You are on page 1of 27

BAB I

LAPORAN KASUS
I)

II)

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.S

No. RM

: 723603

Tanggal lahir

: 17/05/1946

Usia

: 69 Tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Polman, Makassar

Pekerjaan

: IRT

Tanggal masuk

: 14/9/2015

Waktu masuk

: Pkl. 05.45 WITA

ANAMNESIS
Keluhan utama
Nyeri lutut kanan
Anamnesis terpimpin
Keluhan dirasakan sejak kurang lebih satu tahun yang lalu tetapi
memberat sejak tiga hari yang lalu. Nyeri diperberat saat naik tangga.
Sebelumnya pasien seorang yang sehat dan aktif berjalan. Setelah
mulai nyeri, pasien mengalami kesukaran berjalan dan lebih sering
berbaring untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien sudah tidak bisa lagi
melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Pasien mengeluh setiap
kali jalan lutut kanannya berbunyi. Pasien sering merasakan kaku di
lutut kanan saat baru mau bangun dari tempat tidur. Tetapi
kekakuannya sekitar kurang lebih 15 menit dirasakan. Riwayat trauma
pada lutut kanan sebelumnya disangkal. Keluhan nyeri di persendian
lain disangkal. Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada.
Nyeri ulu hati tidak ada. Mual tidak ada, muntah tidak ada. Buang air

kecil: Lancar, warna kuning, volume kesan cukup.Nyeri ketika buang


air kecil tidak ada. Buang air besar: biasa, lancar.
Riwayat berobat di RS Polmas selama 5 hari dengan keluhan yang
sama dan didiagnosis dengan osteoartritis pada disember 2014. Pasien
tidak ingat pernah minum obat apa sepanjang di rawat di RS Polmas.
Riwayat orang tua pernah sakit seperti ini ada. Riwayat hipertensi dan
diabetes disangkal. Riwayat penyakit kuning tidak ada. Riwayat sakit
jantung kronik disangkal. Riwayat demam sebelumnya disangkal.
III)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
KU
: Sakit sedang/ Obesitas III / Kompos mentis
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 162 cm
IMT
: 26,0 kg/m2
Status Gizi
: Obesitas III
Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: 120/70 mmHg
: 80 x / menit
: 18 x / menit
: 36,7C

Tipe : Torakoabdominal

Kepala :

Normocephal
Simetris muka : Kiri = Kanan
Rambut : Lurus, sukar dicabut

Deformitas : (-)

Mata :

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)/(-) Gerakan : Normal


Kelopak mata : Edema palpebra (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor, 2,5 mm/ 2,5 mm

Telinga: Tophi : (-)


Pendengaran : Normal
Sekret (-)
Nyeri tekan di prosessus mastoideus : (-)
Hidung

: Epistaksis (-)

Sekret : (-)

Mulut

:Bibir : Kering (-)


Tonsil : T1-T1, Hiperemis (-)
Gigi geligi : Caries dentis (-) Farings : Hiperemis (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Lidah : Kotor (-) hiperemi (-)

Leher

: Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran


DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : Normal
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada

: Inspeksi : Simetris kiri = kanan


Bentuk : Normochest, simetris kiri dan kanan
Tidak tampak venektasi
Mammae D/S : Normal
ICS : Simetris kiri = kanan, kesan melebar (-)
Lain-lain : (-)

Paru

: Inspeksi : Pengembangan dada simetris kanan dan kiri


Dipsneu (-), Takipneu (-), Retraksi dada (-)
Palpasi : Fremitus raba : Simetris kiri = kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan : Setinggi CV
Th. X dextra
Batas paru belakang kiri : Setinggi CV
Th. XI sinistra
Auskultasi : Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronkhi (-)/(-)
Wheezing (-)/(-)
: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak
Batas jantung atas: ICS III sinistra
Batas jantung kanan: Linea parasternalis dextra
ICS IV
Batas jantung kiri: Linea midclavicularis sinistra
ICS V
Auskultasi : BJ I/II : Murni, reguler
Bunyi tambahan : Bising (-)

Jantung

Perut

: Inspeksi : Datar, ikut gerak napas


Auskultasi : Peristaltik ada kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani (+)

Alat kelamin : Tidak diperiksa


Anus & rektum: Rectal toucher : Tidak dilakukan

IV)

Punggung

: Inspeksi : Gerak nafas simetris kiri = kanan


Kyphosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
Palpasi : Fremitus raba : Simetris kiri = kanan
Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas paru belakang kanan : Setinggi CV Th. X
dextra
Batas paru belakang kiri : Setinggi CV Th.
XI sinistra
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-)/(-) Wheezing (-)/(-)

Ekstremitas

: Gait : antalgik gait, instabilitas postural dengan


kecenderungan untuk jatuh.
Arms : udem disendi DIP dan PIP pada jari tangan kanan
dan kiri ada. Nyeri palpasi ada.
Legs : efusi ada dilutut kanan, nyeri palpasi ada, krepitasi
ada, hiperemis dilutut kanan ada, terasa hangat
bila dipalpasi di lutut kanan. Range of movement
genu kanan terbatas.
Spine : dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
TES

HASIL

NILAI
RUJUKAN

SATUAN

Hematologi Rutin
WBC

15,13x103

4.00-10.0

10^3/l

HGB

12,10

12.0-16.0

g/dl

HCT

44

37.0-48.0

PLT

234x103

150-400

10^3/l

RBC

3,59x106

1,5-4,5

10^6

SGOT

20

<38

U/L

SGPT

30

<41

U/L

GDS

120

140

mg/dl

Biokimia Hati

Elektrolit
Natrium

137

136-145

Mmol/l

Kalium

3,8

3,5-5,1

Mmol/l

Klorida

108

97-111

Mmol/l

16

10-50

Mg/dl

0,62

L(<1,3) P (,1,1)

Mg/dl

Ginjal-hipertensi
Ureum
Kreatinin

Foto genu dextra


Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia dextra, eminentia lateral os
tibia dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral dan femmapatella dextra
menyempit.
V)

ASSESSMENT
Diagnosis Kerja
Osteoarthritis genu dextra
Suspek osteoporosis
Diagnosis Banding

VI)

Artritis Kristal (gout atau pseudogout)


PLANNING
a. Pengobatan
Edukasi pasien.
Modifikasi gaya hidup dan penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak
sendi (assistive devices for ambulation): pakai tongkat pada sisi
yang sehat.
Diet rendah lemak.
IVFD ringer laktat 20 tetes/menit
Paracetamol 500 gram/8 jam/oral
Allopurinol 100 gram/24jam/oral

Recolfar 0,5 gram/12jam/oral


Meloxicam 15mg/24jam/oral
b. Rencana Pemeriksaan
Aspirasi dan analisa cairan sendi
Dual X-Ray Absorptiometry,DXA
Cek asam urat serum darah, asam urat urin 24 jam.
VII)

PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanactionam

: bonam
: dubia et bonam
: malam

VIII) CATATAN PERJALANAN PENYAKIT


Tanggal
14/09/2015

Subjektif dan Objektif


1. Osteoartritis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing
(-), sesak (-), demam (-)
O:KU : Sakit Sedang /Obesitas III/
composmentis
TTV ; TD : 120/80 mmHg
RR : 18 kali/ menit
N : 80 kali/ menit
T : 37.00C
VAS : 6
efusi (+), Hiperemis (+), ROM terbatas
Krepitasi (+)
A: Osteoarthritis genu dextra
2. Suspek osteoporosis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing (-),
sesak (-), demam (-)
O:
Hasil foto polos genu dextra:
Tidak tampak fraktur dan destruksi
tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia

Penatalaksanaan

Diet rendah lemak


IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 30mg /12jam/intravena #bi
nyeri hebat, VAS>7
Meloxicam 15mg 1tab/24jam/oral
Allopurinol 100g/24jam/iv
Recolfar 0,5g/24jam/oral
Paracetamol 500mg/8jam/oral
Plan:
Cek asam urat serum darah
Asam urat urin 24jam

Covit D3 1 tab/8jam/oral
Plan:
Melakukan DXA lutut kanan

dextra, eminentia lateral os tibia


dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral
dan femmapatella dextra menyempit.
A: Suspek osteoporosis

15/09/2015

16/09/2015

1. Osteoartritis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing
(-), sesak (-), demam (-)
O:KU : Sakit Sedang /Obesitas III/
composmentis
TTV ; TD : 130/80 mmHg
RR : 16 kali/ menit
N : 82 kali/ menit
T : 36,70C
VAS : 6
efusi (+), Hiperemis (+), ROM terbatas
Krepitasi (+)
A: Osteoarthritis genu dextra
2. Suspek osteoporosis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing (-),
sesak (-), demam (-)
O:
Hasil foto polos genu dextra:
Tidak tampak fraktur dan destruksi
tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia
dextra, eminentia lateral os tibia
dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral
dan femmapatella dextra menyempit.
A: Suspek osteoporosis
1. Osteoartritis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing
(-), sesak (-), demam (-)
O:KU : Sakit Sedang /Obesitas III/
composmentis

Diet rendah lemak


IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 30mg /12jam/intravena #bi
nyeri hebat, VAS>7
Meloxicam 15mg 1tab/24jam/oral
Allopurinol 100g/24jam/iv
Recolfar 0,5g/24jam/oral
Paracetamol 500mg/8jam/oral
Plan:
Tunggu hasil asam urat serum darah
asam urat urin 24jam

Covit D3 1 tab/8jam/oral
Plan:
Tunggu hasil DXA lutut kanan

Diet rendah lemak


IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 30mg /12jam/intravena #bi
nyeri hebat, VAS>7
Meloxicam 15mg 1tab/24jam/oral

17/09/2015

TTV ; TD : 110/70 mmHg


RR : 18 kali/ menit
N : 80 kali/ menit
T : 36,70C
VAS : 6
efusi (+), Hiperemis (+), ROM terbatas
Krepitasi (+)
Lab : asam urat serum : 4,0 mg/dl
asam urat urin 24 jam : 4,5 mg/dl
A: Osteoarthritis genu dextra
2. Suspek osteoporosis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing (-),
sesak (-), demam (-)
O:
Hasil foto polos genu dextra:
Tidak tampak fraktur dan destruksi
tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia
dextra, eminentia lateral os tibia
dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral
dan femmapatella dextra menyempit.
A: Suspek osteoporosis
1. Osteoartritis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing
(-), sesak (-), demam (-)
O:KU : Sakit Sedang /Obesitas III/
composmentis
TTV ; TD : 120/70 mmHg
RR : 18 kali/ menit
N : 80 kali/ menit
T : 36,50C
VAS : 6
efusi (+), Hiperemis (+), ROM terbatas
Krepitasi (+)
Lab : asam urat serum : 4,0 mg/dl
asam urat urin 24 jam : 4,5 mg/dl
Telah dilakukan aspirasi cairan sendi lutut
kanan, keluar cairan warna kuning, jernih
+/- 16 cc. dilanjutkan injeksi steroid di
intraartikular.

Recolfar 0,5g/24jam/oral
Paracetamol 500mg/8jam/oral
Plan:
Melakukan aspirasi cairan sendi da
analisa cairan sendi

Covit D3 1 tab/8jam/oral
Plan:
Tunggu hasil DXA lutut kanan

Diet rendah lemak


IVFD RL 20 tpm
Ketorolac 30mg/12jam/intravena #bila
nyeri hebat, VAS>7
Meloxicam 15mg 1tab/24jam/oral
Recolfar 0,5g/24jam/oral
Paracetamol 500mg/8jam/oral
Plan:
Melakukan analisa cairan sendi

18/09/2015

A: Osteoarthritis genu dextra


2. Suspek osteoporosis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing (-),
sesak (-), demam (-)
O:
Hasil foto polos genu dextra:
Tidak tampak fraktur dan destruksi
tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia
dextra, eminentia lateral os tibia
dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral
dan femmapatella dextra menyempit.
A: Suspek osteoporosis
1. Osteoartritis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing
(-), sesak (-), demam (-)
O:KU : Sakit Sedang /Obesitas III/
composmentis
TTV ; TD : 110/70 mmHg
RR : 18 kali/ menit
N : 80 kali/ menit
T : 36,70C
VAS : 6
efusi (+), Hiperemis (+), ROM terbatas
Krepitasi (+)
Lab : asam urat serum : 4,0 mg/dl
asam urat urin 24 jam : 4,5 mg/dl
A: Osteoarthritis genu dextra
2. Suspek osteoporosis
S: lutut kanan masih nyeri jika digerakkan
(+), masih belum bisa berjalan, pusing (-),
sesak (-), demam (-)
O:
Hasil foto polos genu dextra:
Tidak tampak fraktur dan destruksi
tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia
dextra, eminentia lateral os tibia
dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral

Covit D3 1 tab/8jam/oral
Tunggu hasil DXA lutut kanan

Pasien pulang karena persoalan biay


terapi pulang :
Meloxicam 15mg 1tab/24jam/oral
Recolfar 0,5g/24jam/oral
Paracetamol 500mg/8jam/oral
Covit D3 1 tab/8jam/oral
Plan :
Tunggu hasil DXA lutut kanan
Tunggu hasil analisa cairan sendi
Rawat jalan di poli rheuma

dan femmapatella dextra menyempit.


A: Suspek osteoporosis

IX)

RESUME
Pasien perempuan datang dengan keluhan utama arthralgia pada
genu dextra. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih satu tahun yang lalu
tetapi memberat sejak tiga hari yang lalu. Arthralgia genu dextra diperberat
saat naik tangga. Sebelumnya pasien seorang yang sehat dan aktif berjalan.
Setelah mulai arthralgia genu dextra, pasien mengalami kesukaran berjalan
dan lebih sering berbaring untuk mengurangi arthralgia. Pasien sudah tidak
bisa lagi melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Pasien mengeluh
setiap kali jalan genu dextranya berbunyi. Pasien sering merasakan kaku di
genu dextra saat baru mau bangun dari tempat tidur. Tetapi kekakuannya
sekitar kurang lebih 15 menit dirasakan. Riwayat trauma pada genu dextra
sebelumnya disangkal. Keluhan arthralgia di persendian lain disangkal.
febris tidak ada, tussis tidak ada, Dyspnea tidak ada. Nyeri ulu hati tidak
ada. Mual tidak ada, muntah tidak ada. Buang air kecil: Lancar, warna
kuning, volume kesan cukup.Nyeri ketika buang air kecil tidak ada. Buang
air besar: biasa, lancar.
Riwayat berobat di RS Polmas selama 5 hari dengan keluhan yang
sama dan didiagnosis sebagai osteoartritis pada disember 2014. Riwayat
orang tua pernah sakit seperti ini ada. Riwayat hipertensi dan diabetes
disangkal. Riwayat hepatitis tidak ada. Riwayat PJK disangkal. Riwayat
febris sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital yakni;
tekanan darah :120/70 mmHg
nadi :80x /menit,
pernapasan :18x / menit
suhu (axilla) :36,7 C.
Ekstremitas : Gait : antalgik gait, instabilitas postural dengan
kecenderungan untuk jatuh.
Arms : udem disendi DIP dan PIP pada jari tangan kanan
dan kiri ada. Nyeri palpasi ada.
Legs : efusi ada dilutut kanan, nyeri palpasi ada, krepitasi
ada, hiperemis dilutut kanan ada, terasa hangat
bila dipalpasi di lutut kanan. Range of movement

genu kanan terbatas.


Spine : dalam batas normal
Pada pemeriksaan penunjang;
Laboratorium :
WBC 15,13x103 , RBC 3,59x106 , HGB 12,10, PLT 234x103 , Ur/Cr
16/0,62, Na/K/Cl 137/3,8/108
Radiologi :
Foto genu dextra
Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
Osteofit pada condyles lateral os tibia dextra, eminentia lateral os
tibia dextra.
Mineralisasi tulang berkurang
Celah sendi femmotibial sisi lateral dan femmapatella dextra
menyempit.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, maka pasien ini didiagnosis sebagai
Osteoarthritis genu dextra dan Suspek osteoporosis. Diagnosa bandingnya
Artritis Kristal (gout atau pseudogout).

BAB II
PENDAHULUAN
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang ditandai dengan
kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral dan menyebabkan nyeri pada sendi.
Osteoarthritis merupakan masalah kesehatan yang sering ditemui dalam praktik
sehari-hari. Osteoartritis diketahui dialami sepertiga populasi di atas usia 65 tahun
dan merupakan satu dari lima penyebab disabilitas utama pada populasi usia lanjut
di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri kasus osteoarthritis merupakan kasus
penyakit reumatik yang paling sering ditemui. Penyakit ini bisa mengenai kedua
jenis kelamin walau lebih sering pada wanita; dan umumnya mengenai populasi
usia lanjut. Dengan bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai negara di dunia
tentu saja jumlah pasien yang menderita osteoarthritis akan makin banyak.
Osteoartritis dapat menimbulkan nyeri kronik dan menimbulkan disabilitas
serta

dapat

mempengaruhi

kualitas

hidup

pasien.

Mengingat

beban

epidemiologisnya yang besar serta nyeri kronik yang ditimbulkannya dapat

menurunkan kualitas hidup maka diperlukan perhatian terhadap penyakit reumatik


tersebut. Pengobatan osteoarthritis tidak dapat bergantung kepada pengobatan
medikamentosa semata. Pengobatan osteoarthritis juga membutuhkan edukasi dan
modifikasi gaya hidup, tatalaksana rehabilitasi medis atau bahkan pembedahan.
Diperlukan pemahaman dari tenaga kesehatan agar penatalaksanaan
osteoarthritis dapat lebih baik, menyeluruh, dan pasien mendapat pilihan terapi
yang tepat agar nyeri dan kualitas hidup pasien dapat lebih baik.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Pada sendi diartrosis terdapat suatu jaringan tulang rawan yang biasa
disebut kartilago, biasanya menutup ujung-ujung tulang penyusun sendi. Suatu
lapisan cairan yang disebut cairan synovial terletak diantara tulang-tulang tersebut
dan bertindak sebagai bahan pelumas yang mencegah ujung-ujung tulang tersebut
bergesekan dan saling mengikis satu sama lain.1 Rawan sendi merupakan jaringan
avascular dan juga tidak memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan
terhadp beban yang jatuh ke dalam sendi.

Gambar 1. Osteoartritis2

Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi, kondrosit dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi
terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Proteoglikan merupakan
molekul yang kompleks yang tersusun atas inti protein dan molekul
glikosaminoglikan.
Glikosaminoglikan yang menyusun proteoglikan terdiri dari keratin sulfat,
kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-sulfat. Bersama-sama asam hialuronat,
proteoglikan membentuk agregat yang dapat menghisap air dari sekitarnya
sehingga mengembang sedemikian rupa dan membentuk bantalan yang baik
sesuai dengan fungsi rawan sendi.
Rawan sendi merupakan jaringan yang avascular, oleh sebab itu makanan
diperoleh dengan jalan difusi. Beban yang intermiten pada rawan sendi sangat
baik bagi fungsi difusi nutrient untuk rawan sendi. Pada rawan sendi yang normal,
proses degradasi dan sintesis matriks selalu terjadi. Salah satu enzim proteolitik
yang dihasilkan oleh kondrosit dan berperan pada degradasi kolagen serta
proteoglikan adalah kelompok enzim metaloprotease.
Proteoglikan merupakan suatu makromolekul kompleks yang memiliki
protein inti, tempat melekat rantai glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan

mempunyai peranan pada hidrasi dan pengembangan jaringan terhadap suatu


tekanan. Glikosaminoglikan terdiri dari kondoitin sulfat dan keratan sulfat.
Keratan sulfat dalam serum dan cairan sendi dapat digunakan sebagai petanda
kerusakan rawan sendi.
Pada kondisi kekurangan cairan synovial lapisan kartilago yang menutup
ujung tulang akan bergesekan satu sama lain. Gesekan tersebut akan membuat
lapisan tersebut semakin tipis dan akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri.
Peningkatan degredasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan
sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu
respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi.

DEFINISI

Gambar 2. Perbedaan sendi normal sama sendi artritis 2

Osteoartritis adalah jenis arthritis yang disebabkan oleh kerusakan dan


hilangnya tulang rawan dari satu atau lebih sendi. Tulang rawan adalah substansi
protein yang berfungsi sebagai bantal antara tulang-tulang pada persendian.
Osteoartritis juga dikenal sebagai artritis degeneratif. Di antara lebih dari 100
jenis yang berbeda dari arthritis, osteoarthritis adalah yang paling umum, yang
mempengaruhi lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat. Osteoarthritis lebih
sering terjadi saat kita bertambah usia. Sebelum usia 45 tahun, osteoartritis lebih
sering terjadi pada laki-laki. Setelah 55 tahun, osteorhtritis lebih sering terjadi
pada wanita. Di Amerika Serikat, semua ras muncul sama banyak.3

Kejadian osteoartritis lebih tinggi pada populasi Jepang, sementara orang


kulit hitam Afrika Selatan, India Timur, dan Selatan Cina memiliki tingkat
kejadian yang lebih rendah. Osteoartritis umumnya mempengaruhi tangan, kaki,
tulang belakang, serta sendi yang menahan beban besar, seperti pinggul dan lutut.
Kebanyakan kasus osteoartritis tidak diketahui penyebabnya dan disebut sebagai
osteoarthritis primer. Ketika penyebab osteoartritis diketahui, kondisi ini disebut
sebagai osteoarthritis sekunder. Osteoartritis sering disingkat OA.3
EPIDEMIOLOGI
OA merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum dijumpai
secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia
dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. 4 Prevalensi OA juga terus
meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia penderita. Berdasarkan
temuan radiologis, didapati bahwa 70% dari penderita yang berumur lebih dari 65
tahun menderita OA.4 Prevalensi OA lutut pada penderita wanita berumur 75
tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada. Diperkirakan juga
bahwa satu sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat karena OA.4
Di Indonesia menurut Harry Isbagio, osteoarthritis merupakan penyakit
reumatik yang paling banyak ditemukan. Di kabupaten Malang dan Kotamadya
Malang, ditemukan prevalensi sebesar 10% dan 13,5%. Sedangkan di poloklinik
Sub bagian Rheumatologi FKUI RSCM, ditemukan pada 43,82% dari semua
penderita baru penyakit reumatik yang berobat selama kurun waktu 1991-1994. 5
WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari
populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya cenderung
langsung mengkomsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Angka ini
menempatkan Indonesia sebagai Negara yang paling tinggi menderita gangguan
sendi jika dibandingkan Negara-negar di Asia lainnya.5
ETIOLOGI
Osteoartritis dikenal sebagai artritis degeneratif, merupakan suatu kelainan
lokal dari persendian yang tidak berhubungan dengan infeksi ataupun penyakit
sistemik dan terjadi karena kondisi- kondisi mekanis yang abnormal dari

persendian. Osteoartritis merupakan salah satu jenis peradangan sendi yang paling
sering terjadi. OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder.
Klasifikasi OA berdasarkan etiologi sekunder dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:6
Kelainan
Metabolik
Artritis Kristal
(Gout, calcium
pyrophosphate
dehydrate
arthropaty/
pseudogout)
Akromegali
Okronosis

Anatomi/ Struktur

Trauma

Inflamasi

Sendi
Slipped femoral

Trauma sendi

Semua artropati

epiphysis
Epiphyseal

mayor
Fraktur pada

inflamasi
Artritis septik

dysplasias
Penyakit

sendi atau

Blounts
Penyakit LeggPerthe
Dislokasi koksa

(alkaptonuria)
kongenital
Hemokromatosi
Penyakit Wilson Panjang tungkai
tidak sama
Deformitas
valgus/varus
Sindroma
hipermobiliti

osteonekrosis
Bedah tulang
(contoh:
menisektomi)
Jejas kronik

(artropati
okupasional/
terkait
pekerjaan),
beban mekanik
kronik
(obesitas)

Table 1. Klasifikasi OA berdasarkan etiologi sekunder.6

PATOFISIOLOGI
Berdasarkan pathogenesis, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer
dan OA sekunder. OA primer disebut idiopatik karna kausanya tidak diketahui dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan local
pada sendi. OA sekunder didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang
terlalu lama.

OA merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago


dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
diketahui. Jejas kimiawi pada synovia sendi yang terjadi multifactorial antara lain
karena faktor umur, stress mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan. Defek
anatomic, obesitas, genetic, humoral dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan
kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya
molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan synovial sendi
yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri.
OA ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan
suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit
sebagai kompensasi perbaikan. OA terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degadasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Berdasarkan
beberapa penelitian, rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri
dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru.
Proses pembaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polypeptide
yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel.
Faktor ini meginduksi kondrosit untuk mensisntesis DNA dan protein
seperti Insulin-like Growth Factor,IGF-1, Growth Hormone, Transforming
Growth Factor , TGF-, dan Coloni Stimulating Factor, CSFs. Faktor
pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses perbaikan
rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitive terhadap efek
IGF-1. TGF- mempunyai efek multiple pada matriks kartilago yaitu merangsang
sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzim yang
mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi Prostaglandin E2, PGE2, dan
melawan efek inhibisi sintesis komponen kartilago adalah testosterone.
Peningkatan

degredasi

kolagen

akan

mengubah

keseimbangan

metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi
ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta
mengawali suatu respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Pada rawan
sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan

penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadi penumpukan


thrombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan
dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan iterleukin yang
selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala OA meliputi:3

Nyeri sendi yang semakin buruk setelah latihan atau meletakkan beban di

atasnya, dan hilang dengan istirahat


Seiring waktu, nyeri hadir bahkan ketika sedang istirahat
Krepitasi dari sendi dengan gerakan
Sendi mengalami pembengkakan
Gerakan terbatas
Kelemahan otot sekitar sendi yang mengalami artritis

DIAGNOSTIK
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan
hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya kita lakukan pemeriksaan
reumatologi ringkas berdasarkan prinsip pemeriksaan GALS (Gait, arms, legs,
spine).6 Penegakan diagnosis OA berdasarkan gejala klinis.
Pemeriksaan penunjang saat ini terutama dilakukan untuk meonitoring
penyakit dan untuk menyingkirkan kemungkinan arthritis karena sebab lainnya.
Pemeriksaan radiologi dapat menentukan adanya OA, namun tidak berhubungan
langsung dengan gejala klinis yang muncul. Gejala OA umumnya dimulai saat
usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di pagi hari atau kaku sendi
setelah istirahat. Sendi dapat mengalami pembengkakan tulang, dan krepitus saat
digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Peradangan umumnya tidak
ditemukan atau sangat ringan. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama
sendi lutut, jari-jari kaki, jari-jari tangan, tulang punggung dan panggul.
(i)

Anamnesis.6

Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)


Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila
disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang

minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)


Tidak disertai gejala sistemik
Nyeri sendi saat beraktivitas
Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I),
Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi
kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal,
lumbal, dan hip.

Faktor resiko
Faktor resiko OA secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor Intrinsik
Faktor Ekstrinsik
Usia (jarang pada usia <40 tahun, Obesitas
Abnormalitas metabolik (predisposisi
sering pada usia >70 tahun)
Jenis kelamin (perempuan lebih

penyakit jantung coroner, diabetes

sering terkena OA lutut, sementara


laki-laki

sering

terkena

panggul)
RAS
Gangguan pertumbuhan
Herediter

mellitus, hipertensi)

OA Jejas yang timbul di sendi (fraktur,


nekrosis avascular, robekan ligament,
kerusakan fibrokartilago)
Faktor pekerjaan, aktivitas fisik dan
olahraga yang sering dilakukan

Table 2. Faktor resiko OA.7

(ii)

Pemeriksaan fisik
Tentukan BMI
Perhatikan gaya berjalan/pincang?
Adakah kelemahan/atrofi otot
Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
Lingkup gerak sendi (ROM)
Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
Krepitus
Deformitas/bentuk sendi berubah
Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
Nyeri tekan pada sendi dan periartikular

Penonjolan tulang (Nodul Bouchards dan Heberdens)


Pembengkakan jaringan lunak
Instabilitas sendi
(iii)
Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA.
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan
monitor terapi. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi
diagnosis atau untuk merujuk ke ortopaedi.
Kriteria diagnosis Osteoartritis berdasarkan kriteria American College of
Rheumatology (ACR)
Kriteria diagnosis OA lutut ICD-10 kode: M17
Berdasarkan kriteria
Berdasarkan kriteria
Berdasarkan kriteria
klinis:

klinis dan radiologis:

klinis dan laboratoris:

Nyeri sendi lutut dan

Nyeri sendi lutut

Nyeri sendi lutut dan

paling sedikit 3 dari 6

dan

paling sedikit 5 dari 9

kriteria di bawah ini:

adanya psteofit

kriteria berikut ini:

1. krepitus saat gerakan

dan

1. Usia >50 tahun

aktif

paling sedikit 1 dari 3

2. kaku sendi <30 menit

2. kaku sendi < 30 menit

kriteria di bawah ini:

3. Krepitus pada gerakan

3. umur > 50 tahun

1. kaku sendi <30 menit

aktif

4. pembesaran tulang

2. umur > 50 tahun

4. Nyeri tekan tepi

sendi lutut

3. krepitus pada gerakan

tulang

5. nyeri tekan tepi tulang sendi aktif

5. Pembesaran tulang

6. tidak teraba hangat

6. Tidak teraba hangat

pada sinovium sendi

pada sinovium sendi

lutut.

terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. Analisis cairan
sinovium sesuai OA

Sensitivitas 95% dan

Sensitivitas 91% dan

Sensitivitas 92% dan

spesifisitas 69%.

spesifisitas 86%.

spesifisitas 75%.

Table 3.Klasifikasi diagnosis OA lutut8

Kriteria Diagnosis OA Tangan ICD-10 Kode: M18


Berdasarkan Klinis:
Nyeri, ngilu atau kaku pada tangan
dan
paling sedikit 3 dari 4 kriteria di bawah ini:
1. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi-sendi tangan di bawah
ini:
- Sendi distal interfalang ke-2 dan ke-3
- Sendi proksimal interfalang ke-2 dan ke-3
- dan sendi pertama karpometakarpofalang kedua tangan
2. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal interfalang
3. Kurang dari 3 pembengkakan sendi metakarpofalang
4. Deformitas sedikitnya pada 1 dari 10 sendi-sendi tangan pada kriteria 2 di
atas.
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 98%.
Table 4.Klasifikasi diagnosis OA tangan8

Kriteria Diagnosis OA Panggul ICD-10 kode: M16


Berdasarkan kriteria klinis dan
Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris
laboratoris:
dan radiologis:
Nyeri pada sendi panggul/koksa
Nyeri pada sendi panggul/koksa
dan
dan
paling sedikit salah 1 dari 2 kelompok paling sedikit 2 dari 3 kriteria di
kriteria di bawah ini:
bawah ini:
1. Rotasi internal sendi panggul < 15 1. LED < 20 mm pada jam pertama
disertai LED 45 mm/jam atau
2. Osteofit pada femoral dan atau
fleksi sendi panggul 115 (jika LED asetabular pada gambaran radiologis
sulit dilakukan)
3. Penyempitan celah sendi secara
2. Rotasi internal sendi panggul 15 radiologis (superior, axial dan atau
disertai nyeri yang terkait pergerakan
medial)
rotasi internal
sendi panggul, kekakuan sendi
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.
panggul pagi hari 60 menit, dan usia
> 50 tahun
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.
Table 5.Klasifikasi diagnosis OA panggul8

Diagram alur pendekatan diagnosis Osteoartritis

Diagram 1, alur pendekatan diagnosis Osteoartritis6


DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding yang menyerupai penyakit OA;9

Inflammatory arthropaties
Artritis Kristal (gout atau pseudogout)
Bursitis (a.r. trochanteric, Pes anserine)
Sindroma nyeri pada soft tissue
Nyeri penjalaran dari organ lain (referred pain)
Penyakit lain dengan manifestasi artropati (penyakit neurologi, metabolik
dll.)

KOMPLIKASI
Komplikasi dari suatu OA sekiranya tidak ditanggapi bisa berupa;9

Osteonekrosis spontan sendi lutut


Bursitis
Artropati mikrokristal sendi lutut dan tangan

PENATALAKSANAAN
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan
oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi
dan pasiennya secara keseluruhan, agar penatalaksanaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin. Tujuan
dari pengobatan;3

Mengurangi/mengendalikan nyeri
Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan

kepada orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup


Menghambat progresivitas penyakit
Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan OA pada rekomendasi ini dibatasi pada OA primer non


bedah berdasarkan klasifikasi OA secara menyeluruh, yang ditujukan tidak saja
untuk OA lutut, namun juga untuk OA panggul dan OA Vertebra. Rekomendasi ini
meliputi

terapi

nonfarmakologi

dan

farmakologi.

Penatalaksanaan

dimodifikasi berdasarkan guideline ACR: update tahun 2000.6

OA

(i)

Tahap pertama (nonfarmakologi)


a. Edukasi pasien.
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs):
modifikasi gaya hidup.
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive
devices for ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik seharihari.
Tahap kedua(farmakologi)
Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan

(ii)

salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian
obat tersebut:
Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki
risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit
komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau
antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Misoprostol atau proton pump inhibitor, penderita yang memiliki
faktor risiko kejadian perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas
atau dengan adanya ulkus saluran pencernaan.
Cyclooxygenase-2 inhibitor.
Pendekatan terapi alternative (Bila dengan terapi awal tidak memberikan
respon yang adekuat)

a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat
diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya
dalam pengendalian nyeri OA dengan gejala klinis sedang hingga berat
dibatasi adanya efek samping yang harus diwaspadai, seperti: mual
(30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen (18%), dan
muntah (13%).
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan atau kortikosteroid
jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.
Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan osteoartritis. Pada dasarnya ada 2 indikasi
suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan
viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan
penyakit.
a.kortikosteroid
b.viskosuplemen: hyaluronan
(iii)
Tahap ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi:
bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan
teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan
kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah
Sakit)
PROGNOSIS
Ad Functionam

:Dubia et malam. Gerakan penderita mungkin menjadi


sangat terbatas. Pengobatan umumnya meningkatkan
fungsi.3

Ad Sanationam

:Malam. Osteoartritis merupakan salah satu jenis


peradangan sendi yang paling sering terjadi dan menjadi
penyebab kecacatan terutama pada usia lanjut.4

Ad vitam

:Bonam.
BAB IV

KESIMPULAN
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang ditandai dengan
kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral dan menyebabkan nyeri pada sendi.
Osteoarthritis merupakan masalah kesehatan yang sering ditemui dalam praktik
sehari-hari. Osteoartritis diketahui dialami sepertiga populasi di atas usia 65 tahun
dan merupakan satu dari lima penyebab disabilitas utama pada populasi usia lanjut
di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri kasus osteoarthritis merupakan kasus
penyakit reumatik yang paling sering ditemui. Penyakit ini bisa mengenai kedua
jenis kelamin walau lebih sering pada wanita; dan umumnya mengenai populasi
usia lanjut. Dengan bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai negara di dunia
tentu saja jumlah pasien yang menderita osteoarthritis akan makin banyak.
Osteoartritis dapat menimbulkan nyeri kronik dan menimbulkan disabilitas
serta

dapat

mempengaruhi

kualitas

hidup

pasien.

Mengingat

beban

epidemiologisnya yang besar serta nyeri kronik yang ditimbulkannya dapat


menurunkan kualitas hidup maka diperlukan perhatian terhadap penyakit reumatik
tersebut. Pengobatan osteoarthritis tidak dapat bergantung kepada pengobatan
medikamentosa semata. Pengobatan osteoarthritis juga membutuhkan edukasi dan
modifikasi gaya hidup, tatalaksana rehabilitasi medis atau bahkan pembedahan

DAFTAR PUSTAKA
1. Kalyani Premkumar, 2004. The Massage Connection, anatomy and physiology.
Philadelphia. Lippincott Williams & wilkins
2. A.D.A.M Images. Available at http://www.adamimages.com/
3. Inawati, 2012, Osteoartritis, Departemen Patologi Anatomi, Dosen Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
4. Suhendriyo, 2014, Pengaruh Senam Rematik Terhadap Pengurangan Rasa
Nyeri Pada Penderita Osteoartritis Lutut di Karangasem Surakarta, Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 3, No 1, hlm 1-6

5. Rabea Pangerti yekti, D.Mutiatikum, 2009, Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Penyakit Sendi Berdasarkan RISKESDAS di Indonesia 2007-2008.
Bul. Penelit. Kesehar. Supplement 2009: 32-39
6. Prof. DR. Dr. IdrusAlwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC,
FACP,2014, Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoartritis.PB PAPDI
7. Rachman Laksmi Ambardini, 2011, Peran Latihan Fisik Dalam Manejemen
Terpadu Osteoartritis.
8. Management Of Osteoarthritis (Second Edition). Quick Reference For
Healthcare Providers. Health Technology Assessment Section Medical
Development Division Ministry of Health Malaysia
9. Chris.T, Frans.L, Sonia.H, Eka .AP.2014. Kapita selekta kedokteran (edisi
keempat). Media Aesculapius
10. Aru W.S. Bambang. S. Idrus. A. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV. Pusat Penerbitan Department Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

You might also like