Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan
orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca
indra.
Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya kemampuan
menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa terganggu dalam
interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan berhubungan sosial, komunikasi
susah, dan kadang-kadang membahayakan diri klien, orang lain maupun lingkungan,
menunjukan bahwa klien memerlukan pendekatan asuhan keperawatan secara intensif
dan komprenhensif.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu obyek atau gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua sistem pengindraan (Ermawati, dkk, 2009).
Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobilogikal yang
maladaptive (Struat and Sundeen, 1998).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang
menibulkannya atau tidak ada obyek (Sunardi, 2005).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apa pun pada pancaindra,
dan terjadi dalam keadaan sadar/bangun (Maramis, 2009).
2.2 Jenis-Jenis Halusinasi
1.
Halusinasi penglihatan (visual, optik) merupakan halusinasi yang merupakan
stimulus pemglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometris,
2.
gambaran kartun, orang atau binatang dan atau panorama yang luas dan komplek.
Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) merupakan halusinasi yang seolah-olah
mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang
sederhana sampai suara orang berbicara menganai klien, klien mendengar orang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan meminta klien
3.
4.
feses.
Halusinasi pengecap (gustatorik) merupakan halusinasi seolah-olah rasa
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dari tidurnya.
Halusinasi histerik merupakan halusinasi yang timbul pada neurosis histerik
karena konflik emosional.
Akibat
stress
berkepanjangan
menyebabkan
teraktivasinya
2. Faktor Presipitasi
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, tidak dapat membedakan keadaan nyata atau tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati
atau stimulus yang tidak tampak
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
5) Menutup telinga
6) Mulut komat-kamit, ada gerakan tangan
3. Halusinasi penciuman
1) Hidung dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh.
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
5) Tipe halusinasi ini sering menyertai klien demensia, kejang atau penyakit
serebro vaskuler.
4. Halusinasi perabaan
1) Klien mengatakan ada sesuatu yang menggeranyangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil, makhluk kecil.
2) Merasakan sesuatu di permukaan kulit, merasakan sangat panas atau
dingin,merasakan tersengat aliran listrik.
3) Menggaruk-garuk, mengusap, meraba-raba permukaan kulit.
4) Terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan
5. Halusinasi pengecapan
1) Meludahkan makanan atau minuman
2) Menolak untuk makan, minum, atau minum obat
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
6. Halusinasi kinestetik
1) Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya tidak
adanya denyutan di otak atau sensasi pembentukan urine dalam tubuhnya,
perasaan tubuhnya melayang di atas bumi
2) Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang
aneh tentang tubuhnya.
2.5 Tahapan halusinasi
1. Stage I : sleep disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Klien merasa banyak masalah,
ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah.masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi
misalnya : kekasih hamil, terlibat narkoba, di khianati kekasih, masalah di kampus,
PHK di tempat kerja, penyakit, hutang, nilai di kampus, DO, dsb. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal sebagai pemecahan
masalah.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI
3.1 Pengkajian Keperawatan
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien.
Karena mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain membunuh atau
loncat jendela. Tindakan dalam melakukan pengkajian :
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah
membina hubungan saling percaya sebagai berikut :
1) Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam,misalnya : Assalamualaikum,
selamat pagi, selamat siang, selamat malam atau sesuai konteks agama.
2) Berkenalan dengan pasien. Perkenalan nama lengkap dan nama panggilan perawat
termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya
perawat menanyakan nama klien serta senang dipanggil apa.
3) Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada pasien tujuan kita merawat klien, aktivitas
apa yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu, kapan aktivitas akan
dilaksanakan, dan berapa lama akan dilakukan aktivkitas tersebut.
4) Bersikap empati yang ditunjukkan dengan : mendengarkan keluhan pasien dengan
penuh perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien, segera
menolong pasien jika pasien membutuhkan perawat.
2. Mengkaji data subjektif dan obyektif
1) Di rumah sakit jiwa indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%
Data Subjektif
1) Mendengar
melakukan
suara
menyuruh
sesuatu
Data Objektif
1) Mengarahkan
yang
berbahaya
2) Mendengar suara atau bunyi
3) Mendengar
suara
yang
suara
2) Bicara atau tertawa
mengajak bercakap-cakap
4) Mendengar seseorang yang
sudah meninggal
5) Mendengar
suara
mengancam
diri
yang
klien
atau
sendiri
3) Marah-marah tanpa
sebab
4) Menutup telinga
5) Mulut komat-kamit
6) Ada gerakan tangan
membahayakan
1) Melihat seseorang yang sudah
Penglihatan
meninggal,
(Visual-seeing
persons or
hantu
things)
menakutkan,
atau
melihat
sesuatu
cahaya,
makhluk
yang
monster
pada
muncul, perawat dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat
dengan klien, dapat juga mengobservasi dampak halusinasi pada pasien, jika halusinasi
timbul.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
2.
Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
3.
Isolasi Sosial
3.3 Tindakan Keperawatan
1. Tujuan keperawatan
1) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
1)
Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat berdiskusi dengan
pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat, atau diraba), waktu
terjadi halusinasi , frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
2)
3)
4)
hilang?
muncul.
D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara-suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat
secara teratur.
bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik
caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar.. saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itutak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitubagus! Ya bagus D
sudah bias.
Terminasi:
bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi? kalau suara-suara itu muncul
lagi, silahakan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau
jam berapa saja latihannya? (ssaudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D? bagaimana
kalau 2 jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya?
baiklah, sampai jumpa. Assalamualaikum.
SP 2 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain.
Orientasi:
assalamualaikum D. bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang sudah kita latih? Berkurangkan suara-suara?
Bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih scara yang kedua untuk mencegah halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau
dimana? Disini saja.
Kerja:
cara kedua untuk mencegah halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk
diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. contohnya begini:.. tolong saya
mulai dengar suara-suara, ayo ngbrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya kakak D katakana: kak, ayo ngbrol dengan D. D sedang dengar suara-suara.
Begitu D. coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu bagus! Coba sekali lagi!
Nah, latih terus ya D.
Terminasi:
bagaimana persaan D setelah latihan ini? Jadi sudah berapa cara yang D pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus! Cobalah kedua cara ini kalau D mengalami
halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. mau
jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktuwaktu suara itu muncul! besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 10.00? mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum
SP 3 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga:
Melaksanakan aktivitas terjadwal.
Orientasi:
assalamualaikum D, bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang sudah kita latih? Bagaimana hasilnya?
Bagus!. Sesuai janji kita , hari ini kita akan belajar cara ketiga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadawal. Mau dimana kita bicara? Baik kita
duduk diruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.
Kerja:
apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya? Terus jam beriktnya (terus
ajak sampai didapatkan kegiatan sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari
kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali D bisa lakukan.
Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah halusinasi. Kegiatan yang lain akan kita
latih agar pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi:
bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang sudah kita latih untuk mencegah
suara-suara itu. Bagus sekali! Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. coba
lakukan sesuai jadwal ya! (saudara dapat melatih kegiatan yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam). Bagaimana kalau
menjelang makan sinag nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna
obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00. diruang makan ya. Sampai jumpa.
Wassalamualaikum.
SP 4 pasien: melatih pasien menggunakan obat secara reeatur
Orientasi:
assalamualaikum D. bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suara masih
muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang sudah kita latih? Apakah jadwak
kegiatannya sudah dilakukan? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita
akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama 10
menit sambil menunggu makan siang. Disini saja ya!.
Kerja:
D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara berkurang
atau hilang? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang D dengar dan
menganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum? (perewat
menyiapkan obat pasien). Ini yang warna orange (cpz) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1
siang dan jam 7 malamgunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (thp) 3
kali sehari jamnya sama. Gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah
jambu 3 kali sehari jamnya sama. Gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara
sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter,
sebab kalau putus obat D akan sulit mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis
D bias minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat
menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya D harus memastikan ini
benar-benar obat punya D. jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar, yaitu
diminum sesudah makan, dan tepat jamnya. D juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari.
Terminasi:
bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih uuntuk menghilangkan suara-suara? Coba sebutkan? Bagus! (jika
jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan D.
jangan lupa pada waktunya minum obat minta ke perawatnya atau pada keluarga kalau
dirumah. Nah, makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4
cara mencegah suara yang sudah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau
jam 10.00. sampai jumpa. Assalamualaikum.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati dkk. (2009). Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan Jiwa.
Cetakan Pertama. Jakarta : Trans Info Media
Maramis, W. F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart, G. W., 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep, iyus.S.Kp.,M.Si. 2007. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu menglami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Iyus yosep, 2011).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).
2.2 Proses terjadinya masalah
Pola asuh keluarga, misal Koping
pada
anak
kelahirannya
Gangguan
tugas Stress
internal
dan
terdekat,
keluarga
mengeluarkan kegagalan
komentar-kpmentar
negative,
menyalahkan
menyalahkan anak
pekerjaan
jenis menyebabkan
ketergantungan
pada orang tua
Isolasi sosial
Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinuya dengan
lingkungan social merupakan suatu kontinu yang terbentang antara respon adaptif dengan
maladaptive sebagai berikut:
Respon adaptif
Menyendiri,
otonomi,
bekerjasama,
interdependen
respon maladaptif
Merasa
sendiri,deped
ensi, curiga
Menarik diri,
ketergantungan
,manipulasi, curiga
klie
tida
k mengikuti kegiatan
3)
ban
klie
kon
kur
ang spontan
7)
apa
tis
8)
me
ngisolasi diri
9)
ren
dah diri
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
2)
3)
4)
5. Status Mental
1)
2)
3)
Aktifitas
Motorik
Kegiatan
yang
dilakukan
tidak
bervariatif,
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
6. Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi,
berpakaian, intirahat tidur.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi social
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Koping keluarga tidak efektif
5. Koping individu tidak efektif
6. Intoleransi aktifitas
7. Deficit perawatan diri
8. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3.3 Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
1) mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
disukai serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
3) menanyakan keluhan dan perasaan klien saat ini
4) buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama
akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
5) jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
6) setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi
8) Membantu klien menyadari perilaku isolasi social
9) pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
10) menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain
11) diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka
12) diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain
13) jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik klien
2. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
dikemukakan
berulang-ulang
dan
berlebihan
biarpun
telah
dibuktikan
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi atau informasi secara akurat (Iyus Yosep, 2011).
Seseorang yang mengalami waham berpikir bahwa ia memiliki banyak kekuatan dan
bakat serta tidak merasa terganggu jiwanya atau ia merasa sangat kuat dan sangat terkenal
(Varcarolis, 2006).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan
Sundeen, 1998).
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Budi Anna Keliat, 2009).
2.2 Etiologi
Menurut doengoes, M.E (1987) mengemukakan bahwa etiologi waham dapat
dijelaskan melalui 3 teori, yaitu ;
1. Teori psikodinamika
Perkembangan emosi lambat kurangnya perhatian Ibu yang menyebabkan kehilangan
perlindungan dan gagal membuktikan rasa percaya dengan orang lain, sehingga
individu selalu hati-hati dalam mengucapkan gangguan harga diri, kehilangan kontrol,
takut / cemas, sikap curiga terhadap orang lain dan sikap umum yang digunakan yatu
proyeksi.
tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfunngsinya norma (super ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya
klien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi social (isolasi social).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatic masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi
(rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), proses terjadinya waham, dapat dirangkum
dalam pohon masalah sebagai berikut :
Effect : Resiko tinggi perilaku kekerasan
Core problem : Gangguan isi piker : Waham
Causa : Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah Kronis
2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Iyus Yosep (2011), tanda dan gejala waham adalah sebagai berikut:
1. Waham Kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : Saya ini titisan Bung Karno, punya banyak perusahaan, punya rumah di
berbagai Negara dan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
2. Waham Curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan ataupun
mencederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : banyak polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan hidup
saya, suster akan meracuni makanan saya.
3. Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : Tuhan telah menunjuk saya menjadi wali, saya harus terus menerus
memakai pakaian putih setiap hari agar masuk surga.
4. Waham Somatik
Meyakini bahwa tubuh klien atau bagian tubuhnya terganggu, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : Sumsum tulang saya kosong, saya pasti terserang kanker, dalam tubuh saya
banyak kotoran, tubuh saya telah membusuk, tubuh saya menghilang.
5. Waham Nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : Saya sudah menghilang dari dunia ini, semua yang ada disini adalah rohroh, sebenarnya saya sudah tidak ada di dunia.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN WAHAM
3.1 Pengkajian Keperawatan
Selama
pengkajian
perawat
harus
mendengarkan,
memperhatikan
dan
2010).
1. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan
menetap?
2. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakahpasien cemas
berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan tidak
nyata?
4. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya?
5. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
6. Apakah pasien merasa bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau
kekuatan dari luar?
7. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya
atau yakin bahwa orang lain bisa membaca pikirannya?
3.2 Diagnosis Keperawatan
Gangguan Proses Pikir : Waham (Budi Anna, 2009)
3.3 Tindakan Keperawatan
Selanjutnya, setelah diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat melakukan tindakan
keperawatan bukan hanya pada pasien, tetapi juga keluarga. Tindakan keperawatan pasien
waham dan keluarganya menurut Budi Anna, 2009 meliputi :
1. Tindakan keperawatan pada pasien
1) Tujuan Keperawatan
(1) Pasien dapat berorientasi pada realitas secara bertahap
(2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
(3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
(4) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
2) Tindakan Keperawatan
(1) Membina hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien waham, perawat harus membina hubungan
saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus dilakukan oleh perawat dalam
rangka membina hubungan saling percaya, yaitu :
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
(2) Membantu orientasi realitas
a. Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b. Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c. Mengobservasi pengaruh waham pada aktivitas sehari-hari
d. Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa
memberikan
dukungan
membicarakannya
atau
menyangkal
sampai
pasien
berhenti
Sp
pasien
Mengidentifikasi
kemampuan
positif
pasien
dan
membantu
mempraktikkannya.
Orientasi :
Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus
Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?
Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?
Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?
Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Kerja :
Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?
Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.
Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?
Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.
Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak R ini.
Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?
Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?
Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?
Terminasi :
Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan
pak R?
Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah
kita buat ya?
Bagaimana kalau
bincang-bincang
kita
saat
ini
kita
akan
lanjutkan
lagi.
Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju
pak?
Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum, setuju?
Sp 3 pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
Orientasi :
Assalamualaikum pak R.
Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya?
Bagus
sekali.
Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R
minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?
Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit
saja?
Kerja:
Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?
Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.
Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya
HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi,
bisa
banyak
minum
dan
mengisap-isap
es
batu.
Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama pak
R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum.
Baca
juga
apakah
nama
obatnya
sudah
benar!
Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam
waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak menghentikan sendiri
obat
yang
harus
diminum
sebelum
berkonsultasi
dengan
dokter.
Terminasi :
Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R minum?
Apa
saja
nama
obatnya?
Jam
berapa
minum
obat?
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat
makan minta sendiri obatnya pada perawat!
Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!
Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?
Sampai besok ya pak.
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
1) Tujuan keperawatan
(1) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
a. Keluarga Cara merawat pasien waham ddi rumah
b. Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur
c. Lingkungan yang tepat untuk pasien
d. Obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat penghentian
obat)
(2) Kondisi mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi
oleh wahamnya
(3) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal.
2) Tindakan keperawatan
(1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien di rumah
(2) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
(3) Diskusikan dengan keluarga tentang : pasien yang memerlukan konsultasi segera
Sp 1 keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga; mengidentifiksi
masalah menjelaskan proses terjadinya masalah; dan membantu pasien untuk patuh
minum obat.
Orientasi :
Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas diruang
melati ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu nma bapak siapa?
Senangnya dipanggil apa?
Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara merawat pak
R dirumah.
Dimana bapak mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?
Berapa lama bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 0 menit
saja?
Kerja :
Pak S, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah pak R
lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-ngaku sebagi
seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi hanya merupak salah satu gangguan proses
berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara enghadapinya. Setiap kali pak R
berkata bahwa ia seorang nabi, pak S dan ibu berikap dengan mengatakan;
Pertama: Pak S atau ibu mengerti bahwa pak R merasa seorang nabi, tapi sulit bagi pak S
dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nai tidak ada yang hidup
didunia.
Kedua: Pak S atau ibu harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal yang
baik
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi dengan pak
R. Bapak dan ibu dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang kebutuhan yang diinginkan
oleh pak R, misalnya; Pak S dan ibu percaya kalau pak R punya kemampuan dan
keinginan.
Coba
ceritakan
kepada
kami,
kan
punya
kemampuan
Keempat: Pak S atau ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan untuk
bermain suling dengan baik dicoba sekarang dan kemudian setelah dia melakukannya
pak S dan ibu harus memberikan pujian. Pak S dan ibu jangn lupa, pak R ini perlu minum
obat agar pikirannya jadi tenang.
Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya
HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter
karena dapat menyebabkan Pak R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal
minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!
Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang cara
merawat pak R dirumah nanti?
Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali
berkunjung kerumah sakit.
Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan kita
tadi.
Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu kedatangan bapak
dan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya pak,bu.
Sp 2 keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien.
Orientasi:
Assalamualaikum pak, bu sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita sekarang
ketemu lagi. Bagaimana pak, bu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien seperti yang
telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan latihan cara-cara merawat
pasien tersebut ya pak, bu.
Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?
Kerja:
Sekarang anggap saja saya pak Ryan sedang mengaku nabi, coba bapak dan ibu
praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti ini!
Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas
kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !
Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan positifnya
sesuai jadwalnya! Bagus sekali ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawata
Pak R.
Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.
Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?
Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk pak R!
Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke sini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai bapak dan ibu lancer elakukannya?
Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari? Baik, kita akan ketemu lagi di tempat ini ya
pak,bu.
Sp 3 keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Orientasi:
Assalamualaikum pak, bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka kita
bicarakan jadwal pak R selama dirmah.
Bagaimana pak, bu selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
pak R?
Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak dan ibu ikut
saya
Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 30
menit saja? Sebelum ibu dan bapak menyelesaikan administrasinya
Kerja:
Pak, bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat
dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar ia tetap
melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau
T (tidak mau melaksanakannya).
Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan oleh pak R
selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan tidak
memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi petugas rumah sakit, agar
petugas rumah sakit dapat memantaunya.
Terminasi:
Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu? Sudah siap
unutk melanjutkan dirumah?
Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada apa-apa
bapa dan ibu segera menhubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan
mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan bap dan ibu mohon
dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya pak,bu.
Silahkan ibu dan Bapak untuk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor depan!
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
TAK yang dapat dilakukan untuk pasien waham meliputi hal-hal berikut : (Budi Anna,
2010).
a. TAK orientasi realitas
1. Sesi 1 : Pengenalan orang
2. Sesi 2 : Pengenalan tempat
3. Sesi 3 : Pengenalan waktu
b. TAK sosialisasi
1. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
2. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan
3. Sesi 3 : Kemampuan berbicara
4. Sesi 4 : Kemampuan berbicara topic tertentu
5. Sesi 5 : Kemampuan berbicara masalah pribadi
6. Sesi 6 : Kemampuan berkerjasama
7. Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi
3.5 Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terdadap
kemampuan pasien waham dan keluarganya, serta kemampuan perawat dalam merawat
pasien waham (Budi Anna, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Yosep iyus. 2011. Keperawatn jiwa, edisi revisi. Bandung: PT Refika aditama
Depkes RI. 1996. Proses keperawatn jiwa jilid 1
Budi Anna Keliat.2009. Keperawatan Jiwa . Jakarta: EGC
Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki
orang di sekitarnya, membantingbanting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.
Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan
oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul
anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan
alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan
oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga
mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku
kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan
perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan
keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih
klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada
keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses
keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah perilaku destruktif terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
2.2 Etiologi
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau
intimidasi., selain itu perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri
rendah. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
2.3 Pohon masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Objektif
1) Agitasi
2) Meninju
3) Membanting
4) Melempar
3. Gejala lain yang timbul
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
2)
3)
4)
5)
yang
diteima
ketika
melakukan
kekerasan,
sering
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
Data yang perlu dikaji:
1)
2)
a.
b.
Data Obyektif
(a) Mata merah, wajah agak merah.
(b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
(c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
(d) Merusak dan melempar barang-barang.
3)
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan
2)
untuk
mengugkapkan
perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3)
Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam
akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4)
Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian
5)
perilaku
kekerasan
pada
klien.
untuk intervensi.
Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
selesai.
13)
sehat.
kekerasan.
Bantu
klien
mengidentifikasi
manfaat
yang
telah
dipilih.
Diagnosis 2 : Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain.
Tujuan Khusus:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
yang
dimiliki
klien.
negatif.
yang
masih
dapat
digunakan.
pujian.
melakukannya
jika
perlu
beri
contoh.
klien.
telah
dilatih.
diri
rendah.
memberikan
dukungan
selama
klien
dirawat.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen.1995.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book
Keliat Budi Ana.1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta : EGC
Keliat Budi Ana.1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC
Aziz R, dkk.2003.Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai
keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu
perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri rendah
merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang
sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci diri
sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara
langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (
korban perkosaan, ditubuh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena:
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan ( pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal ).\
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat atau sakit atau penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang yidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak
ditemukan pada klien gangguan fisik.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
2.2 Penyebab
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti :
trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi dengan bertambah
atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran
sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen,
1991).
2.3 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada gangguan harga diri rendah adalah:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah mendapat terapi
sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke
rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya tidak tahu
apa-apa atau saya orang bodoh.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
orang lain, suka menyendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif
tindakan.
6. Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien
ingin mengakhiri kehidupan.
2.4 Proses terjadinya Masalah
Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan hidup akan gagal menerima
tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan
gagal mengembangkan kemampuan sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan
sesuatu termasuk kemungkinan berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan
banyak menuntut diri sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak tercapai.
Sedangkan stressor yang mempengaruhi harga diri rendah dan ideal diri adalah
penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh
yang tidak tepat, misalnya terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara.
Kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak tercapai, gagal bertanggung
jawab terhadap diri sendiri.
Harga diri rendah dapat terjadi karena adanya kegagalan atau berduka disfungsional
dan individu yang mengalami gangguan ini mempunyai koping yang tidak konstruktif atau
kopingnya maladaptive.
Resiko yang dapat terjadi pada individu dengan gangguan harga diri rendah adalah
isolasi sosial: menarik diri karena adanya perasaan malu kalau kekurangannya diketahui
oleh orang lain ( Stuart dan Sundeen, 1991 ).
2.5 Akibat Harga Diri Rendah
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan
interaksi sosial : menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun
munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
(Keliat, 1998)
2.6 Faktor Predisposisi dan Presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa kanak-kanak
merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri.
Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua, lingkungan, sosial
serta budaya. Orang tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai
keraguan atau ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan
arti dan tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan
faktor biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri
rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif (Stuart & Sundeen, 1991).
2. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu
dan individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Situasi atau stresor dapat
mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Stresor yang mempengaruhi harga diri
dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang
berarti : pola asuh anak tidak tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti,
persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang
tidak dapat dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart Sundeen,
1991). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran yang dapat
menimbulkan stres tersendiri bagi individu.
2.7 Mekanism Koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri
dibagi dua yaitu:
Core problem
Berduka disfungsional
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN HARGA DIRI RENDAH
Masalah keperawatan:
a.
b.
c.
Berduka disfungsional.
2.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2.
b.
c.
bapak
dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih
Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau
20 menit ?
Kerja :
Bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst..
Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki .
Bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di
rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya
ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa
dikerjakan di rumah sakit ini.
Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini. O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur
dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah bapak
praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah
setelah pulang.
Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian.
merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00
Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan
ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya
Terminasi
SP 2: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.
Orientasi :
Selamat pagi, bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah
Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin atau tadi pagi?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan
kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu ?
Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur
Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!
Kerja :
Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut
atau tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk
membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa
sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya
Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang dulu
sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian Bapak bersihkan
piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun
sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai
Sekarang coba Bapak yang melakukan
Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya
Terminasi :
Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?
Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari
Bapak Mau berapa kali t mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring tiga kali
setelah makan.
Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan
cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel
Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa
Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga diri pasien.
3.4 Tindakan Keperawatan Pada Keluarga
Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
1) Tujuan:
(1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien.
(2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien.
(3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan
memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
(4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.
2) Tindakan Keperawatan
(1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
(2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien
(3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji pasien
atas kemampuannya
(4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
(5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
(6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya
(7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah
Strategi Tindakan Pelaksanaan Pada Keluarga
SP 1: Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di rumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah, menjelaskan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.
Orientasi:
Selamat pagi !
Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?
Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak? Berapa
lama
waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!
Kerja :
Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Bapak
Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya diri dan
sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering menyalahkan dirinya
dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak
Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiranpikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus menerus
seperti itu, Bapak bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya t jadi malu
bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri
Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?
Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti
Setelah kita mengerti bahwa masalah dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk Bapak
Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Bapak? Ya benar, dia juga mengatakan hal
yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan Bapak)
Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring.
Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan
Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. tolong bantu menyiapkan alatalatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat.
Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang kegiatannya.
Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu
memantau perkembangan Bapak. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa Bapak ke rumah sakit
Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada
Bapak
temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang
yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin terampil mencuci piring
Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus
Terminasi:
Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?
Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi t dan bagaimana cara
merawatnya?
Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu
kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.
Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi
pujian langsung kepada Bapak
DAFTAR PUSTAKA
Azis, R, dkk. Pedoman asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Keliat BA. Proses kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.