Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radang usus buntu adalah salah satu jenis penyakit, yaitu terjadinya peradangan pada
usus buntu seseorang. Istilah lain dari usus buntu adalah apendiks, sehingga radang
disebut apendicitic akut atau radang usus buntu yang akut.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dua
puluh tahun atau tiga puluh tahun. Sebanyak 70% pada usia sekitar 80 tahun. Usia 3 tahun
ke bawah jarang menderita dan pada usia lebih 50 tahun insidensinya.
Bila penyait ini terjadi pada anak-anak, maka lebih cepat menyebabkan komplikasi.
Bila tidak ditolong atau dioprasi dalam tempo 36 jam, umumnya usus buntu yang
meradang itu segera bolong (perforasi) dan akan menyebabkan radang selaput usus
meyeluruh.
Pada orang dewasa, perforasi usus buntu itu biasa terjadi dalam dua kali dua puluh
empat jam setelah mengalami radang usus buntu yang akut. Karena itu, pertolongan pada
penderita penyakit ini harusdilakukan sesegera mungkin.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum. Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut. (Wim de Jong et al. 2005)
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen. (Smeltzer,2001)
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi diumbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetpai banyak kasus memerlukan laparatomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
(Anatomi, Apendisitis, 2007)
Kesimpulan adalah apendisitis merupakan keadaan dimana pada usus buntu atau secum
terjadi peradangan atau infeksi akibat dari adanya bakteri. Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang berbahaya.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi 2 yakni:
1. Apendisitis akut
Apendiksitis akut adalah
paling
sering
memerlukan
Jika
radangnya
lebih
mengeras,
dapat
c) Apendiksitis akut dapat disebabkan oleh trauma, misalnya pada kecelakaan atau
operasi, tetapi tanpa lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan apendiks.
2. Appendisitis kronis.
Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Apendiksitis akut jika tidak mendapat
pengobatan dan sembuh dapat menjadi apendiksitis kronis.Terdapat dua jenis
apendiksitis, yaitu :
a) Apendiksitis kronik focalis
Peradangan masih bersifat local, yaitu fibrosis jaringan sub mukosa, gejala klinis
pada umumnya tidak tampak
b) Apendiksitis kronis obliteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang apendiks pada jarigan mukosa, hingga terjadi
obliterasi (hilangnya lumen), terutama pada bagian distal dengan menghilangnya
selaput lendir pada bagian itu.
2.3 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya.sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yangdiduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasanya. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.
bawah, ke titik Mc Burney. Di titk ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatic setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adnya nyeri
didaerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan
obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bias mempermudah terjadinya
perforasi.
Gejala apendisistis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajt
celcius.
Kemungkinan apendisistis dapat diyakinkan dengan skor alvardo:
Tabel Skor Alvarado
Gejala Klinis
Skor
Nyeri lepas
1
20
TOTAL
Interpretasi:
Skor
Skor
7-10
5-6
=
=
Apendisitis
Curiga
apendisitis
akut
akut
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda ransangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan
atau nyerui timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan bernapas
dalam, betuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi
m.psoas mayor yang mengang dari dorsal.
2. Bila apendik terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala
dan ransangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltic meningkat,
pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang ulang (diare)
3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, Karen ransangannay dindingnya.
2.5 Penatalaksanaan
Medikasi
Sebelum pembedahan dilakukan, cairan intravena diberikan sebagai cadangan atau
Pembedahan
Terapi pilihan untuk apendisitis akut adalah apendektomi, yaitu pengangkatan
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus buntu
dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang terinfeksi)
atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama untuk
perforasi appendiceal
adalah
keterlambatan
dalam
diagnosis
dan
perawatan.
Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin
besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya
15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan
tanpa menunda-nunda.Komplikasi
penyumbatan
usus.
jarang
terjadi
pada
apendisitis
adalah
menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang
lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi
perut, mual dan muntah dapat terjadi.
Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati
hidungdan
kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti
adalah
sepsis,
suatu
kondisi
dimana
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1 Pengkajian
A. Pre Operasi
1. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, dan agama.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan saat ini : nyeri abdomen kuadran bawah, demam,
abdomen kaku, bising usus menurun, muntah, diare, anoreksia, takikardi,
BAK.
Pola nutrisi : mual, muntah, anoreksia, sehingga BB anak mengalami
penurunan.
Pola istirahat : akan terganggu karna sakit perut di epigastrium atau
didaerah periumbikal.
Pola aktivitas : akan terganggu karna anak mengalami latergi, peningkatan
mengalami masalah
Pola nutrisi : setelah operasi apendisitis tidak mengalami perubahan.
didalam tubuh.
Resiko cedera b/d tidak adanya motilitas usus.
Perubahan proses keluarga b/d transisi situasi.
Kriteria hasil : TTV DBN , tanda hidrasi adekuat, suhu tubuh normal (366C- 3 76C ),
intake dan output seimbang, nafsu makan meningkat, muntah berkurang/ tidak
ada.
Intervensi : 1). Kaji tanda-tanda vital, 2). Observasi terhadap kehilangan cairan akibat
muntah, 3) catat balance cairan, 4). Observasi area infus, 5). Pertahankan tetesan
cairan sesuai program dokter, 6). Kolaborasi : dalam pemberian terapi IV
3). Dx 3 yaitu resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kemungkinan pecahnya
apendiks
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda peradangan, tanda
perforasi maupun tandaperitonitis, SDP dalam batas normal, status imun yang
baik, gaya hidup yang bersih,
Intervensi : 1). Pantau tanda dan gejala infeksi, 2). Monitor TTV khususnya frekuensi
jantung, suhu serta pernapasan yang cepat dan dangkal, 3). Observasi tanda
peritonitis, 4). Cegah pemberian enema, 5). Ajarkan anak gaya hidup bersih (cuci
tangan sebelum dan sesudah makan, mencuci tangan yang benar), lindungi anak
terhadap kongaminasi silang, 6). Kolaborasi degan tim Lab dalam memantau
SDP.
B. Post Operasi
1). Dx 1 yaitu resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
organisme yang tidak efektif dalam tubuh.
Tujuan: stelah dilakukan tindakan jeperawatan diharapkan penyebaran infeksi tidak
terjadi
Kriteria hasil : tanda infeksi tidak ada, tidak ada tanda peradangan di sekitar area luka
jahitan, TTV dan hasil lab SDP dalam batas normal, proses penyembuhan luka
baik, gaya hidup yang bersih.
Intervensi : 1). Kaji TTV dan tanda-tanda infeksi, 2). Kaji keadaan luka jahitan dan
area sekitar, 3). Anjurkan kepada anak dan keluarga untuk menjaga kebersihan,
4). Lakukan perawatan luka, 5). Kolaborasi dengan tim Lab dalam pemberian
antibiotik sesuai program dokter.
Hipertermi
Peradangan pada
jaringan
Operasi
Luka incisi
Ansietas
Apendic teregang
Pintu masuk
kuman
Ujung saraf
terputus
Resiko infeksi
Stimulasi
dihantarkan
Spinal cord
Cortex cerebri
Anestesi
Kerusakan
jaringan
Pelepasan
prostagladin
Febris
Kerusakan integritas
jaringan
Spasme dinding
apendik
Nyeri
Nyeri di persepsikan
Resiko
ketidakefektifan
Tekanan intraluminal
lebih dari tekanan vena
Hipoksia jaringan
apendic
Ulcerasi
Perforasi
Penurunan peristaltik
usus
Akumulasi sekret
Reflek batul
menurun
Distensi abdomen
Depresi sistem
respirasi
Anoreksia
Ketidakefektifan bersih
jalan napas
Ketidak seimbangan
nutrisis kurang dari
kebutuhan tubuh
Mual &
Muntah
Gangguan rasa
BAB IV
Resiko kekurangan
volume cairan
4.1 Pengkajian
Identitas
Nama
: Nn. P
Umur
: 17 th
Jenis kelamin
Perempuan
Data :
Pre oprasi
: 110/70 mmHg
RR
: 16x/menit
: 82 x/menit
: 370 C
HB
: 12,4 gr/dl
Leukosit : 17.74 x
103/ul
Trombosit : 381/ul
Eritrosit : 4,60 x
6/
10 ul
MCV/VER : 78
MCH/HER : 27
MCHC/KHER : 35
RR
: 16x/menit
: 370 C
Post operasi
skala nyeri 6
konjungtiva an anemis
TD
mmHg
: 110/70
: 82 x/menit
ceftaxim 2x1 gr
Data
Problem