You are on page 1of 40

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Penulis ucapkan karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini tepat pada waktunya.
Tugas referat ini penulis susun untuk memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik
stase ilmu kesehatan jiwa di Rumah Sakit Islam Jiwa Klender.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
tersusunnya laporan referat ini terutama dr.Prasila Darwin,Sp.KJ selaku pembimbing
di Rumah Sakit Islam Jiwa Klender.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih jauh dari
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca, agar penulis dapat
mengoreksi diri dan dapat membuat laporan referat yang lebih sempurna di lain
kesempatan.
Semoga laporan referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, sekarang
maupun masa yang akan datang.

Jakarta, Juli 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu penyakit gangguan mental yang timbul dan
diduga sebagai akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia
dalam otak, dan termasuk gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi
normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi
(persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Skizofrenia merupakan penyakit yang paling menimbulkan kerusakan dalam
psikiatri. Menurut The Global Burden of Disease, skizofrenia merupakan salah satu
dari 10 penyebab kelumpuhan kemampuan di dunia di antara umur 15-44 tahun dan
ini tentu saja menyebabkan kerugian secara ekonomi baik dari efek langsung yaitu
biaya pengobatan dan efek tidak langsung yaitu ketidakmampuan untuk bekerja
secara produktif. Melihat dari onset umur penderita, skizofrenia menyerang pada
masa puncak mereka akan memperoleh pertumbuhan dan produktifitas
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association
(APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.
75% Penderita skizofrenia biasanya mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini
dicirikan dengan stressor dalam perkembangan kepribadian dan pencarian identitas
diri. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena
dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting
karena semakin lama bila tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan
resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.

BAB II
PEMBAHASAN
I. Sejarah
Skizofrenia telah dikenal sejak zaman peradaban kuno di hampir semua
kebudayaan. Deskripsi tentang gangguan ini tercatat sebelum 2000 SM dibuku
kuno Egyptian Book of Hearts, bagian dari Ebers papyrus. Gejala-gejala
psikologikal dikira muncul dari jantung dan uterus, dan berhubungan dengan
pembuluh darah, racun, atau setan. Deskripsi Hindu (1400 SM) dapat
ditemukan di Atharva Veda, salah satu teks pada agama Hindu. Veda ini berisi
hymne dan mantra dari India kuno. Tertulis bahwa kesehatan merupakan hasil
dari

keseimbangan

elemen

(Butha)

dan

humor

(Dosa)

dan

ketidakseimbangan menghasilkan kegilaan. Teks Cina berjudul The Yellow


Emperor's Classic of Internal Medicine, 1000 SM, menjabarkan gejala
kegilaan, demensia, dan kejang. Setan atau keadaan supernatural sering dikira
sebagai penyebab tingkah laku psikotik.
Plato, penulis abab ke-5 dan ke-4 SM mendukung konsep yang modern
tentang hubungan antara pikiran dan tubuh. Beliau menemukan ide tentang
ketidaksadaran dan proses mental yang tidak berlogika dan menyatakan bahwa
semua orang mempunyai kapasitas pemikiran yang irrasional.
Sigmund

Freud

kemudian

mengambarkan

spekulasi

Plato

untuk

mendukung teorinya tentang proses ketidaksadaran sebagai fondasi gangguan


mental, dan Freud juga mengutip Plato dalam mendukung teorinya.
Hippocrates menyingkirkan ide psikosis karena setan dan menganjurkan
bahwa gangguan seperti epilepsi, kebingungan, dan kegilaan semua berasal
dari otak. Dalam usaha menjelaskan gangguan mental dan fisik, beliau
membuat dalil tentang kehadiran "humors" di tubuh termasuk darah dan
empedu. Fungsi mental dan fisik yang optimal dapat tercapai jika humors ini
berada dalam keadaan seimbang dan harmonis.
Emil Kraepelin merupakan orang yang berjasa dalam sejarah moderen
psikiatri dalam hal mengidentifikasi skizofrenia. Istilah dasar dari Emil
Kraeplin untuk skizofrenia adalah dementia praecox. Ini berdasarkan dari
pengamatannya, bahwa penyakit pasien berkembang pada umur yang relatif

muda (praecox), ditambah dengan perjalanan penyakit secara kronik dan tidak
memiliki secara jelas akhir dari perjalanan penyakit tersebut (dementia).
Pada awal tulisannya tahun 1887 Kraepelin menyamakan hebefrenia
dengan dementia praecox dan membedakan dengan katatonia dan dementia
paranoid. Tahun 1898, Kraepelin mempresentasikan paper di Heidelburg
berjudul "The Diagnosis and Prognosis of Dementia Praecox" dan
menunjukkan bahwa berbagai kondisi psikotik ini merupakan satu kesatuan
dari seluruh penyakit ini. Kraepelin berpikir bahwa terdapat suatu gangguan
organik yang melandasi dementia praecox. Pada tahun 1899, di buku
Psychiatrie tertulis "...in dementia praecox, partial damage to, or destruction
of, cells of the cerebral cortex must probably occur, which may be
compensated for in some cases, but which mostly brings in its wake a singular,
permanent impairment of the inner life."
Kraepelin membagi dementia prekoks menjadi 4 subtipe: paranoid,
hebefrenik, katatonik, dan simpleks. Pasien paranoid secara primer ditandai
delusi. Individu dengan hebefrenik terdapat tingkah laku bodoh dan pandir.
Tanda khas dari katatonik berupa gejala motorik dimana terdapat peningkatan
tonus otot dan postur yang menetap. Subtipe simpleks menunjukkan apatis
dengan penarikan diri.
Eugen Bleuler merupakan orang pertama mengunakan kata "skizofrenia",
berasal dari kata Yunani "pecah" dan "pikiran". Berbeda dengan kepribadian
yang terpecah, Bleuler mengartikan terpecahnya fungsi psikik.
Dia memperkenalkan 4 tanda penting berupa 4 A,yaitu:
-. Afek tumpul
-. Asosiasi longgar
-. Ambivalensi
-. Autisme
Gejala lain dari skizofrenia seperti delusi, halusinasi, katatonia,
negativisme, dan stupor dikenal sebagai gejala sekunder. Bleuler mencatat
bahwa gejala sekunder ini muncul seperti gejala lainnya.
Kurt Schneider memperkenalkan gejala tingkat pertama dan gejala
tingkat kedua.

Gejala tingkat pertama berupa:


-. Mendengar suatu pikiran yang berbicara secara keras
-. Halusinasi auditorik yang mengomentari tingkah laku penderita
-. Thought withdrawal, insertion dan broadcasting
-.Halusinasi somatik, atau mengalami pikiran yang terkontrol atau dipengaruhi
oleh alasan luar yang tidak jelas.
Gejala tingkat kedua berupa bentuk halusinasi, depresi, atau suasana perasaan
yang berubah, emosi yang tumpul, kebingungan, dan ide delusi yang tiba-tiba.
Bila gejala tingkat pertama absen, skizofrenia masih dapat didiagnosis jika
terdapat jumlah gejala tingkat kedua yang mencukupi.
Tahun 1949, American Psychiatric Association bekerja sama dengan
New York Academy of Medicine mulai menetapkan standar sistem diagnosis di
Amerika Serikat. Hasilnya berupa Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-I), diterbitkan tahun 1952. DSM-II terbit tahun 1968,
tetapi tidak jauh berbeda dengan yang terdahulu. DSM-III terbit tahun 1980,
DSM-IV tahun 1994, dan DSM-IV-TR tahun 2000. Edisi ketiga mengalami
perubahan yang sangat besar. Pada DSM-IV, skizofrenia dibagi menjadi 5
subtipe berupa paranoid, disorganisasi, katatonik, tak terinci, dan residual.
II. Definisi
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-kadang
mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari
luar.
Ada waham yang aneh, disertai dengan gangguan persepsi, afek abnormal
yang tidak terpadu dengan situasi yang sebenarnya.
Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi
yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak serasi (inappropriate) atau
tumpul (blunted), dan ternyata kesadaran serta kemampuan intelektual
biasanya tetap dapat dipertahankan, walaupun terjadi defisit kognitif.
Pikiran, perasaan, dan perbuatan yang paling mendalam dirasakan seakan
diketahui oleh orang lain, dan waham-waham yang timbul menjelaskan bahwa
kekuatan alam dan supernatural sedang bekerja mempengaruhi pikiran dan

perbuatan penderita dengan cara-cara yang tidak masuk akal atau bizzare
(aneh).Halusinasi auditorik sering diketemukan dalam bentuk komentar
tentang diri pasien atau berbicara secara langsung kepadanya.
Sering terjadi penghentian dan interpolasi dalam arus proses pikir, dengan
akibat pikiran menjadi terputus-putus. Interpolasi (sisipan-sisipan) pikiran
tersebut dirasakan oleh pasien atau yakin bahwa pikirannya disedot
(withdrawl) oleh kekuatan dari luar. Alam perasaan dapat menjadi dangkal
(shallow), berubah-ubah (capsicious), atau tidak sesuai (incongruous).
Ambivalensi dan gangguan dorongan kehendak dapat bermanifestasi
sebagai inersia, negativisme, atau stupor. Mungkin terdapat perilaku yang
katatonia. Dalam DSM-IV dan DSM-IV-TR (tabel 1-1), skizofrenia
didefinisikan sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif;
ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar
pribadi dan menunjukan terus gejala-gejala ini selama paling tidak 6 bulan.
Sebagai tambahan, gangguan skizoafektif dan gangguan afek dengan gejala
psikotik tidak didefinisikan sebagai skizofrenia dan juga skizofrenia tidak
disebabkan oleh karena efek langsung karena psikologi dari zat atau kondisi
medis.
Skizofrenia akut
Episode skizofrenia akut merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
onset akut gejala-gejala skizofrenia di bawah 6 bulan. Sejak DSM-IV
mendefinisikan skizofrenia sebagai gangguan kronik, kondisi ini sekarang harus
diklasifikasikan ke dalam gejala psikotik lain, seperti gangguan skizofreniform,
psikosis reaksi singkat, atau gangguan skizoafektif.
Skizofrenia laten
Suatu jenis skizofrenia yang ditandai dengan gejala skizofrenia jelas, tetapi
tanpa adanya riwayat episode skizofrenia psikotik, mencakup kondisi yang dulu
disebut sebagai skizofrenia ambulatori, borderline, prapsikotik, pseudoneurotik,
dan pseudopsikopatik, yang didalamnya tidak pernah terdapat episode psikotik
akut. Penderita yang memenuhi istilah-istilah ini tidak memenuhi definisi
skizofrenia dari DSM-IV. Oleh karena itu sebagian besar diklasifikasikan sebagai
gangguan kepribadian skizotipal.
6

III. Etiologi
Teori tentang etiologi skizofrenia masih berupa hipotesis, misalnya:
1. Somatogenik.
a.

Keturunan

b.

Endokrin

c.

Metabolisme

d.

Susunan saraf pusat

2. Psikogenik
a.

Teori Adolf Meyer


Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah sehingga menimbulkan

suatu maladaptasi. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian. Lamakelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (autisme).
b.

Teori Sigmund Freud


-

kelemahan ego karena penyebab psikogenik (kejiwaan) atau


somatik (psikis yang menyebabkan kelainan fisik).

Super ego sebagai sesuatu yang tak ada artinya karena tidak
bertenaga, dan ide yang berkuasa, mengalahkan Ego dan Super Ego.

3. Kombinasi
a.

Konstitusi skizoid
Menurut Manfred Bleuler, konstitusi dengan kepribadian premorbid
berbentuk skizoid, yang mempunyai ciri isolasi diri, pendiam dan tidak
komunikatif,

pencuriga,

memperhitungkan

akibat

mudah
yang

tersinggung,

merugikan,

yang

sering

tidak

bersebab

pada

perbuatannya, kejam dan dingin, sifat paranoid, pemalu dan menarik diri,
fanatik dan sukar dibelokkan, serta eksentrik. Penderita skizofrenia pernah
menunjukkan salah satu ciri di atas.
b.

Sindrom skizofrenia
Sindrom ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti misalnya
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, dan penyakit
lain yang belum diketahui.

c.

Gangguan psikosomatik
Ada

yang

berpendapat

bahwa

skizofrenia

merupakan

gangguan

psikosomatik, sedang gejala pada badan merupakan gejala sekunder,


karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi
somatik dari gangguan psikogenik. Sangat sukar dibedakan antara yang
primer dan sekunder, mana yang sebab atau penyebabnya.
4. Sosiogenik
Banyak skizofrenia dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah, terutama
karena kemiskinan.
Model yang paling sering digunakan adalah model stres diatesis, yang
mengatakan bahwa orang yang menderita skizofrenia memiliki kerentanan
biologik khas, atau diatesis yang dicetuskan oleh stres dan menimbulkan gejala
skizofrenia. Stres mungkin biologik, genetik, psikososial, atau lingkungan.
1. Genetik
a.

Konsanguinitas
Insiden dalam keluarga lebih tinggi daripada populasi umum. Keselarasan
monozigotik lebih besar daripada dizigotik.

b.

Keselarasan
Proporsi kembar yang terkena dengan kembarnya terkena atau akan terkena.

c.

Studi adoptif
Resiko akibat orangtua biologiknya, bukan orangtua adoptif.
-

resiko bagi anak adopsi (sekitar 10-12%) sama jika anak itu
dibesarkan orangtua biologiknya sendiri

lebih besar prevalensi skizofrenia pada orangtua biologik


dibanding anak adopsi akan menderita skizofrenia dibandingkan anak yang
dibesarkan oleh orangtua adoptif

kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah memiliki


angka keselarasan seperti kembar yang dibesarkan bersama

anak yang lahir dari orangtua sehat dan dibesarkan oleh


orangtua skizofrenia tak memiliki angka kenaikan skizofrenia.

d.

9 dari 10 pasien skizofrenia tak memiliki saudara tingkat 1 dengan


skizofrenia

2. Biokimia
a.

Hipotesis Dopamin
Gejala yang ditimbulkan sebagai akibat aktivitas hiperdopaminergik
yang disebabkan oleh karena terjadi hipersensitifnya reseptor dopamin atau
naiknya aktivitas dopamin. Obat antipsikotik terikat kepada reseptor dopamin
D2 dan menyebabkan penurunan fungsional aktivitas dopamin.
Obat yang menambah kadar dopamin akan memperburuk atau
mencetuskan psikosis, misalnya: amfetamin, kokain. Dopamin penting dalam
manifestasi simtomatik dari skizofrenia. Namun belum dapat dijelaskan
dengan memuaskan.

b.

Hipotesis Norepinefrin
Aktivitas norepinefrin naik pada skizofrenia, dan akan menyebabkan naiknya
sensitisasi terhadap input sensorik.

c.

Hipotesis GAMA
Turunnya aktivitas GABA akan menyebabkan naiknya aktivitas dopamin.

d.

Hipotesis Serotonin
Metabolisme serotonin abnormal tampak pada sebagian pasien skizofrenia
kronik, yaitu terjadi hiper maupun hiposerotoninemia.

e.

Peniletilamin (PEA)
Suatu amina endogen yang sangat mirip amfetamin. Bila jumlahnya naik
mungkin dapat menimbulkan kenaikan umum terhadap kerentanan endogen
terhadap psikosis.

f.

Halusinogen
Amina endogen tertentu mungkin bertindak sebagai substrat bagi metilasi
abnormal yang menimbulkan halusinasi endogen.

g.

Enzim
Turunnya kadar MAO trombosit berkorelasi dengan terjadinya psikopatologi
secara keseluruhan.
Inhibitor DBH (dopamin beta hidroksilas) akan menimbulkan psikosis
(skizofrenia tertentu).

h.

Gluten
Unsur protein gandum yang mungkin tak dapat ditolerir pasien skizofrenia
tertentu.
9

3. Psikososial
Pasien yang memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih
tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berekspresi emosi lebih rendah.
EE didefinisikan sebagai perilaku yang intrusif, terlihat berlebihan, kejam dan
kritis. Angka relaps akan berkurang jika perilaku keluarga diubah menjadi EE
yang lebih rendah. Umumnya disfungsi keluarga merupakan suatu konsekuensi,
bukan merupakan sebab dari skizofrenia.
IV. Perjalanan Penyakit dan Gejala Klinis
Secara karakteristik, gejala skizofrenia dimulai pada masa remaja, diikuti
dengan perkembangan gejala prodromal pada fase akut, yang berlangsung dalam
beberapa hari sampai beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun.
Perjalanan skizofrenia ditandai dengan gejala pramorbid sebelum fase
prodromal.
Riwayat pramorbid yang tipikal pada pasien skizofrenia, pada umumnya
mempunyai kepribadian skizoid atau skizotipal. Kepribadian tersebut ditandai
dengan tanda-tanda pendiam, pasif, dan introvert (menarik diri).
Pada fase prodromal didapatkan tanda dan gejala yang khas yaitu:
a. Terdapatnya deteriorasi (pengurangan) yang jelas dari taraf fungsi
penyesuaian sebelumnya.
b. Penarikan diri dari kehidupan sosial
c. Hendaya dalam fungsi peran
d. Tingkah laku aneh
e. Hendaya dalam higiene diri dan berpakaian
f. Afek yang tumpul atau tak serasi
g. Gangguan komunikasi
h. Ide-ide yang mirip waham
Gejala prodromal dapat berlangsung bebulan-bulan sebelum diagnosis
pasti dibuat. Umumnya gejala prodromal muncul pada usia belasan tahun terakhir
atau 20-an awal. Kejadian pencetus seperti trauma emosi, obat, dan separasi
(perpisahan) dapat memicu episode penyakit.
Waham dan halusinasi auditorik yang merupakan gejala patognomonik dari
skizofrenia. Perjalanan skizofrenia berlangsung secara klasik yaitu mengalami

10

deteriorasi sesuai perjalanan waktu, dan eksaserbasi akut superimpos pada


gambaran kronik. Kerentanan terhadap stres dapat berlangsung seumur hidup.
Dalam perjalanan penyakitnya, skizofrenia mempunyai 3 fase, yaitu
fase prodromal, fase aktif, fase residual, dan dapat berkembang menjadi perjalanan
gangguan skizofrenia:
1.

Subkronik
Yaitu bila individu menunjukkan penyakitnya terus-menerus, paling sedikit 6

bulan dan kurang dari 2 tahun.


2.

Kronik
Sama dengan di atas tetapi melebihi 2 tahun.

3.

Subkronik dengan eksaserbasi akut


Timbul ulangnya gejala psikotik yang jelas pada seseorang dalam keadaan
subkronik.

4.

Kronik dengan eksaserbasi akut


Sama seperti di atas tetapi dalam keadaan kronik.

5.

Dalam keadaan remisi


Yaitu keadaan yang sama sekali tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit,
terlepas apakah ia memakai obat atau tidak.
V. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut Eugen Bleuler, dibagi menjadi gejala

primer dan sekunder.


Gejala primer (4A):
1. Asosiasi terganggu
Suatu proses pikir yang terganggu berupa ide yang satu belum habis
diutarakan sudah muncul ide yang lain sehingga pembicaraan menjadi
tidak dapat diikuti atau dimengerti.
2. Autisme
Suatu kecenderungan untuk menarik diri dari kehidupan sosial.
Orang tersebut lebih suka menyendiri dan berdialog dengan dunianya
sendiri.

11

3. Afek terganggu
Suatu gangguan berupa ketidaksesuaian antara antara afek dengan
suasana perasaan, dapat berupa afek tumpul, mendatar atau tidak
serasi.
4. Ambivalensi
Dua hal yang berlawanan dapat timbul pada saat yang bersamaan pada
objek yang sama.
Gejala sekunder:
1. Waham
Keyakinan patologis yang tidak dapat dikoreksi, meskipun telah
ditunjukkan bukti nyata bahwa keyakinannya salah dan di luar jangkauan
sosio-budayanya.
2. Halusinasi
Munculnya suatu persepsi baru dari panca indera yang salah (false
perception) tanpa adanya rangsangan/objek dari luar.
3. Ilusi
Munculnya suatu persepsi baru dari panca indera yang salah (false
perception) akibat adanya suatu rangsangan/objek dari luar.
4. Depersonalisasi
Suatu keadaan dimana seseorang merasa dirinya secara tiba-tiba berubah
dan tidak seperti sebelumnya.
5. Negativisme
Sikap yang menolak atau berlawanan dengan yang diperintahkan
kepadanya tanpa suatu alasan.
6. Automatisasi
Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sendirinya tanpa adanya pengaruh
dari luar dan tidak mempunyai tujuan.
7. Echolalia
Secara spontan menirukan bunyi, suara atau ucapan yang didengar dari
orang lain seperti membeo.
8. Manerisme
Tindakan mengulang-ulang perbuatan tertentu secara eksesif, biasanya
dilakukan secara ritual seperti melakukan suatu seremonial.

12

9. Stereotipik
Tindakan mengulang-ulang suatu pekerjaan atau perbuatan tanpa adanya
suatu tujuan (non-goal directed) dan tidak selesai-selesai
10. Fleksibilitas Cerea
Suatu sikap, bentuk atau posisi yang dipertahankan dalam waktu yang
lama. Bila posisi tersebut digeser, maka posisi baru tersebut tetap
dipertahankan (seakan-akan seperti lilin)
11. Benommenheit
Intelektual atau perkembangan mental yang terlambat atau terbatas
Kriteria diagnosis menurut Schneider yaitu gejala tingkat pertama
(untuk diagnosis perlu 1 gejala A dan 1 gejala B):
1. Halusinasi auditorik, berupa :
a. Pikiran yang dapat didengar sendiri
b. Suara yang sedang bertengkar
c. Suara yang sedang mengomentari perilaku pasien
2. Gangguan batas ego, berupa :
a. Somatic Passivity
Tubuh dan gerakannya seakan-akan dipengaruhi oleh suatu
kekuatan dari luar
b. Thought Withdrawal
Pikiran penderita seperti disedot keluar
c. Thought Insertion
Isi pikiran penderita seperti disisipkan atau dipengaruhi oleh orang
lain
d. Thought Broadcasting
Penderita merasa pikirannya seperti disiarkan kepada orang-orang
disekitarnya atau isi pikirannya dapat dibaca oleh orang lain
e. Made-feeling
Perasaannya seperti dibuat oleh orang lain
f. Made-impulse
Dorongan kehendaknya seolah-olah dari orang lain
g. Made-volitional Acts
Kemauan atau tindakannya seperti dipengaruhi oleh orang lain
13

h. Delusional
Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV :
A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika
diobati dengan berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara

terdisorganisasi

(misalnya,

sering

menyimpang

atau

inkoheren)
(4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari
perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling
bercakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai
sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan
untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan
yang diharapkan).
C. Durasi: Tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau
kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala
fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodomal atau residual,
tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau
dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang
diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang
tidak lazim).

14

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: Gangguan


skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena:
(1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi
bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau
(2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh
afek biologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat riwayat
adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi
yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang
jika diobati secara berhasil).
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Paranoid
Suatu tipe dari Skizofrenia dimana memenuhi kriteria berikut:
A. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditorik yang
sering.
B. Tidak ada dari yang

berikut ini yang menonjol: pembicaraan

terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek datar


atau tidak sesuai.
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Terdisorganisasi
Suatu tipe dari Skizofrenia dimana memenuhi kriteria berikut:
A. Semua berikut ini menonjol:
(1) pembicaraan terdisorganisasi
(2) perilaku terdisorganisasi
(3) afek datar atau tidak sesuai
B. Kriteria pada Tipe Katatonik tidak terpenuhi.

15

Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Katatonik


Suatu tipe dari Skizofrenia dimana gambaran klinik didominasi oleh paling
kurang dua dari berikut:
(1) Imobilitas motorik dengan bukti katalepsi (termasuk waxy flexibility) atau
stupor
(2) Aktivitas motorik berlebihan (dimana terlihat tidak memiliki tujuan dan
tidak dipengaruhi stimuli luar)
(3) Negativisme ekstrim (terlihat resistensi terhadap semua perintah tanpa
alasan atau mempertahankan postur kaku melawan usaha untuk
mengerakkannya) atau mutisme
(4) Gerakan volunter yang aneh dengan bukti suatu posturing (postur bizar
atau tidak sesuai), gerakan stereotipi, mannerisme menonjol atau
menyeringai yang menonjol
(5) Ekolalia (menirukan suara atau ucapan orang lain) atau ekopraksia
(menirukan perbuatan orang lain)
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Tidak Tergolongkan
Suatu tipe dari Skizofrenia dimana gejala pada Kriteria A ada, tetapi kriteria
pada tipe paranoid, terdisorgansasi, atau katatonik tidak terpenuhi.
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Residual
Suatu tipe dari Skizofrenia dimana kriteria berikut terpenuhi:
A. Absennya delusi, halusinasi, pembicaraan terdisorganisasi, dan seluruh
perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.
B. Terdapat bukti gangguan yang berlanjut, terindikasi dengan adanya gejala
negatif atau dua atau lebih gejala yang terdaftar pada Kriteria A untuk
skizofrenia, hadir dalam bentuk yang lemah (contoh, keyakinan aneh,
pengalaman persepsi yang tidak biasa).

16

Kriteria Diagnostik Menurut PPDGJ-II


A. Paling sedikit terdapat satu dari beberapa kriteria di bawah ini selama
suatu fase penyakit:
(1) Waham yang aneh (isinya jelas tak masuk akal, dan tidak berdasarkan
kenyataan), seperti waham dikendalikan oleh suatu kekuatan luar
(delusions

of

being

controlled),

penyiaran

pikiran

(thought

broadcasting), penyisipan pikiran (thought insertion), atau penyedotan


pikiran (thought withdrawal)
(2) Waham somatik, besar, agama, nihilistik, atau waham lainnya yang
bukan waham kejar atau cemburu
(3) Waham kejar atau cemburu yang disertai halusinasi dalam bentuk
apapun
(4) Halusinasi dengar yang dapat berupa suara yang selalu memberi
komentar tentang tingkah laku atau pikirannya; atau dua atau lebih
suara yang saling bercakap-cakap
(5) Halusinasi dengar yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih dari satu
atau dua kata dan tidak ada hubungannya dengan depresi atau euforia
(6) Inkoherensi, kelonggaran asosiasi pikiran yang jelas, jalan pikiran yang
tidak masuk akal, atau kemiskinan pembicaraan yang disertai oleh
paling sedikit satu dari yang disebut dibawah ini:
(a) Afek

yang

tumpul,

mendatar,

atau

tidak

serasi(inappropriate)
(b) Pelbagai waham atau halusinasi
(c) Katatonia atau tingkah laku lain yang sangat kacau
(disorganized)
B. Deteriorasi dari taraf fungsi penyesuaian sebelum dalam bidang pekerjaan,
hubungan sosial dan perawatan diri.
C. Jangka waktu: gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus selama
paling sedikit enam bulan dalam suatu periode di dalam kehidupan
seseorang, disertai dengan terrdapatnya beberapa gejala penyakitnya pada
saat diperiksa sekarang. Masa enam bulan itu harus mencakup fase aktif di
mana terdapat gejala pada kriteria A, dengan atau tanpa fase prodomal atau
residual, seperti yang dinyatakan di bawah ini:

17

Fase prodomal: Deteriorasi yang jelas dalam fungsi sebelum fase aktif
penyakit itu, dan yang tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat
gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua dari gejala
yang tersebut di bawah ini.
Fase residual: Setelah fase aktif paling sedkit terdapat dua gejala
tersebut di bawah ini yang menetap, dan yang tidak disebabkan oleh
gangguan afek atau Gangguan Pengunaan Zat.
Gejala-gejala Prodomal atau Residual:
(1) Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial
(2) Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai
pencari nafkah, siswa/mahasiswa, atau pengatur rumah tangga
(3) Tingkah laku aneh yang nyata (seperti mengumpulkan sampah,
berbicara sendiri di tempat umum, menimbun makanan)
(4) Hendaya yang nyata dalam higiene diri dan berpakaian
(5) Afek tumpul, mendatar atau tak serasi (inappropriate)
(6) Pembicaraan yang melantur, berbelit, sirkumstansial atau
metaforik (perumpamaan)
(7) Ide yang aneh atau tak lazim, atau pikiran magis, seperti
takhyul, clairvoyance, telepati, indra keenam, orang lain
dapat merasakan perasaannya, ide-ide yang berlebihan,
gagasan mirip waham yang menyangkut diri sendiri (ideas of
reference)
(Catatan: Dalam hal takhyul, perlu dipertimbangkan adanya
takhyul yang juga merupakan bagian tradisi/kepercayaan
masyarakat setempat)
(8) Penghayatan persepsi yang tak lazim, seperti ilusi yang selalu
berulang, merasa hadirnya suatu kekuatan atau seseorang yang
sebenarnya tidak ada
Contoh: Enam bulan gejala prodomal dengan satu minggu gejala dari
kriteria A.
Tak ada gejala prodomal, tetapi hanya ada enam bulan gejala-gejala
dari kriteria A.
Tak ada gejala prodromal dengan dua minggu gejala dari kriteria A dan
enam bulan gejala residual.
18

Enam bulan gejala dari A, lalu tampaknya disusul oleh remisi


(penyembuhan) penuh selama beberapa tahun, dan pada saat episode
sekarang terdapat satu minggu gejala dari kriteria A.
D. Apabila terdapat gejala lengkap dari sindrom manik atau depresif (lihat
kriteria A dan B dari Gangguan afektif Berat episode manik atau episode
depresif berat hal. 133 dan 136), gejala itu berkembang setelah ada gejala
psikotik apa pun dari kriteria A, atau berjangka waktu relatif lebih pendek
dari jangka waktu gejala psikotik pada kriteria A.
E. Onset fase prodomal atau fase aktif dari penyakitnya timbul sebelum usia
45 tahun.
F. Tidak disebabkan oleh Gangguan Mental Organik atau retardasi Mental.
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Menurut PPDGJ-III
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a) Thought echo, thought insertion atau thought withdrawal,
dan thought broadcasting;
(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi
(delusion of influence), atau passivity yang jelas merujuk pada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran,
perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional;
(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara
mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari
salah satu bagian tubuh;
(d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya
dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya
mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan
kemampuan manusia super (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain);
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
(e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang
19

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun


oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulanbulan terus-menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
sikap

tubuh

tertentu

(posturing),

atau

fleksibiltas

serea,

negativisme, mutisme, dan stupor;


(h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, pembicaraan
terhenti, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptik;
(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan

dari

beberapa

aspek

perilaku

perorangan,

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas,


sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara
sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal).
Pedoman Diagnostik Skizofrenia Tipe Paranoid
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Sebagai tambahan:
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
20

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham


dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Pedoman Diagnostik Skizofrenia Tipe Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Diagnosis hebefrenia untuk
pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas:
pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk
menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan
umunya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:
-

Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku yang menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan.

Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inppropriate), sering


disertai oleh cekikikan (giggling), atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendiri (self-absorbed smilling), atau oleh sikap tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), manerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang

Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu


(rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir

umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya
suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,

21

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Tipe Katatonik


Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku
berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya:
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas otonom) atau mutisme (tidak bicara);
(b) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang aneh atau tidak wajar);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk mengerakkan, atau pergerakan kearah
yang berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
mengerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas serea/waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimatkalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnositk
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Pedoman Diagnostik Skizofrenia Tipe Tak Terinci
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik; tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.

22

Pedoman Diagnostik Depresi Pasca-skizofrenia


Diagnosis harus ditegakkan hanya bila :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling
sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
Pedoman Diagnotik Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
(a) Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekwensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.

23

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Simpleks


Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara menyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yagn berjalan perlahan dan
progresif dari:
-

Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului


riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,


bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe

skizofrenia lainnya.
VI. Penatalaksanaan
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan

yang

digunakan

untuk

mengobati

Skizofrenia

disebut

antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola


fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benarbenar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu :
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan
efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)

5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine)

6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene)

7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.

24

Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada


pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua,
bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
1.

Risperdal (risperidone)

2.

Seroquel (quetiapine)

3.

Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien


dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki
efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang
(1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila
paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

25

Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran


No Nama Generik
1
Klorpromazin

Sediaan
Tablet 25 dan 100 mg

Injeksi 25 mg/ml
Tablet 0,5 mg,1,5 mg, 5-15 mg/hari

Haloperidol

Dosis
150-600 mg/hari

5mg
3
4
5
6

Perfenazin
Flufenazin
Flufenazin Dekanoat
Levomeprazin

Injeksi 5mg/ml
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
Injeksi 25 mg/ml
Tablet 25 mg

7
8
9

Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid

Injeksi 25 mg/ml
Tablet 1 mg, 5 mg
Tablet 50 mg, 100 mg
Tablet 200 mg

10-15 mg/hari
150-600 mg/hari
300-600 mg/hari

10
11

Pimozid
Risperidon

Injeksi 50mg/ml
Tablet 1 mg, 4 mg
Tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg

1-4 mg/hari
2-6 mg/hari

12-24 mg/hari
10-15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
25-50 mg/hari

Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal


Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai
berikut:
Antipsikosis
Chlorpromazine

Dosis (mg/hr)

Gej. Ekstrapiramidal

150-1600

++

100-900

8-48

+++

5-60

+++

5-60

+++

2-100

++++

2-6

++

25-100

Thioridazine
Perphenazine
trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine

26

Sulpride

75-100

Risperidon

200-1600

Quetapine

2-9

Olanzapine

50-400

Aripiprazole

10-20

10-20

Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan


tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan
obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti
efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien.
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai

mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu
dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)

27

diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun


(diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop. Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis. Pada umumnya pemberian
obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat
secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu - 2bulan. Obat
antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
1.

gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.


Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi
sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang

tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya
untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia. Penggunaan CPZ
(Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM).
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat
lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih
lama pada Clozaril)
Terapi injeksi risperidone

28

Injeksi risperidone bukan pilihan yang unggul untuk pengobatan psikiatri pada
pasien skizofrenia dan gangguan skizoafektif yang dirawat maupun yang berisiko
untuk dirawat, dan itu terkait efek samping injeksi dan ekstrapiramidal yang
merugikan.
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk
efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih
rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian
pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
29

masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik


konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obatobatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya
lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa
dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau

30

menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur


tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien.

31

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian
yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di
rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo
cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum
diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran
listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus.
Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:

32

Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.

Penderita harus puasa

Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan

Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.

Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak
keras.

Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os


temporalis) dibersihkan.

Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:

2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari

2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan

Maintenance tiap 2-4 minggu


Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi

pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak
adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik . Kontra indikasi Elektro konvulsiv
terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya
fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas
boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai komplikasi terapi
ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat
juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.
VII. PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat
kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar
25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia.

33

1.Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tapi
juga bagi orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya, keluarganyalah yang paling
terkena dampak dari hadirnya skizofrenia. Pasien membutuhkan perhatian dari
masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang
mengalami Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan
lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah. Karena
orang yang mempunyai inteligensi tinggi biasanya mudah diberi pemahaman, mudah
mengerti akan pentingnya pengobatan.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Dengan

semakin

bertambah

meningkatnya

perkembangan

teknologi,

akan

mempengaruhi juga pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia. Biasanya negara


berkembang, penderita skizofrenia bisa lebih cepat disembuhkan karena adanya
dukungan dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada Negara-negara maju, prognosis
lebih susah dikarenakan, biasanya pada Negara-negara maju masyarakatnya
cenderung individual, tidak mengenal tetangga, dan tidak perdui terhadap lingkungan
sekitar.
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak
yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau
dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan

34

bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk. Dengan
seringnya penderita skizofrenia kambuh maka akan semakin lemah pula system yang
ada pada dirinya.
7.Gangguan Kepribadian
Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih susah
dideteksi apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang tersebut cenderung
menutup diri. Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan
sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar
terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis
yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik
dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang
menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

35

Prognosis Baik
Onset lambat

Faktor pencetus yang


jelas

Onset akut

Riwayat sosial, seksual


dan
pekerjaan

premorbid yang baik

Tidak ada factor pencetus

Gejala gangguan mood


(terutama
gangguan

depresif)

Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda

Menikah

Onset tidak jelas


Riwayat social dan pekerjaan premorbid
yang buruk
Prilaku menarik diri atau autistic

Sistem pendukung yang buruk


Gejala negatif

Riwayat
keluarga
gangguan mood

Tanda dan gejala neurologist

Sistem
yang baik

Tidak ada remisi dalam 3 tahun

Gejala positif

I.

Prognosis Buruk
Onset muda

pendukung

Riwayat trauma perinatal

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

DIAGNOSA BANDING
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan

medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau
katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat,
diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum,
atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis
nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum
perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan
berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis,
bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan
neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita
akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat
membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.

36

Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman
umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup
agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya
gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara.
Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap,
termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada
pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia
mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan
gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis
yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak
menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan
diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi
gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut
biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien
yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi
diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan
skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk
mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama
(durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan.
Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala
berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis
yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan
gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia
lainnya atau suatu gangguan mood.
37

Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala
primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus
menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya
membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri
skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti
skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan
selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.

38

BAB III
KESIMPULAN
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi rendah.
Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya skizofrenia.75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya
pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena
tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari
keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian
diri.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik, dan sosial budaya.
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang
mempunyai gejala-gejala serupa
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Terdapat beberapa jenis skizofrenia yaitu skizofrenia
paranoid, skizofrenia herbefrenik, skizofrenia katatonik, depresi pasca skizofrenia,
skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia tak terinci, skizofrenia lainnya
dan skizofrenia yang tidak tergolongkan.
Terapi skizofrenia meliputi 2 hal yaitu psikofarmaka dan psikoterapi. Terapi
psikofarmaka digunakan golongan antipsikosis.

39

DAFTAR PUSTAKA
1.

Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.


Ed 2, 2013

2.

Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan


dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta,
2013

3.

Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2010

4.

Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri,
ed 11, 2010

5.

American Psychiatric Association. 2008. Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorder 4th Edition Text Revision. Washington DC:
Arlington VA.

6.

Robert A. Rosenheck, M.D., John H. Krystal, M.D., Robert Lew, Ph.D.,


Paul G. Barnett, Ph.D., Louis Fiore, M.D., M.P.H., Danielle Valley,
M.P.H., Soe Soe Thwin, Ph.D., Julia E. Vertrees, Pharm.D. and Matthew
H. Liang, M.D., M.P.H., for the CSP555 Research Group. Long-acting
Risperidone and Oral Antipsychotics in Unstable Schizophrenia. The New
England Journal of Medicine. 2011

40

You might also like