Professional Documents
Culture Documents
PENYALAHGUNAAN NAPZA
Oleh
Inggrid Butar Butar
C11.05.0175
C11.05.0178
Preceptor
Teddy Hidayat, dr., SpKJ (K)
I.
PENDAHULUAN
Bahan-bahan psikoaktif sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, sering
II.
2.1
Definisi
Dalam PPDGJ III, ICD 10 disebutkan substansi psikoaktif antara lain:
Narkotika
Menurut UU RI No 22 tahun 1997 adalah zat/obat yang berasal dari
sampai
dengan
menghilangkan
rasa
nyeri
dan
dapat
menimbulkan
ketergantungan.
Golongan narkotik berdasarkan bahan pembuatannya :
1. Narkotika Alami
Zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu
adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa
langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut
umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena
terlalu beresiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
2. Narkotika Sintetis / Semi Sintesis
Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk
keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesik.
Contohnya
yaitu
seperti
amfetamin,
metadon,
dekstropropakasifen,
Golongan I
berpotensi
sangat
tinggi
untuk
menimbulkan
Golongan II
Golongan III
2.1.2
Psikotropika
Menurut UU RI No 5 tahun 1997 adalah zat/obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Psikotropika terbagi menjadi 4 golongan, yaitu:
-
Golongan I
Golongan II
Golongan III
2. Inhalansia
Gas yang mudah dihirup dan solven (pelarut) yang mudah menguap berupa
senyawa organik pada berbagai alat rumah tangga. Contoh: lem, thinner,
penghapus cat kuku, bensin.
3. Tembakau
2.2
Terminologi
Toleransi adalah penurunan respon terhadap dosis semula akibat
Etiologi
sosial
yang
pesat
merupakan
individu
yang
rentan
untuk
Rasa kurang percaya diri (low self-confidence), rendah diri dan memiliki
citra diri negatif (low self-esteem)
Putus sekolah
2.3.2
Faktor Lingkungan
Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah
yang
kurang
memberi
kesempatan
pada
d. Lingkungan Masyarakat/Sosial
siswa
untuk
2.3.3
Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba.
Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri,
menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selalu membuat seseorang
kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor
diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor
lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar
perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA. Karena
faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis
dan cukup komunikatif menjadi penyalahguna NAPZA.
2.4
Taraf Penyalahgunan
2.4.1
Pemakaian Coba-coba
Pemakaian coba-coba (experimental use) yaitu pemakaian NAPZA yang
tujuannya ingin mencoba, untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai
berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih berat.
2.4.2
Pemakaian Sosial/Rekreasi
Pemakaian sosial/rekreasi (social use/recreational use) yaitu pemakaian
NAPZA dengan tujuan bersenang-senang pada saat rekreasi atau santai. Sebagian
pemakai tetap bertahan pada tahap ini, namun sebagian lagi meningkat pada tahap
yang lebih berat
2.4.3
Pemakaian Situasional
Pemakaian situasional (situational use) yaitu pemakaian pada saat
Penyalahgunaan
Ketergantungan
Ketergantungan (dependence use) yaitu telah terjadi toleransi dan gejala
putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya dihentikan
akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom) oleh karena itu ia selalu
berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkan dengan cara apapun agar dapat
melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal.
2.5
Dampak Penyalahgunaan
2.5.1
Jasmaniah
Hal hal yang dapat diperhatikan adalah sebagai berikut :
gastrointestinal
konstipasi
(opiat),
gastritis,
pankreatitis,
Kejiwaan
Gangguan persepsi, daya pikir, daya ingat, kemampuan belajar, daya
kreasi, emosi, gangguan prilaku. Pada keadaan lebih lanjut bisa menyebabkan
gangguan psikotik (organik, fungsional), tindakan kekerasan, bunuh diri,
sindroma amotivasi (ganja).
2.5.3
Sosial
Produktivitas
kerja/sekolah
menurun,
pengendalian
diri
menurun,
DIAGNOSA PENYALAHGUNAAN
Sikap Mental Petugas
Bersikap positif, penuh perhatian dan menerima pasien apa adanya.
Teknik Wawancara
3.2.1
telah
memperoleh
informasi
tentang
pasien,
sehingga
dosis,
frekuensi
dan
cara
pemakaian,
riwayat/gejala
Pemeriksaan
Penunjang
Analisa urine di deteksi apakah ada NAPZA dalam tubuh (benzodiazepin,
JENIS-JENIS NAPZA
4.1
Alkohol
4.1.1
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang melekat pada atom karbon jenuh. Etil
alkohol juga disebut etanol adalah bentuk alkohol yang umum, seringkali disebut
sebagai alkohol minuman, etil alkohol digunakan dalam minuman. Pada tingkat
0,05% alkohol didarah, pikiran, pertimbangan dan pengendalian mengendur
bahkan seringkali terputus. Pada konsentrasi 0,1% aksi motorik yang disadari
dirasakan canggung. Pada konsentrasi 0,2% fungsi seluruh daerah motorik di otak
terdepresi, bagian otak yang mempengaruhi perilaku juga terpengaruhi. Pada
konsentrasi 0,3% seseoang dapat mengalami konfusi atau stupor. Pada konsentrasi
0,4-0,5% orang berada dalam koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat
primitif diotak yang mengatur psat pernafasan dan kecepatan denyut jantung
terpengaruhi dan dapat terjadi kematian.
Alkohol akan menyebabkan kerusakan hati. Berupa fatty liver, hepatitis
alkoholik dan sirosis hepatis. Alkohol juga dapat menyebabkan esofagitis, varises
esofagus, gastritis, aklorhidia dan ulkus lambung, selain itu akan mengganggu
proses pencernaan makanan dan absorbsinya..
4.1.2
Gejala-gejala
Bicara cadel
Inkoordinasi
Nistagmus
4. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Kriteria diagnostik untuk putus alkohol
1. Penghentian pemakaian alkohol yang telah lama dan berat
2. Dua atau lebih tanda berikut ini, yang berkembang dalam beberapa jam
sampai beberapa hari setelah kriteria 1 :
hiperaktivitas otonomik
tremor tangan
insomnia
agitasi psikomotor
kecemasan
Amphetamine
4.2.1
methylphenidate. Nama jalanannya crack, crystal, crystal meth, dan speed. Zat
yang behubungan
adalah
ephedrine
dan
Gejala-gejala
Intoksikasi amphetamin
1. Pemakaian amphetamin atau zat yang berhubungan yang belum lama terjadi
2. Perilaku maladapif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis yang
berkembang selama atau segera setelah pemakaian amphetamin atau zat yang
berhubungan
3. Dua atau lebih hal berikut yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian amphetamin atau zat yang berhubungan :
Dilatasi pupil
4. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Putus amphetamin
Keadaan setelah intoksikasi amphetamin dapat disertai dengan kecemasan,
gemetar, mood disforik, letargi, fatigue, mimpi menakutkan, nyeri kepala, banyak
berkeringat, kram otot. Kram lambung dan rasa lapar ayng tidak pernah
kenyang.gejala yang paling serius adalah depresi yang dapat disertai dengan ide
atau usaha bunuh diri.
Kriteria diagnosis putus amphetamine :
1. Penghentian amphetamine yang telah lama atau berat
2. Mood disforik dan dua atau lebih perubahan fisiologis berikut yang
berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria 1 :
Kelelahan
Cocaine
4.3.1
Gejala-gejala
dilatasi pupil
4. Gejala bukan dari kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain.
Kriteria diagnosis putus kokain
1. Penghentian atau penurunan pemakaian kokain yang telah lama
2. Mood disforik dan dua atau lebih perubahan fisiologis berikut yang
berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria 1 :
Kelelahan
Cannabis
4.4.1
protein G inhibitor (Gi) yang berikatan dengan adenil siklase didalam pola
menginhibisi. Reseptor kanabioid ditemukan dalam konsentrasi tinggi di gangglia
basalis, hipokampus, dan serebelum dengan konsentrasi yang lebih rendah di
korteks serebral. Reseptor tidak ditemukan di batang otak sehingga efek kannabis
minimal pada sistem pernafasan dan jantung.
4.4.2
Gejala-gejala
Injeksi konjungtiva
Mulut kering
Takikardia
4. Gejala bukan dari kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain.
4.5
bekerja pada sistem dopaminergik dan non adrenergik. Beberapa data menyatakan
bahwa sifat adiktif dan menyenangkan dari opiate dan opioid diperantarai oleh
aktivasi area tegmental ventral neuron dopaminergik yang berjalan ke korteks
serebral dan sistem limbik.
99%. Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni
berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak
sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Karena sifat tersebut,
heroin melewati sawar darah-otak lebih cepat sehingga onset kerjanya juga lebih
cepat.
Menimbulkan semangat
Intoksikasi Opioid
Kriteria diagnosis untuk intoksikasi opioid:
1. Pemakaian opioid yang belum lama
2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya euphoria awal diikuti oleh apati, disforia, agitasi, atau retardasi
psikomotor, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau
pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian opioid
3.
Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat)
dan satu (atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah
pemakaian opioid
Bicara cadel
4. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain.
Toleransi, Ketergantungan, dan Putus Opioid
Terjadi dengan cepat pada penggunaan opioid jangka panjang, yang
menyebabkan
perubahan
jumlah
dan
sensitivitas
reseptor
opioid
dan
Menimbulkan euforia.
Kebingungan (konfusi).
Berkeringat.
Sedatif-Hipnotik
4.6.1
yang
termasuk
Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik:
Benzodiazepin
Gejala-gejala
Intoksikasi Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
Kriteria diagnosis untuk intoksikasi Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
1. Pemakaian sedatif, hipnotik, ansiolitik yang belum lama
2. Perilaku maladaptive atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya perilaku seksual atau agresif yang tidak semestinya, labilitas mood,
bicara cadel
inkoordinasi
nistagmus
4. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain.
Gejala Putus Sedatif Hipnotik Ansiolitik
Kriteria diagnosis untuk putus sedatif, hipnotik, atau ansiolitik:
1. Penghentian (atau penurunan) pemakaian sedatif, hipnotik, atau ansiolitik
yang telah lama dan berat
2. Dua (atau lebih) berikut yang berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah kriteria 1:
insomnia
agitasi psikomotor
kecemasan
4. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain.
4.7
Halusinogen
4.7.1
takikardi, hipertermi, dan dilatasi pupil. Efek fisiologisnya bervariasi dari yang
ringan sampai halusinasi berat. Umumnya hanya terjadi halusinasi ringan.
Pada pemakaian halusinogen, persepsi menjadi lebih kuat dari biasanya.
Warna menjadi lebih kaya daripada sebelumnya atau dipertajam, musik lebih
menonjol secara emosional, dan pembauan dan pengecapan meningkat. Terjadi
sinestesia; warna terdengar dan suara terlihat. Terdapat perubahan dalam persepsi
waktu dan ruang. Halusinasi biasanya adalah visual, seringkali bentuk dan gambar
geometric, tetapi kadang-kadang didapatkan juga halusinasi raba dan dengar.
Onset kerja halusinogen (dalam hal ini misalnya LSD) terjadi dalam satu
jam, memuncak dalam 2-4 jam, dan berlangsung selama 8-12 jam. Kematian
dapat terjadi pada pemakaian halusinogen. Penyebab kematian biasanya
berhubungan dengan
Gejala-gejala
Intoksikasi Halusinogen
Kriteria diagnosis
1. Pemakaian halusinogen yang belum lama
2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya kecemasan atau depresi yang nyata, ideas of reference, ketakutan
kehilangan pikiran, ide paranoid, gangguan pertimbangan, atau gangguan
fungsi sosial atau pekerjaan)
3. Perubahan persepsi yang terjadi dalam keadaan terjaga penuh dan sadar
(misalnya penguatan persepsi subjektif, depersonalisasi, derealisasi, ilusi,
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Dalam PPDGJ III / ICD 10 disebutkan beberapa jenis gangguan mental
2.
3.
4.
5.
6.
6.1
Penatalaksanaan
6.1.1
Dasar Hukum
Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-
rehabilitasi sukar dpisahkan. Perlu waktu dan kerjasama yang luas (keluarga,
petugas sosial, instansi yang mengatur latihan dan lapangan pekerjaan).
6.2
Tahap-tahap Terapi
Terapi dan rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori
jawab profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika
medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat
didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam
keterampilan medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah
keterampilan membuat diagnosis. Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan
NAPZA, profesi medis (dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi
pasien ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu.
Namun dalam kondisi emergensi, dokter merupakan pilihan yang harus
diperhitungkan.
6.2.1
1. Intoksikasi opioida
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3
menit sampai 2-3 kali
2. Intoksikasi kanabis (ganja)
Ajaklah bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri Diazepam 10-30 mg
oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.
3. Intoksikasi kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral atau Klordiazepoksid 10-25 mg
oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60
menit. Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
4. Intoksikasi alkohol
Mandi air dingin bergantian air hangat. Minum kopi kental. Aktivitas fisik
(sit-up,push-up). Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan
5. Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misalnya Valium, pil BK, MG, Lexo, Rohip)
Melonggarkan pakaian. Membersihkan lender pada saluran napas. Beri
oksigen dan infus garam fisiologis
6.2.3
DOCA
D.O.C.A. adalah cara mutakhir detoksifikasi opioid yang efektif dan aman
yang berkembang saat ini untuk penanggu-langan awal ketergantungan
opioid. Cara ini akan mengeluarkan opioid dengan cepat dan sebanyak
mungkin dari reseptornya di otak yang dipicu oleh obat lawannya (antagonis
opioid) selama kurang lebih 4-6 jam. Karena pengaruh obat antagonis opioid
lebih kuat daripada opioid itu sendiri di reseptornya maka secara kompetitif
opioid dipaksa keluar dari tubuh. Dengan demikian dipastikan akan
berdampak putus opioid yang jauh lebih hebat daripada yang biasanya
dialami. Karena itu sangat manusiawi bila cara ini dilakukan dengan
pembiusan sehingga pasien tidak merasakan gejala putus opioid yang dipicu
oleh antagonisnya.
Sejauh apakah Peran Obat Antagonis Opioid?
Karena berpengaruh lebih kuat di tingkat reseptor maka obat ini akan menghambat semua efek opioid termasuk kenikmatan atau euforia maupun
Modal utama persiapan D.O.C.A. adalah motivasi atau keinginan mau sembuh
dari ketergantungan opioid. Motivasi yang bersangkutan harus didukung oleh
keluarga terutama dalam menekuni terapi rumatan naltrekson yang cukup lama.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis, laboratorium, foto toraks dan puasa di
rumah minimal 12 jam. Setelah syarat-syarat medis dipenuhi masih diperlukan
pernyataan per-setujuan bersangkutan atau walinya sebagai syarat medikolegal
untuk tindak medis yang diperlukan sesuai standar profesi atau pro-sedur yang
berlaku (informed consent).
Tempat dan Waktu Yang Diperlukan Untuk DOCA
D.O.C.A. dilakukan di Rumah Sakit yang memiliki Unit Perawatan Intensif
(ICU) di bawah pengawasan dokter anestesiologi atau intensivis yang sudah
berpengalaman. Dalam hal ini peran dokter spesialis anestesiologi tidak
terbatas hanya melakukan pembiusan namun harus mengendalikan gejala putus
opioid serta menangani gejala sisa D.O.C.A. yang mungkin terjadi dalam
perawatan se-malam di ICU. Esok harinya pasien diperbo-lehkan pulang ke
rumah sekaligus dimulai te-rapi rumatan dengan naltrekson
Apa Saja Efek Samping Atau Gejala Sisa DOCA ?
Gejala sisa D.O.C.A. dapat timbul dalam beberapa hari setelah prosedur.
Secara pelan-pelan tapi pasti semua akan menjadi normal kembali sebagaimana
yang diharap-kan asal tidak lupa menggunakan naltrekson tiap hari. Gejala sisa
yang dialami dapat be-rupa nyeri otot, mual, letih, dsb yang dapat diobati
dengan cara-cara konservatif.
Beberapa Hal yang Perlu Diketahui
Rehabilitasi
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani
Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di
lingkungannya.
ini
menitik
beratkan
berbagai
kegiatannya
pada
terapi
yang
berorientasi
analitik
mengambil
keberhasilan
h. Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan berbagai
modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya yang
saat ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga dalam prana dan
meditasi Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan spiritual baik dalam arti
kata kekuatan diri maupun
6.4
NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat (after care) untuk
memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap tempat/panti rehabilitasi yang
baik mempunyai program pasca rawat ini.
6.5
Rujukan
Karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petugas puskesmas,atau
karena fasilitas yang tersedia terbatas, pasien yang tak dapat diatasi, sebaiknya
dirujuk ke dokter ahli yang sesuai atau dirujuk untuk rawat inap di rumah
sakit (misalnya : RS Umum/Swasta,RS Jiwa,RSKO).
Pasien juga dapat dirujuk hanya untuk konsultasi atau meminta pemeriksaan
penunjang saja, seperti pemeriksaan laboratorium (tes urine), pemeriksaan
radio-diagnostik,
elektro
diagnostik,
maupun
test
psikologik
(IQ,
PROGNOSA
Kesuksesan 1 tahun setelah terapi 40-80% (WHO). Menurut Allgulander
Lampiran
Setengki : gram.
Per 1 / per 2, ost : 1 atau 2, ost gram
Separdu : sepaket berdua.
Semata : setetes air yang sudah dicampur heroin.
Seting = ngeset : proses mencampurkan heroin dengan air.
Set-du = seting dua : dibagi untuk 2 orang.
Jokul : jual.
Bokul = boks = beli.
Barcon = tester : barang contoh (gratis).
Abses : benjolan karena heroin yang disuntik tidak masuk ke dalam urat.
Kentang = kena tanggung = gantung : kurang mabuk.
Kentang kurus : kena tanggung kurang terus.
OD : ogah ngedrop : perasaan / kemauan untuk tetap mabuk.
Nutup : sekedar menghilangkan sakaw / nagih.
Stone = stokun = giting = fly = beler = bahlul : mabuk.
Badai = pedaw = high : tinggi.
Jackpot = tumbang : muntah.
O.D = over dosis = ngeblenk : kelebihan takaran pemakaian putaw.
Pasang badan : menahan sakaw tanpa obat / pengobatan dokter.
JENIS SHABU-SHABU.
R = rohip : Rohypnol.
M.G : Megadon.
N.P = nipam : Nitrazepam.
Lexo : Lexotan.
Dum = dum titik : Dumolid.
LL = double L : Artan.
Rivot = R = rhivotril : Klonazepam.
BK = Bung Karno : pil koplo paling murah.
Val : Valium (cair & tablet).
Amphet : amfetamin (cairan = disuntik).
K.D = kode : Kodein.
PROFIL PASIEN
Nama
: Tn. C
Jenis kelamin
: Pria
Usia
: 26 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMU
Alamat
: Gegerkalong Bandung
Pekerjaan
: Petugas LSM
sampai tahun 2004. Pada tahun 2004, pasien sempat masuk rehabilitasi medik,
namun keluar dari rehabilitasi, pasien mengkonsumsi putauw lagi.
Mulai tahun 2005, pasien mengikuti program subutex. Pasien tidak pernah
menggunakan putauw lagi.
Tahun 2006 pasien mengganti program subutex dengan metadon sampai
sekarang.
STATUS PSIKIATRIKUS
Kesadaran
: CM
Roman muka
: biasa
Kontak/Rapport
: ada/ adekuat
Orientasi
: T; O; W = baik
Ingatan
Perhatian
: cukup
Persepsi
: H/I disangkal
Pikiran
: Isi; waham
Jalan= koheren
Bentuk= realistik
Emosi
: appropriate
Tingkah laku
: normoaktif
Bicara
: spontan
Dekorum
: kurang
Diagnosis Multiaksial
Aksis I
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
: 71 - 80
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan,H., Sadock, BJ., Greb, JA. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Edisi 7.
Jakarta : Bina Rupa Aksara. P : 571-684.
Sadock, BJ., Sadock, Virginia A. Pocket Handbook of Clinical Psychiatry. 3rd
edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2001. page 79-99.
DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4th edition.
www.asiamaya.com/undangundang/uu_psikotropika/uu_psikotropikababI.htm
www.depkes.go.id/downloads/napza.pdf