Professional Documents
Culture Documents
PALSY
Nuzulul Zulkarnain Haq
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Di Klinik
Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-1991 sekitar 16,8% adalah dengan cerebral
palsy. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya
dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada
waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini
dengan istilah Infantil Cerebral Paralysis. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah cerebral palsy. Nama lainnya adalah Static encephalopathies of childhood.
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat
pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu
dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering
lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah
Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5%
anak pertama, ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan
75% dari kehamilan cukup bulan.
Dilihat dari skala diatas bila masalah tersebut tidak teratasi maka angka mortalitas bayi akan
meningkat. Jumlah bayi yang cacat akan meningkat dan tentu saja akan mempengaruhi masa depan
anak tersebut. Dampak lebih lanjut suatu negara akan kehilangan para penerus bangsa.
Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang cerebral palsy beserta asuhan
keperawatannya dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat
umum untuk lebih memahami tentang masalah cerebral palsy.
1.2 Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari cerebral palsy dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan cerebral
palsy?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak dengan gangguan cerebral palsy
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
2.
3.
4.
Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk Cerebral Palsy
5.
6.
7.
8.
9.
c) Trauma lahir.
d) Prematuritas.
3) Postnatal :
a) Trauma kapitis.
b)Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.
c) Kern icterus.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor
pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir
rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi
intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi
sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy
mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedang1 faktor pasca natal mulai dari bulan pertama
kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley,
1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964)
2.3 Manifestasi Klinis
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang
menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri dari:
1.
Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek babinski yang
positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan
tidur.peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot , karena itu tampak sikap
yang khas dengan kecendrungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi
siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut,kaki dalam
fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang
pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini
meliputi 2/3 -3/4 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan
besarnya kerusakan yaitu :
o
Monoplegia/monoparesis
Hemiplegia/hemiparesis
Diplegia/diparesis
Tetraplegia/tetraparesis
psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa, dan orang tua
penderita.
o
Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orangtua turut membantu program latihan di rumah.
Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi
penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal disuatu pusat latihan. Fisioterapi ini
dilakuakan sepanjang penderita hidup.
o
Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot,
tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada
penderita dengan pergerekan koreoatetosis yang berlebihan.
o
Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala
penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada
tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
o
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi
yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masingmasing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita,
sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula
melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk
mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan
secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif.
Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi
penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan
sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat
inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak
yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang
disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang
pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam
suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial
dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
2.6 Komplikasi
Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti:
1) Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek.
Pengkajian
No.
1.
Data
Subyektif :
Anak menangis dan
rewel
Obyektif :
Pergerakan bola
mata tidak simetris
Subyektif :
Anak menangis dan
rewel
Obyektif :
Gangguan saraf
motorik
Gangguan
pergerakan ekstremitas
kanan
2.
Analisis Data
Cerebral Palsy
Kerusakan nervus okulomotorius
Strabismus
Cerebral palsy
3.
Masalah Keperawatan
Gangguan persepsi sensori
visual
Subyektif :
Anak tampak sulit
berkata-kata
Obyektif :
Klien tidak mampuKecacatan multifaset
merespon pertanyaan
pemeriksa
Intervensi
Tujuan
1.
2.
3.
Kriteria Hasil
1.
2.
klien memahami dengan gangguan sensori yang dialami dan dapat beradaptasi
3.
No Intervensi
1. Tentukan ketajaman penglihatan,
apakah satu atau kedua mata
terlibat
2.
3.
4.
Rasional
Kebutuhan individu dan pilihan intervensi
bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi
lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata
dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per
prosedure.
Memberikan peningkatan kenyamanan dan
kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi
pascaoperasi
Mengurangi resiko bingung/jatuh karena
gangguan persepsi
1.
meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2.
3.
Kriteria Hasil
1.
2.
3.
No. Intervensi
1.
Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan
oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi
Rasional
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik
aktual, memerlukan informasi/ intervensi
untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
Intruksikan pasien untuk/bantu dalam Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang
rentang gerak pasien/ aktif pada
untuk meningkatkan tonus otot,
ekstrimitas yang sakit dan yang tak
mempertahankan gerak sendi mencegah
sakit.
kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium karena
tidak digunakan
Dorong penggunaan latihan isometrik Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
mulai dengan tungkai yang tak sakit
sendi atau menggerakkan tungkai dan
membantu mempertahankan kekuatan dan
masa otot. Catatan: latihan ini dikontraksikan
pada peredaran akut/edema
Ubah posisi secara periodik dan dorong Mencegah/menurunkan insiden komplikasi
untuk latihan batuk /napas dalam.
kulit/ pernapasan ( dekubitus, atelektasis,
pneumonia)
2.
3.
4.
NO
1
2.
Intervensi
Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan
( asuh )
Memberikan stimulasi atau rangsangan
untuk perkembangan kepada anak ( asah )
Memberikan kasih sayang (asih)
Rasional
Mempertahankan berat badan agar tetap
stabil
Agar perkembangan klien tetap optimal
Memenuhi kebutuhan psikososial
3.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam
perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak
progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron
perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah
William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan
istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral
Paralysis
3.2 Saran
Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih
memahami asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy dan dapat mengimplementasikan
dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas
kedokteran universitas Indonesia
Putz R dan Pabst R. 1997. sobota. Jakarta : EGC
Copyright (c) 2011-2015 Nuzulul Zulkarnain Haq. All rights reserved.
Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkak asimetris abnormal, berdiri atau
berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, buruk menghisap, kesulitan makan,
sariawan lidah yang menetap.
3.
Perubahan tonus otot
Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung
berlebihan), merasa kaku saat memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok,
kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).
4.
Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup, menyilangkan atau
mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada posisi telentang, lengan abduksi
pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.
5.
Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap
diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif,
Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot
pada gerakan pasif cepat.
6.
Kelainan penyerta (bisa ada, bisa juga tidak).
Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga
individu). Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal. Gejala lain yang juga bisa ditemukan
pada cerebral palsy adalah:
1) Kecerdasan di bawah normal
2) Keterbelakangan mental
3) Gangguan menghisap atau makan
4) Pernafasan yang tidak teratur
5) Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk, berguling,
merangkak, berjalan)
6) Gangguan berbicara (disartria)
7) Gangguan penglihatan
8) Gangguan pendengaran
9) Kontraktur persendian
10) Gerakan terbatas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Muskuluskeletal: spastisitas, ataksia
b. Neurosensory:
- gangguan menangkap suara tinggi
- Gangguan bicara
- Anak berliur
- Bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
c. Nutrisi: intake yang kurang
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus, seringnya terjadi hipotonik
yang diikuti dengan hipertonik, ketidaknormalan postur dan keterlambatan perkembangan
motorik.
b. CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
c. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal untuk melihat
metabolisme dan perfusi otak.
Gangguan mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kelemahan
otot
1.
Rasion
Memberikan intake
menghindari
komplikasi/memperberat
lanjut.
Pengkajian
secara
mengetahui kemampuan
motorik, dan kognit
mengidentifikasi kekura
terapi.
Tujuan
1. Kaji
kemampuan
secara
1. Untuk mengidentifikasi
Pasien
mampu fungsional/luasnya kerusakan.
kelemahan dan dapat me
melakukan aktivitas
tentang pemuliahan.
Kriteria hasil
2. Berikan aktifitas ringan yang
2. Anak dapat meningkatka
Mampu
dapat dikerjakan pasien.
dimiliki anaknya walaup
mempertahankan
3. Membantu pemenuhan k
posisi optimal dan
3. Libatkan anak dalam mengatur
2.
3.
Resiko
cedera
berhubungan dengan
penurunan
fungsi
motorik
1.
2.
4.4
1.
2.
3.
4.
fungsi
yang
dibuktikan
dengan
tidak
adanya
4.
kontraktur.
Meningkatkan
kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang
5.
terganggu.
Mampumenggunakan
teknik
untuk
melakukan aktivitas.
Tujuan
1.
Pasien terhindar dari
resiko cidera
Kriteria hasil
2.
Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman
faktor3.
yang
menyebabkan
cidera
Pasien menunjukkan
perubahan perilaku,4.
pola hidup untuk
menurunkan faktor
resiko dan untuk
melindungi diri dari
cidera.
Evaluasi Keperawatan
Pemenuhan nutrisi pasien adekuat
Pasien mampu melakukan aktivitas
Pasien mampu melakukan proses komunikasi dalam kekurangan yang ada
Pasien terhindar dari resiko cidera
Mampu mengetahui fa
keamanan klien
Mengetahui lingkungan
memberikan keamanan te
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Paralisis serebral (cerebral palsy, CP) adalah istilah tidak spesifik yang digunakan untuk
memberi ciri khas pada ketidaknormalan tonus otot, postur, dan koordinasi yang diakibatkan
oleh suatu lesi tidak progresif atau cedera yang mempengaruhi otak yang tidak matur. Cerebral
palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. Cerebral palsy merupakan group
penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda.
Manifestasi klinik Cerebral palsy bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang
mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Cerebral
palsy bisa disebabkan oleh 3 bagian: Pranatal, Perinatal dan Postnatal. Berdasarkan tanda dan
gejala, Cerebral palsy diklasifikasikan dalam dua kelompok: berdasarkan tipe dan berdasarkan
derajat kemampuan fungsional.
Untuk pengobatan pada anak dengan Cerebral palsy dapat dilakukan melalui banyak
terapi, tergantung gejalanya. Cerebral Palsy dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor
etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya
sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. Prenatal dan
perinatal care yang baik dapat menurunkan insidens Cerebral Palsy. Asuahan keperawatan
cerebral palsy meliputi pangkajian, penegakkan diagnosa dan intervensi keperawatan.
5.2 Saran
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit Cerebral palsy harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang
diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
2.
a.
b.
c.
Frekuensi Subgrup
Frekuensi Seluruhnya
50%
1. Spastik
Monoparesis
Jarang
Hemiparesis
5:10
Kongenital (3:10)
Postnatal (1:10)
2:10
Diplegia (paraparesis)
Jarang
Triplegia
3:10
Kuadriplegia (tetraplegia)
2. Athetoid(diskinetik, distonik)
20%
3. Rigid
4%
4. Ataksia
1%
5. Tremor
Jarang
6. Atonik/hipotonik
Jarang
7. Campuran
25%
Spastik-athetoid
2:3
Rigid-spastik
1:3
Spastik-ataksik
Jarang
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional
Golongan Ringan
Penderita masih dapat melakukan pekerjaan aktivitas sehari-hari, sehingga sama sekali/hanya
sedikit membutuhkan bantuan.
Golongan Sedang
Aktivitas sangat terbatas sekali. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan atau
pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, bergerak atau berbicara sehingga dapat
bergaul dengan masyarakat yang baik.
Golongan Berat
Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa
pertolongan orang lain. Pendidikan atau latihan khusus sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung pada tempat perawatan khusus. Lebih-lebih apabila disertai
dengan retardasi mental atau yang diperkirakan akan menimbulkan gangguan sosial emosional
baik bagi keluarga maupun lingkungannya.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks babinski yang
positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam
keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu
tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam
aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi
sehingga posisi ibu jari melintang ditelapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada
sendi paha dan lutut, kaki dalam fleski plantar dan telapak kaki berputar kedalam. Tonic neck
reflex dan reflek neonatal menghilang pada waktunya.
Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti
kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1
tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring
tampak flesid dan sikapnya seperti kodok terlentang tetapi bila dirangsang atau diperiksa otot
tonusnya berubah menjadi spastis. Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi
yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak
dibelakang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau uterus. Golongan ini meliputi 1020% dari kasus cerebral palsy.
Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan
sendirinya. Pada 6 bulan pertama tampak bayi flaksid, tetapi sesudah itu barulah muncul
kelainan tersebut. Refleks neunatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat
timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh
asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan ini meliputi 5-15% kasus dari
cerebral palsy.
Ataksia
Adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan
perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk.
Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terlatak
dicerebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy.
Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama
persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo atetosis.
Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan
sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak
sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
Gangguan mata
Biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat
dapat terjadi katarak. Hampir 25% pasien cerebral palsy menderita kelainan mata.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy
ditegakkan.
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses
degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal.
3. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang
disertai kejang maupun tidak.
4. Foto rontgent kepala.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.
G. Penatalaksanaan
1. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan
merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT,ahli
ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan
orang tua pasien.
2. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan
dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau
tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini
dilakukan sepanjang pasien hidup.
3. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot,
tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada
pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
4. Obat-obatan
Pasien cerebral palsy yang dengan gejala motorik ringan baik makin banyak gejala
penyertaannya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila dinegara
maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menampung pasien ini.
5. Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada umumnya dijumpai adanya gangguan
pergerakan sampai retardasi mental, dan seberapa besarnya gangguan yang terjadi bergantung
pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Dewasa ini gangguan dari pertumbuhan
atau perkembangan janin dirumah-rumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak
dini bila kehamilan dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan bayi dapat diduga bila
mengetahui keadaan pada saat perinatal (lihat penyebab). Selain itu setelah diketahui dari
patologi anatomi palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat terlihat pada bulan-bulan pertama
setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa mungkin dapat dikurangin jika dilakukan tindakan
lebih dini. Disinilah peranan perawat dapat ikut mencegah kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah:
a. Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko (baca status bayi secera cermat
mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang
tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan
semestinya.
b. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama
diruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan pada orang tua atau ibunya jika melihat
sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa konsultasi kedokter.
H. Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Hipertermi b.d
penyakit
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kep.
Selama 1x24 jam status
neurologi anak membaik dgn
kriteria :
Suhu tubuh 37 c (5)
Termoregulasi (4)
Tek. Darah sistolik (3)
Tek. Darah diastolik (3)
Intervensi
Fever treatment:
Monitor temperatur jika
dibutuhkan
Monitor warna kulit dan
temperatur
Monitor cairan intake dan
output
Monitor tek. Darah, nadi,
pernafasan
Berikan selimut tipis
Medikasi antipiretik yang
tepat
Monitor ketidak normalan
elektrolit
Berikan cairan intravena
jika diperlukan
Monitor WBC HGB dan
HCT
Terapi oksigen yang tepat
Ketidak
seimbangan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d
gangguan
sistem
nervousum
Nutrition therapy:
Monitor makanan atau
cairan dan pemasukan
kalori harian bila diperukan
Pilih suplemen yang tepat
Anjurkan makan yg tinggi
kalsium
Kaji nutrisi makanan yg
lengkap
Anjurkan pasien duduk
setelah makan
Anjurkan pemasukan
makanan yang tinggi
potasium secara tepat
Berikan pasien dan
keluarga sampel diet pada
cerebral palsy
Pastikan diet mengandung
yang tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Atur pola makan
Rasional
Monitor temperatur
untuk mengetahui
perubahan suhu yang
terjadi
Monitor warna kulit dan
temperatur untuk
mengetahui perubahan
suhu
Monitor cairan intake
dan output untuk
mempertahankan suhu
yang sudah berubah
Monitor tekanan darah,
nadi, pernafasan untuk
mengetahui apakah
TTV normal atau tidak
Berikan selimut tipis
agar panas dari dalam
tubuh dapat keluar
Kegiatan kolaborasi
Untuk mengetahui
apakah anak
mengalami dehidrasi
atau tidak
Kolaborasi
Kolaborasi
Untuk menambah
sirkulasi
Untuk mengetahui
apakah nutrisi pada
anak terpenuhi atau
tidak
Untuk menambah
nafsu makan
Untuk meningkatkan
kebutuhan kalsium dan
gizi seimbang
Untuk mengetahui
status gizi anak
Agar makanan yang
sudah ada di lambung
tidak dikeluarkan
kembali/ di muntahkan
Untuk melengkapi gizi
seimbang
Keluarga dapat
menyiapkan menu
sesuai dengan
kebutuhan anak
Untuk mencegah
Gangguan
mobilitas fisik
b.d gangguan
neuromuskular
dengan
kelemahan otot
Devolepmental
enhancement : child
nyanyikan dan bicara pada
anak
pasilitasi anak untuk
berhubungan dengan
teman sebaya
bangun interaksi satu
sama lain
sediakan aktivitas yang
dianjurkan untuk
berinteraksi dgn teman
sebayanya
berikan perhatian saat
dibutuhkan
ajak anak untuk berjalanjalan
ajarkan anak untuk
mencari pertolongan dari
orang lain
pasilitasi perhatian atau
kontak dengan teman
kelompoknya
identifikasi kebutuhan
spesial anak.
Terapi mobilitas
ikut serta memindahkan
untuk mengurangi risiko
kolaborasi dengan terapi
fisik
motifasi pasien untuk
pemulihan
jelaskan kepada pasien
atau keluarga tentang
tujuan dan rencana untuk
ikut serta latihan gerak
badan
monitor lokasi dan
kegelisahan atau aktivitas
konstipasi
Pola makan yang
teratur agar pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada
anak terpenuhi.
Kolaborasi terapi gizi
Menjaga kebersihan
mulut
Untuk mengetahui
adanya gangguan
Untuk melatih kerja
otak anak
Agar anak memiliki
teman dan tidak bosan
Agar tercipta hubungan
saling percaya
Aktifitas merupakan
cara untuk
menghilangkan stres
Perhatian merupakan
kebutuhan yang sangat
dibutuhkan agar anak
tidak merasa kesepian
Untuk menghilangkan
stress dan meraakan
udara segar
Untuk melatih anak
agar tidak tergantung
pada orang lain
mengurangi resiko
dekubitus
untuk melatih
kemampuannya
motifasi untuk
memberikan dukungan
agar tidak putus asa
agar keluarga dapat
mempraktikkan sendiri
dan mengajar anaknya
ketika bersama
cara untuk
mengalihkan nyeri
Aspirasi precaution
monitor status paru-paru
pelihara rute pernapasan
minta pengobatan untuk
penyakit
hindari memberi makanan
jika volume resude
jaga kepala dari tempat
tidur yang terlalu tinggi
selama 30 40 mnit
setelah makan
Fall prevention :
1.
identifikasi tingkah laku
dan faktor yang dapat
menyebabkan resiko jatuh
identifikasi karakteristik
dari lingkungan yang dapat
meningkatkan potensial 2.
untuk jatuh
ajarkan pasien bagaimana
cara jatuh yang dapat
meminimalkan cedera
ajarkan anggota keluarga
tentang faktor resiko jatuh 3.
dan bagaimana mereka
dapat menurunkan resiko
5. sarankan adaptasi rumah 4.
untuk meningkatkan
keamanan
5.
Gangguan
proses keluaga
b.d pergeseran
status
kesehatan
keluarga
untuk mengetahui
respirasi
untuk mengetahui
apakah ada gangguan
dalam pernapasan
kolaborasi
untuk mengetahui
volume residu
agar makanan yang
telah di konsumsi tidak
keluar atau di
muntahkan
untuk mengetahui
faktor2 yang
menyebabkan resiko
jatuh agar dapat
meminimalkan resiko
jatuh
untuk mengetahui
lingkungan yang
berbahaya untuk pasien
sehingga dapat
menghindari lingkungan
tersebut
untuk meminimalisasi
cedera, agar tidak
terlalu parah
agar keluarga
mengetahui faktor2
yang dapat memberikan
resiko pasien untuk
jatuh, sehingga
harapannya keluargaa
dapat menghindarkan
pasien dari faktor resiko
jatuh
supaya keamanan
pasien terjamin
Untuk mengetahui
bagaimana cara
penyelesaian penyakit
pada anaknya
Untuk mengetahui
bagaimana cara
mengatasi masalah
Untuk mengetahui efek
dari perubahan
prosedur:4
kolaborasi dengan tenaga
kesehatan untuk memutuskan
tindakan:4
I.Pengaruh
pemikiran yg sederhana
menunjukkan perilaku: menangis, merengek, menghisap ibu jari, menyentuh bagian yg sakit
berulang-ulang
2. Anxiety
Cemas ttg prosedur yg tak dikenal
Protes (menangis dan marah), merengek
Putus harapan: komunikasi buruk, kehilangan skill yang baru, tidak berminat
Menyendiri thd lingk RS
3. tidak berdaya
Merasa gagap krn hilangnya ketrampilan
Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yg memberi
pengobatan/perawatan
Regresi toileting tergantung saat makan, thumb sucking
Protes dan anxiety krn restraint
4. gangguan citra diri
Sedih dengan perubahan citra diri (perdarahan)
Takut thd prosedur invasive nyeri
Mungkin berpikir bagian tubuh akan keluar kalau selang dicabut
Manajemen Keperawatan
Anjurkan ortu berada di samping anak saat prosedur invasive yg menyakitkan
Dekatkan mainan favorit anak
Pertahankan kontak maksimal dg bbrp perawat. Kenalkan perawat di samping ortu, ijinkan anak
bertemu perawat sebelum prosedur dilakukan
Dorong kunjungan oleh sibling
Tentukan tingkat skill spt toileting, buat rencana utk meningkatkan skill yg ada
Biarkan bbrp perilaku regresi dan jelaskan ke ortu
komunikasikan penerimaan regresi ke anak
Gunakan restraint minimal
Biarkan anak bebas bergerak selama dan setelah prosedur jika memungkinkan
Beri kesempatan anak mengatakan rasa takut dan cemasnya melalui bermain
Fasilitasi rooming in
Bantu anak menyembunyikan perubahan tubuh (kamuflase)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Serebral palsy merupakan kelainan motorik yang tidak progresif yang sering terdapat
pada anak-anak. Penyebabnya bisa herediter, penyebab prenatal, perinatal, dan post natal. Gejala
klinis berfariasi ada yang spastik, atetoid, rigid, ataksi, hipotonia, atau campuran. Ditinjau dari
beratnya penyakit, terdapat kelainan dari yang ringan sampai yang berat. Penyakit ini sering pula
disertai dengan retardasi mental, gangguan bicara, gangguan penglihatan, pendengaran, atau
kejang-kejang. Diagnosis berdasarkan kombinasi berbagai gejala dan anmnesis yang cermat.