun kerusakan infrastruktur yang sangat signifikan. Kita harus
belajar dari kejadian gempabumi yang terjadi di Yogyakarta (2006) dan Padang (2009).
Mengidentifikasi potensi bahaya dan perencanaan yang berstandar aman dapat menyelamatkan
jiwa dan mengurangi korban luka maupun kerusakan infrastruktur.
Apa yang dilakukan sebelum terjadi gempabumi
Kita tidak dapat mengetahui kapan gempa akan terjadi sehingga persiapan menjadi sangat
penting untuk menyelamatan jiwa, mengurangi korban luka, maupun kerusakan infrasturktur.
Ada 6 langkah untuk persiapan.
a) Cek potensi bahaya di rumah
Lekatkan lemari secara aman pada dinding
Tempatkan barang besar dan berat ada bagian bawah lemari
Letakkan barang pecah belah pada bagian yang lebih rendah dan di bagian tertututp
Gantungkan barang yang berat seperti pigura foto atau cermin, jauh dari tempat tidur, sofa,
ataupun tempat di mana orang duduk
Pastikan lampu langit-langit terpasang dengan kuat
Perbaiki apabila terjadi kerusakan pada jaringan listrik atau gas.
Amankan pemanas air dengan terpasang dengan baik pada dinding.
Perbaiki keretakan pada langit-langit atau fondasi. Konsultasikan dengan ahli bangunan apabila
membutuhkan informasi mengenai struktur bangunan yang kurang kuat.
Tempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar dalam lemari tertutup dan letakkan paling
bawah.
b) Identifikasi tempat aman di dalam dan luar rumah
Di bawah perabot yang kuat, seperti meja dan kursi
Merapat pada dinding, seperti berdiri pada siku bangunan
Menjauh dari kaca atau cermin atau pun barang-barang berat yang berpotensi jatuh
Di luar rumah, jauhi bangunan, pohon, dan jaringan telepon atau listrik, atau bangunan yang
mungkin runtuh
c) Bekali pengetahuan diri sendiri dan anggota keluarga
Memiliki daftar kontak yang dibutuhkan, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) provinsi, kabupaten, kota, TNI, Polisi, rumah sakit, PMI, atau pun dinas pemadam
kebakaran.
Bekali anak-anak bagaimana dan kapan harus menghubungi pihak-pihak di atas, dan mencari
stasiun radio untuk mencari informasi darurat
Bekali semua anggota keluarga bagaimana dan kapan harus mematikan gas, listrik, dan air.
d) Siapkan dukungan logistik darurat
Lampu senter dan baterai cadangan
Radio dengan baterai
Perlengkapan PPPK dan panduannya
Makanan siap saji dan minuman (perhatikan masa berlakunya)
Obat-obatan khusus disesuaikan dengan kebutuhan pemakai
Uang secukupnya
Sepatu khusus
e) Merencanakan mekanisme komunikasi darurat
Pada kasus apabila anggota keluarga terpisah pada saat bencana, rencanakan cara untuk
mengumpulkan anggota keluarga setelah bencana.
Menanyakan kepada saudara atau teman yang berlokasi di luar area tempat tinggal kita untuk
bersedia sebagai penghubung keluarga .
f) Bantu komunitas untuk siap siaga
Bekerja sama dengan media lokal untuk membuat kolom khusus terkait informasi respon
darurat setelah bencana. Disebutkan juga pada kolom tersebut nomor telepon BPBD, instansi
pemerintah terkait, rumah sakit, dan PMI.
Kenali bersama keluarga mengenai potensi bencana yang ada di sekitar rumah
Bekerja sama dengan BPBD, PMI, atau pihak terkait lainnya untuk menyiapkan laporan khusus
bagi masyarakat dengan mobility impairment pada apa yang akan kita lakukan selama
gempabumi
Melakukan simulasi evakuasi sederhana di rumah
Mencari informasi dari pihak terkait tentang pemutusan listrik dan air pada saat bencana
Bekerja sama dengan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang building code,
retrofitting program, ancaman bahaya, dan rencana yang disusun oleh keluarga pada saat
keadaan darurat .
Apa yang dilakukan pada saat bencana
Tetap berada di tempat yang menurut Anda aman selama terjadi gempa. Waspadai gempa susulan
yang terkadang guncangannya lebih kuat. Perhatikan langkah Anda ke tempat aman lain dan
tetap berada di sekitar tempat itu sampai guncangan berhenti dan Anda dapat keluar dengan
aman .
d) Buka laci lemari secara hati-hati. Waspadai benda-benda yang dapat menjatuhi Anda.
e) Jauhi area yang hancur. Jauhi area yang hancur kecuali memang kehadiran Anda dibutuhkan
oleh pihak berwenang, seperti kepolisian, pemadam kebakaran, atau tim SAR. Kembalilah ke
rumah apabila pihak berwenang mengatakan bahwa kondisi telah aman.
f) Bantu korban luka atau yang terjebak. Ingat untuk selalu membantu tetangga atau siapa pun
yang membutuhkan pertolongan khusus seperti anak-anak, orang tua, atau orang cacat. Berikan
pertolongan pertama secara tepat. Jangan pindahkan korban yang terluka serius untuk
menghindari luka yang lebih parah. Carilah bantuan kepada tim medis yang lebih ahli.
g) Bersihkan cairan yang berbahaya. Tinggalkan lokasi yang berbau cairan berbahaya seperti gas
atau cairan kimia.
h) Periksa beberapa peralatan.
Periksa apabila terjadi kebocoran gas. Jika tercium bau gas, segera buka jendela dan segera
keluar bangunan.
Periksa kerusakan listrik. Apabila ditemukan jaringan kabel yang rusak dan tercium bau panas
listrik, segera matikan listrik.
Periksa kerusakan tempat pembuangan kotoran dan saluran pipa. Apabila terjadi kerusakan
pada tempat pembuangan kotoran dan saluran pipa, hindari penggunaan toilet dan panggil tukang
di bidangnya. Hubungi instansi yang berwenang untuk antispasi pencemaran air yang lebih luas.
2. Tsunami
Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air bawah laut karena
pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunungapi, dan jatuhnya meteor. Tsunami dapat
bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan dapat mencapai daratan dengan ketinggian
gelombang hingga 30 meter.
Tsunami sangat berpotensi bahaya meskipun tsunami ini tidak terlalu merusak garis pantai.
Gempa yang disebabkan pergerakan dasar laut atau pergeseran lempeng yang paling sering
menimbulkan tsunami. Pada tahun 2006 Indonesia mengalami tsunami dahsyat setelah
gempabumi berskala 8.9 SR terjadi di sekitar Aceh. Area yang memiliki risiko tinggi jika gempa
bumi besar atau tanah longsor terjadi dekat pantai gelombang pertama dalam seri bisa mencapai
pantai dalam beberapa menit, bahkan sebelum peringatan dikeluarkan. Area berada pada risiko
yang lebih besar jika berlokasi kurang dari 25 meter di atas permukaan laut dan dalam beberapa
meter dari garis pantai.
Apa yang dilakukan sebelum dan pada saat terjadi tsunami
a) Nyalakan radio untuk mengetahui apakah tsunami terjadi setelah adanya gempabumi di sekitar
wilayah pantai.
b) Cepat bergerak ke arah daratan yang lebih tinggi dan tinggal di sana sementara waktu.
c) Jauhi pantai. Jangan pernah menuju ke pantai untuk melihat datangnya tsunami. Apabila Anda
dapat melihat gelombang, anda berada terlalu dekat. Segera menjauh.
d) Waspada- apabila terjadi air surut, jauhi pinggir pantai. Ini merupakan salah satu peringatan
tsunami dan harus diperhatikan.
Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil dan
keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, Anda dan mobil dapat
tersapu arus banjir dengan cepat.
4. Tanah Longsor
Tanah longsor seringkali dipicu oleh curah hujan tinggi dan terjadi selama beberapa hari.
Struktur tanah yang labil sangat mudah mengalami longsor hingga mengakibatkan bencana
khususnya bagi masyarakat yang berada di posisi lebih rendah. Tanah longsor juga dapat dipicu
oleh getaran gempa hingga merontokkan struktur tanah di atas .
Anda dan masyarakat di pegunungan atau perbukitan harus memperhatikan tempat sekeliling
Anda tinggal dan berkonsultasi dengan ahli terkait dengan kondisi tempat tinggal Anda .
Apa yang dilakukan sebelum terjadi tanah longsor
a) Waspada terhadap curah hujan yang tinggi
b) Persiapkan dukungan logistik
Makanan siap saji dan minuman
Lampu senter dan baterai cadangan
Uang tunai secukupnya
Obat-obatan khusus sesuai pemakai
c) Simak informasi dari radio mengenai informasi hujan dan kemungkinan tanah longsor.
d) Apabila pihak berwenang menginstruksikan untuk evakuasi, segera lakukan hal tersebut .
Apa yang dilakukan pada saat terjadi tanah longsor
a) Apabila Anda di dalam rumah dan terdengar suara gemuruh, segera ke luar cari tempat lapang
dan tanpa penghalang
b) Apabila Anda di luar, cari tempat yang lapang dan perhatikan sisi tebih atau tanah yang
mengalami longsor .
Apa yang dilakukan sesudah terjadi tanah longsor
a) Jangan segera kembali ke rumah Anda, perhatikan apakah longsor susulan masih akan terjadi.
b) Apabila Anda diminta untuk membantu proses evakuasi, gunakan sepatu khusus dan peralatan
yang menjamin keselamatan Anda.
c) Perhatikan kondisi tanah sebagai pijakan yang kokoh bagi langkah Anda.
d) Apabila harus menghadapi reruntuhan bangunan untuk menyelamatkan korban, pastikan tidak
menimbulkan dampak yang lebih buruk atau menunggu pihak berwenang untuk melakukan
evakuasi korban .
Karakteristik Bencana
Bencana secara istilah dibedakan berdasar karakteristik fisik utama :
Penyebab : Alam atau ulah manusia.
Frekuensi : Berapa sering terjadinya.
Durasi : Beberapa durasinya terbatas, seperti pada ledakan, sedang lainnya
mungkin lebih lama seperti banjir dan epidemi.
Kecepatan onset : Bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada
pemberitahuan yang bisa diberikan, atau bertahap seperti pada banjir (keculi banjir
bandang), memungkinkan cukup waktu untuk pemberitahuan dan mungkin
tindakan pencegahan atau peringanan. Ini mungkin berulang dalam periode waktu
tertentu, seperti pada gempa bumi.
Luasnya dampak : Bisa terbatas dan mengenai hanya area tertentu atau
kelompok masyarakat tertentu, atau menyeluruh mengenai masyarakat luas
mengakibatkan kerusakan merata pelayanan dan fasilitas.
Potensi merusak : Kemampuan penyebab bencana untuk menimbulkan tingkat
kerusakan tertentu (berat, sedang atau ringan) serta jenis (cedera manusia atau
kerusakan harta benda) dari kerusakan.
Geografi Bencana
Area geografik yang nyata sehubungan dengan bencana dikatakan sebagai area
kerusakan, area dimana bencana menyerang. Dibagi :
Area kerusakan total : Dimana bencana paling merusak.
Area kerusakan tepi : Walau dampak bencana dirasakan, kerusakan dan atau
cedera nyata lebih ringan dibanding area kerusakan total.
Area penyaring : Area dekat area kerusakan dari mana bantuan dimulai secara
segera dan spontan.
Area bantuan terorganisir : Area darimana bantuan yang lebih resmi diberikan
secara selektif. Area ini mungkin meluas hingga mencakup bantuan masyarakat,
regional, nasional dan internasional.
Risiko (risk) : Kemungkinan akan kehilangan yang bisa terjadi sebagai akibat
kejadian buruk, dengan akibat kedaruratan dan keterancaman.
Bahaya (hazard) : Potensi akan terjadinya kejadian alam atau ulah manusia
dengan akibat negatif.
Keterancaman (vulnerability) : Akibat yang timbul dimana struktur masyarakat,
pelayanan dan lingkungan sering rusak atau hancur akibat dampak kedaruratan.
Adalah kombinasi mudahnya terpengaruh (susceptibility) dan daya bertahan
(resilience). Resilience adalah bagaimana masyarakat mampu bertahan terhadap
kehilangan, dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh terhadap
risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan keterancaman masyarakat atas
dampak kedaruratan, penting untuk memastikan kemampuan masyarakat beserta
lingkungannya untuk mengantisipasi, mengatasi dan pulih dari bencana. Jadi
dikatakan sangat terancam bila dalam menghadapi dampak keadaan bahaya hanya
mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi kehilangan dan kerusakan,
dan sebaliknya bila kurang pengalaman menghadapi dampak keadaan bahaya
namun mampu menghadapi kehilangan dan kerusakan, dikatakan tidak terlalu
terancam terhadap bencana dan kegawatdaruratan.
High susceptibility + low resilience = high level of vulnerability.
High exposure to risk + limited ability to sustain loss = high vulnerability.
Low susceptibility + high resilience = low degree of vulnerability.
Ability to sustain loss + low degree of exposure = low vulnerability.
Jelaslah bahwa petugas harus mengenal golongan masyarakat, struktur dan
pelayanan yang mudah terancam, hingga dapat menjadikannya tahan terhadap
kerusakan akibat kedaruratan.
Hal penting :
-
Mengidentifikasi risiko
Menganalisis risiko
Mengatasi risiko
Hal tsb. menjadi perangkat pengambil keputusan yang sistematik, logis dan praktis
bagi pengelola bencana. Gunanya untuk mendapatkan kegunaan yang mendasar
bagi pengelola bencana untuk mengurangi dampak dari bencana. Artinya
pengelola bencana dapat :
1.
2.
3.
Menilai dampak
4.
5.
Menyeluruh
Terpadu
Pendekatan Menyeluruh
Empat dasar pengelolaan kegawatan dan bencana, masing-masing memerlukan
program pengelolaan (strategi) :
1.
2.
Persiapan
Perencanaan dan program, sistem dan prosedur, pelatihan dan pendidikan untuk
memastikan bahwa bila bencana terjadi, sumber daya dan tenaga dapat segera
dimobilisasi dan diberdayakan dengan hasil terbaik. Termasuk pengembangan
sistem peringatan dan kewaspadaan, perencanaan organisasional, pelatihan dan
pengujian petugas, peralatan, perencanaan dan prosedur, serta pendidikan publik.
3.
Respons
Kegiatan yang diambil mendahului atau segera setelah dampak bencana
untuk meminimalkan akibat, dan untuk memberikan bantuan segera,
memulihkan dan mendukung masyarakat. Termasuk rescue, pemulihan dan
dukungan terhadap korban, informasi publik, pemberian makanan, pakainan
dan tempat berlindung.
4.
Pemulihan
Pendekatan Terpadu
Pengelolaan bencana efektif memerlukan kerjasama aktif antara berbagai fihak
terkait. Artinya semua organiasi dengan tugasnya masing-masing bekerja bersama
dalam pengelolaan bencana. Hubungan berbentuk kerjasama sangat penting.
2.
3.
Immunisasi penyakit
4.
Rancang sanitasi
5.
6.
7.
Informasi media
8.
Persiapan :
1.
2.
Pelatihan personil
3.
Respons :
1.
2.
3.
Pemulihan :
1.
Proses debriefing
2.
3.
2.
3.
4.
5.
Tentukan pertanggungjawaban
6.
Analisis sumberdaya
7.
8.
Tulis rencana
9.
Latih tenaga
Berdasar pada hasil analisis risiko dan pengenalan strategi pengelolaan bencana
yang disetujui komite.
Tentukan pertanggungjawaban :
Memilih pertanggungjawaban dari semua fihak terkait : RS, petugas, dan pelaksana
kesehatan masyarakat lainnya.
Analisis sumberdaya :
Komite harus mengetahui apa yang akan dibutuhkan; dari pada hanya melihat apa
yang dipunyai. Bila apa yang dibutuhkan kurang dari apa yang tersedia, komite
harus mengidentifikasi sumber tenaga dan sarana yang tersedia yang dapat
dipanggil seketika dibutuhkan. Rencanakan kerjasama dengan fasilitas kesehatan
regional atau nasional.
Ciptakan sistem dan prosedur :
Komite harus mengidentifikasi strategi untuk pencegahan dan mitigasi, penyiapan,
respons dan pemulihan akibat kegawatan major dan bencana. Ini termasuk sistem
komando gadar RS, sistem komunikasi, informasi publik, sistem pengelolaan
informasi dan sumberdaya.
Tuliskan rencana :
Dokumen tertulis harus dibagikan pada semua yang akan menggunakannya.
Dokumen harus sederhana dan langsung sasaran, atau orang tidak dapat membaca
atau memahaminya.
Latih persomil, uji perencanaan, personil dan prosedur :
Pelatihan personil serta pengujian perencanaan, sistem dan prosedur merupakan
bagian vital dari persiapan pengelolaan gadar atau bencana.
Kegiatan respons bencana memerlukan personil untuk bekerja diluar kegiatan
dan tanggungjawab hari-hari normalnya, dan melaksanakan tugas yang kurang
familier. Untuk menciptakan kejadian menjadi lebih sulit, berikan tidak hanya
banyak tugas yang tidak familer, namun mereka harus mendapatkan lingkungan
yang sangat menekan, yang bahkan pantas untuk menguji sistem dan personil yang
sudah berpengalaman.
Dapat dimengerti mengapa personil wajib dilatih dan diuji secara rutin dalam
tugas pengelolaan bencananya. Personil juga memerlukan kesempatan untuk
mempraktekkan tugas dan tanggungjawab pengelolaan bencananya.
Selain itu, rencana yang belum diuji dan dinilai ulang mungkin lebih buruk
dari pada tidak ada rencana sama sekali. Hal ini akan membangun rasa keamanan
yang salah pada petugas dalam hal tingkat persiapan.
Tinjau ulang dan ubah perencanaan :
Perencanaan harus dinilai ulang dan diperbaiki secara berkala,dan harus dinyatakan
dalam perencanaan itu sendiri. Setiap saat, perencanaan atau bagian dari
perencanaan, diaktifkan untuk latihan atau dalam bencana sesungguhnya.
Debriefing harus dilakukan untuk mengenal kebutuhan perbaikan perencanaan,
sistem dan prosedutr, dan untuk melatih personil.
Sekali lagi, perencanaan adalah proses, tidak pernah berakhir. Perencanaan
tertulis adalah hanya sebuah hasil akhir dari proses perncanaan, namun bukan titik
akhir, hanya bagian dari proses perencanaan. Perencanaan tertulis adalah dokumen
yang hidup yang harus secara tetap diuji, dinilai ulang dan dipertbaharui.
Bagaimana bila :
Bagian penting dari proses perencanaan adalah pertanyaan dari komite :
Bagaimana bila ; Bagaimana bila ini atau itu terjadi, apa yang harus dilakukan,
apa yang diperlukan, apa dampaknya pada petugas dll.
Tidak mungkin untuk membuat rencana bagi semua kejadian, namun
kegiatan komite dalam memikirkan batasan kejadian beserta konsekuensinya, dan
membahas pilihan rancangan yang diperkirakan memiliki jangkauan luas dalam
sistem persiapan, penting dilakukan.
Didunia, kehilangan akibat bencana tetap meningkat walau investasi yang sangat
besar dalam tindakan pencegahan secara tehnik sudah dilakukan. Hambatan politik
dan ekonomi menyebabkan bahwa pendekatan tradisional dalam mendapatkan rasa
aman terhadap bahaya harus dinilai ulang. Tidak saatnya lagi mangatakan bahwa
pencegahan terhadap proses berbahaya secara umum dikatakan sebagai terbaik
atau cara yang paling diinginkan dalam menghadapi risiko. Pencegahan dan
peningkatan resilience dari objek yang berpotensi terkena adalah dua contoh
penting lainnya dari bagaimana kerusakan akibat keadaan berbahaya dapat
dikurangi.
3.
4.
2.
3.
Saat ini prinsip penilaian risiko dan pembuatan kebijaksanaan secara umum
berdasar risiko dipakai secara luas lintas disiplin dan lintas batas.