Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Budi Septiawan
I1A0010025
Pembimbing
Dra. Sulistianingtyas, Apt
BAB I
PENDAHULUAN
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita (2).
Arti Resep (1)
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat
obat), dan penderita (yang menggunakan obat).
2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka
isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
B. Kertas Resep
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Dokumentasi berupa pemberian obat kepada
penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan (2).
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.
Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut
pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat
tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita
acara
pemusnahan
seperti
diatur
dalam
SK.Menkes
RI
Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat
pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
2.
3.
4.
Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya
(inscriptio)
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna
atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum air.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk
bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan
(tetes, milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang
dimaksud ialah gram
5.
Cara
pembuatan
atau
bentuk
sediaan
yang
dikehendaki
(subscriptio) misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai
aturan obat berupa puyer.
6.
7.
8.
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual (1).
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini
perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya
hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda (2).
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut : setelah diagnosanya tepat maka kemudian memilih
obatnya tepat yang sesuai dengan penyakitnya diberikan dengan dosis yang tepat,
dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat, dengan cara
yang tepat, dan untuk penderita yang tepat (2).
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut (2) :
Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan.
BAB II
ANALISA RESEP
Contoh Resep dari Poliklinik Penyakit Dalam
Keterangan Resep
Klinik
: Penyakit Dalam
Tanggal
: 9 Agustus 2006
Nama Pasien
: Nn. Yanti
Umur
: 18Tahun
No. RMK
: 65 19 44
Alamat
Pekerjaan
: Tidak diketahui
Keluhan
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
B. Analisa Resep
a. Penulisan Resep
Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan
panjangnya 21 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm (2). Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang
digunakan pada resep ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang.
Penulisan pada resep ini sulit dibaca. Penulisan resep yang benar tulisan harus
dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat.
b. Kelengkapan Resep
1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan tanda
tangan dokter penulis resep sudah dicantumkan.
2. Nama kota sudah ditulis oleh dokter, tetapi tanggal penulisan resep tidak
dilakukan.
3. Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep ini (superscriptio). Tanda R/ yang
singkatan dari recipe ada yang ditulis tidak jelas.
4. Inscriptio
a) Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :
Obat yang digunakan adalah Metronidazol tablet, sanprima tablet, biodiar
tablet, sanmol tablet.
b) Metronidazol tablet, sanprima tablet, sanmol tablet diberikan sebanyak
basing masing 10 buah, sedangkan biodiar tablet diberikan sebanyak 6
buah.
c) Peyusunan penulisan jenis obat tidak dilakukan dengan tepat karena obat
kausatif (metronidazol dan sanprima) terletak dibawah obat simptomatik,
seharusnya obat-obat kausatif ditulis terlebih dahulu.
5. Pada resep ini tanda signatura dan berapa kali jumlah obat yang diminum
sehari dicantumkan tetapi kapan obat diminum dan berapa banyak obat harus
diminum setiap kalinya tidak dituliskan
6. Nama penderita dan umur sudah dicantumkan namun alamat tidak ada.
Seharusnya identitas penderita ditulis lengkap sehingga mudah menelusuri
bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
Metronidazol Tablet
Metronidazol tablet merupakan sediaan generik yang mengandung
metronidazol 500 mg (3). Metronidazol ialah (1-hidroksi-etil)-2-metil-5nitroimidazol yang berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air
atau alkohol. Selain memiliki efek trikomoniasid, metronidazol juga berefek
amubisid dan efektif terhadap Giardia lamblia. Obat lain yang memiliki struktur
dan aktivitas mirip dengan metronidazol dan telah digunakan di banyak negara
ialah tinidazol, nimorazol, dan ornidazol. (4).
Metronidazol memperlihatkan daya amubisit langsung. Pada biakan E.
histolytica dengan kadar. metronidazol 1-2 semua paras it mus nah dalam
24 jam. Absorpsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian
oral. Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar
plasma kira-kira 10 g/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri
yang sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 g/ml. Metronidazol
mempunyai waktu paruhnya berkisar antara 8-10 jam(4).
c.
Sanprima (kotrimoksazol)
Sanprima merupakan sediaan/obat paten produksi sanbe farma yang
trimetoprim
lebih
bersifat
larut
dalam
lipid
daripada
Sanmol (parasetamol)
Sanmol merupakan sediaan paten yang diproduksi oleh Sanbe Farma yang
Biodiar
Biodiar merupakan obat paten produksi Novartis yang mengandung bahan
10
dengan cara mengabsorbsi bakteri yang dapat menyebabkan diare tetapi menurut
Haroen Noerasid penggunaan absorben pada diare tidak ada manfaatnya.
a. Dosis Obat
f.
Metronidazol
Sanprima
Sanmol
Biodiar
11
12
hari. Sedangkan lama pemberian biodiar tidak ada anjuran khusus tetapi
pemakaian absorbens pada pengobatan disentri sudah tidak direkomendasikan
lagi.
c. Interaksi Obat
Tidak ada literatur yang menyatakan jika keempat obat ini digunakan
bersamaan
akan
menimbulkan
efek
interaksi,
tetapi
penggunaan
Efek
Samping
Obat
1) Metronidazol
Efek samping yang paling sexing dikeluhkan ialah sakit kepala, mual,
mulut kering dan rasa kecap logam. Dosis metronidazol perlu dikurangi
pada pasien dengan penyakit obstruksi hati yang berat, sirosis hepatis dan
gangguan fungsi ginjal yang berat(4).
2) Sanprima (cotrimoksazol)
Trimetoprim menghasilkan efek samping dari obat-obat antifolat yang
dapat diramalkan, terutama anemia megaloblastik, leukopenia, dan
granulositopenia. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian asam folinat 68 mg/hari secara bersamaan. Sebagai tambahan, kombinasi trimetoprim-
13
14
mempunyai gejala yang hampir sama yaitu berak-berak yang disertai lendir dan
darah(7,8). Pemeriksaan laboratorium baik yang sederhana seperti pemeriksaan
mikroskopik tinja maupun pemeriksaan laboratorium lanjutan seperti kultur dan
tes resestensi sangat diperlukan dalam membedakan disentri basiler dan amuba.
Hal ini tidak dilakukan pda kasus diatas, akibatnya terjadi peresepan obat yang
berlebihan karena tidak tahu penyebab terjadinya disentri.
Pengobatan penyebab disentri amuba dan disentri basiler sangat jauh
berbeda sebab disentri amuba disebabakan oleh protozoa Entamoeba histolytica,
sedangkan disentri basiler disebabkan oleh bakteri batang gram negatif shigella.
Obat pilihan mengeleminasi Entamoeba histolytica pada disentri amuba adalah
kombinasi metronidazol dengan diloksanid furoat sedangkan obat pilihan untuk
mengeleminasi Shigella pada disentri basiler adalah florokuinolon(6).
Untuk daerah kita yang tingkat infeksinya tinggi dapat digunakan metode
pengobatan empirik untuk memperkecil kesalahan pengobatan dan peresepan
seperti kasus diatas. Permulaan terapi empirik (dan, sampai tingkat tertentu,
semua terapi antimikroba) harus sesuai dengan protokol yang jelas(6) :
1. Menentukan diagnosis klinik suatu infeksi mikroba: Menggunakan semua
data yang tersedi a, klinisi seharusnya menyimpulkan bahwa adanya
hukti infeksi dan kemudian harus herusaha untuk menentukan letak
anatomis dari infeksi sedekat mungkin.
2. Mendapatkan bahan pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan bahan
laboratorium secara mikroskopis (metode pewarnaan Gram atau
lainnya) dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya dalam satu
15
jam atau lebih tentang mikroba yang patogen. Bahan pemeriksaan untuk
diagnosis mikrobiologis paling baik dikumpulkan sebelum pemberian
antimikroba,
3. Menentukan
diagnosis
mikrobologis:
Berdasarkan
anamnesis,
16
tidak disarankan lagi karena menurut penelitian 50% penderita akan menjadi
karier jika hanya diobati dengan metronidazol. Obat yang direkomendasikan
untuk amebiasis adalah metronidazol dan diloksanid furoat(sediaan tidak terdapat
di Indonesia), sedangkan obat alternatif yang dapat digunakan adalah
paramomisin yang diteruskan dengan klorokuin jadi(9).
Digunakannya cotrimoksazol pada pengobatan diatas dapat dibenarkan
jika pada kasus diatas disentri disebabkan oleh Shigella. Obat pilhan yang
direkomendasikan dalam pengobatan disentri amuba adalah florokuinolon
sedangkan obat alternatif yang dapat dipilih adalah kotrimoksazol dan
ampsilin(6).
Pada kasus diatas pengguanaan sanmol(parasetamol) sudah tepat karena
pasien datang dengan keluhan demam, tetapi penggunaan biodiar(attapulgite)
tidak begitu tepat karena attapulgite yang bersifat arbsorbens terbukti tidak
banyak manfaatnya dalam pengobatan diare(10).
17
BAB III
KESIMPULAN
dengan pasti apakah Shigella atau Entamoeba histolytica akibatnya obat yang
diberikan menjadi berlebihan. Pemberian obat absorben seperti biodiar
menurut penelitian tidak banyak manfaatnya, jadi lebih baik tidak diresepkan.
2. Tepat dosis
Pada resep ini dosis yang diberikan belum tepat. Karena dosis metronidazol
dibawah dosis rekomendasi, pemberian sanprima(kotrimoksazol) tidak tepat
dosis dan frekuensinya serta lama pemberian lebih pendek dari seharusnya.
3.
18
Usulan Resep
Jika pada pemeriksaan mikroskopik feses ditemukan dengan pengecatan gram
1
negatif berbentuk basil(Shigella) maka usulan peresepan dapat berupa
PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I
KALIMANTAN SELATAN
R/
No. XXIV
R/
No. X
Oralit
No.XV
S u.c
Pro
: Nn. Yanti
Umur
: 19 Tahun
Alamat
19
Jika pada pemeriksaan mikroskopik feses ditemukan adanya kista atau trofozoit
dari Entamoeba histolytica pengecatan gram negatif berbentuk basil maka usulan
peresepan dapat berupa
R/
No.LXIII
R/
No. X
Oralit
No.XV
S u.c
Pro
: Nn. Yanti
Umur
: 19 Tahun
Alamat
20
R/
No.XXVIII
S S1.d.d tab II pc
Pro
: Nn. Yanti
Umur
: 19 Tahun
Alamat
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta,
2001
2. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Penulisan Resep yang
Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995.
3. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian
Medipress. Jakarta, 2002.
4. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian
Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995.
5. Winotopradjoko, Martono et al. Informasi Spesialite Obat Indonesia
Volume 41-2006. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta; 2006
6. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik Jilid 1 Edisi 8. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
7. Tarigan, Pengarapen. Diare Kronis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. FKUI, Jakarta; 1999
8. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi ke3. Media
Aesculapius, Jakarta; 2000
9. Tierney, Lawrence M., McPhee, Stephen J., Papadakis, Maxine A. Current
Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition. McGraw-Hill, USA; 2006
10. Noerasid, Harun, Sudaryat Suraatmadja dan Parma O Asnil.
Gastroenteritis (Diare) Akut dalam Gastroenterologi Anak Praktis. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta; 1988
22
23