Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri
dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus imperforata merupakan kelainan kongenital
tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan
karena pemisahan
digestivus
tidak
antara
traktus
terjadi.
urinarius,
Malformasi
traktus
anorektal
genitalia
merupakan
dan
traktus
kerusakan
Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas akhir kepaniteraan klinik
stase bedah RSUD Cianjur. Penulisan referat ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman penulis tentang malformasi anorektal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis
rekti dan atresia rekti.
2.2
Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 sampai 4
dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada
laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak
ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan,
jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal.
2.3
Embriologi
Usus dibentuk pada minggu keempat fase embrio hingga bulan ke enam fase fetus.
Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu :
Foregut
: akan membentuk
apparatus biliaris.
Midgut : akan menjadi usus halus, sekum, appendiks, kolon asendens, dan duapertiga
proksimal kolon transversum
Hindgut : akan menjadi sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid,
rektum, bagian proksimal kanalis ani dari sistem ani dan bagian dari sistem urogenital.
Hindgut meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun dari endoderm
kloaka, dan ektoderm dari protoderm / analpit.
Bagian akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm
ya ng berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah
p e r t e m u a n a n t a r a endoderm dan ektoderm membentuk membrana kloaka.
Pada minggu kelima masa gestasi, kloaka embrionik merupakan kantung endodermal
yang berasal dari dorsal hindgut dan allaotis di ventral. Kloaka (Gambar 1-A) dipisahkan
dari luar oleh membrana kloaka (proktodeum), yang menempati permukaan ventral embrio
diantara ekor dan body stalk. Pada minggu ke-enam masa gestasi, septum mesoderm
membagi kloaka menjadi sinus urogenital ventral dan rektum dorsal (Gambar 1-C). Septum
mesodermik ini bergabung dengan membrana kloaka pada minggu ke-tujuh masa gestasi dan
membentuk badan perineum. Membrana kloaka dibagi membrana urogenital ventral yang
lebih besar dan membrana anal dorsal yang lebih kecil. Di bagian luar, membran anal
menjadi tertarik masuk ke dalam dan membentuk anal dimple (lubang anus).
Ketika minggu ke 7, septum urorektalm e n c a p a i m e m b r a n k l o a k a , d a n
d i d a e r a h i n i t e r b e n t u k l a h k o r p u s p e r i n e a l i s . M e m b r a n kloakalis kemudian
terbagi menjadi membrana analis di belakang, dan membran urogenitalisdi depan.
Pada minggu ke-delapan membran anal mengalami ruptur fisiologis, sampai tak
bersisa. Rektum dan kanalis analis bagian proksimal tumbuh dari lapisan endoderm dan
diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior, sedangkan kanalis analis bagian distal tumbuh
dari lapisan ektoderm dan diperdarahi oleh cabang arteri iliaka interna.
Pada minggu ke-9 membran analis koyak, dan terbukalah jalan a n t a r a r e k t u m
d e n g a n d u n i a l u a r. B a g i a n a t a s k a n a l i s a n a l i s b e r a s a l d a r i e n d o d e r m
d a n d i p e r d a r a h i o l e h p e m b u l u h n a d i h i n d g u t , ya i t u a r t e r i m e s e n t e r i k a
i n f e r i o r. Ak a n t e t a p i s e p e r t i g a b a g i a n b a w a h k a n a l i s a n a l i s b e r a s a l d a r i
e k t o d e r m d a n d i p e r d a r a h i o l e h a a . Rektales, yang merupakan cabang dari arteri
pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian endoderm dan ektoderm dibentuk
oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis. Pada garis ini,
epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng
Pada kedua bagian membran anal, mesoderm somatik membentuk sepasang
tuberkulus anal. Tuberkulus-tuberkulus ini bergabung di bagian dorsal menjadi struktur
seperti tapal kuda. Pada minggu ke-sepuluh, ujung struktur ventral tersebut bergabung
dengan badan perineum. Otot lurik pada struktur yang seperti tapal kuda ini, nantinya akan
menjadi bagian superfisial sfingter anal eksternal. Sfingter anal akan terbentuk pada lokasi
yang seharusnya meskipun pada ujung rektum tidak membuka, atau terbuka membentuk
saluran ke lokasi lain.
Gambar 1. Perkembangan anus dan rektum pada minggu ke-lima sampai minggu ke 10.
A.Closing Plate (Proktodeum memisahkan kloaka dari daerah luar). Septum urorektal (panah)
menuju ke bawah untuk membagi kloaka. B. Kloaka hampir terpisah menjadi rektum dorsal
sinus urogenital ventral. Tailgut menghilang. C. Penggabungan septum urorektal dengan
closing plate untuk membentuk badan perineum. D. Closing plate mengalami ruptur
fisiologis. E. Selesainya proses pemisahan antara rektum dengan sinus urogenital oleh badan
perineum.
2.4
Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan
Rektum
dilapisi
oleh
mukosa
glanduler
usus
sedangkan
kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar
Selain itu Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya
mengarah ke ventokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke
dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih
besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinatum,
atau linea dentatum. Di daearah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara
4
kolumna rektum. Lekukan antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu
melakukan toucher rectal , dan menunjukkan batas antara sfingter intera dan sfingter
eksterna.
Struktur canalis dan rectum
Tunika mucosa setengah bagian atas canalis analis berasal dari endoderm usus
belakang(hindgut). Tunica mucosa ini mempunyai struktur anatomi yang penting, sebagai
berikut:
1. Dibatasi oleh epitel selapis kolumnar
2. Mempunyai lipatan vertical yang dinamakan columnae anales dan dihubungkan satu sama
lain pada ujung bawahnya oleh plicae semilunares yang dinamakan valvulae anales (sisa
membrane proctodeum)
3. Persyarafannya sama seperti persarafan mucosa rectum dan berasal dari saraf otonom plexus
hypogastricus. Mukosanya hanya peka terhadap regangan.
4. Perdarahan canalis analis berasal dari arteria yang mendarahi usus belakang, yaitu arteria
rectalis superior, sebuah cabang dari arteria mesenterika inferior. Aliran darah vena terutama
oleh vena rectalis superior, sebuah cabang dari vena mesenterica inferior, dan vena porta.
5. Aliran limfatik terutama ke atas di sepanjang arteria rectalis superior menuju ke nodi rectalis
superiors dan akhirnya ke nodi mesenterici inferiors
Tunica mucosa setengah bagian bawah canalis analis berasal dari ectoderm
proctodeum. Bagian ini mempunyai struktur anatomi penting berikut ini :
Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang secara bertahap bergabung dengan epidermis
perianal di anus
Tidak mempunyai columnae anales
Persarafan berasal dari saraf somatic nervus rectalis inferior sehingga peka terhadap rasa
Inervasi
Arteriae ,arteri rectalis superior mendarahi setengah bagian atas canalis analis dan
arteria rectalis inferior mendarahi setengan bagian bawahnya.
Vena, setengah bagian atas dialirkan oleh venarectalis superior ke vena mesenterica
inferior dan setengan bagian bawah dialirkan oleh vena rectalis inferior ke vena
pudenda interna. Anastomase venae rectalis membentuk anastomose portal sistemik
yang penting.
Aliran limfe, cairan limf setengah bagian atas canalis analis di alirkan ke nodi
rectales superiors dan nodi mesenterica inferiors. Cairan limf dari setengah bagian
bawah canalis analis dialirkan ke nodi superomediales nodi inguinales superficiales.
Persarafan, tunica mukosa setengah bagian atas canalis analis
peka terhadap
regangan dan dipersarafi oleh serabut serabut sensorik yang berjalan ke atas melalui
plexus hypogastricus. Setengan bagian bawah canalis analis peka terhadap nyeri,
suhu, dan raba serta dipersarafi oleh nervus rectalis inferior. Musculus sphincter ani
6
internus nvoluntar dipersarafi oleh serabut simpatis dari plexus hypogastricus inferior.
Musculus sphincter ani axternus voluntary dipersarafi oleh nervus pudendus, dan
ramus perinealis nervus sacralis keempat.
2.5
Fisiologi anorectal
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi feses dari
kolon ke rektum; fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feses secara intermitten dari rektum;
menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tersebut saling
berkaitan satu dengan yang lain dan terjadi ketidakseimbangan akan menyebabkan
ketidaknormalan yang mempengaruhi fungsinya masing-masing.
Motilitas Kolon
Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang peristaltik diganti oleh
adnya gerakan massa feses yang propulsif disepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh
aktifitas listrik myogenik yang diperantarai oleh persarafan intriksik dan pleksus mienterikus.
Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik dan refleks humoral seperti
gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk absorbsi cairan dan pendorongan
massa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rektum dihambat oleh beberapa
mekanisme yang digunakan oleh kontinensi
Kontinensi
Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal ini sangat
tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum, serta sudut anorektal.
Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus.
Kontinen si diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan
secara anatomis dan fisiologis jalannya feses ke rektum dan anus. Penghambat terbesar secara
fisiologi adalah sudut antara anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian
puborektal anterior dan superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya
perbedaan antara tekanan adan aktivitas motorik anus, rektum, dan sigmoid juga
menyebabkan progresifitas pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti
pada puborektalis diaktivasi secara involunter dengan distensi rektum dan dapat
meningkatkan secara volunteer selama 1-2 menit.
Defekasi
7
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom tetapi dengan perkembangan, maturitas
defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rektum kadang dicetuskan
juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rektum terisi feses maka akan
dirasakan oleh rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai
kemampuan yang khas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas.
Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensibel untuk sensasi isi rektum
dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltik kolon dan rektum
normal, dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga
memegang peranan yang penting. Defekasi terjadi akibat peristaltik rektum, relaksasi sfingter
ani eksternus, dan dibantu mengedan
2.6
Patofisiologi
8
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang.Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya.
Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis).
Pada pasien dengan anus imperforata, rektum gagal turun ke kompleks sfingter
eksternal. Yang terjadi adalah kantung rektum berakhir dan berikatan pada pelvis, di atas atau
dibawah muskulus levator ani. Pada sebagian besar kasus, kantung rektum berhubugan
dengan sistem genitourinaria atau dengan perineum melewati fistula, sehingga deskripsi
anatomis anus imperforata di bagi menjadi letak tinggi dan letak rendah tergantung di
daerah mana ujung rektum berakhir, apakah di atas atau di bawah muskulus levator ani.
Berdasarkan sistem klasifikasi, pria yang menderita anus inperforata letak tinggi umumnya
berikatan dengan uretra pars membranosa. Pada perempuan, anus imperforata letak tinggi
umumnya timbul sebagai persisten kloaka. Pada pria dan wanita, jika letaknya rendah sering
terjadi fistula perineum. Pada pria, fistula berikatan dengan raphe media skrotum atau penis.
Pada perempuan, fistula dapat berakhir pada vestibula vagina, yang terletak di luar himen,
atau pada perineum.
2.7
1.
Etiologi
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2.
Gangguan organogenesis dalam kandungan
3.
Berkaitan dengan sindrom down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada
bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian
juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan
trisomi 21 (Down's syndrome).
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang
berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi
anorektal bersifat multigenik.
2.8
Klasifikasi
10
12
Gambar 7. Fistula rektouretra bulbar (sebelah kiri) dan fistula rektoprostat (sebelah kanan)
Fistula Rektovesikal
Malformasi ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada malformasi pria.
Umumnya os sakrum pada penderita malformasi ini mengalami gangguan perkembangan.
Malformasi tipe ini merupakan satu-satunya malformasi yang membutuhkan tindakan
pembedahan dari arah posterosagital dan abdominal (dengan laparotomi atau laparoskopi).
Pada pasien ini dibutuhkan tindakan PSARP (Posterosagital Anorectoplasty) untuk
membuat ruangan agar rektum dapat ditarik kebawah. Saat melakukan laparotomi atau
laparoskopi, rektum harus dipisahkan dengan vesika urinaria. Prognosis pasien ini tidak
begitu baik. Hanya sebanyak 15% dari seluruh pasien dengan malformasi tipe ini yang
mempunyai control usus yang baik pada umur 3 tahun.
13
terjadinya infeksi, terutama pada bayi yang dirawat inap, terdapatnya jaringan parut saat
penutupan kolostomi, dan kemungkinan adanya gangguan kontrol usus.
berusia 1 bulan, karena diharapkan pada umur itu usus telah tumbuh dan berkembang secara
normal.
17
dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm
dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakuakan kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita: lubangnnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium
dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat
mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitif harus dilakukan.
Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera
dilakukan pertolongan bedah.
2.9
Pemeriksaan Penunjang
Ketika pertama kali diagnosis MAR ditegakkan, maka pemeriksaan penunjang yang
harus dilakukan adalah foto roentgen invertogram 24 jam setelah bayi lahir. Invertogram
adalah pemeriksaan roentgen dengan kepala bayi terletak pada posisi bawah. Hal ini
bertujuan untuk memasukkan udara ke bagian paling atas rectal pouch.
2.9.
Diagnosis Banding
Penyakit Hirschprung, yang disebabkan oleh tidak terdapatnya sel ganglion
parasimpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang ganglionik
mengenai rektum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Gejala utama pada bayi baru lahir berupa
muntah hijau, pengeluaran mekoniium yang terlambat, serta distensi abdomen. Gejala timbul
pada umur 2-3 hari. Bila dilakukan colok dubur, tinja akan keluar menyemprot. Diagnosis
dapat ditegakkan setelah dilakukan pemerikasaan barium enema dan biopsy rektum (biopsy
hijau).
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum
< 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada
laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.
.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum
atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka
kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam
setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang
posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan
18
bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan
fistulografi.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak
rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat
pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).
Perlu tidaknya tindakan kolostomi pada sekitar 80 % kasus malformasi anorektal
dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisis (inspeksi perineal) dan urinalisis. Adanya fistel
(perineal subepithelial midline raphe), adanya defek tipe bucket-handle, anal stenosis, atau
anal membrane, adalah defek-defek yang mudah dideteksi dengan inspeksi dan semuanya
dianggap sebagai defek letak rendah. Penatalaksanaan dari defek-defek tersebut tidak perlu
dengan kolostomi protektif. Defek ditangani pada masa awal kelahiran dengan operasi
perineal minor dan dipertimbangkan posterior sagital anoplasty minimal. Pada penderita
dengan flat bottom atau terdapat mekonium dalam urine atau udara dalam vesica urinaria,
dipertimbangkan perlunya kolostomi protektif lebih dulu sebelum pengobatan definitive 4-8
minggu setelah kolostomi, dapat dilakuakn posterior sagital anorectoplasty (PSARP). Selama
beberapa minggu itu, pertumbuhan bayi diobservasi untuk meyakinkan bahwa tidak ada
defek terkait lainnya yang membutuhkan penanganan lebih dulu. Sekitar 80-90% dari
malformasi anorektal pada laki-laki merupakan defek letak rendah, sedang 10-20% lainnya
masih diragukan dan memerlukan invertogram. Bila hasil foto menunjukkan usus berlokasi >
1 cm dari kulit, penderita memerlukan tindakan kolostomi. Bila rektum berlokasi < 1 cm dari
kulit, dianggap defek letak rendah dan ditangani dengan minimal posterior sagital
anaplasty, tanpa kolostomi pada masa awal kelahiran.
Inspeksi perineal pada bayi perempuan lebih bernilai dibanding pada laki-laki.
Adanya kloaka yang mudah didiagnosa dengan inspeksi, menunjukkan keadaan yang serius;
kemungkinan terdapat defek urologi terkait > 90%, dan membutuhkan evaluasi urologik
darurat. Penderita Akan memerlkan tindakan kolostomi dan kadang-kadang vesikotomi,
vaginostomi, atau pengalihan sistem urinarius lain yang dilakukan pada saat yang bersamaan
dangan kolostomi. Jika setelah 6 bulan prosedur dilaksanakan bayi bertumbuh dan
berkembang dengan baik, pasien direkomendasikan untuk pembuatan kloaka persisten
melalui posterior-sagital ano-rekto-vagino-urethroplasty (PSRAVUP). JIka penderita
memiliki fistel pada vagina (mekonium keluar dari vagina) atau vestibular, maka tindakan
kolostomi protektif dianjurkan. Bila 4-8 minggu setelah ditemukan adanya defek yang
berhubungan, penderita dianjurkan untuk tindakan posterior sagital anorectoplasty (PSAP).
19
Kadang-kadang fistel vestibular dan vagna paten, dan pasien tidak merasakan gejala-gejala
obstruksi distal. Jika hal ini terjadi, penderita dapat bertumbuh dan berkembang dangan baik
tanpa dilakukan tindkan kolostomi, namun sebenarnya tindakan kolostomi diperlukan
sebelum PSARP, bukan hanya untuk dekompresi, tetapi juga tujuan proteksi, untuk
menghindari infeksi setelah perbaikan. Penderita dengan fistel kutaneus atau perianal tidak
memerlukan tindakan kolostoi sebelumnya dan dapat dengan minimal posterior sagital
anoplasty pada mas kelahiran. Penderita tidak mempunyai fistel yang berhubungan dengan
genitalia atau perineum, memerlukan invertigram, namun kondisi ini (anus imperforate tanpa
fistel) jarang dijumpai pada perempuan.
Kolostomi
Kolostomi
pada kolon
desendens
merupakan
prosedur yang
ideal
untuk
Meninggalkan seluruh kolon kiri bebas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan
kesulitan
20
Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan sekret kolon distal
A.
Feses kolon kanan relatif tidak berbau disbanding kolon kiri oleh karena pembusukan
feses.
B.
Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rektum yang buntu 1,3
tahap selanjutnya. Setelah tindakan kolostomi, penderita dapat melakukan operasi definitif 48 minggu kemudian. Bila tindakan definitif dilakukan pada usia 4-8 minggu setelah tindakan
kolostomi, terdapat beberapa keuntungan antara lain: penderita tidak perlu terlalu lama
merawat stoma, perbedaan antar usus proksimal dan distal tidak ada, simple anal dilatasi,
sensasi lokal pada rektum lebih meningkat.
Penatalaksaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan
inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun
1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti,
yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma
psikis.Untukmenangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang
dapat ditentukandengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan
USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk.
Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian
akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi dahulu, setelah 6 12 bulan
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.
22
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4
8
minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik
minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi, F. Charles. Schwartzs Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw- Hill
Companies, Inc. United States of America. 2010
Arensman, Robert M. Pediatric Surgery, second edition. Georgetow texas U.S.A. 2000
Stryer, Mark D. Pediatric Surgery And Urology, long term outcomes, second edition.
Cambridge University Press 2006
Pena A, Devries PA. Posterior Sagital Anorectoplasty: Important technical considerations
and new applications. J Pediatr Surg 1982;17:796-881.
Stead ,Latha G. First Aid For The Surgery Clerkship, A Student To Student Guide. The
Companies, 2004.
Snell,S.Richard. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi keenam.EGC.2006
25