You are on page 1of 5

TEORI DASAR

Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini
termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obatobat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan jaringan
tubuh (Tjay, 2002)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan
diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan
secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa senyawa antelmintik yang lama,
sudah tergeser oleh obat baru seperti Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole,
Tiabendazole,dan sebagainya Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan.
(Tjay, 2002)

Contoh zat aktif antelmintik yang lazim digunakan, diantaranya:


1. Piperazin
Efektif

terhadap

A.lumbricoides

dan

E.vermicularis.

Mekanisme

kerjanya

menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan cacing mudah
dikeluarkan oleh peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi melalui urine.
(Tjay, 2002)
Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949).
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A. lumbricoides dan
E. vermicularis sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai. Piperazin juga terdapat
sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga didapat sebagai garam sitrat, kalsium
edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang
sangat larut dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam.
(Tjay, 2002)

Efek antelmintik

Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga terjadi
paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Cacing biasanya keluar 1-3 hari
setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing
yang telah terkena obat dapat menjadi normal kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal
pada suhu 37C
Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel
terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis. Pada suatu studi
yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin ternyata dalam urin dan
lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni N-monistrosopiperazine dan arti
klinis dari penemuan ini belum diketahui. (Tjay, 2002)

Farmakokinetik
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagian obat yang diserap mengalami
metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut, Rogers (1958) tidak ada perbedaan
yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam kecepatan ekskresinya melalui urin.
Tetapi ditemukan variasi yang besar pada kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi
lewat urin sebanyak 20% dan dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini
berlangsung selama 24 jam. (Tjay, 2002)

Sediaan dan posologi


Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml, sedangkan
piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g
sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2
hari berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65
mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah
1-2 minggu(Tjay, 2002)

2. Pirantel Pamoat
Untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme kerjanya
menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi imfuls, menghambat
enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,
<15% lewat urine
Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi
tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan
impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh
oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja.
Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati. Di samping itu pirantel pamoat juga
berkhasiat laksans lemah. . Resorpsinya dari usus ringan kira kira 50% diekskresikan dalam
keadaan utuh bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek
sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran cerna dan kadang
sakit kepala. (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis terhadap cacing kremi dan cacing gelang
sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak 2 tablet sesuai usia (10mg/kg)
Dosis tunggal pirantel pamoat 10mg/kg Bb
(Tjay, 2002)

Cacing yang digunakan, yaitu:


cacing babi ( Taenia saginata )
klasifikas
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia saginata
Taenia saginata
disebut juga cestoda usus Habitat cacing ini dalam tubuh manusia terletak pada usus halus
bagian atas. Cacing dewasa dapat hidup di dalam usus manusia sampai 10 tahun lamanya

Morfologi cacing dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan panjangnya dapat mencapai 4-25
meter, walaupun kebanyakan 5 meter atau kurang. Mereka dapat hidup 5 sampai dengan 20
tahun, bahkan lebih ( Pelczar, Michael, J., dan E.C.S.)
Sklus hidup
pada manusia sebagai inang utama dan babi sebagai inang perantara. Hal ini ditularkan ke
babi melalui feses manusia atau pakan ternak yang terkontaminasi, dan untuk manusia
melalui daging babi mentah atau setengah matang. Babi menelan telur berembrio, morula,
yang berkembang menjadi larva, yang oncospheres, dan akhirnya menjadi larva infektif,
sistiserki. Sebuah sistiserkus tumbuh menjadi cacing dewasa di usus kecil manusia. Infeksi
umumnya tidak berbahaya dan tanpa gejala. Namun, infeksi tidak disengaja pada manusia
oleh tahap larva menyebabkan

sistiserkosis. Bentuk yang

paling parah adalah

neurosistiserkosis, yang mempengaruhi otak dan merupakan penyebab utama epilepsi


(Jawetz et. al. 1996)
Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu:

Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh
(proglotid) cacing pita.

Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus)

Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita

(Jawetz et. al. 1996)

Daftar pustaka
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta
Jawetz et. al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC:Jakarta.
Pelczar, Michael, J., dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi I. UI Press, Jakarta.

You might also like