You are on page 1of 9

PENDAHULUAN

Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) adalah komplikasi dari penggunaan


ventilasi mekanik dan dapat diartikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien
yang menggunakan ventilator selama minimal 48 jam. Kecurigaan VAP muncul
ketika terdapat penambahan infiltrate baru pada foto rontgen thorax dan setidaknya
terdapat salah satu dari gejala seperti demam, leukositosis atau terdapat sekresi
trakeobronkial yang bersifat purulen.
Insidensi VAP pada beberapa literatur berada pada angka 15-20% . [1].
Angka kematian pasien dengan VAP juga masih diperdebatkan. Penelitian lain
menyebutkan angka kematian VAP berkisar antara 20 sampai 70%. Pasien dengan
VAP menjalani sakit yang cukup berat dan angka kelangsungan hidup sanagt
dipengaruhi dengan sakit yang mendasarinya dan onset baru VAP. Dalam beberapa
tahun terakhir, berbagai strategi telah diselidiki untuk mengurangi insiden VAP.
Mengurangi durasi intubasi, perawatan oral dan Endo Tracheal Tube (ETT), posisi
dan modifikasi ETT adalah aspek yang mungkin memiliki peran dalam pencegahan
VAP. Penelitian terbaru telah menjadikan aspek aspek tersebut kedalam satu set
perawatan. yang diyakini dapat digunakan untuk mengurangi insiden VAP [3].
Dalam bab ini, kami akan menyajikan beberapa strategi pencegahan baru
VAP ,menjelaskan mekanisme yang mungkin dimana mereka mungkin secara
bermanfaat dalam mengurangi kejadian VAP. Ringkasan dari strategi-strategi baru
tercantum dalam Tabel 1.
Mengurangi durasi intubasi
Risiko kejadian VAP semakin meningkat seiring dengan lamanya intubasi,
dan reintubasi diketahui sebagai salah satu faktor risikonya [4]. Fakta menunjukkan
bahwa penggunaan ETT, meskipun diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien,
dapat mengganggu mekanisme fisiologis normal yang menjaga saluran pernafasan
bebas dari kontaminasi bakteri. Ketika ETT terpasang, refleks batuk terganggu dan
aliran normal mukosiliar tertahan oleh cuff. ETT sendiri memungkinkan bakteri
untuk masuk ke dalam

trakea dan

saluran pernafasan bagian distal yang

menyebabkan timbulnya pneumonia. Pasien yang diintubasi mungkin lebih rentan

terkena VAP dibandingkan dengan pasien yang menjalanai trakeostomi karena ETT
membuat trakea dan orofaring terus terhubung, bertindak sebagai jembatan untuk
bakteri bergerak menuju saluran udar. Aspirasi patogen dari orofaring pada pasien
dengan disfungsi subglottic dapat terjadi baik selama ekstubasi maupun saat
reintubasi. Reintubasi ini dapat dikurangi dengan berbagai tindakan, termasuk
menghindari pelepasan sementara ETT, melakukaan ekstubasi sesuai protokol dan
penggunaan non-invasive ventilation (NIV).
Atas dasar pengamatan bahwa ETT membuat hubungan antara orofaring dan
saluran pernafasan, trakeostomi telah dianjurkan sebagai salah satu langkah-langkah
pencegahan yang mungkin untuk VAP. meskipun tracheostomy mengurangi durasi
ventilasi dan lama perawatan di ICU [5], penelitian secara acak terbaru ini gagal
menunjukkan pengurangan angka kejadian VAP ketika tindakan trakeostomi awal
(6-8 hari setelah intubasi) dilakukan [6].
Penulis utama

Jurnal, tahun

Strategi

Ringkasan

Morris

Crit Care Med,

Vap bundle

Penggunaan protokol

2011

pemasangan ventilator,
pengangkatan kepala, gel
chlorhexidine oral dan interupsi
sedasi mengurangi kejadian

Terragni

JAMA, 2010

VAP
Kejadian VAP tidak berbeda

Trakeostomi

secara

signifikan

antara

tindakan di awal (7 hari setelah


intubasi) maupun di akhir (14
Nseir

Lacherade

Kolief

Am J Respir Crit

Mengontrol

hari setelah intibasi)


Insiden VAP dapat menurun

Care Med, 2011

tekanan cuff ETT

dengan menjaga tekananinflasi

Am J Respir Crit

Sistem

cuff konstan
Penggunaan

Care Med, 2010

intermiten

JAMA, 2008

Silver
ETT

SSD

sistem

SSD

menurunkan insiden VAP dan


coated

late-onset VAP
Penggunaan pelapis perak pada
ETT

menurunkan

insidensi

VAP jika dibandingkan dengan

Slempos

Crit Care Med,

Probiotik

2011

ETT biasa
Terdapat
hubungan
penggunaan

antara

probiotik

dan

penurunan insiden VAP

Tabel 1. Penelitian yang mendukung strategi terbaru untuk mencegah VAP


Sejak ETT yang diyakini terlibat dalam patogenesis yang usul VAP, banyak
dokter menghindari intubasi sebisa mungkin. Penggunaan awal NIV dengan tujuan
untuk menghindari intubasi mungkin layak dipertimbangkan, khususnya untuk
pasien-pasien yang rentan mengalami VAP. Meskipun penurunan insiden VAP
belum terbukti, penggunaan awal continuous positive airway pressure (CPAP)
mengurangi kebutuhan untuk perawatan ICU dan pemasangan ventilasi mekanik
pada penelitian acakdengan 40 pasien dengan keganasan hematologi [7].
Strategi lain yang secara tidak langsung mencegah terjadinya VAP adalah
mengurangi penggunaan obat penenang. Pengurangan penggunaan obat penenang
ini dikaitkan dengan semakin pendeknya perawatan di ICU. Meskipun tidak ada
data yang tersedia saat ini untuk membuktikan bahwa angka kejadian VAP menurun
mengurangi penggunaan obat penenang, suspensi harian obat penenang telah
diusulkan sebagai tindakan pencegahan. Demikian pula, penerapan protokol untuk
penggunaan ventilator mungkin berguna untuk mencegah VAP, sebagai akibat dari
pengurangan hari yang tidak dibutuhkan pada ventilator dan kebutuhan untuk
reintubation [8].
Perawatan Oral
Setelah pemakaian intubasi lama, akan terjadi kolonisasi bakteri di trakea
dan enzim lambung, pepsin dapat terdeteksi dalam aspirasi trakea-bronkus. Pada
pasien VAP, sering terdapat bakteri yang sama dalam saluran pernafasan bagian
distal dan di perut atau orofaring [9]. Hal ini menunjukkan bahwa drainase saliva
ataupun isi lambung pada cuff ETT menyebabkan kolonisasi pada mukosa trakea
yang mungkin dapat menyebabkan pneumonia. Penggunaan obat yang menekan
asam

lambung yang kemudian meningkatkan

pH lambung memungkinkan

pertumbuhan bakteri di perut, meningkatkan risiko kolonisasi terkait kasus aspirasi

cairan lambung . Sebuah studi kohort dengan lebih dari 60.000 pasien menunjukkan
peningkatan

risiko

terjadinya

pneumonia

nosocomial

pada

pasien

yang

menggunakan obat supresif asam lambung. [10].


Untuk mengurangi jumlah bakteri dari cairan yang mengalir ke saluran
pernafasan ketika ETT dipasang, penggunaan selective digestive

tract

decontamination (SDD) telah diusulkan. Dekontaminasi dengan antibiotik dapat


mengurangi insiden VAP [11], walaupun

saat sudah tidak dianjurkan karena

tingginya risiko resistensi bakteri. Pembilasan orofaring dengan chlorhexidine telah


terbukti efektif dalam mengurangi kolonisasi bakteri di trakea dan kejadian VAP
dalam sebuah penelitaian acak pada hampir 400 pasien [12], dan sekarang banyak
digunakan sebagai standar perawatan untuk pasien diintubasi.
Perawatan Saluran Napas
Drainase sekresi sekitar cuff ETT bukan satu-satunya cara bagi bakteri untuk
mencapai saluran pernafasan distal dan akhirnya

menyebabkan pneumonia.

Mekanisme lain yang memungkinakan adalah inokulasi bakteri melalui lumen tuba.
Untuk mengurangi kejadian ini, hand hygiene tenaga medis harus selalu diterapkan
ketika merawat pasien dengan intubasi [13]. Penyedotan (suction) rutin membuat
permukaan bagian dalam ETT menjadi ditutupi oleh lapisan lendir dan sel segera
setelah intubasi. Lapisan lendir ini adalah lingkungan yang optimal untuk
pertumbuhan berbagai spesies bakteri [14]. Lapisan lendir ini membentuk pada
kedua permukaan, baik internal dan eksternal dari ETT. Lapisan lendir ditandai
pada bagian dekat dengan cuff, tempat akumulasi sekresi. Bakteri dalam lapisan
lendir

dapat menempel kembali pada saluran pernafasan yang menyebabkan

pneumonia [15]. Hal penting

dalam patogenesis VAP terkait lapisan lendir ini

adalah pada penelitian , sekitar 70% dari pasien dengan VAP menunjukkan patogen
yang sama pada isolasi lapisan lendir dan sekresi trakea [16].
Perawatan Tabung
Perawatan dari lumen dalam

ETT mungkin strategi baru untuk

mencegah VAP. Mucus Shaver adalah alat yang mampu menjaga ETT bebas

dari sekresi dan lapisan lendir.yang membersihkan deposit secara mekanik.


Penelitian terbaru studi menunjukkan efikasi alat ini pada pasien yang
diintubasi, menunjukkan penurunan sekresi dan kontaminan pada kelompok
perlakuan [17]. Meskipun penghapusan lapisan lendir dengan alat

ini

mungkin membantu, tidak ada data yang tersedia yang dapat menunjukkan
penurunan kejadian VAP.

Perawatan Cuff
Mempertahankan tekanan cuff sangat penting untuk mengurangi
drainaseorofaring dan sekresi cairan lambung di sekitar ETT. Pada tekanan
cuff yang kurang dari 20 cm H 2O dapat membantu drainase cairan sekresi,
sementara tekanan yang lebih besar dari 30 cmH2 O dapat mengakibatkan
cedera mukosa [18]. Meskipun tekanan cuff sudah rutib dikontrol, masih saja
terdapat variasi tekanan cuff yang dapat meningkatkan risiko [19]. Beberapa
alat telah dikembangkan untuk terus memantau dan menyesuaikan tekanan
ETT. Sebuah penelitian secara acak baru-baru ini dari 122 pasien
menunjukkan tingkat pepsin yang lebih rendah dalam aspirasi trakea dari
kelompok perlakuan dengan alat yang menjaga tekanan cuff tetap konstan,
yang membuktikan keefektifan hal ini dalam mengurangi mikro-aspirasi.
Selain itu, kelompok perlakuan

memiliki tingkat VAP lebih rendah

dibandingkan dengan kontrol [20].


Modifikasi Tabung
Sejumlah pendekatan telah dilakuakn

untuk mengurangi insiden VAP

melalui modi fi kasi dari ETT. Pendekatan ini telah berfokus pada sistem drainase
sekresi subglotis, menutup lapisan ETT dengan bahan antibakterial, dan kapasitas
penyegelan cuff.
Drainase Sekresi Subglotis
Meskipun telah dilakukan pengisapan cairan trakea, sekresi
cenderung terakumulasi sekitar cuff ETT dan sulit untuk dibersihkan. Sistem

drainase sekresi subglottic. Drainase sekresi subglotis biasanya terdiri dari


sebuah kanal aspirasi tambahan yang terbuka di atas cuff dan sebuah ruang
vakum kedap udara. Cairan sekresi dibersihkan secara periodik dari ruang
subglotis. Aspirasi terus menerus telah terbukti menyebabkan perlukaan
mukosa pada model binatang [21], karena itu sistem aspirasi intermitten
umumnya lebih disukai. Penggunaan ETT yang dilengkapi dengan sistem
drainase sekresi subglottis telah dikaitkan dengan penurunan insiden .VAP
Sebuah

penelitian

multisenter

lebih

dari

300

pasien

menunjukkan penurunan tingkat VAP pada kelompok yang drainase cairan


sekresi periodic. [22]. Dalam sebuah meta-analisis lain dengan hampir 2.500
pasien menunjukkan bahwa dengan ETT dilengkapi dengan sistem sekresi
drainase subglottis dapat mencegah VAP, memperpendek lama perawatan
ICU dan mengurangi hari penggunaan ventilasi mekanik [23]. Selain yang
disebutkan diatas, terdapat metode drainase MucuS Slurper,

tabung

modifikasi yang dilengkapi dengan beberapa lubang aspirasi untuk membuka


ujung ETT. Menjaga lumen ETT bebas dari cairan [24]. Namun, tidak ada
data klinis yeng menyebutkan keefektifan alat ini dalam mengurangi angka
kejadian ETT
Pelapisan/coating ETT
Permukaan dalam tabung lapisan ETT dapat ditutupi oleh lapisan
tipis bahan antimikrobial

untuk mencegah

pembentukan

lapisan

lendir/biofilm dan kolonisasi bakteri. Perak dianggap layak untuk hal ini
dikarenakan

efektif

mengurangi

kolonisasi

bakteri

di

trakea

dan

pertumbuhan bakteri pada percobaan dengan binatang [25]. Pelapis perak ini
memiliki sifat bakteriostatik ion perak mampu menembus membrane bakteri
dan kemudian mengganggu sintesis DNA, sehingga mencegah replikasi
sel[26].
Beberapa penelitian

telah dilakukan mengevaluasi keefektifan

pencegahan VAP menggunakan ETTs berlapis perak. Penelitian dari North


American Silver-Coated Endotracheal Tube (NASCENT) penggunaan ETT

berlapis perak menurunkan angka kejadian VAP dan late-onset VAP[27].


Oleh karena itu, penggunaan antimicrobial coating tampaknya layak untuk
pasien yang kemungkinan mendapatkan ventilasi mekanik selama lebih dari
48 jam, sehingga menurunkan risiko VAP [28].
Posisi
Posisi pasien yang diintubasi diyakini berpengaruh pada kejadian VAP.
Posisi setengah duduk 45o awalnya lebih direkomendasikan, namun saat ini posisi
miring lebih disarankan untuk mencegah VAP.
Posisi setengah duduk
Posisi setengah duduk dikatakan dapat mengurangi kejadian VAP
dengan cara dimana dengan kepala yang sedikit terangkat dapat menguragi
aspirasi dari cairan lambung.Penelitian menyebutkan jumlah besar cairan
lambung di saluran pernafasan pasien yang terus menenus berbaring [35].
Penelitian terbaru menunjukkan posisi setengah duduk dapat mengurangi
kejadian VAP dibandingkan dengan posisi duduk. Pada posisi setengah
duduk aspirasi dari sekresi subglotik yang melewati cuff tidak dapat dicegah
dan sekresi pada saluran pernapasan bawah tidak dapat dibersihkan.Posisi
setangah duduk mungkin paling banyak dipakai pada pasien yang diintubasi
untuk waktu yang lama. Menariknya, penelitian menggunakan hewan coba
dengan ventilasi mekanik dalam waktu yang lama menunjukkan bahwa
mucus mengalir terbalik menuju paru pada posisi setengah duduk dan
terdorong keluar dari paru pada posisis berbaring [39]. Pada hewan coba
keadaan ini tidak berkembang menjadi VAP jika tabung trakea dan trakea
tetap dipertahankan sedikit di bawah horisontal. Sebuah penelitian 10 pasien
diintubasi ditempatkan dalam posisi horizontal lateral yang dibandingkan
dengan 10 pasien dalam posisi setengah duduk yang menunjukkan tidak ada
perbedaan efek yang berarti. [40].
Terapi Kinetik

Imobilitas dari pasien yang terpasang ETT sangat

mungkin

mengganggu sstem pembersihan mukosiliar [42]. Rotasi mekanik pasien


dengan berputar 40 (terapi kinetik) dapat meningkatkan fungsi paru lebih
dari peningkatan fungsi dicapai melalui perawatan standar (yaitu, pasien
berputar setiap 2 jam). Terapi kinetik diyakini untuk meningkatkan
pergerakan sekresi dan dapat menghindari akumulasi lendir di zona paru .
Sebuah meta-analisis dari 10 penelitian menemukan bahwa terapi kinetik
mengurangi kejadian VAP namun tidak mengurangi durasi penggunaan
ventilasi mekanis, perawtan di ICU maupun angka kematian [43]. Penelitian
tentang terapi kinetik terhambat karena dibatasi oleh ukuran sampel yang
kecil dan diagnosis VAP yang dibuat secara klinis pemeriksaan lanjutan. .
Selain itu, banyak pasien dalam penelitian tentang terapi kinektik memiliki
komplikasi, yang mungkin terkait dengan terapi, termasuk intoleransi rotasi,
ekstubasi yang tidak direncanakan dan aritmia. Berdasarkan keterbatasan
penelitian dan komplikasi potensi yang ada, rekomendasi mengenai
penggunaan terapi kinetik tidak dapat dilakukan saat ini.
Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme non-patogenik yang diberikan untuk
meningkatkan keseimbangan mikroba sehingga memberi efek positif pada tubuh.
Penggunaan

probiotik telah dilaporkan berperan mencegah berbagai infeksi

termasuk VAP di ICU. Efek dari probiotik dalam pencegahan VAP mungkin dalam
peran mereka berkompetisi dengan mikroorganisme patogen di orofaring. Selain itu
manfaat probiotik dapat dijelaskan oleh sifat imunomodulator dari probiotik. Sebuah
meta-analisis terbaru secara acak membandingkan probiotik pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanis. Dimanama didapatkan kejadian yang lebih rendah dari
VAP pada kelompok probiotik dibandingkan dengan kontrol [44]. Penggunaan
probiotik juga ditemukan bermanfaat dalam mengurangi lama perawatan di ICU
dan kolonisasi saluran pernapasan oleh Pseudomonas aeruginosa.
Pemberian makanan enteral dan inisiasi makan

Pemberian makanan enteral mungkin menjadi predisposisi aspirasi isi


lambung dan selanjutnya menyebabkan VAP. Metaanalisis dari tujuh penelitian
meneunjukkan

bahwa dengan pemberian makanan post-pyloric insiden VAP

menjadi lebih rendah [45]. Namun, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan
secara statistik. Sehingga pemberian makan post-pyloric belum dapat dijadikan
rekomendasi, Waktu untuk inisiasi makan juga pernah dilaporkan sebagai salah satu
yang menyababkan VAP. Dalam sebuah analisis multicenter retrospektif
inisiasimakan (yaitu dalam waktu 48 jam dari onset

ventilasi mekanik) telah

ditemukan terkait dengan peningkatan risiko VAP, meskipun angka kematian di ICU
dan rumah sakit menurun pada kelompok ini [47].

KESIMPULAN
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab timbulnya VAP. Sejumlah
metode telah banyak dikembangkan untuk pencegahan, namun hanya beberapa
metode yang telah terbukti efektif. Banyak metode yang masih harus diteliti
keefektifannya sebelum dijadikan suatu rekomendasi.

Di antara yang lain

(misalnya, sistem drainase sekresi subglotis, coating antimikroba, variasi bentuk dan
bahan cuff), pemeliharaan tekanan cuff, pembersihan sekresi pada ETT, posisi pasien
dalam posisi horisontal lateral, terapi kinetik, dan penggunaaan probiotik layak
dipertimbangan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengurangi angka
kejadian VAP.

You might also like