You are on page 1of 13

Pendahuluan

Ikterus diartikan sebagai peningkatan konsentrasi dari bilirubin serum yang terutama
bermanifestasi berupa warna kuning pada kulit ataupun skera. Salah satu penyebab timbulnya
ikterus yaitu adanya obstruksi baik parsial maupun total pada aliran cairan empedu yang
meliputi komponen jalur dari hepar hingga menuju traktus GI. Obstruksi tersebut disebut juga
dengan kolestasis. Kolestasis dapat terjadi di hepar yaitu pada duktus hepatik (kolestasis
hepatik) ataupun pada duktus bilier ekstrahepatik yang disebabkan oleh obstruksi mekanik
(kolestasis ekstrahepatik atau ikterus obstruktif). Ikterus obstruktif bukan merupakan suatu
diagnosis definitif, sehingga penting untuk dilakukan investigasi (pemeriksaan) untuk
menemukan penyebab kolestasis tersebut.1
Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh kegagalan dari bilirubin
(larut air) mencapai usus, yang biasanya diakibatkan oleh adanya batu pada duktus sistem
bilier, defek kongenital, dan infeksi yang menyebabkan kerusakan duktus bilier. 1
Diagnosis dari ikterus obstruktif dapat dibuat berdasarkan anamnesis dan juga
pemeriksaan fisik dan penunjang. Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada etiologi
dari penyakit dasarnya, meliputi ikterus, nyeri abdomen selama beberapa hari, diikuti oleh
nyeri yang hilang timbul, ikterus dalam beberapa minggu tanpa remisi, urin berwarna gelap,
kemudian anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise dapat berhubungan dengan
keganasan (malignancy). Selain itu, pemeriksaan seperti ultrasonogarfi berperan dalam
menentukan diagnosis khususnya untuk menentukan sumber kelainanya. Ikterus obstruktif
biasanya disebabkan oleh karsinoma sekunder dari hati, tumor sekunder dari pembuluh porta
hepatis, karsinoma pada pankreas, batu empedu (gallstone), dan hepatoma. Bagaimanapun,
penyakit penyebab yang paling sering dapat berbeda pada populasi yang berbeda pula.
Morbiditas dan mortalitas pada obstruksi bilier tergantung pada penyebab obstruksi dan
faktor-faktor yang dianggap berkontribusi terhadap morbiditas serta mortalitas paisen.
Dengan mengenali faktor-faktor tersebut dapat memberikan petunjuk yang lebih baik dalam
menentukan penatalaksanaan serta penting dalam membantu meningkatkan harapan hidup
pasien. 1

Epidemiologi

Ikterus obstruksi dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, dan distribusi umur dapat
berbeda pada pria dan wanita. Insidensi pada kedua jenis kelamin tergantung pada etiologi
dari penyakit dan dapat berbeda pada kelompok masyarakat yang bervariasi. Di Amerika
Serikat, wanita lebih banyak menderita batu empedu dibandingkan dengan pria. Pada dekade
ke enam, sekitar 25% wanita Amerika menderita batu empedu, serta 50% pada usia 75 tahun.
Peningkatan resiko ini disebabkan oleh efek estrogen pada hati, dimana terjadi penurunan
kolesterol di darah dan dialihkan ke dalam empedu. 1

Etiologi
Penyebab dari ikterus obstruktif dapat dilihat pada tabel berikut : 1,2

Patofisiologi
Cairan empedu yang disekresikan memiliki beberapa fungsi meliputi untuk
pencernaan makanan dan absorpsi lipid, mengeliminasi toksin, karsinogen, obat-obatan dan
hasil metabolisme, merupakan jalur primer dari ekskresi berbagai komponen endogen dan
produk metabolik seperti kolesterol, bilirubin, dan hormon. 3
Pada ikterus obstruktif, efek patofisiologi berupa tidak adanya konstituen empedu
(terutama bilirubin, garam empedu dan lipid) pada GI (usus). Komponen tersebut mengalami
backup menuju sirkulasi sitemik. 3
Feses tampak menjadi pucat karena sedikit atau tidak adanya bilirubin pada usus.
Tidak adaya garam empedu yang disekresikan ke dalam usus halus dapat menyebabkan
malabsorpsi (terutama lemak) sehingga timbul steatorea dan juga dapat terjadi defisiensi
vitamin yang larut lemak. Defisiensi vitamin K dapat menurunkan level protrombin.
Colestasis yang berlangsung lama diikuti oleh defisiensi vitamin D dan malabsorbsi kalsium
dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. 3
Retensi bilirubin menimbulkan hiperbilirubinemia campuran ( bilirubin terkonjugasi
maupun bilirubin tak terkonjugasi). Adanya peningkatan bilirubin terkonjugasi yang menuju
urin menyebabkan urin berwarna lebih gelap. Tingginya level garam empedu di sirkulasi
mungkin dapat berhubungan dengan pruritus. Retensi kolesterol dan fosfolipid menimbulkan
hiperlipidemia walaupun terjadi malabsorpsi lemak. 3
Penyakit colestasis liver dicirikan dengan adanya akumulasi substansi hepatotoksik,
disfungsi mitokondria, dan adanya gangguan pertahanan antioksidan hepar. Penumpukan
3

garam empedu yang bersifat hidrofobik menjadi penyebab utama terjadinya hepatotoksik
yang berefek pada fungsi penting dari sel hepar (terutama berefek buruk pada fungsi
motokondria). Gangguan proses metabolisme oleh mitokondria serta adanya akumulasi dari
garam empedu yang hidrofobik dapat meningkatkan produksi radikal bebas serta
menimbulkan kerusakan proses oksidatif. 3
Manifestasi klinis
Ditemukan bahwa gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien ikterus obstruktif
yaitu nyeri abdomen, sedangkan tanda yang paling sering berupa nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen. 1,3
Selain itu, dapat juga timbul ikterus, pruritus, anoreksia, penurunan berat badan,
ataupun massa pada abdomen kanan atas. Tanda dan gejala utama dari obstruksi bilier dapat
disebabkan secara langsung oleh kegagalan empedu untuk mencapai tempat yang dituju yaitu
usus. Obstruksi bilier memiliki arti bahwa adanya hambatan pada duktus bilier yang
menghubungkan hati dengan kandung empedu serta yang menghubungkan kandung empedu
dengan traktus GI (usus halus). 1,3

Pemeriksaan
Pemeriksaan hematologi/ biokimia
Peningkatan level bilirubin serum terutama fraksi bilirubin terkonjugasi merupakan
petunjuk ikterus obstruksi. Level gamma glutamyl transpeptidase (GGT) serum meningkat
4

pada kolestasis. Pada umunya, pasien batu empedu memiliki hiperbilirubinemia yang lebih
rendah dibandingkan dengan obstruksi maligna ektrahepatik. Bilirubin serum biasanya <20
mg/dL. Alkali fosfatase mungkin dapat meningkat sampai 10 kali nilai normal. Transaminase
dapat meningkat tiba-tiba hingga 10 kali dari nilai normal dan menurun dengan cepat ketika
obstruksi dihilangkan. 4,5
Peningkatan WBC dapat mempresentasikan adanya kolangitis. Pada kanker pankreas
dan kanker lain yang menyebabkan obstruksi, bilirubin serum dapat meningkat samapi 35
sampai 40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat hingga 10 kali, namun transaminasenya normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada kanker pankreas,
kolangiokarsinoma dan kanker peri ampulari. Namun penanda tersebut tidak spesifik dan
mungkin dapat meningkat pada penyakit benigna pada saluran hepatobilier. 4,5
Pemeriksaan pencitraan (imaging)
USG
Dapat memperlihatkan ukuran dari duktus bilier
Dapat menemukan level obstruksi
Dapat mengidentifikasi penyebab obstruksi (pada beberapa kasus)
Memberikan informasi mengenai penyakit penyebab (matastase dari hepar, batu
saluran empedu, perubahan parenkim hepatik) .4
Level dari obstruksi bilier dapat membantu sebagai petunjuk untuk melakukan
tindakan selanjutnya. Pembagian letak obstruksi meliputi :4
1. Obstruksi bagian distal : adanya dilatasi pada intra dan ekstrahepatik dari duktus
bilier. Sebagian besar pasien dengan batu saluran empedu atau karsinoma pankreas
dapat diketahui dengan menggunakan USG, namun biasanya bagian distal duktus
bilier tidak terlalu jelas terlihat pada USG karena adanya gas pada usus. Obstruksi
bagian distal ini juga dapat disebabkan oleh lesi pada duodenum maupun pada daerah
ampula. Keadaan tersebut dapat diperiksa menggunakan duodenoskopi dan dapat
dilakukan biopsi.4
2. Obstruksi bagian proksimal : dilatasi pada duktus bilier proksimal biasanya
disebabkan oleh obstruksi dari pembuluh darah porta hepatis dan biasanya diketahui
dengan adanya dilatasi pada duktus intrahepatik tanpa pelebaran pada duktus bilier
distal.

Meskipun

jarang

ditemukan,

hal

tersebut

bersifat

klasik

untuk

kolangiokarsinoma (Klatskim tumor). Pada penyakit lain juga mungkin tampak


5

tampilan yang serupa. Infiltrasi lokal dari tumor kandung empedu menyebabkan
kompresi pada percabangan duktus ektrahepatik bilier (sindrom Mirizzi), metastasis
dari keganasan pada atau disekitar porta hepatis dapat menimbulkan obstruksi bilier. 4
3. Dilatasi terbatas pada duktus bilier : dilatasi yang terbatas (terisolasi) pada duktus
bilier mungkin disebabkan oleh fungsi hati yang abnormal pada beberapa kasus. Pada
umumnya batu pada duktus bilier menyebabkan ikterus intermiten dan dilatasi pada
duktus bilier seperti efek ball valve. Fluktuasi dari tes fungsi hati juga perlu
diobservasi. Perubahan tekanan pada duktus bilier dapat terjadi intermiten dan tidak
cukkup

untuk

menyebabkan

dilatasi

intrahepatik.

Magnetic

resonance

cholangiopancreatography (MRCP) diindikasikan jika batu tidak terlihat dengan


menggunakan USG. 4
Pada penyakit parenkim hati (sirosis) dapat mencegah dilatasi duktus bilier
intrahepatik, sehingga dilatasi hanya terbatas pada duktus bilier ekstrahepatik. Hal
yang perlu dipertanyakan selanjutnya yaitu apakah fungsi hati berhubungan dengan
penyakit hati atau penyakit ekstrahepatik. 4
Diameter normal dari duktus bilier yaitu < 7 mm. Dilatasi ringan jika diameternya <
10 mm, namun nilai tersebut tidak signifikan jika tes fungsi hati normal, hal tersebut
mungkin akibat post kolesistektomi. 4
4. Tidak terdapat dilatasi duktus bilier : penyebab ikterus diasumsikan bukan karena
kolestasis ektrahepatik. Metastasis penyakit (keganasan) hepar merupakan salah satu
kategori. Pasien ikterus dengan metastasis penyakit hepar memiliki obstruksi hepar
karena infiltrasi dan obstruksi duktus bilier di dekat pembuluh porta hepatis. 4

Computed tomography (CT)


CT scan abdomen dapat memberikan visualisasi yang sangat baik untuk hati, kandung
empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
obstruksi intrahepatik dan ekstrahepatik dengan akurasi sekitar 95%. Bagaimanapun, CT scan
mungkin tidak dapat menegakan adanya obstruksi inkomplit yang disebabkan oleh batu
saluran empedu yang kecil, tumor atau striktur. 4,5
ERCP and PTC (Percutaneous transhepatic cholangiography)

Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi secara langsung dari level obstruksi.
Namun, pemeriksaan ini bersifat invasif dan dihubungkan dengan beberapa komplikasi
seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. 4,5
Endoscopic ultrasound (EUS)
Pemeriksaan ini memiliki beragam aplikasi seperti untuk staging dari keganasan pada
gastrointestinal, evaluasi dari tumor submukosa, dan penting untuk mengevaluasi sistem
pankreatobilier. Pada sistem bilier, EUS berfungsi untuk mendeteksi dan menentukan staging
dari tumor ampula, mendeteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan mengevaluasi striktur dari
duktus bilier. EUS mungkin lebih baik dalam mengevaluasi struktur vaskular, yang dapat
membantu untuk menemukan lesi jinak yang menyerupai kanker seperti sklerosing
pankreatitis. 4,5
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
Pemeriksaan ini bersifat noninfasif dan dapat menberikan visualisasi dari duktus bilier
dan pankreas. Pemeriksaan ini khususnya berguna pada pasien yang dikontraindikasikan
untuk pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). 4,5

Penatalaksanaan
Obstruksi bilier ekstrahepatik memerlukan tindakan dekompresi. Beberapa tujuan dari
terapi adalah mengatasi penyakit dasarnya, gejala, serta komplikasi yang timbul. Tindakan
dekompresi obstruksi bilier ekstrahepatik dapat dilakukan dengan tiga macam metode yaitu
bedah bypass, reseksi dari lesi obstruktif, insersi stent perkutaneus, dan insersi stent
endoskopi.4,5
Beberapa gejala yang cukup mengganggu seperti pruritus (gatal) pada kolestasis
intrahepatik, pengobatan dasarnya biasanya sudah cukup memadai. Pruritus pada keadaan
irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16
mg/hari yang akan mengikat garam empedu di usus, kecuali jika terjadi kerusakan hati yang
berat, hipoproteinemia biasanya akan membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin K1).
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel. Jika
penyebabnya adalah adalah obstruksi bilier ektrahepatik biasanya membutuhkan tindakan
pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase bilier paliatif
7

dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara
endoskopi. 4,5,6
Terapi berdasarkan kausa
Terdapat perbedaan tindakan terapi pada ikterus obstruktif yaitu berdasarkan pada
penyakit dasarnya. Berikut beberapa penanganan berdasarkan kausa :
Choledocholithiasis (bile duct stones)
Terdapat beberapa variasi pilihan terapi. Pilihan yang terbaik berdasarkan keadaan
individual serta berdasarkan beberapa faktor seperti :4,5,7

Kondisi fisik pasien termasuk riwayat penyakit serta pengobatannya


Upaya intervensi sebelumya atau kolesistektomi sebelumnya
Ketersediaan peralatan dan tenaga ahli
Pilihan dari pasien
Beberapa pilihan terapi Choledocholithiasis yaitu :

Eksplorasi saluran empedu terbuka yaitu melibatkan : 4,5,7

Kolesistektomi, jika ada.


Supraduodenal longitudinal choledochotomy
Ekstraksi kalkuli dengan balon Fogarty, forsep Desjardins atau keranjang Dormia
Konfirmasi clearance saluran superior dan inferior dengan choledochoscopy dan /
atau kolangiografi.
Jika fasilitas untuk choledochoscopy dan intraoperatif cholangiogram tidak tersedia,

untuk menghindari risiko pengangkatan batu saluran empedu, tabung T biasanya dimasukkan
untuk mengkonfirmasi pembersihan saluran tersebut dengan cholangiogram pascaoperasi
setelah setidaknya lima hari. Tabung T dilepas setelah dua minggu, ketika sebuah saluran
epithelialzed telah dibentuk untuk menghindari empedu bocor ke rongga peritoneal. Namun
beberapa percobaan telah menunjukkan bahwa penutupan primer dari saluran empedu tanpa
tabung T seaman menggunakan tabung T dan berhubungan dengan komplikasi yang rendah
seperti sepsis, tabung migrasi dan empedu peritonitis. 4,5,7
Prosedur lain dalam kasus-kasus yang sulit:
8

Pengangkatan batu saluran empedu yang sulit dilakukan dengan salah satu metode di atas,
misalnya: 4,5,7

dampak batu ketika semua upaya untuk menghapusnya telah gagal


batu yang berukuran besar
saluran yang tidak dapat diakses (misalnya operasi sebelumnya, pasien tidak layak).

Prosedur drainase bedah atau perkutan mungkin berguna. Choledochoduodenostomy


dapat dilakukan dengan anastomosis dari duktus empedu yang berdilatasi hingga ke
duodenum.cara lain yaitu terutama pada saluran yang

tidak berdilatasi, sebuah

sphincteroplasty transduodenal dilakukan dengan terlebih dahulu dengan melakukan suatu


sfingterotomi terbuka dan ekstraksi batu, kemudian menjahit mukosa dari saluran dan
duodenum bersama-sama untuk menjaga patensi ujung bawah (prosedur ini jarang
dilakukan). Stent perkutaneus atau drainase naso-empedu dapat dilakukan pada pasien yang
batu saluran empedunya tidak dapat dihilangkan dengan ERCP. 4,5,7

ERCP sfingterotomi : Sebuah cholangiogram dilakukan setelah ampula Vater telah


diidentifikasi dan adanya kanulasi untuk mengkonfirmasi anatomi dan adanya batu.
sfingterotomi yang memadai dapat dilakukan dan saluran dibersihkan menggunakan kateter
balon atau Dormia keranjang. Konfirmasi clearance saluran harus didirikan dengan sebuah
radiograf. Jika batu terlalu besar, mereka dapat dihancurkan di situ menggunakan lithotripter
mekanis.Namun, perawatan harus dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lapisan
saluran. Teknik lain dijelaskan dalam literatur termasuk lithotripsy extracorporeal shockwave,
kontak lithotripsy, Laser di bawah penglihatan langsung. Tindakan tersebut mungkin
memakan waktu serta sumber daya intensif yang

terbatas pada pusat-pusat

khusus.

Pemasangan stent dengan endoskopi atau drainase naso-bilier stent dapat menjadi pilihan
yang baik jika batu yang terlalu besar untuk ekstraksi. Hal ini mengurangi obstruksi dan
mencegah impaksi batu di ampula Vater. 4,7
Tingkat keberhasilan setelah ERCP sfingterotomi adalah sekitar 90% dengan komplikasi
rendah jika dilakukan oleh tangan yang berpengalaman. Komplikasi termasuk perforasi,
pankreatitis akut, dan pendarahan dari kerusakan cabang dari arteri pankreatiko-duodenum
superior. Kesulitan mungkin timbul sebagai akibat dari masalah teknis dalam kanulasi
ampula Vater atau anomali anatomi seperti divertikulum duodenum. 4,5,7

Pelebaran balon Endoskopi : tindakan terapi diperkenalkan sekitar tiga dekade yang
lalu untuk orang tua dan pasien yang rentan sebagai alternatif untuk sfingterotomi, karena
keuntungan dari mempertahankan sfingter Oddi. Hal ini telah ditinggalkan di Amerika Utara
karena risiko pankreatitis namun, ini masih dipraktekkan di beberapa bagian Asia dan Eropa.
Sebuah tinjauan baru-baru ini menyimpulkan bahwa tindakan ini sedikit kurang berhasil
dibandingkan endoskopi-sfingterotomi dalam ekstraksi batu dan lebih beresiko untuk
terjadinya

pankreatitis dan mungkin memiliki peran klinis pada pasien yang memiliki

koagulopati, pasien yang berisiko terinfeksi, dan mungkin pada mereka yang lebih tua. 4,5,7
Eksplorasi laparoskopi saluran empedu : dapat dilakukan melalui duktus kistik
atau saluran umum melalui choledochotomy. Batu diambil di bawah bimbingan fluoroscopic
menggunakan balon kateter atau keranjang Dormia. Choledochoscopy dan lithotripsy juga
dapat dilakukan untuk batu yang lebih besar. Teknik ini membutuhkan keahlian laparoskopi
yang cukup besar dan serta memakan banyak waktu sehingga jarang dilakukan sebagai
pengobatan lini pertama untuk batu saluran empedu umum. 4,5,7

Cholangiocarcinoma
Cholangiocarcinomas adalah kanker epitel kolangiosit dan mereka dapat terjadi pada
setiap tingkat dari pohon (saluran) bilier. Mereka secara luas diklasifikasikan ke dalam intrahepatik tumor, (extrahepatic) hilus tumor dan (ekstra-hati) tumor empedu distal duktus.
Mayoritas timbul tanpa adanya faktor risiko, Namun faktor resiko perlu diidentifikasi
meliputi usia, cholangitis sclerosing primer, choledocholithiasis kronis, adenoma saluran
empedu, papillomatosis empedu, penyakit Caroli, kista choledochal, merokok,dan infestasi
parasit pada empedu. Cholangiocarcinoma hilus merupakan dua pertiga dari semua kasus
cholangiocarcinoma ekstra-hepatik. Cholangiocarcinoma Intra hepatik

dan distal ekstra

hepatik lebih jarang terjadi, tetapi bedah reseksi merupakan kesempatan untuk sembuh yang
terdiri dari reseksi hati dan pancreaticoduodenectomy. 4,5,8
Bedah adalah pilihan kuratif untuk cholangiocarcinoma. Keahlian bedah yang tersedia
dan terkait co-morbiditas merupakan faktor penting yang akan menentukan pendekatan
pengobatan. Meskipun seri bedah beberapa telah melaporkan, tren terbaru yang mendukung
tindakan preoperative akurat dengan

onco-bedah agresif berupa

pendekatan yang

melibatkan en-blok reseksi hilus atau hati. 4,5,8

10

Sebagian besar pasien dengan cholangiocarcinoma datang pada stadium lanjut atau
telah berhubungan dengan co-morbiditas yang menghalangi operasi. Untuk pasien ini, tujuan
pengobatan

adalah

untuk

mendapatkan

terapi

paliatif

yang

memadai.

Endoprosthesis (stent) bilier adalah pilihan yang berguna. Pendekatan ini biasanya dengan
ERCP tetapi untuk lesi proksimal rute transhepatik dapat digunakan. Terapi photodynamic,
radiasi dan kemoterapi semua tersedia sebagai pilihan paliatif. Beberapa agen kemoterapi
telah dievaluasi dengan hasil yang terbatas. Gemcitabine atau 5-Fluorouracil adalah dua agen
yang umum digunakan sebagai agen tunggal atau dalam kombinasi dengan obat lain. 4,5,8
Tumor ampula
Kanker Peri-ampullary dapat secara luas dianggap sebagai tumor yang timbul 1 cm
dari ampula Vater dan termasuk saluran ampula, empedu distal, pankreas, dan duodenum.
Namun, tanpa analisis histologis hati-hati, sulit untuk membedakan jenis tumor.
Eksisi bedah adalah andalan pengobatan untuk peri-ampullary kanker. Jika tumor dioperasi,
prosedur pilihan adalah sebuah pancreaticoduodenectomy. Pendekatan konservatif (pilorus
reseksi Whipple atau ppWhipple) dijelaskan adalah teknik lain yang secara bertahap lebih
banyak dilakukan. Pancreaticoduodenectomy dilaporkan merupakan operasi

yang lebih

mudah, memakan waktu lebih sedikit, serta dengan perdarahan yang minimal, juga masa
tinggal di rumah sakit lebih pendek . 4,6,8
Untuk operasi tumor, perawatan paliatif akan tergantung pada faktor komorbiditas,
dan

ketersediaan sumber daya dan keahlian untuk pengobatan endoskopik. Prosedur

bypass bilier dapat dilakukan bedah, laparoskopi stenting, endoskopi atau dengan pendekatan
transhepatik perkutan. Prosedur bypass lambung juga dapat diindikasikan pada pasien dengan
obstruksi outlet lambung. 4,6,8
Kanker pankreas
Adenokarsinoma pankreas duktal adalah salah satu keganasan GI paling mematikan
dengan survival rate (5 tahun) kurang dari 4%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
menjadi buruk adalah 1) gejala klinis pada tahap awal biasanya tidak ada atau non spesifik
yang mengakibatkan keterlambatan diagnosis, dengan hanya 15-20% dari tumor yang dapat
dipresentasi, 2) Secara klinis, pertumbuhan yang agresif, dengan infiltrasi retroperitoneal dan
perineural, angioinvasi, pembentukan metastasis, dan 3) resistensi terhadap sebagian besar
perawatan yang tersedia, membuat pasien manajemen tugas yang kompleks dan menantang.
11

Tindakan yang dapat dilakukan adalah operasi, tapi sayangnya kurang dari 20% yang
berespon baik. 4,6,8
Pilihan pengobatan mirip dengan peri-ampullary kanker. Peran terapi adjuvant pada
kanker pankreas stadium lanjut masih kontroversial karena sebagian besar percobaan
menunjukkan manfaat yang terbatas. Gemcitabine, 5FU adalah agen yang menunjukkan
beberapa janji. Pasien dengan nyeri yang parah harus menerima opioid, morfin adalah
umumnya obat pilihan. Biasanya, rute oral lebih disukai dalam praktek rutin. Rute parenteral
administrasi harus dipertimbangkan untuk pasien yang memiliki gangguan menelan atau
obstruksi gastrointestinal. Percutaneous celiac pleksus blokade dapat dipertimbangkan,
terutama bagi pasien yang mengalami tidak dapat mentoleransi opiat analgesik. 4,6,8

Striktur Bilier
Striktur bilier bisa jinak atau ganas Mayoritas striktur jinak bersifat iatrogenik yaitu
sebagai hasil dari operasi pada kandung empedu dan saluran bilier. Penyebab iatrogenik non
striktur jinak meliputi kondisi peradangan dan selanjutnya fibrosis terkait dengan pankreatitis
kronis, cholelithiasis, choledocholithiasis, sclerosing cholangitis, stenosis dari sfingter Oddi,
atau infeksi pada saluran empedu. Tiga pilihan untuk pengelolaan striktur bilier jinak yang
saat ini tersedia: stenting perkutan, dilatasi endoskopik dan stenting, dan drainase bedah
empedu, hepaticojejunostomy Roux-en-Y merupakan yang sering dilakukan. Semua pilihan
memiliki hasil yang sebanding, dengan tingkat kekambuhan striktur dilaporkan antara 15%
-45%.4,5,8
Pilihan modalitas pengobatan harus individual dan harus didasarkan pada
pertimbangan: lokasi dan keparahan dari penyempitan, kontinuitas empedu-enterik, derajat
infeksi, jangka waktu diantisipasi untuk stenting, dan kebutuhan untuk pelebaran berulang.
Sehingga dibutuhkan kerjasama erat antara ahli bedah dan intervensi radiologi. 4,5,8

Komplikasi
Komplikasi ikterus obstruktif termasuk sepsis terutama cholangitis, sirosis,
pankreatitis, koagulopati, gagal ginjal dan hati. Komplikasi lain yang terkait dengan penyakit
yang mendasari dan prosedur yang digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan penyakit
individu. Cholangitis terutama jenis supuratif biasanya merupakan choledocholithiasis
12

sekunder. Hal ini juga dapat mempersulit prosedur seperti ERCP. Pengobatan harus
mencakup koreksi anomali koagulopati, cairan / elektrolit, antibiotik dan drainase bilier
dengan ERCP mana tersedia atau trans hepatik drainase atau operasi. 4,5,8

13

You might also like