You are on page 1of 10

PERIODIK PARALISIS HIPOKALEMI

PENDAHULUAN
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini
dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot
skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik
kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik
paralisa ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang
jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari
100.000.1,2 HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 :
1.2,3 Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang
sesudah usia 25 tahun.2
Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan
kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau
disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer. 2,4
Bila gejala-gejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara
benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.
Kasus berikut akan kami paparkan mengenai patofisiologi dan tatalaksana
periodik paralisis hipokalemi primer.
ILUSTRASI KASUS
Riwayat Penyakit Sekarang
Wanita, 44 tahun, menikah, datang dengan keluhan utama kelemahan
keempat anggota gerak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Lebih kurang satu hari sebelum masuk rumah sakit mengeluh keempat
anggota geraknya secara mendadak menjadi lemah dan terasa berat bila
digerakkan, kelemahan ini juga dirasakan pada bagian leher oleh pasien hingga
tidak bisa dipertahankan dalam posisi tegak lurus. Pasien juha mengeluhkan rasa

hal 1 dari 10

kesemutan di keempat anggota gerak. Keluhan tidak disertai pandangan gelap,


bicara pelo, mulut mencong, dan makan menjadi tersedak.
Keluhan tidak disertai maupun diawali, diare, muntah-muntah, demam,
sakit kepala, berdebar, batuk pilek dalam 1 bulan terakhir, aktivitas berat, maupun
makan tinggi karbohidrat sebelumnya. Riwayat minum obat-obatan rutin
disangkal. Riwayat trauma pada bagian leher juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit serupa sebelumnya pernah dirasakan pada tahun 2014 dengan
kelemahan hanya pada tangan dan 2015 kelemahan hanya pada kaki. Kedua
serangan tersebut menghilang sendiri dalam waktu 24 jam.
Penyakit serupa pada keluarga disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik 11 Mei 2016 keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, tanda vital

tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi : 76 x/menit

regular isi cukup, respirasi: 20 kali/menit, Suhu : 37 0 C.


Status generalis, kepala : normocephalus, mata : konjunctiva tak anemis,
sklera tak ikterik. Leher : kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening tak teraba
membesar, tekanan vena jugularis tak meningkat. Thoraks : bentuk dan gerak
simetris , paru-paru : suara nafas vesikular kiri = kanan, tidak ditemukan rhonki
maupun wheezing. Bunyi jantung murni reguler, murmur dan gallop tidak ada.
Abdomen : datar lemas, bising usus positif normal. Ekstremitas : akral hangat
perfusi cukup. Status neurologi : Skala koma Glasgow : E4M6V5= 15; pupil : bulat
isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung +/+ ;
tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Laseque > 70/>70, Kernig > 135/135;
saraf kranial tidak ditemukan kelumpuhan; Motorik : kekuatan ekstremitas atas
455|455, ekstremitas bawah 355|255, eutrofi, normotonus, refleks fisiologis (+/+),
tidak ditemukan refleks patologis; Sensorik : baik; Otonom : inkontinensia uri et
alvi tidak ada.
Diagnosis kerja : tetraparesis flaksid ec periodik paralisis hipokalemi dd/
SGB

hal 2 dari 10

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium 11/5/16 (IGD) Hb : 13.2 g/dl;


Hematokrit : 39 %; leukosit : 16.800 /uL ; trombosit: 353.000 /uL;
Ureum/kreatinin : 25/1.37 mg/dl; gula darah sewaktu : 105; Na/K/Cl : 139/1.9/102.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini
didiagnosa dengan :
Diagnosis klinis

: Tetraparesis LMN

Diagnosis topik

: Membran Otot Rangka

Diagnosis etiologi

: Hipokalemi

Diagnosis patologi

: Channelopathy

Prognosis pada pasien ini :


Quo ad vitam

: bonam

Quo ad fungsionam : bonam


Quo ad sanasionam: dubia ad bonam
DISKUSI
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat
untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.
Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum
sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang
dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan
kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltagesensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan
kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies
yang cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik
paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan
eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat
menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi
listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis. 3
Periodik paralisis merupakan kelainan neuromuscular yang jarang serta
diturunkan, yang secara karakteristik ditandai dengan serangan episodik dari
kelemahan otot.

Berbagai kepustakaan membagi kelainan ini secara bervariasi,


hal 3 dari 10

kelainan ini dapat dibedakan sebagai primer atau sekunder.2 Pada yang primer
secara umum dikarakteristikkan dengan : (1). kelainan yang diturunkan; (2).
sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam darah; (3). kadang disertai
miotonia; (4) miotonia dan periodik paralisis tersebut disebabkan karena defek
dari ion channels.2 Sedangkan klasifikasi yang berguna secara klinis dari periodik
paralisis primer ini dapat dilihat pada tabel.1 :
Tabel 1 Periodik Paralisis Primer 2
Sodium Channel
Calcium Channel
Chloride Channel

Hyperkalemic PP
Paramyotonia congenital
Potassium-aggravated myotonias
Hypokalemic PP
Becker myotonia congenita
Thomsen myotonia congenita

Sedangkan secara klasik dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan kadar
kalium darah saat terjadinya serangan kelemahan otot : periodik paralisis
hiperkalemi dan periodik paralisis hipokalemi.

Pada kelainan sekunder suatu

keadaan hipokalemi dapat disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :


asupan kalium yang kurang, renal tubular asidosis, gangguan gastrointestinal
seperti diare, intoksikasi obat seperti amphotericin B dan barium, dan hipertiroid.
2,3

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek


klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada
hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat
kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. 6 Keadaan ini dapat dicetuskan
melalui berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran
berlebihan melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan
transelular (perpindahan kalium dari serum ke intraselular) yang kami bahas pada
kasus ini.6 Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi
kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis
seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. 6 Pada konsentrasi serum
kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian
proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L
maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan
hal 4 dari 10

miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi suatu prediktor


terjadinya rhabdomiolisis.

Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat

mengganggu kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali
mengandung otot dan berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum.
Perubahan

kerja

jantung

ini

dapat

kita

deteksi

dari

pemeriksaan

elektrokardiogram(EKG). Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar
kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L.

5,6,7

Kelainan yang terjadi berupa

inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari


PR, QRS, dan QT interval.4,5,7,8
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari
kejadian periodik paralisis yang diturunkan. 3,4 Dimana kelainan ini diturunkan
secara autosomal dominan.

3,4,5

Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis

hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom
1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama dengan reseptor
ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.

2,3,4,5

Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan
HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode
subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode
sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis
protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan
Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis
hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada wanita
dibanding pria.

1,3

Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-

1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis. 1,3,5,9
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan
kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun
kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan
tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi.2,3,4 Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia
pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat
ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan
kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala
awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini tidak selalu diikuti dengan
hal 5 dari 10

terjadinya serangan kelemahan.3,5 Serangan sering terjadi saat malam hari atau
saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak
serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti
biasanya.2,3,5 Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling
berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut. 5
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai
biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya
dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat
kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga
terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang
kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini.
Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah,
lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu
kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot,
refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali
dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah
serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot
yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila
terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya
miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan. 2,3,5
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium
darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam,
kadar hormonal seperti T4 dan TSHs sangat membantu kita untuk menyingkirkan
penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat
menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake
karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare,
periodik

paralisis

karena

tirotoksikosis,

renal

tubular

asidosis,

dan

hyperaldosteronism. 4,5,7
Pada kasus pasien ini terjadi kelemahan pada keempat anggota gerak
yang diawali gejala prodormal mialgia dan fatigue dimana kelainan ini tidak
disertai kelemahan pada otot-otot wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan
spingter serta tidak disertai tanda-tanda miotonia seperti kejang otot. Rasa
sensoris masih dalam keadaan baik. Dan saat diperiksa kadar kalium serumnya =
hal 6 dari 10

1.9 mEq/L, dan dari pemeriksaan laboratorium lain seperti urinalisa urin 24 jam,
fungsi ginjal, dan hormonal seperti T4 dan TSHs dalam batas normal.
Diagnosis

HypoPP

harus

dipertimbangkan

ketika

suatu

serangan

kelemahan terjadi episodik dan berkaitan dengan hipokalemia. Hipokalemi yang


terjadi pada HypoPP ini diduga karena adanya defek permeabilitas membran sel
terhadap kalium sehingga menurunkan kadar kalium ekstraselular. 3 Kadar kalium
serum akan kembali menjadi normal diantara serangan, dan apabila hipokalemia
menetap harus dipikirkan penyebab lain dari periodik paralisis, seperti penurunan
kadar kalium pada kelainan ginjal, gastrointestinal atau gangguan metabolisme
lain.3,4,5
Diagnostik lain yang dapat kita lakukan untuk menentukan hypoPP bila
pasien tidak dalam keadaan serangan yaitu dengan cara tes provokatif. Dimana
pasien dimonitor tanda vitalnya dan keadaan jantungnya melalui EKG, kemudian
pasien diberikan glukosa sebanyak 50 sampai 100 gram atau dilarutkan dalam 2
gram NaCl perjam yang diberikan dalam tujuh dosis, diikuti dengan pencetusan
latihan, maka akan timbul serangan kelemahan, yang dapat diatasi dengan
pemberian 2 sampai 4 gram KCL per oral. 2,5
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan
pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita
edukasi dan berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian
serangan melalui menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang
berat, hindari kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan
kalium, membatasi intake karbohidrat dan garam(160 mEq/hari).

2,3,5,8

Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat


diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan
episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide
merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125
mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan
maksimum 1500 mg/hari.

3,4,5,10

Pasien yang tidak berespon dengan pemberian

acetazolamide dapat diberikan penghambat carbonic anhidrase yang lebih poten


seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat
kalium seperti spironolactone atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga
100 mg/hari).

3,5,10

Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari


hal 7 dari 10

secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis dapat mencegah
timbulnya serangan pada kebanyakan pasien.

Pada suatu serangan HypoPP

yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis inisial
0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCL
dalam 5 % manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam
larutan glukosa sebagai cairan pembawa. 5 Kepustakaan lain KCL dapat diberikan
dengan dosis 50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol.

3,4

Berikut algoritma mengenai diagnostik dan tatalaksana dari periodik


paralisis dapat dilihat pada halaman 9.
Pada pasien ini terapi yang diberikan yaitu pemberian KCL peroral disertai
KCL melalui intravena pada saat akut. Dan setelah keadaan membaik terapi KCL
diberikan per oral sambil memantau status klinis pasien, kadar kalium serum, dan
pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan patologi lain yang dapat
menyebabkan hipokalemi. Dan setelah dua hari perawatan pasien pulih
sempurna, dan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil dalam batas normal
pasien dipulangkan.
Kesimpulan
Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan
kelemahan yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan
mengalami kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan
tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia
pada HypoPP. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ
lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak
ditangani akan memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa.
Mengenal dan menegakkan suatu keadaan HypoPP menjadi sangat penting
dalam hal ini, dan terapi yang diberikan sangatlah mudah dan murah.

hal 8 dari 10

hal 9 dari 10

DAFTAR PUSTAKA
1. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J
2005;81;20-32.
2. Sripathi

N MD. Periodic Paralyses.

www.emedicine.com. Updated

November 2003.
3. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated
Ion Channels in Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2
part 2. Mayo Foundation. United Kingdom.2003; 225;2365-2377.
4. Tawil R. Periodic Paralysis in Current Therapy Neurologic Disease, 6 th ed.
422-424. Mosby, USA. 2002.
5. Ropper AH, Brown RH, Phil D. Adams and Victors Principles of Neurology,
8th ed. McGraw-Hill Comp. USA. 2005.
6. Riggs JE. Neurological Manifestations of Electrolyte Disturbances in
Neurology and General Medicine, 2nd ed. Churchill Livingstone, New York.
1995; 17; 326.
7. Ahlawat SK, Sachdev A. Hypokalaemic paralysis. Postgraduate Medical
Journal; Apr 1999; 75, 882; ProQuest Medical Library. p. 193
8. Graber M. Terapi Cairan, Elektroli dan Metabolik, ed.1. Farmedia.
Jakarta.2002.
9. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic
Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance
in Women. Internal Medicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8 222.
10. Folsy PA, Ringel SP. Neuromuscular Disorders in Emergent and Urgent
Neurology 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 1999.

hal 10 dari 10

You might also like