You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan suatu penyakit keganasan sel
kanker yang berkembang di daerah nasofaring, suatu area di belakang hidung
menuju dasar tengkorak. Sel kanker ini berasal dari epitel nasofaring yang
mengalami mutasi sehingga memiliki pembelahan yang tidak terkendali.
(American Cancer Society, 2011 dan Roezin, 2010).
Secara epidemiologi, kanker ini memiliki sifat distribusi tersendiri
berdasarkan geografis dan ras/etnik di seluruh dunia. Berdasarkan geografi,
karsinoma nasofaring ini jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika,
ataupun Oseania, bahkan insidennya umumnya kurang dari 1/100.000. Namun
insiden di beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk.
Sedangkan di berbagai negara di Asia Tenggara dan China, penyakit ini relatif
sering ditemukan. Berdasarkan ras, insiden KNF yang paling tinggi ada pada ras
Mongoloid di Asia dan China Selatan, dengan frekuensi 100 kali dibanding
frekuensi pada ras Kaukasia. (Fang, 2008)
Di Indonesia sendiri, prevalensi KNF adalah 3,9 per 100.000 penduduk
tiap tahun dan hampir merata di setiap daerah. Di RSCM Jakarta, ditemukan lebih
dari 100 kasus/ tahun, di RS Hasan Sadikin Bandung ditemukan rata-rata 60
kasus/tahun, Ujung Pandang 25 kasus/tahun, Palembang 25 kasus/tahun, 15
kasus/tahun di Denpasar, serta 11 kasus/tahun di Padang dan Bukittinggi (Efiaty,
2012). Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya
menyerang usia 30-60 tahun, hingga 75-90%. Proporsi laki-laki dan perempuan
adalah 2-2,8-1 (Desen, 2008).
Untuk angka mobiditas dan mortalitas penyakit ini, terjadi perbedaan
signifikan bergantung kepada stadium penyakitnya. Angka harapan hidup 5 tahun
antara stadium awal dan stadium lanjut, yaitu 76.9% untuk stadium I, 56.0%
untuk stadium II, 38.4% untuk stadium III dan hanya 16.4% untuk stadium IV
(Roezin, 2010).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa insidensi
penyakit ini ditentukan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik/herediter,
faktor lingkungan, faktor gaya hidup, serta sangat erat kaitannya dengan infeksi
Ebstein-Barr Virus (EBV). Telah diyakini bahwa adanya infeksi EBV dapat

menyebabkan mutasi genetik pada epitel nasofaring yang dapat memicu terjadinya
keganasan sel (Lo Chung, 2012).
Untuk faktor lingkungan, aspek yang berpengaruh adalah iritasi oleh
bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau
bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas serta
memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan
bahan pengawet nitrosamine. Kebiasaan makan ikan asin juga diyakini memicu
KNF ini. (Armstrong, 2008 dan Roezin, 2010). Selain iu juga debu kayu (Herza,
2010), serta asap dupa (kemenyan) bisa merupakan faktor lingkungan (Rusdiana,
2006).
Sedangkan untuk faktor etnik/ras, telah dibahas sebelumnya bahwa terjadi
perbedaan kerentanan terhadap berbagai ras yang ada di dunia. Di Indonesia,
terdapat sekitar 300 suku/etnik yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Dr. Pirngadi Medan tentang
karakteristik penderita KNF berdasarkan suku, proporsi pasien yang bersuku
batak merupakan pasien terbanyak berjumlah 65 pasien, disusul dengan pasien
yang bersuku jawa berjumlah 22 pasien, aceh berjumlah 6 pasien, melayu
berjumlah 4 pasien, dan proporsi pasien yang bersuku minang merupakan pasien
yang paling sedikit berjumlah 2 pasien (Anonim, 2010). Telah diketahui bahwa
terdapat perbedaan kecenderungan insidensi KNF di berbagai suku yang diteliti.
Hal ini membuat penulis untuk meneliti tentang karakteristik prevalensi KNF
berdasarkan suku di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Di mana
diperkirakan suku yang terlibat dalam penelitian ini yaitu suku bugis, suku
makassar, suku mandar, dan suku toraja.
Dengan diketahuinya hal ini, maka output yang diharapkan yaitu suku
yang teruji rentan mengalami KNF, dapat lebih waspada terhadap penyakit ini,
meminimalkan faktor lingkungan dan gaya hidup yang buruk yang memicu KNF,
serta mendorong peneliti selanjutnya untuk menelti gen yang terdapat pada suku
tersebut yang membawa sifat rentan terhadap karsinoma nasofaring.
B. Rumusan Masalah
Adapun berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimana angka kejadian kanker nasofaring berdasarkan suku di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar dari tahun 2008-2013 ?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui distribusi persebaran prevalensi kanker nasofaring
berdasarkan suku di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2008-2013.
D. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat praktik adalah sebagai sumber informasi bagi masyarakat


khususnya bagi para tenaga medis karakteristik angka kejadian kanker
nasofaring di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2008-2013.

2. Manfaat ilmiah secara umum adalah sebagai referensi yang sangat


berharga dalam menambah khasanah literatur studi tentang sosiodemografi
kanker nasofaring.
3. Manfaat individu adalah sebagai ilmu dan penambahan wawasan untuk
menumbuhkembangkan minat dan bakat meneliti dalam rangka menuju
proses pembelajaran seumur hidup bagi mahasiswa kedokteran.

DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society, 2011. Nasopharyngeal cancer. USA: American
CancerSociety.Diunduh:http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcont
ent/003124-pdf.pdf (pada tanggal 9 Oktober 2014).
Anonim. 2010. Studi sosiodemografi penderita kanker nasofaring di
RSUD
Dr.
Pirngadi
Medan
2008-2010.
Tersedia
:
https://www.scribd.com/doc/169849667/CA-Nasofaring. (Akses 9 Oktober 2014)
Armstrong RW, Imrey PB, Lye MS, Armstrong MJ, Yu MC, Sani S.
Nasopharyngeal carcinoma in Malaysian Chinese: salted fish and other dietary
exposures. Int J Cancer. 1998;77:22835
Arsyad, Efiaty, dkk. 2012. Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher
Ed. VII. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Desen, W., 2008. Buku ajar onkologi klinis edisi kedua. Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 263-278.
Fang W, Li X, Jiang Q, (2008). "Transcriptional patterns, biomarkers and
pathways characterizing nasopharyngeal carcinoma of Southern China". J Transl
Med 6: 32. doi:10.1186/1479-5876-6-32. PMC 2443113. PMID 18570662.
Herza, P., 2010. Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di Laboratorium
Patologi
Anatomi Kota Medan Tahun 2009. USU Digital Library. Medan.
Diunduh: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16912/4/Chapter
%20II.pdf (pada tanggal 9 oktober 2014).
Lo KW, Chung GT, To KF. Deciphering the molecular genetic basis of
NPC through molecular, cytogenetic, and epigenetic approaches. Semin Cancer
Biol. 2012 Apr;22(2):7986. doi: 10.1016/j.semcancer.2011.12.011.
Roezin, A., dan Marlinda A. 2010. Karsinoma Nasofaring. dalam:
Soepardi, Efianty
A., Nurbaiti I., Jenny B.,dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan TelingaHidung-Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 182-187.

You might also like