Professional Documents
Culture Documents
Prinsip
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary
survey - secondary survey)
Tidak
dibenarkan
melakukan
langkah-langkah:
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada diluar paru yang
menyebabkan paru kolaps.
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura.
Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai
Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun
Seks : Lebih sering pada pria
Pneumotoraks spontan primer
Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30 tahun
Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada
laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan
Pneumotoraks spontan sekunder
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000
orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun pada
perempuan 26 per 100.000 pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik per
Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paru-paru yang sehat
dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari. Angka kejadian pneumotoraks spontan
primer (PSP) sekitar 18-28 per 100.000 pria pertahun dan 1,2-6 per 100.000 wanita pertahun
(Mackenzie and Gray, 2007). Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi,
kurus, dan berusia antara 18-40 tahun. Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP
adalah ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru (Heffner and Huggins, 2004). Udara yang
terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan
radiologis. Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai PSP mempunyai penyakit paruparu subklinis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok
meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini (Heffner and Huggins, 2004).
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah terdapat
sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya. Peningkatan porositas
menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-paru.
Hubungan tinggi badan dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien
tekanan pleura meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru
orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses
pembentukan kista subpleura (Mackenzie and Gray, 2007).
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak
adanya penyakit paru-paru yang mendasari (Heffner and Huggins, 2004). Pada sebagian besar
kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam. Kecepatan
absorpsi spontan udara dari rongga pleura sekitar 1,25-1,8% dari volume hemitoraks per hari,
dan suplementasi oksigen sebesar 10 lpm akan meningkatkan kecepatan absorpsi sampai
dengan empat kali lipat (Mackenzie and Gray, 2007). Beberapa macam terapi yang dapat
dilakukan pada pasien PSP antara lain observasi, drainase interkostal dengan atau tanpa
pleurodesis, dan video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) (Heffner and Huggins, 2004).
Panduan terapi untuk PSP dikeluarkan oleh British Thoracic Society (BTS) dan
American College of Chest Physician (ACCP). Terdapat perbedaan untuk besar-kecilnya
pneumotoraks dan jenis terapi untuk PSP kecil simtomatik dan PSP simtomatik yang stabil di
antara keduanya(Mackenzie and Gray, 2007). Berikut adalah ringkasan gabungan panduan
terapi menurut BTS dan ACCP (Mackenzie and Gray, 2007).
a
Surgical intervention
Terapi pembedahan harus mulai dipikirkan apabila terdapat kebocoran udara
persisten atau paru-paru gagal melakukan re-ekspansi setelah 3-5 hari.Indikasi
dilakukannya operasi meliputi terjadinya pneumotoraks ipsilateral yang kedua,
pneumotoraks kontralateral yang pertama, dan adanya reiko pekerjaan seperti
penyelam atau pilot. Pasien dengan profesi tersebut sebaiknya menjalani
tindakan operasi bilateral. Pilihan terapi pembedahan yang dapat dilakukan
seperti VATS, pleural abrasion, surgical talc pleurodesis, pleurectomy, dan
mendasari. Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik, tuberkulosis,
pneumocystits pneumonia, dan menstruasi. PSS juga dapat terjadi ada penyakit intersisiel
paru seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell histiocytosis and
tuberous sclerosis. Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli
yang melebar atau rusak. Perburukan klinis dan sequelae biasanya terjadi akibat adanya
kondisi komorbid.
Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya COPD sedang-berat. Apabila
pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan biasanya
bersamaan dengan nyeri pleuritik. PSS merupakan penanda signifikan untuk mortalitas
pasien COPD. Setiap kejadian pneumotoraks meningkatkan resiko kematian sampai dengan
empat kali lipat. Sekitar 40-50% pasien akan mengalami PSS yang kedua apabila pleurodesis
tidak dilakukan (Heffner and Huggins, 2004).
Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube untuk
setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegaj rekurensi.
Sedangkan rekomendasi BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe dan kateter untuk
pasien pneumotoraks kecil dengan penyakit paru yang mendasari ringan. Sebagian besar
pasien membutuhkan drainase melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan setelah
terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan terapi pilihan
terakhir dan dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan
mengalami pneumotoraks rekuren (Mackenzie and Gray, 2007).
2
1
Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik
Pneumotoraks iatrogenikmerupakan pneumotoraks yang terjadi akibat pembukaan
rongga paru secara paksa saat tidakan dianosis atau terapi invasif dilakukan . Tindakan seperti
thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter vena sentral, biopsi paru perkutan,
bronkoskopi dengan biopsi transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi tekanan positif
dapat menjadi etiologinya. Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di rumah sakit
(Yilmaz, et al, 2002).
Penyebab utama terjadinya pneumotoraks iatrogeni adalah aspirasi jarm halus
transthoracic. Dua faktor yang memegang perang penting adalah ukuran dan kedalaman lesi.
Apa bila lesi kecil dan dalam maka resiko pneumotoraks meningkat. Penyebab kedua
terbanyak adalah pemasangan kateter vena sentral. Penyebab lainnya antara lain akupunkktur
transthoracic, resusitasi jantung-paru, dan penyalahgunaan obat melalui vena leher (Sharma,
2009).
2
pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk ke
rongga pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju pleura viseralis melalui cabangcabang trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru
perifer menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di
dada akibat benda ajam (Sharma, 2009).
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh
fraktur atau dislokasi costa. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan peningkatan tekanan
alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke
rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks
terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara masuk ke rongga
pleura. Manifestasi klinisnya dapat berupa Fallen lung sign/peptic lung sign di mana hilus
paru terletak lebih rendah dari normal atau terdapat pneumotoraks persisten dengan chest
tube terpasang dan berfungsi dengan baik (Sharma, 2009).
Pneumotoraks traumatik noniatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma. Pada
suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga apabila
ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat
1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut,
udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan pneumotoraks.
Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang
terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan
barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang
terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks (Sharma, 2009)
4
1
Patofisiologi Pneumotoraks
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik, iatrogenik.
Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks
iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan
pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted
thoracoscopic surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer sering
dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural,
namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa
89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah
bukan perokok.
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang
kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi
terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan
alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus dan
menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura
parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara
akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil
dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya
sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam
patogenesis terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan
primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria,
serta sindrom Birt-Hogg-Dube.
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang sudah
ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar yang
melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial menuju
hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah melalui
pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks.
Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:
Penyakit saluran napas
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
Penyakit infeksi paru
o Pneumocystic carinii pneumonia
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif atau
staphylokokus)
Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
penetrasi.Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan
ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan
pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan
pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada
bagian yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau
bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic needle
aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif (positive
pressure mechanical ventilation).Angka kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila
dilakukan oleh klinisi yang tidak berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera pada parenkim
paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini mengakibatkan udara
bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara
tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat menyebabkan
terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa
adanya aliran udara balik.
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura
sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral. Hal
ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun karena
venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran
udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan
turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal
jika tidak ditangani secara tepat.
6
1
Diagnosis Pneumotoraks
Keluhan
a)
Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya
padasaat bernafas dalam atau batuk.
b)
Sesak, dapat samapai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila
sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali
c)
Pemeriksaan Fisik
a Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal
b
menghilang.
Perkusi: Suara ketok hipersonor samapi tympani dan tidak bergetar, batas jantung
pneumothorax
6 Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang berlawanan.
BGA: untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah pasien
membersihkan
rongga
mulut
dengan
swab
mengunakan
jari
telunjuk,
mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan
pemasangan orofaringeal tube untuk mencegah lidah jatuh dan menutup jalan nafas (Boon,
2008).
Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar, dan merasakan dilakukan secara
bersamaan. Pada pasien dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada asimetris, deviasi
trakea ke paru yang sehat, JVP meningkat, suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada
perkusi didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda tersebut, langsung dilakukan
tindakan needle thoracostomy (Boon, 2008).
Pemeriksaan nadi carotis dan radialis didapatkan takhikardi, akral dan memeriksa
capillary refill test. Dilakukan pemasangan intravenous line, bila terjadi perdarahan masif
dilakukan pemasangan double line dengan cairan kristaloid (Boon, 2008).
2.7.2 Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Kebanyakan simple pneumothoraces akan membutuhkan pemasangan intecostal
chest drain sebagai terapi definitif. Pneumothoraces kecil, khususnya yang hanya terlihan
dengan CT dapat diobservasi. Keputusan untuk data diobservasi berdasarkan status klinis
pasien prosedur yang direncanakan berikutnya. Pemasangan chest tube cocok pada kasus
yang terdapat multiple injury, pasien yang menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau
pasien yang akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana deteksi peningkatan atau tension
pneumothorax mungkin sulit atau tertunda (Brohi, 2004).
2.7.3 Penatalaksanaan Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Oksigen 100% harus diberikan melalui facemask. Intubasi harus dipertimbangkan
bila oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak boleh menunda pemasangan chest
tube dan penutupan luka. Manajemen definitif pada open pneumotoraks adalah menutup luka
dan segera memasang intercostal chest drain (Brohi, 2004).
Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa melakukan
terapi definitif perban dapat diletakkan di atas luka dan diplester pada tiga sisinya. Secara
teori, hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk memungkinkan udara keluar dari
pneumotoraks selama ekspirasi, namun tidak masuk selama inspirasi. Hal ini mungkin sulit
bila dilakukan pada luka yang luas dan efeknya sangat bervariasi. Sesegera mungkin chest
drain harus dipasang dan luka ditutup (Brohi, 2004).
2.7.4 Penatalaksanaan Tension Pneumothorax
2.7.4.1 Needle Thoracostomy
Manajemen klasik tension pneumothorax adalah dekompresi dada emergensi
dengan needle toracostomy. Jarum ukuran 14-16 G ditusukkan pada Intercostal Space (ICS)
II Mid Clavicular Line (MCL). Jarum dipertahankan hingga udara dapat dikeluarkan melalui
spuit yang terhubung dengan jarum. Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di udara.
Udara yang keluar dengan cepat dari dada menunjukkan adanya tension pneumothorax.
Manuver ini mengubah tension pnemothorax menjadi simple pneumothorax (Brohi, 2004).
2.7.4.2 Pemasangan Chest Tube
Pemasangan chest tube merupakan terapi definitif pada tension pnemothorax.
Chest tube harus tersedia dengan cepat di ruang resusitasi dan pemasangannnya biasanya
cepat. Pemasangan terkontrol chest tube lebih baik untuk blind needle thoracostomy. Hal ini
menyebabkan status respiratori dan hemodinamik pasien akan menoleransi beberapa menit
tambahan untuk melakukan surgical thoracostomy. Setelah pleura dimasuki (diseksi tumpul),
tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa terburu-buru.
Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual dengan tekanan positif (Brohi,
2004).
8
Komplikasi Pneumotoraks
Komplikasi
yang
dapat
terjadi
pada
pneumotoraks
antara
lain
adalah
udara
mencapai
mediastinum.
Pneumomediastinum
jarang
menyebabkan
komplikasi klinis yang signifikan. Tetapi pada beberapa kasus, tension pneumomediastinum
dapat menyebabkan peningkatan tekanan mediastinum sehingga terjadi penekanan langsung
terhadap jantung atau menurunkan aliran darah balik sehingga terjadi penurunan curah
jantung. Pneumomediastinum dapat berkembang menjadi emfiesema subkutis. Apabila udara
pada subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi kompresi jalan napas dan
jantung (Carolan, 2010).
Klasifikasi Pneumothorax
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
(2), (3)
:
1
Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a
Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a
untuk
tujuan
pengobatan,
misalnya
pada
pengobatan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas (2).
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1
Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru
(< 50% volume paru).
Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).
Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara
lain (6):
Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat
banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan
ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada fraktur klavikula biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh atau
trauma. Pasien merasakan sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan. Fraktur
klavikula sangat mudah didiagnosa dengan pemeriksaan fisik karena jaringan subkutis yang
sangat tipis. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan
kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang
menonjol akibat desakan dari fragmen fraktur. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai
perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang
mengikuti fraktur. Trauma pada pleksus brakhial yang berhubungan dengan fraktur klavikula
dapat terjadi. Kerusakan vaskular walaupun jarang tetapi dapat terjadi terutama pada arteri
subklavia.
Klasifikasi
1
mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung ( dari lateral bahu)
Plain Photo
Mid clavicula
Evaluasi pada fraktur clavicula yang standar berupa proyeksi anteroposterior
(AP) yang dipusatkan pada bagian tengah clavicula. Pencitraan yang dilakukan harus
cukup luas untuk bisa menilai juga kedua AC joint dan SC joint. Bisa juga digunakan
posisi oblique dengan arah dan penempatan yang baik. Proyeksi AP 20-60 dengan
cephalic terbukti cukup baik karena bisa meminimalisir struktur toraks yang bisa
mengganggu pembacaan.
Karena bentuk dari clavicula yang berbentuk S, maka fraktur menunjukkan
deformitas multiplanar, yang menyebabkan susahnya menilai dengan menggunakan
radiograph biasa. CT scan, khususnya dengan 3 dimensi meningkatkan akurasi
pembacaan.
celah sendi kurang dari 5 mm dan facies bagian bawah akromion dan distal clavicula
tidak terputus-putus.
b CT Scan
Medial clavicula dan SC joint
CT scan memegang peranan yang penting dalam mendiagnosa fraktur
clavikula bagian medial dan cedera pada SC joint. CT scan seharusnya digunakan
dengan mencakup SC joint dan secara otomatis setengah dari kedua clavicula untuk
membandingkan satu sisi dengan sisi yang lain.
Jika didapatkan ada kelainan pada vascular, bisa kita nilai dengan
menggunakan intravenous contras..
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
p. 1063.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27;
cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
Pemeriksaan radiologi untuk fraktur costae dapat dilakukan foto thorak AP lateral dan
yang paling baik dilakukan CT Scan akan tetapi lama dalam menunggu hasil
pemeriksaannya. Dapat juga dilakukan analisa gas darah. Pada frakur clavicula CT
yang terjadi.
Crossmatch adalah pemeriksaan serologi untuk menetapkan sesuai atau tidak darah
donor dan resipien sebelum dan selama donor. Ada 2 cara pemeriksaan yaitu :
a Crossmatch mayor jika mencampur eritrosit/aglutinogen donor dengan
b
serum/aglutinin resipien.
Crossmatch minor jika
mencampur
serum/aglutinin
donor
dengan
eritrosit/aglutinogen donor.
Jika terjadi aglutinasi maka darah tidak cocok. Jika crossmatch minor mengalami aglutinasi
dapat.
A. TRIAGE
Triage adalah suatu proses untuk menentukan pasien mana yang harus ditangani terlebih
dahulu berdasarkan seberapa parah atau serius trauma yang terjadi. Berdasarkan CDC
Guideline for Field Triage of Injured Patients pada tahun 2011, triaging dibagi menjadi 4
tahap:
1
Merah: merupakan prioritas utama, perlu pengobatan yang segera karena dalam
kondisi yang sangat kritis yaitu tersumbatnya jalan nafas, dyspnea, pendarahan, syok,
hilang kesadaran.
Kuning: bisa menunggu pengobatanpengobatan dapat ditunda untuk beberapa jam dan
Two views (dua tampilan): sebaiknya dilakukan secara anteroposterior (AP) dan lateral,
c
d
arthritis, dll.
Two visits (dua kunjungan): diperlukan pemeriksaan radiologis ulang terutama setelah
operasi, tindakan immobilisasi tulang, mengurangi dislokasi, atau pengambilan benda
asing, untuk melihat apakah kelainan telah membaik, tidak berubah, atau bahkan
memburuk.
Two opinions (dua pendapat): dapat digunakan untuk meyakinkan kelainan yang terjadi,
dapat menggunakan Red Dot System (memberikan titik merah pada kelainan yang
Two specialists (dua spesialis): semua film harus dilihat dan dilaporkan secara resmi
DAFTAR PUSTAKA
Goel,
Martin
Gorrochategui, et
al.
Pneumothorax
http://radiopaedia.org/articles/pneumothorax
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Ersoy N, Senses OM, Aydin ER. (2010). Informed consent in emergency medicine.
UlusTravmaAcilCerrahiDerg. 16(1): 1-8
https://ml.scribd.com/doc/225528078/Informed-Consent-pada-Kegawatdaruratan
diakses
Syamsu H.R. dan Jong, Wim De (1995). Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Tim Skills Lab FK UNS. (2015). Pedoman Keterampilan Klinis Semester VI. Surakarta: FK
UNS.
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.