You are on page 1of 15

PRESENTASI KASUS

TB PARU + BRONKOPNEUMONIA + DISPEPSIA

Oleh :
dr. Rifnatul hasanah Alam

Pembimbing :
dr. Skandinoviar Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEI DAREH
DHARMASRAYA
2015

BAB I
LAPORAN KASUS
1 Identitas
Nama
Usia
Pekerjaan
Agama
Alamat

: Nn. Y
: 21 tahun
: Mahasiswi
: Islam
: Padang laweh

2 Anamnesis
12.00 WIB (21/09/2015)
Keluhan Utama : Demam (+) 2 hari Yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati 2 minggu sampai sekarang, mual (+), muntah (+) 2
hari berisi apa yang dimakan dan diminum. Demam 2 hari sampai sekarang. Os juga
mengeluhkan nafsu makan berkurang, dan lemas. Batuk (+) berdahak 2 bulan yang lalu,
berat badan setelah beberapabulan ini menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit Tb paru, jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga Tb paru, hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit berat
lainnya disangkal.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

3.3 STATUS GENERALIS


Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: E4V5M6
Tanda Vital

Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu

:
:
:
:

100/80 mmHg
112 x/menit
22 x/menit
37,7oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata
- Jantung
- Paru

: anemis -/-, ikterus -/: irama teratur, batas jantung dalam batas normal, murmur (-)
: bronkovesikuler di atas lapangan paru +/+, ronki basah +/+,

wheezing -/- Abdomen


- Ekstremitas

: soupel, Bising usus (+)


: tidak ada kelainan

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
-

Hb

: 10.9 g/dl

Leukosit

: 18400 mm

Trombosit

: 626 mm

Hematokrit : 29%

Pemeriksaan Basil tahan Asam


BTA

: +++

Pemeriksaan Ro thorax
Fibroinfiltrat dilapangan atas kedua paru (+), dan
Infiltrat dilapangan bawah paru kiri (+)
3.6 DIAGNOSIS
Tb Paru + Bronkopnumoni + dyspepsia
3.7 PENATALAKSANAAN
-

IVFD RL 12 gtt/i
Ondancetron 2x1 amp (iv)
Ranitidine 2x1 amp (iv)
Scopamin 3x1 amp (iv)
Cefotaxim 2x1 (iv)
Pantoprazole inj 2x1 (iv)
Pct 3x500 mg (p.o)

Antacid syr 3x cth1 (p.o)


Sucralfat 3x1 (p.o)
Ambroxol 3x30 mg (p.o)
Ceterizin 3x 1 (p.o)
Salbutamol 3x (p.o)

Follow up
22 september 2015
Ku : demam (+) sudah berkurang, nyeri ulu hati membaik, mual (-), muntah(-), batuk(+)
berdahak
TD : 110/80 mmHg
Anjuran : pemeriksaan BTA
Therapy:
- IVFD RL 12 ggt/i
- Ondancetron 2x1 amp (iv)
- Ranitidine 2x1 amp (iv)
- Scopamin 3x1 amp (iv)
- Pct 3x500 mg (p.o)
- Antacid syr 3x cth1 (p.o)
- Sucralfat 3x1 (p.o)
- Ambroxol 3x1 (p.o)
- Ceterizin 3x 1 (p.o)
- Salbutamol 3x (p.o)
- Cefotaxim 2x1 (iv)
- Pantoprazole inj 2x1 (iv)

23 september 2015
Ku: demam (-), nyeri uluhati (-), batuk (+) berdahak
TD ; 110/80 mmHg
Labor : BTA +++
Therapy :

- IVFD RL 12 ggt/i
- Ondancetron 2x1 amp (iv)
- Ranitidine 2x1 amp (iv)
- Scopamin 3x1 amp (iv)
- Pct 3x500 mg (p.o)
- Antacid syr 3x cth1 (p.o)
- Sucralfat 3x1 (p.o)
- Ambroxol 3x1 (p.o)
- Ceterizin 3x 1 (p.o)
- Salbutamol 3x (p.o)
- Cefotaxim 2x1 (iv)
- Pantoprazole inj 2x1 (iv)

24 september 2015
Ku: demam(-), Batuk (+) berdahak
TD: 110/80 mmHg
Therapi: Dilajutkan
25 september 2015
Ku : sudah membaik, pasien boleh pulang.
Therapy :
-

Cefixim 2x 200mg (p.o)

Lansoprazol 2x 30mg (p.o)

Ambroxol 3x 30mg (p.o)

Ceterizin 2x 10 mg (p.o)

Parasetamol 3x 500 bila demam (p.o)

OAT diambil puskesmas

BAB II

DISKUSI KASUS

Diagnosis pada pasien ini :

Tb paru + Bronkopenomonia +Dyspepsia

PEMBAHASAN
Dasar ditegakkan diagnosa Tb paru pada pasien ini karena batuk (+) berdahak lebih
dari 3 minggu, demam (+), berkeringat pada malam hari (+). Berat badan menurun.
Hasil pemeriksaan BTA +++, hasil ro thorax ada fibroinfiltrat kedua lapangan paru
atas.
Tb paru menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi dua : gejala respiratorik dan
gejala sistemik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada,
sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
dan malaise.
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup
berat tergantung dari luasna lesi. Batuk yang pertama terjadi akibat adana iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar.
Kelainan paru pada umumna terletak didaerah lobus superior terutama di daerah apeks dan
segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkkial,
amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda tanda penarikan paru, diapragma dan
mediastinum.
Untuk yang diduga menderita Tb paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu
sewaktu pagi- sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional, diagnosa tb paru
pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpaina kuman TB (BTA). Sedangkan
pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sesuai dengan indikasina dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis Tb
jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan pemeriksaan foto thorax.

Dasar ditegakkan diagnosa bronkopenomonia pada pasien ini karena batuk (+)
berdahak dari 3 minggu, demam (+), dengan hasil labor leukosit 18400mm, dan
berkeringat pada malam hari(+).
Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) adalah peradangan pada parenkim paru yang
awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan juga dapat mengenai alveolus sekitarnya.
Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercakbercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.
Penyakit bronkopneumonia ini seringkali bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran
nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan
tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi
primer. Bronkopneumonia sering disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1.

Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, nyeri

dada
2.

demam, batuk

3.

Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.

Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

5.

Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,

dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Dasar ditegakkan diagnosa dyspepsia pada pasien ini karena nyeri uluhati (+),
mual (+), muntah (+).
Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya
lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas.
Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita
oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak
sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu
hati, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala
komplikasinya.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeleuaran asam
lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori
(sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan
saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007).

Penatalaksanaan
Tb paru
Dalam pengobatan, TBC dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-3 bulan dan fase lanjutan
4-7 bulan, dengan obat yang diberikan:
1.

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:


o INH
o

Rifampisin

o Pirazinamid
o Streptomisin
o Etambutol
2.

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :


o

Kapreomisin

Sikloserino

PAS (dulu tersedia)

Derivat rifampisin dan INH

Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan
- Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Efek samping obat anti tubrculosis:


Isonizit: efek samping berupa hepatitis, kesemutan, nyeri otot, defisiensi piridoksin,
kelainan kulit.
Rifampisin: jarang menyebabkan efek samping, namun efek samping yang sering terjadi
adalah: hepatitis, sidromrespirasi ditandai dengan sesak nafas, anemia haemolitik yang akut,
syok dan gagal ginjal.
Pyrazinamid: efek samping yang terjadi adalah, hepatitis, nyeri sendi dan dapat
menyebabkan arthritis gout.
Steptomycin: efek samping utama adalah kerusakan syaraf ke 8 yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran.
Ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupah berkurangnya ketajaman
penglihatan, buta warna.

Bronkopnomonia

Antibiotik

Obat Anti Peradangan Non-Steroid

Terapi Intravena

Antivirus

Aspirin

Dyspepsia
1.

Antasid 20-150 ml/hari

Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.


Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa
nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena
terbentuk senyawa MgCl2.
2.

Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi
asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,

meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta


membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi
mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
6.

Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan
ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al,
2007).
7.

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan

cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)

KESIMPULAN
Pasien Bernama Nn.Y berumur 21 tahun, mengeluhkan nyeri ulu hati 2 minggu
sampai sekarang, mual (+), muntah (+) 2 hari berisi apa yang dimakan dan diminum.
Demam 2 hari sampai sekarang. Os juga mengeluhkan nafsu makan berkurang, dan lemas.
Batuk (+) berdahak 2 bulan yang lalu, berat badan setelah beberapa bulan ini menurun.
Dari keluhan pasien di tegakkan diagnosa tb paru + bronkopneumonia + sindrom dispepsia.
Penatalaksanaan:
-

IVFD RL 12 ggt/i

Ondancetron 2x1 amp (iv)

Ranitidine 2x1 amp (iv)

Scopamin 3x1 amp (iv)

Pct 3x500 mg (p.o)

Antacid syr 3x cth1 (p.o)

Sucralfat 3x1 (p.o)

Ambroxol 3x1 (p.o)

Ceterizin 3x 1 (p.o)

Salbutamol 3x (p.o)

Cefotaxim 2x1 (iv)

Pantoprazole inj 2x1 (iv)

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO

Tuberculosis

Fact

Sheet

no.

104.

Available

at:

http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.


2. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol I . Jakarta:EGC
3. Prince A. Silvia. 1995. pathofisiologi. Edisi 4. jakarta:EGC
4. Zulkifli Amin, Asril bahar. 2006. tuberculosis paru, buku ajar penyakit dalam. Jakarta:
UI
5. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, eds 9. Jakarta, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2005.
6. Aditama TY, Luthni E. Buku petunjuk teknik pemeriksaan laboratorium tuberkulosis,
eds 2. Jakarta, Laboratoirum Mikrobiologi RS Persahabatan dan WHO Center for
Tuberculosis, 2002.
7. Hopewell PC, Bloom BR. Tuberculosis and other mycobacterial disease. In: Murray
JF, Nadel JA. Textbook of respiratory medicine 2nd ed. Philadelphia, WB Saunders
Co, 1994;1095-100.

You might also like