Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Korupsi pada dasarnya merupakan permasalahan umum yang hampir terjadi di seluruh
Negara. Korupsi berpengaruh pada empat elemen: politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di
bidang politik, korupsi merupakan halangan yang mendasar dari suatu demokrasi dan supremasi
hukum. Dalam sebuah sistem demokratik, perkantoran dan institusi kehilangan legitimasi mereka
pada saat mereka disalah gunakan untuk kepentingan pribadi. Walaupun hal ini adalah amat
berbahaya dalam sebuah alam demokrasi yang telah terbina, namun hal ini lebih berbahaya di
alam demokrasi yang baru muncul. Kepemimpinan politik yang akuntabel tidak akan pernah bisa
berkembang dalam sebuah iklim korupsi. Secara ekonomis, korupsi berujung pada penipisan
kekayaan negara. Korupsi adalah suatu tindakan yang amat merusak masyarakat. Jadi memang
bisa dikatakan bahwa korupsi membawa pengaruh yang amat besar pada kehidupan manusia
dalam berbagai cara.
Permasalahan korupsi tersebut pada dasarnya juga terjadi di benua Asia. Pertumbuhan
ekonomi yang cepat di berbagai negara di Asia Tenggara dan Asia Timur melibatkan pengaruh
pemerintah yang amat besar. Namun negara-negara di Asia Pasifik menderita karena korupsi,
dan di beberapa kasus bersifat endemis. Pada waktu yang bersamaan, terdapat beberapa contoh
menyangkut transparansi dan akuntabilitas di wilayah tersebut. Dengan bekerja sama secara
efektif, baik di tingkat pemerintah maupun tingkat non-pemerintah, para stakeholder dapat
berbagi praktek-praktek terbaik dalam rangka mengurangi tindak korupsi.
1
Ulul Albab,Op cit ,hlm. X
BAB II
PEMBAHASAN
Politik memiliki banyak definisi, diantaranya adalah menurut Austin Ranney, yang
mendefinisikan Politik sebagai proses pembuatan kebijakan pemerintahan (public policy), lalu
Ramlan Surbakti mendefinisikan politik sebagai proses interaksi antara pemerintah dan
masyarakat untuk kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Proses dalam sistem Politik mencakup serangkaian tindakan pengambilan keputusan baik oleh
lembaga Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif dalam rangka memenuhi atau menolak aspirasi
masyarakat. Sistem politik merupakan kesatuan antara struktur dan fungsi-fungsi Politik.
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk
satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok
individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara..
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya. Model sistem politik indonesia, sebagaimana yang tersirat dalam Undang- Undang
Dasar 1945 dan Pancasila, adalah Demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, permusyawaratan
dan keadilan sosial. Model sistem politik yang demikian bukan adopsi, adaptasi maupun kooptasi
dari model sistem politik di negara manapun. Sebaliknya, nilai-nilai tersebut diatas merupakan
representasi dari keanekaragaman masyarakat indonesia yang pluralistik.
Indonesia merupakan negara dengan pemerintahan berbentuk Republik, dan Negara yang
berbentuk kesatuan berdasarkan UUD 1945. Didalam sistem pemerintahannya Indonesia
memiliki tiga lembaga, yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif, atau biasa disebut trias
politica. Di Indonesia, lembaga Legislatifnya adalah DPR dan DPD (bikameral), lembaga
Eksekutifnya dipimpin oleh seorang Presiden, sedangkan lembaga Yudikatifnya adalah
Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Berdasarkan
penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensial. Tapi dalam praktiknya banyak
elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan
Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.
Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica) murni
sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan
(distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi tersebut, karena Undang-Undang
Dasar 1945 :
a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu
organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan
dilakukan oleh 3 organ saja
c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada lembaga-
lembaga negara lainnya.
Korea telah mengembangkan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi, yang menyajikan
suatu pandangan menuju kemungkinan landasan teoritis alternatif bagi politik demokratis. Dalam
demokrasi politik ini, menyebabkan adanya pembagian dalam pemerintahan. Pemerintahan Pusat
dan DPR Nasional Korea menjalankan pemerintahan Negara Republik Korea di DKI Seoul dan
di Kotamadya Kwochon. Sedangkan jawatan di pusatkan di daerah tingkat I, yaitu DKI, DI dan
Provinsi. Hubungan antara daerah dan pusat tadinya bersifat unilateral, akan tetapi dengan
adanya UU Otonomi Daerah berubah menjadi bilateral untuk mendorong demokratisasi dan
efisiensi pemerintahan daerah, menjamin pembangunan daerah yang seimbang dan memperkuat
dasar-dasar demokrasi politik.
Sistem politik Korea Selatan didasarkan pada suatu bentuk pemerintahan Republik
dengan Presiden sebagai Kepala Negara dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.
Presiden dipilih oleh masyarakat untuk masa jabatan lima tahun. Sedangkan Perdana Menteri
sebagai Kepala Pemerintahan ditunjuk oleh Presiden dengan persetujuan Majelis Nasional.
Kabinet terdiri dari Dewan Negara yang ditunjuk oleh Presiden atas rekomendasi Perdana
Menteri. Majelis Nasional memiliki 299 anggota, dipilih untuk masa jabatan empat tahun, 243
anggota dalam satu kursi konstituen dan 56 anggota oleh perwakilan proporsional.
Korea Selatan membagi pemerintahannya dalam tiga bagian yaitu Legislatif, Eksekutif,
dan Yudikatif. Lembaga eksekutif dipegang oleh presiden dan dibantu oleh perdana menteri.
Lembaga legislatif dipegang oleh dewan perwakilan yang menjabat selama 4 tahun. Pelaksanaan
sidang paripurna diadakan setiap setahun sekali atau berdasarkan permintaan presiden. Sidang ini
terbuka untuk umum namun dapat berlangsung tertutup. Lembaga eksekutif dan legislatif
terutama beroperasi di tingkat nasional, walaupun berbagai departemen di cabang eksekutif juga
melaksanakan fungsi lokal. Sedangkan Pengadilan konstitusional menjadi lembaga tertinggi
pemegang kekuasaan yudikatif yang terdiri atas 9 hakim yang direkomendasikan oleh presiden
dan dewan perwakilan. Hakim akan menjabat selama enam tahun dan usianya tidak boleh
melebihi 65 tahun pada saat terpilih. Lembaga yudikatif beroperasi pada tingkat nasional dan
lokal.
Presiden Presiden
Perdana Menteri
DPD
Yudikatif MA MA
MK MK
KY
Dari beberapa point tersebut ada satu point penting yang mempunyai peran penting dalam
pemberantasan korupsi,yaitu Direct Strategies against Corruption. Point tersebut menekankan
perlu adanya pembuatan suatu komisi independen dalam rangka melakukan pemberantasan
korupsi. Perwujudan point tersebut adalah didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang didirikan berdasarkan UU No 30 Tahun 2002. Upaya lainnya adalah pembuatan Komisi
Ombusdman Nasional.
2
Skor dihitung dari skala 1-5 (1:tidak korup sama sekali 5:sangat korup)
Adapun Fungsi KPK adalah sebagai berikut :
Ombudsman Republik Indonesia terdiri atas 9 anggota (termasuk 1 ketua dan 1 wakil
ketua), yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh
Presiden. Pada saat pertama kali dibentuk sebagai Komisi Ombudsman Nasional, anggotanya
dipilih dan ditetapkan langsung oleh presiden, yang terdiri dari satu orang Ketua, satu orang
Wakil Ketua dan enam orang Anggota. Namun dalam perkembangannya beberapa anggota
ditempatkan pada tugas lain dan/atau mengundurkan diri. Sehingga pada masa akhir sebelum
berubah nama menjadi Ombudsman Republik Indonesia.
Korupsi di korea selatan dimulai pada masa awal 1950 an, namun permasalahan tersebut
ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah sehingga hal tersebut mengakibatkan korupsi di Korea
Selatan dapat dicegah. Keberhasilan tersebut akhirnya membuat korea dapa dikatakan sebagai
developmental state with a competent and uncorrupt bureaucracy3. Namun pada tahun
1997,pada saat krisis ekonomi melanda di Asia, Korupsi di Korea Selatan mulai
mewabah,bahkan hal tersebut pada perkembangganya menjadi semakin kronis. Meningkatnya
korupsi di Korea Selatan akhirnya membuat citra birokrasi di Korea Selatan memburuk, menurut
IMF timbulnya korupsi di birokrasi Korea Selatan tersebut pada dasarnya disebabkan adanya
Crony Capitalism. Permasalahan lainnya juga yang menyebabkan timbulnya korupsi di Korea
Selatan adalah adanya budaya Confucianism. Dengan adanya budaya tersebut telah
menyebabkan adanya suatu jarak antar penguasa dengan yang diperintah, sehingga cenderung
tidak adanya transparansi,akibat tidak adanya jarak tersebut. Aktor Korupsi di Korea selatan
menurut Transparansi International dalam survey Global corruption barometer,aktor korupsi di
Korea Selatan paling banyak dilakukan oleh Partai politik dengan skor 4,34.
Tingginya tingkat korupsi tersebut tentunya membuat pemerintah Korea Selatan harus
melakukan pemberantasan korupsi yang tepat. Dalam rangka upaya memberantas korupsi,
pemerintah Korea Selatan pada era presiden Kim Dae Jung membuat suatu komisi independen
yang berguna untuk melakukan pemberantasan korupsi. Yaitu dengan mendirikan Korea
Independent Commission Against Corruption (KICAC). Komisi tersebut didirkan dengan dasar
UU Anti Korupsi Korea yang disahkan pada tahun 2001.
Dari berbagai penjelasan tersebut ada satu point penting yaiu point tentang melindungi
saksi. Point tersebut merupakan salah satu program unggulan KICAC. Point tersebut
menekankan bahwa saksi akan dilindungi dan diberikan kompensasi sekitar 2 juta won. KICAC
dalam perjalanannya pada tahun 2008,digabung dengan Ombudsman Nasional Korea,
penggabungan tersebut tidak memberikan perubahan fungsi dari KICAC itu
sendiri,penggabungan KICAC dengan Ombudsman Nasional Korea ditujukan dalam rangka
melakukan Integrasi untuk mewujudkan pemberantasan korupsi yang terpadu.
Anti-Corruption & Civil Rights Commission (ACRC) merupakan lembaga yang didirikan
pada 29 Febuari 2008. Dasar berdirinya adalah UU No. 8878 tentang pendirian ACRC.
Lembaga tersebut merupakan gabungan dari 3 lembaga negara yaitu gabungan dari KICAC,
Ombudsman Nasional Korea,dan Administrative Appeals Commission, gabungan ke tiga
lembaga tersebut diharapkan mampu memberikan suatu sistem pemberantasan korupsi yang
lebih baik. Dalam hal lainnya penggabungan ke tiga lembaga tersebut berusaha meminimalisir
konflik kepentingan yang ada antar lembaga.
2. Membentuk Birokrasi yang bersih dan bebas korupsi dengan menciptakan peraturan
yang bertujuan preventif
KPK KICAC
Struktur Susunan KPK terdiri atas Ketua KPK dan Susunan KICAC terdiri dari 9
Organisasi 4 (empat) orang Wakil Ketua Komisi anggota termasuk 1 ketua dan
Pemberantasan Korupsi (Pasal 26) 2 anggota independen (Pasal
12)
Pasal 11
Tabel Perbandingan Ombudsman Indonesia dengan ACRC
BAB III
KESIMPULAN
1. Permasalahan Korupsi Di Indonesia dan Korea Selatan pada umumnya hampir sama,yaitu
adanya budaya patrionalisme yang mengakar didalam birokrasi mengakibatkan timbulnya
budaya korupsi. Budaya patrionalisme di Indonesia dapat dilihat dari budaya orang jawa yang
mendefinisikan kekuasaan sebagai sesuatu yang cenderung homogen. Sedangkan budaya
patrionalisme di Korea Selatan dapat dilihat dari adanya Confucianism di dalam birokrat.
2. Upaya pemberantasan Korupsi di Indonesia dan Korea Selatan menggunakan metode yang
sama, kesamaan tersebut dilihat dari adanya suatu komisi Independen yang bertujuan untuk
memberantas Korupsi
3. Pendekatan yang dilakukan oleh Indonesia dan Korea Selatan berbeda, Korea Selatan
menekanakn pada pendekatan Halus yaitu preventif,sedangkan pendekatan yang dilakukan
oleh Indonesia bersifat Keras atau disebut juga dengan penindakan
4. Aktor korupsi di Korea Selatan dan Indonesia Kurang lebih sama yaitu legislatif dan Partai
Politik
Daftar Pustaka
Arifianto, Alexander. 2006. Corruption in Indonesia: Causes History, Impacts, and Posiible
Cures
Bahrin. 2004. Dampak Korupsi Terhadap Negara dan Penanggulangannya.Bogor: IPB
Davisen, Soren, Vishnu, Juwono, dan David G. Timberman. 2006. Curbing Corruption in
Indonesia 2004-2006. CSIP and USINDO
Hamzah, Adit. 1985 Korupsi: Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan. Jakarta: Akademika
Presindo
Hamilton-Hart, Natasha. 2001. 67-63. Anti-Corruption Strategies in Indonesia dalam Buletin Of
Indonesia Economic Study, Vol.37, No.1 (hlm: 65-82) Indonesia: Project ANU
Robertson-Snape, Fiona. 1999. Corruption, Collusion and nepotism in Indonesia, dalam Thirld
Wolrld Quaterly,Vol.20,No.3
Ulul Albab. 2009. A to Z korupsi. Surabaya:Jaring Pena
UU RI No 32 Tahun 2002 Tentang pembentukan KPK