Professional Documents
Culture Documents
Bukan itu saja, parameter keragaman biota sungai pun terjadi pergeseran akibat
pencemaran air lindi. Ada beberapa jenis makroinvertebrata bentik (jenis biota
sungai) yang terdapat melimpah pada daerah sebelah hulu masukan air lindi,
namun berkurang pada daerah sebelah hilir masukan air lindi TPA tersebut, begitu
juga sebaliknya. Tren kepadatan masing-masing spesies makroinvertebrata bentik
ini pada daerah sebelah hulu dan hilir dari masukan air lindi di Sungai Kreo
diperkuat dengan analisis statistik yang menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan
tersebut relatif signifikan.
Pengurangan jumlah akibat adanya masukan air lindi dialami oleh spesies
Hydropsyche sp. (Insecta: Trichoptera), Liebebiella deigma, dan Baetis sp.
(Insecta: Ephemeroptera). Spesies-spesies ini umumnya tidak toleran terhadap
adanya pencemaran senyawa organik maupun anorganik. Hal tersebut berbeda
dengan spesies Paragyractis sp. (Insecta: Lepidoptera) dan Chironomidae (Insecta:
Diptera), yang cenderung toleran terhadap adanya beban pencemar. Materi
pencemar berdampak seperti racun bagi spesies yang tidak toleran. Sebaliknya,
spesies yang toleran menggunakan materi pencemar sebagai nutrisi bagi
kelangsungan metabolisme di dalam tubuhnya. Berkurang maupun melimpahnya
spesies-spesies ini di habitatnya tergantung pada seberapa besar tingkat toleransi
terhadap pencemaran, karena setiap jenis makroinvertebrata bentik mempunyai
tingkat toleransi yang berbeda dengan yang lainnya.
Perencanaan/Penentuan Lokasi TPA
Berkaca dari pemaparan fakta-fakta di atas, penulis ingin berbagi masukan dengan
stakeholder khususnya pemerintah daerah-daerah yang ada di provinsi tercinta ini.
Keseluruhan proses pengelolaan sampah janganlah dilakukan secara asal-asalan.
Pengelolaan sampah secara baik dan teratur saja belum tentu tidak memberikan
masukan pencemar ke lingkungan, apalagi pengelolaan yang dilakukan dengan
serampangan. Penimbunan sampah yang efisien dan efektif berhubungan erat
dengan pembuangan sampah padat yang terkontrol pada atau di dalam lapisan
bawah dari kulit bumi. Aspek penting yang termasuk dalam pelaksanaan
penimbunan sampah yaitu: pemilihan lokasi, metoda dan pengoperasian
penimbunan sampah, terjadinya gas dan air lindi, dan pergerakan dan
pengontrolan gas dan air lindi di tempat penimbunan sampah.
Pemilihan Lokasi
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi penentuan
tempat pembuangan sampah padat yaitu: ketersediaan lahan, jarak pengangkutan
sampah, kondisi tanah dan topografi, hidrologi air permukaan, kondisi geologis
dan hidrogeologis, kondisi klimatologi (iklim), kondisi lingkungan lokal, dan
praktek pasca-penggunaan tempat. Salah satu syarat dari faktor ketersediaan lahan
yaitu lahan tersebut harus mempunyai masa pakai minimal 1 tahun. Jarak
pengangkutan sampah juga penting karena mempunyai dampak signifikan pada
biaya pengoperasian. Berdasarkan topografi dan kondisi tanah, materi tanah
penutup harus tersedia di dekat lahan tersebut. Dampak pengaliran air juga
merupakan aspek penting dalam hidrologi air permukaan. Seperti kasus yang
dibicarakan di atas, jangan sampai aliran air dari tempat penimbunan sampah ini
bermuara pada infrastruktur daerah yang penting, seperti perusahaan air minum
daerah (PAM) misalnya.
Faktor yang penting juga dalam pembukaan lahan penimbunan sampah yaitu
kondisi geologi dan hidrogeologi lahan tersebut, terutama menyangkut persiapan
penggunaan lahan. Hal yang tidak kalah penting yaitu kondisi klimatologi (iklim).
Lahan penimbunan sampah ini harus dibekali dengan perlengkapan tertentu agar
supaya operasi penimbunan sampah dapat dilakukan dalam musim hujan
sekalipun. Kebanyakan pengoperasian TPA tidak memperhatikan faktor ini.
Akibatnya lahan penimbunan sampah tidak dapat dioperasikan secara maksimal,
bahkan timbunan sampah dapat menyebabkan bencana. Sebut saja bencana
longsor yang terjadi di TPA Leuwigajah, Bandung, pada awal 2005, yang
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Bencana ini santer dipublikasikan oleh
media elektronik maupun media cetak pada waktu itu, karena longsoran sampah
menimbun beberapa tempat peristirahatan dari pemulung-pemulung yang mencari
nafkah di areal TPA tersebut.
Faktor yang terkadang menimbulkan dilema dalam penentuan tempat
penimbunan sampah yaitu kondisi lingkungan lokal. Faktor ini bersinggungan
secara langsung dengan segi sosial masyarakat, karena di dalamnya terkandung
aspek estetika dari tempat penimbunan sampah. Tidak jarang adanya penolakan
dari masyarakat di dalam penentuan tempat penimbunan sampah. Sebut saja
contohnya, penolakan masyarakat sekitar terhadap penentuan lokasi TPA yang
direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, yang pernah dimuat di
koran ini beberapa waktu yang lalu. Stigma dari sampah yang pada umumnya
mengeluarkan bau yang tidak sedap, debu, bahkan vektor penyakit, belum lagi
kebisingan yang ditimbulkan seperti tidak pernah hilang dari ingatan masyarakat.
Faktor terakhir yang juga perlu untuk diperhatikan, yaitu faktor pasca-penggunaan
dengan berprinsip pada slogan NIMBY not in my back yard. Apapun itu,
permasalahan mengenai persampahan yang sangat kompleks ini perlu dicari
solusinya, bukan ditangguhkan atau dikesampingkan.