Professional Documents
Culture Documents
PEMBIMBING:
Dr. Sukaenah Sp.P
PENYUSUN:
AYU ANDINI PUTRI (030.10.045)
WILDA (030.11.309)
BAB I
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH AKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR
Nama Co-Ass
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 76 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - Laki
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Duda
Suku Bangsa
: Betawi
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Alamat
Tanggal Masuk RS
: 26 Januari 2016
A. ANAMNESIS
Diambil dari
: Autoanamnesis
Tanggal
: 26 Januari 2016
Pukul
: 11.00 WIB
1. Keluhan utama
Sesak nafas sejak 3 hari SMRS
b. Kepala
c. Muka
d. Mata
e. THT
: Batuk (+)
f. Leher
g. Thoraks
h. Abdomen
i. Ekstremitas
: Lemas (+)
B. PEMERIKSAAN FISIK
26 Januari 2016
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tanda Vital
: Tekanan darah
120/60 mmHg
: Nadi
120 x/menit
: Pernapasan
36 x/menit
: Suhu
37,6o C
Status Generalis
Kepala
: Normosefali
Muka
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex cahaya
langsung +/+
Hidung
: Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-) ,
mukosa hiperemis (-)
Mulut
Leher
: Jejas (-), hematoma (-), KGB dan tiroid tidak membesar, JVP 5+3
Jantung
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Genitalia
:
Atas
Bawah
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
22.9
3.6-11 ribu/L
Eritrosit
5.2
3.8-5.2 juta/L
Hemoglobin
15.6
11.7-15.5 g/dL
Hematokrit
47
35-47%
Trombosit
200
150-440 ribu/L
89.0/30.0/33.5
13.7
<14%
89
<110 mg/dL
55
13-43 mg/dL
1.20
<1.1 mg/dL
Natrium
144
135-155 mmol/L
Kalium
3.9
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
102
98-109 mmol/L
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin 2
MCV/MCH/MCHC
RDW
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu
GINJAL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
EKG
6
Rontgen Thorax AP
Kesan
:
7
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
13.4
3.6-11 ribu/L
Eritrosit
5.5
3.8-5.2 juta/L
Hemoglobin
16.6
11.7-15.5 g/dL
Hematokrit
49
35-47%
Trombosit
177
150-440 ribu/L
90.0/30.3/33.8
13.7
<14%
7.20
7.35 7.45
pCO2
58
35 45 mmHg
pO2
73
80 100 mmHg
Bikarbonat (HCO3)
36
21 28 mmol/L
Total CO2
38
23- 27 mmol/L
Saturasi O2
94
95 100 %
-3.9
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin 2
MCV/MCH/MCHC
RDW
KIMIA KLINIK
ANALISA GAS DARAH
pH
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
7.39
7.35 7.45
pCO2
47
35 45 mmHg
pO2
90
80 100 mmHg
Bikarbonat (HCO3)
21
21 28 mmol/L
Total CO2
23
23- 27 mmol/L
Saturasi O2
99
95 100 %
-4,0
KIMIA KLINIK
ANALISA GAS DARAH
pH
tidak 0
berdahak
tidak 0
sebuah
Dadaku
terasa
sangat
atau
tangga
tingkat,
dahak
sempit
sempit
Ketika aku naik 0
bukit
penuh
di
terasa
ke
dadaku
(mukus)
(mukus)
dada
Dadaku
Di
atau
tingkat,
tangga
aku
sangat
sesak
aku
tidak sesak
Aku
merasa 0
tidak
dalam
melakukan
terbatas
aktivitas di rumah
dalam
melakukan
aktivitas
di
rumah
Aku percaya diri 0
Aku
tidak
percaya
diri
meninggalka
meninggalkan rumahku
karena
rumahku
disamping
kondisi
paru-
dapat
tidur
kondisi
paru-
paruku
kondisi paruparuku
Aku dapat tidur
Aku
tidak
karena
paruku
10
Aku
memiliki 0
banyak
energi
D. RINGKASAN
Tn M usia 76 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Keluhan
dirasakan semakin memberat saat pasien beraktivitas, dan berkurang saat pasien istirahat.
Keluhan sudah berulang yang ke-4 kalinya. Batuk berdahak namun susah untuk dikeluarkan (+),
keringat malam (+), intake sulit (+), malaise (+), dyspnoe de effort (+), paroxismal nocturnal
dyspnoe (+). Pasien memiliki riwayat gastritis dan memiliki kebiasaan merokok sejak SMP.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran sela iga dan
terdapat retraksi sela iga, ronki basah kasar +/+. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
leukositosis (22.9 ribu/L), ureum (55 mg/dL), kreatinin (1.20 mg/dL), asidosis
respiratorik (pH 7,20, PCO2 58 mmHg, HCO3 36 mmol/L). Pada pemeriksaan rontgen thorax
AP didapatkan gambaran pneumonia lobaris superior dextra dan emfisema hemithorax dextra.
E. DAFTAR MASALAH
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
2. Community Acquired Pneumonia (CAP)
11
F. ANALISIS MASALAH
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) ditegakkan berdasarkan keluhan sesak
nafas sejak 3 hari SMRS yang sudah berulang untuk ke-4 kalinya, memberat jika
beraktifitas dan berkurang saat istirahat yang menyebabkan adanya keterbatasan dalam
melakukan aktifitas fisik. Keluhan disertai batuk yang tidak berdahak sejak 1 tahun yang
lalu. Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP hingga sekarang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran sela iga, terdapat retraksi sela iga,
ronki basah kasar +/+, asidosis respiratorik (pH 7,20, PCO2 58 mmHg, HCO3 36 mmol/L).
Pada pemeriksaan rontgen thorax AP didapatkan gambaran emfisema hemithorax sinistra.
Pada Kuesiner CAT didapatkan skor 28 dan pada MnRC didapatkan nilai 5. Adapun rencana
diagnostik untuk masalah ini adalah pemeriksaan spirometri dan uji bronkodilator. Untuk
rencana terapi pada masalah ini, antara lain:
Non medikamentosa
Berhenti merokok
Bed rest
Medikamentosa
Non medikamentosa
Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Bed rest
Medikamentosa
Non medikamentosa
13
Medikamentosa
O2 NRM 1L/ menit
ISDN 3x10 mg
Concor 1x2,5 mg
didapatkan kadar
ureum meningkat (55 mg/dL), dan kreatinin meningkat (1.20 mg/dl). Adapun rencana
diagnostik untuk masalah ini adalah pemeriksaan ureum, kreatinin ulang, dan USG
Abdomen. Untuk rencana terapi pada masalah ini, antara lain:
Non medikamentosa
1. Monitoring kadar ureum dan kreatinin
Medikamentosa
1. Renxamin/24 jam
2. Aminoral 3x2
G. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
H. FOLLOW UP KOASS
26 Januari 2016
S
O
RR : 36 x/menit
A
S : 37,6o C
1. PPOK Eksaserbasi akut
2. CAP
3. AKI
Diagnostik
1. Pemeriksaan Analisa gas darah (AGD) CITO
2. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
Non medikamentosa
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
27 Januari 2016
S
O
S : 360C
1. PPOK Eksaserbasi akut
2. CAP
3. AKI
Diagnostik
1. Pemeriksaan elektrolit dan Ca total
2. Pemeriksaan sputum gram
3. Pemeriksaan sputum jamur
15
Non medikamentosa
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
28 Januari 2016
S
O
S : 36,8 0C
1. PPOK Eksaserbasi akut
2. CAP
3. AKI
ACC rawat jalan
Non medikamentosa : (-)
Medikamentosa :
1. Azitromycin tab 1x500mg
2. BK IV 3x1
3. Aminoral 3x2
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
2.1.1 Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai
oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut
- turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis
17
paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan
dinding alveoli. 1
2.1.2 Faktor Risiko
1. Merokok
Pada tahun 1964, the Advisory Committee to the Surgeon General of the United States telah
menyimpulkan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortilitas pada bronkitis kronis dan
emfisema. Studi longitudinal berikutnya menunjukkan penurunan FEV1 yang cepat dalam hubungan
dose-respons terhadap intensitas merokok, yang biasanya dinyatakan sebagai jumlah batang
pertahun (rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lamanya merokok
dalam tahun). Dikatakan perokok ringan apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang
apabila angka yang didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya >600. 2 Semakin besar
angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita PPOK. Secara histrois, tingginya
perokok di kalangan laki-laki adalah penjelasan yang paling mungkin untuk prevalensi PPOK yang
lebih tinggi di kalangan laki-laki. Namun, prevalensi PPOK di kalangan perempuan meningkat
sebagai kesenjangan jenis kelamin pada angka perokok yang telah berkurang dalam 50 tahun
terakhir. Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi ditimbulkan oleh
paparan partikel atau gas beracun, tetapi dinyatakan faktor utama dan paling dominan ialah asap
rokok dibanding yang lain.3
2.
hasil dari terpajannya debu di tempat kerja. Beberapa pajanan di tempat kerja meliputi tambang batu
bara, tambang emas, dan tekstil katun yang telah dinyatakan sebagai faktor risiko obstruksi aliran
udara kronis. Setiap pekerja yang terpajan cadmium (asap bahan kimia), FEV 1, FEV1/FVC, dan
DLCO secara signifikan menurun. Meskipun debu dan asap di tempat kerja merupakan faktor risiko
dari PPOK, efek ini secara substansi, tampak kurang penting daripada efek merokok. 4
3. Polusi udara lingkungan
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala saluran napas di kota dibandingkan di
pedesaan, berhubungan dengan meningkatnya polusi di kota. Namun, hubungan polusi udara
18
dengan obstuksi saluran napas kronis tetap tidak terbukti. Terpajan rokok terlalu lama yang
dihasilkan oleh pembakaran biomass juga menjadi faktor risiko PPOK dikalangan perempuan di
pedesaan. Namun, pada kebanyakan populasi, polusi udara lingkungan merupakan faktor risiko
PPOK yang lebih sedikit daripada merokok.4
4. Terpajan rokok, pasif, atau secara tidak langsung
Anak-anak yang terpajan rokok saat kehamilan secara signifikan mengakibatkan
pertumbuhan paru menurun. Terpajan rokok saat kehamilan juga berhubungan dengan menurunnya
fungsi paru setelah kelahiran.10
5. Genetik
Meskipun rokok merupakan faktor risiko lingkungan utama terjadinya PPOK, namun
terjadinya obstruksi aliran udara pada perokok sangat bervariasi. Defisiensi antitripsin 1 (1AT)
berat
merupakan faktor risiko genetik yang terbukti untuk PPOK. Banyak varian dari lokus
inhibitor protease (PI atau SERPINA1) yang mengkodekan 1AT yang telah dijelaskan. Umumnya
alel M dikaitkan dengan 1AT normal. Alel S, dikaitkan dengan sedikit berkurangnya 1AT, dan Z
alel, dikaitkan dengan nyata mengurangi 1AT, juga terjadi dengan frekuensi > 1% pada sebagian
besar populasi Kaukasia. Individu jarang mewarisi alel nol, yang menyebabkan tidak adanya
produksi 1AT melalui mutasi heterogen. Individu dengan dua alel Z atau satu Z dan satu alel nol
disebut sebagai Piz, yang merupakan bentuk paling umum dari defisiensi 1AT berat. Meskipun
hanya 1-2% pasien PPOK ditemukan mengalami defisiensi 1AT berat sebagai penyebab PPOK,
pasien ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki pengaruh besar terhadap kerentanan
terjadinya PPOK. Individu Piz sering menjadi PPOK onset dini, tapi memastikannya bias dalam
mengumumkan individu Piz yang biasanya termasuk subyek Piz yang diuji terhadap defisiensi 1AT
karena mereka mengalami PPOK berarti bahwa fraksi individu Pi z yang akan menjadi PPOK dan
distribusi usia untuk terjadinya PPOK pada subyek Piz tetap tidak diketahui. Sekitar 1 dari 3000
orang di Amerika Serikat mewarisi defisiensi 1AT berat, tetapi hanya sebagian kecil dari individu
telah mengakuinya. Uji laboratorium klinis yang paling sering digunakan untuk menampilkan
adanya defisiensi 1AT adalah pengukuran imunologi 1AT dalam serum. Sebuah persentase yang
signifikan dari variabilitas fungsi paru di antara individu Piz dijelaskan oleh perokok, perokok
dengan defisiensi 1AT berat lebih mungkin untuk menjadi PPOK pada usia dini. Namun, PPOK
19
pada subyek Piz, bahkan di kalangan perokok saat ini atau bekas perokok, tidak pasti. Di antara Pi z
bukan perokok, variabilitas yang mengesankan telah dicatat dalam terjadinya obstruksi aliran udara.
Faktor genetik dan / atau lingkungan lainnya mungkin berkontribusi terhadap variabilitas ini.4
2.1.3 Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: 1
-
Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
pada paru bagian bawah
Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura1
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas. 1
Konsep pathogenesis
PPOK
Ringan
produksi sputum
Dengan atau tanpa FEV1/FVC<0.7
batuk
II
Sedang
Berat
Sangat berat
dan
produksi sputum
Dengan atau tanpa FEV1/FVC<0.7
batuk
IV
kronis
kronis
kronis
produksi sputum
dan
produksi sputum
Dengan atau tanpa FEV1/FVC<0.7
batuk
FEV1-
produksi sputum
Dengan atau tanpa FEV1/FVC<0.7
batuk
III
kronis
dan
dan
FEV1-
22
tidak 0
berdahak
terasa
1
sebuah
Dadaku
terasa
sangat
atau
tangga
tingkat,
dahak
sempit
sempit
Ketika aku naik 0
bukit
penuh
di
tidak 0
ke
dadaku
(mukus)
(mukus)
dada
Dadaku
Di
atau
tingkat,
tangga
aku
sangat
sesak
aku
tidak sesak
Aku
merasa 0
tidak
dalam
melakukan
terbatas
aktivitas di rumah
dalam
melakukan
aktivitas
di
rumah
Aku percaya diri 0
Aku
tidak
percaya
diri
meninggalka
meninggalkan rumahku
karena
rumahku
disamping
kondisi
paru-
dapat
tidur
kondisi
paru-
paruku
kondisi paruparuku
Aku dapat tidur
Aku
tidak
karena
Aku
memiliki 0
paruku
Aku tidakmemiliki banyak
23
banyak
energi
energi
Resiko eksaserbasi
PPOK eksaserbasi adalah peristiwa akut yang dikarakteristikkan dengan memburuknya
gejala respirasi pasien dimana bervariasi melewati normal dari hari ke hari dan menyebabkan
perubahan terapi. Prediktor terbaik yang seringkali eksaserbasi (2 atau lebih per tahun) adalah
riwayat pengobatan sebelumnya; resiko eksasrebasi juga meningkat selama memburuknya
keterbatasan aliran udara.3
Komorbiditas
Penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi dan cemas, disfungsi otot rangka, sindrom
metabolik, dan kanker paru diantara penyakit lainnya sering terjadi pada pasien PPOK. Kondisi
komorbiditas ini mempengaruhi mortalitas dan rawat inap, dan harus diamati secara rutin dan
diobati sewajarnya.3
Mengkombinasikan penilaian PPOK gunanya untuk memperbaiki manajemen PPOK :
Gejala
Gejalanya sedikit (mMRC 0-1 atau CAT<10) : pasien A atau C
24
4
3
1
0
1
mMRC 0-1
mMRC 2
CAT <10
CAT 10
Resiko
Riwayat eksaserbasi
Resiko
Gejala
Skor mMRC atau CAT
Pasien Karakteristik
Klasifikasi
Eksaserbasi
per tahun
1
mMRC
CAT
0-1
<10
Resiko rendah
Spirometri
GOLD 1-2
Gejalanya sedikit
Resiko rendah
GOLD 1-2
10
Gejalanya banyak
Resiko tinggi
GOLD 3-4
0-1
<10
Gejalanya sedikit
Resiko tinggi
GOLD 3-4
10
Gejalanya banyak
25
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa).8
2.1.2 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.8
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.8
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksintoksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 9
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau
alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
26
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 9
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 9
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia. 9
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 10
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
27
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan
oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam. 10
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat
ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisasisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.10
4. Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis
yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh
dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.10
2.1.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya
berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. 11
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting
dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus
aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. 11
28
penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada
usia
prasekolah
itu Streptococcus
Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada
anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh
streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical
pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan
batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering
ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia. 11
Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 11
Umur
Lahir-20 hari
Bakteria
Escherichia colli
Group B streptococci
Listeria monocytogenes
3 minggu
3 bulan
4 bulan
5 tahun
Bakteria
Group D streptococci
Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
Bakteria
Clamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Respiratory syncytial virus
Influenza virus
Para
influenza
virus
1,2 and 3
Adenovirus
Bakteria
Bordetella pertusis
Haemophillusinfluenza type B &
non typeable
Moxarella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Bakteria
Bakteria
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza type B
Clamydia pneumoniae
Moxarella catarrhalis
29
5 tahun dewasa
Mycoplasma pneumoniae
Virus
Respiratory syncytial virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles
Neisseria meningitis
Staphylococcus aureus
Virus
Varicella zoster virus
Bakteria
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Streptococcus pneumoniae
Bakteria
Haemophillus influenza type B
Legionella species
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
2.1.4 Klasifikasi
1. Menurut sifatnya, yaitu:
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunya
faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus pneumoniae
(
pneumokokus),
Hemophilus
influenzae,
juga
Virus
penyebab
infeksi
pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella. 10
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain penderita
penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang mempunyai
penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 10
2. Berdasarkan Kuman penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 9
3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
31
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di
bawah ini. 3
a. Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
b. Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
32
yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat
tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP. 2
c. Pneumonia aspirasi
4.
a.
Batuk-batuk bertambah
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Paru
Obstruktif
Kronis.
Available
at
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
ppok/ppok.pdf
2. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for
management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD
Diagnosis, Management, and Prevention; 2015
4. Fletcher CM, Elmes PC, Fairbairn MB et al. (2000) The significance of respiratory systems
and the diagnosis of chronic bronchitis in a working population. British Medical Journal
2:257-66.
5. Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrisons Principles of
Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies;
2008; Chapter 254
6. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD
Diagnosis, Management, and Prevention for Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Updated
2015.
Available
at
http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Report_2015.pdf
7. P.W. Jones, G. Harding, P. Berry, I. Wiklund, W-H. Chen and N. Kline Leidy. Development
and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J 2009, 34: 648654.
8. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia
Komuniti 2003. Available at https://www.scribd.com/doc/125419923/Pnemonia-KomunitiPdpi#download
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205
36
11. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007
37