Professional Documents
Culture Documents
REFERAT
AMBLIOPIA
Disusun oleh:
Anis Lilyani (011.06.0029)
Maryam Bagis (011.06.044)
AMBLYOPIA
DAFTAR ISI
BAB I
I.PENDAHULUAN.........................................................................................................................3
BAB II
II.DEFINISI.....................................................................................................................................4
III.EPIDEMIOLOGI........................................................................................................................4
IV.PATOFISIOLOGI......................................................................................................................4
V.KLASIFIKASI.............................................................................................................................5
VI.DIAGNOSIS...............................................................................................................................8
VII.PENATALAKSANAAN........................................................................................................10
VIII.KOMPLIKASI DARI PENATALAKSANAAN...................................................................13
IX.PROGNOSIS............................................................................................................................13
BAB III
X. KESIMPULAN .......................................................................................................................15
BAB IV
XI. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan,walaupun sudah diberi koreksi yang
terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan
kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.
Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai
dengan penyebabnya yaitu amblyopia strabismik, fiksasi eksentrik, amblyopia anisometropik,
amblyopia isometropia dan amblyopia deprivasi.
Amblyopia, dikenal juga dengan istilah mata malas (lazy eye), adalah masalah dalam
penglihatan yang memang hanya mengenai 2 3 % populasi, tapi bila dibiar biarkan akan
sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita. Amblyopia tidak dapat sembuh dengan
sendirinya, dan amblyopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan
permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka
penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang amblyopia, oleh karena itu
amblyopia harus ditatalaksana secepat mungkin.
Hampir seluruh amblyopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini
dan intervensi yang tepat. Anak dengan amblyopia atau yang beresiko amblyopia hendaknya
dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
II. DEFINISI
Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan).
Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas. Amblyopia merupakan suatu keadaan dimana
pemeriksa tidak melihat apa-apa dan pasien melihat sangat sedikit. Ambliopia adalah penurunan
ketajaman penglihatan walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral
(jarang) yang tidak dapat dihubungakan lamgsung dengan kelainan structural mata maupun jaras
penglihatan posterior.
III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi amblyopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap
literatur, berkisar antara 1 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 5,3 % pada anak dengan
problema mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi
menderita amblyopia. Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005 yang lalu, sekitar 3 5
% atau 9 hingga 5 juta anak menderita amblyopia.
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya amblyopia yaitu pada
periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya
terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga amblyopia.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada amblyopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah
penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang serta
studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang peka
dalam berkembangnya keadaan amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan
sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh
rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan. Secara umum, periode
kritis untuk amblyopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding strabismus maupun anisometropia.
Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya amblyopia ketika periode kritis lebih
singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisompetropi.
3. AMBLYOPIA ANISOMETROPIK
Ambliopia anisometropik terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi kedua mata yang
berbeda jauh. Akibat anisometropik mata bayangan benda pada kedua tidak sama besar
yang menimbulkan bayangan pada retina secara relative di luar focus di banding dengan
mata lainya, sehingga mata akan memfokuskan melihat dengan satu mata. Bayangan
yang lebih suram akan di supras, biasanya pada mata yang lebih ametropik. Beda refraksi
yang besar antara kedua mata menyebabkan terbentuk nya bayangan kabur pada satu
mata. Ambliopia yang terjadi akibat ketidak mampuan mata berfusi, akibat terdapatnya
perbedaan refraksi antara kedua mata, astigmat unilateral yang mengakibatkan bayangan
benda menjadi kabur. Ambliopia anisometrik terjadi bila terdapat perbedaan yang berat
kelainan refraksi kedua mata.
Ambliopia yang terjadi akibat perbedaan refraksi kedua mata yang terlalu besar atau lebih
dari 2,5 dioptri, mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan binocular tunggal, demikian
pula terjadi pada unilateral astigmatisme sehingga bayangan menjadi kabur.
4. AMBLYOPIA ISOMETROPIA
Amblyopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Dimana walaupun telah
dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam
penglihatan membaik sesudah koreksi lensa di pakai pada suatu periode waktu (beberapa
bulan). Khas untuk amblyopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi
dengan terapi penglihatan, karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan faktor
penyebab. Mekanismenya hanya karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada
amblyopia isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam
hal kejelasan/ kejernihan dan ukuran.
Hyperopia lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10 D beresiko menyebabkan bilateral
amblyopia ,dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi amblyopia.
5. AMBLYOPIA DEPRIVASI
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau disuse amblyopiasering masih digunakan untuk
amblyopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau
dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya
menimbulkan amblyopia. Bentuk amblyopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan
yang paling parah dan sulit diperbaiki. Amblyopia bentuk ini lebih parah pada kasus
unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik.
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat / total yang menempati
daerah sentral dengan ukuran 3mm atau lebih, harus dianggap dapat menyebabkan
amblyopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia > 6 thn lebih tidak
berbahaya. Amblyopia oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan karena
penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Amblyopia berat dilaporkan dapat
terjadi satu minggu setelah penggunaan patchingunilateral pada anak usia < 2 tahun
sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.
6. AMBLYOPIA INTOKSIKASI
Intoksikasitang disebabkan pemakain tembakau, alcohol. Timah atau bahan toksis lainya
dapat mengakibatkan ambliopia. Biasanya terjadi neuritis optic toksik akibat keracunan
disertai terdapat tanda-tanda lapang pandangan yang berubah-rubah. Hilangnya tajam
pengheliatan sentral bilateral, yang di duga akibat keracunan metilalkohol, yang dapat
juga terjadi akibat gizi buruk.
VI. DIAGNOSIS
Amblyopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat menyebabkan
amblyopia.
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN AMBLIOPIA
Pemeriksaan serta mengetahui perkembangan tajam pengelihatan sejak bayi
sehingga sampai usia 9 tahun adalah perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk
memberikan perawatan.
- Uji Crowding Phenomenon
Penderita amblyopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam
penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua
fungsi tadi, selalu subnormal. Telah diketahui bahwa penderita amblyopia sulit untuk
mengidentifikasi huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf
yang terisolasi. Bila terjadi penurunann tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf
dalam baris maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata tersebut. Mata ini
-
menderita ambliopia.
Uji Densiti Filter netral
Dasar uji adalah diketahui bahwa pada mata yang ambliopia secara fisiologik berada
dalam keadaan berdaptasi gelap, sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan uji
pengheliatan dengan intensitas sinar yang direndahkan ( memakai filter densit netral )
tidak akan terjadi penuruan tajam pengheliatan. Dilakukan dengan memakai filter
yang berlahan-lahan digelapkan sehingga tajam pengeliatan pada mata normalturun
50% pada mata ambliopia fungsional tidak akan atau hanya sedikit menurunkan tajam
pengliatan pada pemeriksaan sebelumnya.
Dibuat terlebih dahulu gabungan filter ( Kodak#96,N.D.2.00 dengan 0,50 ) sehingga
tajam pengeliatan pada mata yang normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2
baris pada kartu pemeriksaan gabungan filter tersebut di taruh pada mata yang di
duga ambliopia.
Uji Worths Four Dot
Uji untuk melihat pengeliatan binocular, adanya fungsi, korespon densi retina
abnormal, supresi pada satu mata dannjuling. Penderita memakai kacamata dengan
filter merah pada mata kanan dan filter biru mata kiri dan melihat pada objek 4 titik
dimana satu berwarna merah, 2 hijau satu putih. Lampu atau titik putih akan terlihat
merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu ,erah hanya dapat dilihat oleh
mata kanan dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka
akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai warna csmpuran hijau dan
merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi
korespondensi retina yang tidak normal. Bila terdapat supresi makan akan terlihat
hanya 2 merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan.
Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam
kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia.
VII. PENATALAKSANAAN
Amblyopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan.
Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah langkah berikut :
10
11
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa
kontak opak ,atau Annisas Fun Patches (Gambar 7) dapat juga menjadi
alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya
kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
konstan
menghambat
penglihatan
binokular,
karena
full-time
Degradasi Optikal
12
ATS
tersebut dilakukan pada anak usia 3 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa
pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam
penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok
anak usia 3 7 tahun dengan amblyopia sedang. Ada juga studi terbaru yang
membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia
3-7
13
part-timedan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi full-time, tapi
follow-up reguler tetap penting.
Hasil akhir terapi amblyopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,
tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua
mata.
IX. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi
oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat
tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya
kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut :
Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia strabismik
semakin baik.
Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan
awal pada mata amblyopia, maka prognosisnya juga semakin baik.
14
BAB III
KESIMPULAN
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam pengelihatan tidak mencapai optimal
sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah di koreksi kelainan refraksinya.
Ambliopia dapat tanpa kelainan organic dan dapat pula dengan kelainan organic yang tidak
sebanding dengan visus yang ada. Biasanya ambliopia disebabkan oleh kurangnya rangsangan
untuk meningkatkan perkembangan penglihatan.
Penyebab ambliopia adalah anisometropia, juling, oklusi, dan katarak atau kekeruhan
medua penglihatan lain. Penatalaksanaan amblyopia meliputi beberapa langkah yaitu
Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak, Koreksi kelainan
refraksi, dan Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik.
15
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1
Vaughan, Daniel G ; Asbury, Taylor and Eva, paul Riordan. 2009. Oftamologi Umum 14 th
ed. Jakarta : Widya Medika.
Suhardjo & Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.