You are on page 1of 11

BOOK READING STASE GERIATRI

AG I TAS I

Disusun oleh
dr. Joko Priyanto
Peserta PPDS I Bagian/SMF Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta
2011
Dipresentasikan tanggal
Pembimbing
dr. Probosuseno, SpPD-KGer, FINASIM

:
:

AGITASI
Presentasi kasus
Anda mendapatkan satu panggilan pada hari Sabtu malam dari sebuah
rumah tinggal penduduk yang melaporkan salah seorang penghuninya yang
berkata-kata dengan suara keras dan berteriak-teriak tak terkontrol. Pasien ini
dijelaskan sebagai seorang perempuan berusia 84 tahun yang menyenangkan dan
sedikit pelupa, namun sangat mandiri dan tidak membutuhkan bantuan dalam
aktivitas sehari-hari. Dia menjadi terlihat seperti orang bingung (confused) di pagi
hari ini. Putrinya mengunjungi perempuan tersebut tadi sore dan mengatakan pada
petugas bahwa ibunya tampak lebih bingung dibandingkan biasanya. Pasien
merasa mengantuk lebih awal di malam hari ini dan telah tertidur selama beberapa
jam. Sesudah bangun ia menolak untuk tetap diam di atas tempat tidur. Dia
kemudian berjalan dan turun ke bawah ke arah koridor, sambil berseru keras

kamu sebaiknya pergi ke dokter sebelum terlambat karena saya akan


melahirkan!. Ia mulai melepaskan semua pakaiannya dan tidak mengijinkan
perawat untuk membimbingnya kembali ke tempat tidur. Tidak ada riwayat
episode perilaku terganggu sebelumnya.
Pasien ini tidak sedang dalam konsumsi obat-obatan apapun. Pasien
pernah melakukan konsultasi neurologis yang dikerjakan enam bulan lalu; yang
terdiri dari pemeriksaan CT scan, EEG, dan pemeriksaan laboratorium darah. Dari
hasil-hasil pemeriksaan tersebut, ditegakkan diagnosis demensia senile ringan tipe
Alzheimer (AD) yang muncul awal.
Tanda-tanda vitalnya saat diperiksa pagi ini adalah: temperatur 37,4 C;
tekanan darah 120/70; denyut nadi 72, dengan irama teratur. Perawat tidak mampu
memeriksa tanda-tanda vital pasien sore ini karena kondisi agitasi yang dialami
pasien. Lewat telepon anda mendengar suara pasien berseru di belakang Ma, ma,
ma saya mau ibu saya dan meneriaki perawat tersebut. Perawat meminta anda
untuk meresepkan obat penenang karena perilaku pasien ini dirasa mengganggu
para penghuni rumah lainnya.
D.W. Molloy
Tentukan apakah pernyataan-pernyataan berikut ini benar atau salah:
1. Penyebab paling mungkin dari agitasi pasien ini adalah demensia, yaitu
demensia senile tipe Alzheimer.
2. Penyebab yang mendasari terjadinya agitasi ini umum dijumpai pada
mayoritas pasien-pasien usia lanjut yang mengalami demensia yang
datang dengan onset gejala akut.
3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik cenderung tidak dapat mengungkapkan
penyebab yang mampu diatasi yang mendasari terjadinya agitasi pada
pasien ini.
4. Perempuan ini harus dibaringkan di atas tempat tidur dengan pengekang
dan memasang kisi-kisi tempat tidur untuk mencegahnya dari jatuh dan
melukai dirinya sendiri.
5. Terapi yang dirasa paling tepat diberikan adalah haloperidol dosis 0,25-1,0
mg secara IM, atau thioridazine dosis 12,5-50 mg IM q 4 jam, dengan
melakukan pemeriksaan ulang di pagi harinya.
1. Pernyataan SALAH

Agitasi dapat didefinisikan sebagai teramatinya suatu aktivitas verbal


atau motorik yang tidak tepat yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor kebutuhan
(need) atau kebutuhan eksternal (external need) saja. Perilaku agitasi umumnya
bersifat repetitif berulang) dan sering terdiri dari pertanyaan-pertanyaan, keluhan,
kata-kata, atau gerakan-gerakan yang dilakukan secara berulang (Tabel 4-1).
Agitasi dapat merupakan suatu manifestasi dari adanya kondisi delirium.
Delirium, yang didefinisikan sebagai suatu gangguan dalam fungsi kognitif dan
perhatian yang bersifat sementara, yang disertai dengan adanya gangguan dalam
siklus tidur-bangun dan perilaku psikomotor diperkirakan

terjadi pada 30%

hingga 50% pasien yang berusia lebih dari 70 tahun pada beberapa poin waktu
selama dirawat di rumah sakit.
Hingga 10% pasien-pasien medis dan pasien bedah usia lanjut yang
dirawat inap di rumah sakit pernah berada dalam kondisi delirium pada suatu
waktu. Beberapa gambaran yang membuat kecenderungan penegakan suatu
diagnosis delirium ditampilkan di dalam Tabel 4-2
Tabel 4-1. Berbagai Karakteristik Verbal Dan Fisik Dari Perilaku Agitasi

Verbal

Fisik

Repetisi
Memanggil-manggil
Pertanyaan
Keluhan
Kata-kata tunggal
Frase kalimat
Berjalan
Melangkah
Berputar-putar
Berpakaian aneh
Tidak berpakaian
Memukul-mukul
Bergerak-gerak di
tempat tidur

Tindakan brutal
Mengutuk
Mengancam
Berteriak

Perilaku
Suara aneh
Merintih
Batuk

Menggigit
Berkelahi
Membentur-benturkan
Melempar benda

Gerakan-gerakan
aneh
Berkedut

Isi keluhan yang pasien utarakan tidak boleh diacuhkan. Keluhan ini
sering dapat memberikan suatu petunjuk penting akan apa sebenarnya penyebab
yang mendasari terjadinya agitasi tersebut. Pada ilustrasi kasus ini, pasien
mengekspresikan

bahwa

merepresentasikan

suatu

dia
usaha

akan
dari

melahirkan
pasien

bayi.

untuk

Hal

ini

menjelaskan

dapat
atau

mengungkapkan adanya rasa tidak nyaman di perut yang dapat merupakan akibat
dari adanya obstruksi, retensi urin, impaksi feses, perforasi, kolik bilier atau kolik
urinarius. Beberapa pasien dengan dyspnea dan kebingungan (confusion)
mengeluh bahwa mereka merasa seperti tercekik. Model langkah pasien ini juga
menunjukkan bahwa dia sedang mengalami ketidaknyamanan fisik.
Tabel 4-2. Tampilan-tampilan Klinis Delirium
Berbagai tampilan di dalam presentasi suatu penyakit yang membuat diagnosis
delirium lebih mungkin:
Onset gejala dan/atau tanda yang muncul cepat
Tanda dan gejala yang fluktuatif
Penurunan kesadaran akan lingkungan sekitar
Hilangnya atau disorientasi memori
Adanya satu atau lebih faktor organik yang mungkin memiliki
keterkaitan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan
tambahan
Dua atau lebih dari gejala berikut ini:
Gangguan persepsi (delusi, halusinasi)
Perubahan di dalam aktivitas psikomotor
Perubahan di dalam siklus tidur-bangun
Bicara yang inkoheren
*Disadur dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 3rd ed.,
Washington, DC; American Psychiatric Association, 1980.
Wanita ini menderita kondisi pelupa ringan akibat demensia senile tipe
Alzheimer. Kondisi deteriorasi akut yang dialaminya tidak dapat dijelaskan
karena alasan AD saja. Penyakit Alzheimer pada umumnya menyebabkan
deteriorasi fungsi kognitif yang tampak sangat nyata dan terjadinya secara
bertahap dalam hitungan waktu tahunan. Suatu gangguan akut yang terjadi pada
sistem saraf merupakan alasan yang paling mungkin menyebabkan terjadinya
kebingungan dan agitasi pada pasien ini, beberapa contoh gangguan akut tersebut
misalnya: hipoksia, infeksi, dehidrasi, stroke, infark myokardial, abnormalitas
metabolik, atau delirium yang diinduksi obat-obatan (Tabel 4-3).
2. Pernyataan BENAR
Agitasi bukanlah suatu diagnosis, namun merupakan suatu gejala dari
kondisi abnormalitas yang mendasari. Jika penyebab yang mendasari agitasi
tersebut dapat diidentifikasi dan diterapi dengan cepat, maka agitasi yang terjadi
dapat dihilangkan.

Pada kasus ini, tanda-tanda vital pasien yang diambil di pagi hari tidak
dapat banyak membantu, karena onset dari kebingunan dan agitasi terjadi
beberapa jam sesudah pemeriksaan tersebut. Ditemukannya tanda-tanda vital yang
normal pada seorang pasien usia lanjut tidak dapat menyingkirkan adanya suatu
proses infeksi yang sedang berlangsung. Beberapa pasien usia lanjut dengan
pneumonia atau septicemia bahkan tidak mengalami peningkatan hitung sel darah
putih pada pemeriksaan laboratoriumnya.
Individu usia lanjut dapat memiliki berbagai kemungkinan penyebab
untuk terjadinya kebingungan akut yang harus dipertimbangkan dan diselidiki
(lihat Tabel 4-3). Tidak tepatnya penegakan diagnosis dan manajemen penyakit
yang diduga bertanggungjawab menyebabkan agitasi dapat berakibat fatal atau
menyebabkan terjadinya kerusakan yang bersifat tidak dapat balik (irreversible)
bagi pasien.
Tabel 4-3. Penyebab-penyebab Delirium Pada Populasi Usia Lanjut
1. Obat-obatan
Obat apapun dapat menyebabkan
timbulnya delirium pada populasi
usia lanjut, namun yang paling
utama adalah obat-obatan dengan
properti-properti antikolinergik.
Digitalis, sedatif, levodopa, steroid,
antihipertensi, antikonvulsan,
cimetidin, efek withdrawal obat
2. Sistem
kardiovaskuler
(cardiovascular system [CVS])
Infark myocardial; gagal jantung
kongestif
Aritmia
3. Metabolik
Dehidrasi
Abnormalitas elektrolit
Hipotiroidisme/hipertiroidisme
Diabetes mellitus
Abnormalitas renal/liver
Defisiensi nutrisional
4. Respirasi
Pneumonia
Ekasaserbasi akut dari penyakit paru
obstruktif kronis

5. Sistem saraf pusat (central nervous


system [CNS])
Hematoma subdural; stroke;
transient ischemic attack [TIA];
epilepsi; neoplasma; infeksi
6. Mekanis
Impaksi feses
Retensi urin
7. Lingkungan
Perubahan apapun dari lingkungan
8. Infeksi
Traktus urinarius
Traktus biliaris
9. Hematologis
Anemia, terutama sesudah terjadi
defisiensi B12 perdarahan
akut/subakut
10. Lain-lain
Arteritis giant cell
Concussion tanpa subdural
Efek Withdrawal alkohol atau
intoksikasi alcohol
Obat-obatan yang didapatkan tanpa
resep dokter

Senyawa cat
Fraktur
3. Pernyataan SALAH
Melakukan pemeriksaan riwayat (anamnesis)
Penting untuk menentukan apakah suhu tubuh pasien telah diperiksa
dalam selang waktu yang teratur pada beberapa hari sebelumnya untuk
menentukan suatu patokan ukuran awal. Jika pasien pada kondisi normalnya
memiliki temperatur tubuh antara 35,5-36,0 C dan suhunya berubah menjadi 37,5
C hari ini, maka hal ini merepresentasikan terjadinya peningkatan suhu tubuh
yang signifikan.
Catat jika ada konsumsi obat-obatan yang dimulai beberapa hari
belakangan ini, atau jika terjadi perubahan-perubahan di dalam besar dosis
pemberian obat-obatan pemeliharaan. Obat-obatan, yang sering menyebabkan
terjadinya delirium pada populasi usia lanjut, harus diresepkan dan dimonitor
penggunaannya secara cermat. Delirium dan perasaan bingung yang diinduksi
obat dapat dikembalikan ke kondisi awal sepenuhnya dengan cara mengganti atau
menghentikan konsumsi obat-obatan tersebut.
Tanyakan mengenai adanya perubahan di dalam frekuensi berkemih dan
defekasi. Retensi urin atau impaksi feses dapat menyebabkan terjadinya
kebingungan dan agitasi pada populasi usia lanjut. Apakah urin pasien tersebut
keruh atau berbau menyengat? Apakah pasien mengalami episode-episode
inkontinensia baru? Mudah untuk melihat adanya fraktur pada sendi panggul
pasien, dan kemungkinan akan suatu hematoma subdural harus selalu
dipertimbangkan. Pertimbangkan adanya fraktur, tidak peduli seberapa tampak
ridak berbahayanya riwayat jatuh atau cedera yang terjadi.
Tanyakan apakah pasien baru saja minum alkohol dengan jumlah yang
lebih banyak dari biasanya atau apakah ia belakngan ini mengalami penambahan
berat badan. Apakah kedua sendi pergelangan kakinya tampak lebih bengkak
dibandingkan biasanya? Sangat penting untuk merasa yakin apakah pasien pernah
mengalami episode-episode kebingungan dan agitasi yang sama sebelumnya, dan
jika benar, bagaimana episode tersebut diselidiki, didiagnosis, dan/atau diterapi.
Pemeriksaan klinis

Suatu pemeriksaan umum yang menyeluruh harus dikerjakan pada semua


pasien dengan agitasi atau kebingungan. Luangkan waktu untuk berbicara dengan
pasien untuk membangun kenyamanan dan kepercayaan sebelum anda memulai
pemeriksaan. Buat kontak fisik di awal pertemuan dengan cara membelai
rambutnya, memegang tangannya, atau merapikan pakaiannya. Jelaskan bahwa
anda adalah seorang dokter dan bahwa anda datang untuk membantu. Bersikaplah
sabar dan lakukan pemeriksaan secara perlahan dan lembut. Pasien-pasien dalam
kondisi agitasi akan lupa siapa anda dan dapat berfikir bahwa anda berniat untuk
menyakiti mereka. Akan membantu jika anda memakai jas putih dengan tujuan
untuk meredakan kecemasan yang mereka rasakan.
Inspeksi kondisi umum dapat mengungkapkan adanya kondisi anemia,
sianosis,

pigmentasi,

memar-memar

akibat

jatuh,

edema,

tachypnea,

penganiayaan, atau kelemahan pada satu sisi tubuh akibat stroke yang baru terjadi,
dehidrasi, atau bukti adanya hipotiroidisme. Cobalah untuk melakukan
pemeriksaan tanda vital jika memungkinkan. Periksa sistem kardiovaskuler untuk
mengetahui

denyut

jantung,

ritme,

peningkatan

denyut

jugulovenosa

(jugulovenous pulse [JVP]), atau bukti adanya gagal jantung. Lakukan perkusi
dada secara hati-hati karena pasien dapat tidak mau bekerja sama dan menarik
nafas sesuai instruksi anda. Adanya pekak (dullness) di area basis paru menjadi
lebih mudah ditemukan dibandingkan penurunan suara nafas pada seorang pasien
yang tidak kooperatif. Suara pekak di kedua basis paru dengan peningkatan JVP
sangat mengarahkan kemungkinan diagnosis gagal jantung.
Dalam ilustasi kasus kali ini, pasien percaya bahwa ia akan melahirkan
bayi. Informasi ini memiliki arti yang sangat signifikan dan hendaknya
mengarahkan anda untuk memeriksa area abdomen pasien secara hati-hati.
Seorang pasien yang dalam kondisi agitasi tidak akan melokalisir rasa nyeri di
dalam abdomen namun dapat menampakkan rigiditas dan sikap menjaga di area
viscus yang bermasalah. Dengarkan bunyi ususnya. Jika terdengar meningkat,
maka langsung lakukan pemeriksaan rontgen abdominal untuk membantu
menegakkan

diagnosis

adanya

obstruksi.

Jika

suara

abdomen

tidak

terdengar/menghilang, maka segera lakukan pemeriksaan rontgen dan lakukan


pembedahan. Selalu lakukan pemeriksaan rektum.

Pemeriksaan rektum dapat mengungkapkan adanya impaksi fecal, bukti


adanya perdarahan rektal, atau hipertrofi prostat pada pasien laki-laki. Impaksi
feses dapat menyebabkan kebingungan dan agitasi pada populasi usia lanjut.
Retensi urin sebagai salah satu penyebab kebingungan dengan agitasi juga umum
terlewatkan pada pasien-pasien usia lanjut. Laki-laki dengan hipertrofi prostat
memiliki risiko tinggi untuk mengalami kedua gejala ini. Jika anda merasa raguragu, terutama pada pasien-pasien obese, maka lakukanlah pemasangan kateter
untuk mengecek besarnya volume residual urin. Kateter yang telah dipasang harus
segera dilepas dan tidak ditinggalkan in situ, karena pasien yang dalam kondisi
agitasi tidak akan mentoleransi keberadaan kateter, dan hal ini dapat membuat
kondisi mereka menjadi semakin buruk.
Pemasangan kateter dan langsung mencabutnya kembali memiliki dua tujuan:
1. Untuk menyingkirkan kemungkinan retensi urin, dan
2. Untuk mendapatkan spesimen urin di dalam kateter yang akan digunakan
dalam pemeriksaan mikroskopis rutin dan kultur bakteri.
Pada pemeriksaan sistem saraf, lihatlah secara mendetail adanya tandatanda lokalisasi atau tanda lateralisasi. Periksa adanya kekakuan leher, tonus, dan
refleks-refleks leher serta periksa respons plantar. Jika anda mampu, amati fundus
oculi untuk mencari adanya papilledema; namun demikian, pemeriksaan
funduskopis umumnya tidak mungkin dilakukan pada pasien-pasien yang dalam
kondisi agitasi.
Pemeriksaan tambahan
Jika sesudah melakukan pemeriksaan anda masih belum dapat
menegakkan diagnosis pasti penyebab terjadinya kebingungan pada pasien agitasi,
maka melakukan beberapa pemeriksaan sederhana mungkin dapat membantu.
Pemeriksaan hemoglobin dan hitung darah lengkap akan mendeteksi adanya
anemia atau leukositosis. Pemeriksaan kadar glukosa, elektrolit, urea, dan
kreatinin dalam darah akan mendeteksi adanya kondisi gagal ginjal akut,
hiponatremia, asidosis, atau berbagai abnormalitas glukosa. Jika terdapat
kecurigaan bahwa pasien memiliki kondisi patologis intra-abdominal, maka
mintalah untuk dilakukan pemeriksaan ensim-enzim hepar dan kadar amylase
serum. Yakinkan untuk memeriksa fungsi tiroid karena kondisi hipotiroidisme
atau tirotoksikosis sangat mudah terlewatkan pada populasi usia lanjut karena
tampakan pasien yang tidak khas.

Pemeriksaan EKG merupakan satu hal wajib. Infark myocardial dapat


terjadi diam-diam (silent) dan dapat datang dengan kebingungan pada individu
usia

lanjut.

Lakukan

pemeriksaan

rontgen

dada

untuk

menyingkirkan

kemungkinan pneumonia atau gagal jantung, dan lakukan pemeriksaan rontgen


posisi bidang datar, erect abdomen, dan/atau ultrasound jika anda mencurigai
adanya kondisi patologis intra-abdomen.
Periksa pasien untuk mencari tanda-tanda adanya fraktur yang terjadi
baru-baru ini. Pertimbangkan pemeriksaan rontgen tulang vertebra lumbo sacral
dan/atau sendi panggul karena pasien-pasien dengan fraktur vertebra dapat
mengeluhkan adanya rasa nyeri di dalam abdomen atau di kedua tungkai bawah,
yang dapat mengacaukan diagnosis.
Semua pasien yang datang dengan delirium akut harus dilakukan
pemeriksaan kultur darah, karena sepsis pada pasien usia lanjut dapat tidak
menyebabkan demam atau leukositosis. Dehidrasi umum menyebabkan terjadinya
perilaku linglung pada pasien, jadi jika anda merasa ragu, maka berikan cairan
intravena. Hal ini mungkin lebih mudah dikatakan dibanding dikerjakan pada
pasien-pasien yang bersikap siap menyerang. Pada smeua kasus, staf pemberi
layanan kesehatan harus diingatkan untuk meyakinkan bahwa telah diberikan
konsumsi cairan dengan jumlah yang adekuat melalui mulut, dan jika
memungkinkan, besarnya produksi urin harus diukur.
4. Pernyataan SALAH
Pemasangan pengekang merupakan kontraindikasi mutlak pada pasien
yang berada dalam kondisi ini. Akan sangat tidak tepat untuk menempatkan
pasien ke tempat tidur yang dipasangan kisi-kisi di sisi tempat tidur. Jika di
kekang, pasien dapat akan berjuang untuk kabur dan tidak sengaja akan mencekik
dirinya sendiri. Jika pasien berhasil kabur dari kekangan, maka dia dapat
memanjat keluar dari kisi-kisi tempat tidur dan jika jatuh, maka akan terjatuh dari
ketinggian yang lebih tinggi, sehingga akan mengalami trauma yang lebih besar
lagi dibandingkan jika pasien hanya jatuh dari tempat tidur tanpa kisi-kisi.
Jika pasien menjadi sangat agitasi di tempat tidur dan terus berusaha untuk
memanjat keluar dari sisi tempat tidur, maka pindahkan tempat tidur dan letakkan
pasien pada suatu matras yang ditaruh di atas lantai. Kisi-kisi tempat tidur sering

membuat agitasi pasien menjadi lebih buruk, karena pasien merasa dipenjara;
yang akan meningkatkan paranoia, frustasi, dan kebingungan yang mereka alami.
Pada ilustrasi kasus kali ini, anda mungkin ingin memanggil putri pasien
dan memintanya untuk datang dan duduk bersama ibunya. Pada situasi-situasi
tersebut,

keberadaan

anggota

keluarga

dapat

memberikan

dukungan,

menentramkan hati, dan memberikan kenyamanan bagi pasien-pasien usia lanjut


yang sedang dalam kondisi tertekan. Adanya suara dan wajah yang familier bagi
pasien dapat menimbulkan keajaiban dalam menenangkan pasien.
Pengekangan sering menyebabkan kebingungan, paranoia, dan agitasi
yang ada menjadi semakin buruk. Pasien dapat terjebak di dalamnya, tak sengaja
mencekik dirinya sendiri, atau dapat membuat sirkulasi di tungkai-tungkai mereka
menjadi terhenti. Kekangan hanya memiliki sedikit tempat di dalam manajemen
pasien-pasien dalam kondisi agitasi. Jika dirasa perlu untuk memberikan cairan
intravena, pengisapan nasogastrik, atau pemasangan kateter pada seorang pasien
agitasi yang meronta-ronta, maka pengekangan dengan cara kimiawi atau fisik
sering diperlukan untuk memfasilitasi atau memonitor proses pemberian terapi.
Namun demikian, penggunaan kekangan pada pasien dengan kondisi semacam ini
merupakan sesuatu yang tidak tepat, sinis, dan kejam tanpa pertama-tama melihat
atau memeriksa pasien tersebut untuk mencari penyebab yang bersifat reversibel
dari agitasi yang dialaminya. Menempatkan pasien di dalam kekangan dapat
memungkinkan proses yang mendasarinya untuk tetap tidak terperiksa dan
terbukti dapat berakibat fatal.
5. Pernyataan SALAH
Wanita ini telah dilihat oleh dokter keluarganya, yang segera merujuk
pasien ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat. Wanita ini mengalami
cholecystitis akut dan dehidrasi. Dia telah mendapatkan terapi dengan pemberian
cairan intravena dan direhidrasi, dan mulai diberikan antibiotik yang tepat. Dia
diberikan sarung tangan tinju (boxing gloves), yaitu, kedua tangan pasien
disatukan di dalam posisi mengepal dan menggenggam satu gulungan perban. Ia
diletakkan di matras yang ditaruh di atas permukaan lantai pada suatu ruangan
yang memiliki pencahayaan baik, tenang, dan terpisah dari pasien lain serta
ditemani satu orang pendamping yang duduk bersamanya selama 24 jam hingga

delirium/agitasi yang dialaminya menghilang. Dia diberikan haloperidol dosis 0,5


mg im tiap 4 jam bila perlu dan selanjutnya terus mendapatkan terapi ini.
Hanya terdapat sangat sedikit tempat bagi metode melakukan
pengekangan secara fisik maupun kimiawi dalam terapi agitasi. Kekangan ini
dapat digunakan pada pasien tersebut sesudah dilakukan pemeriksaan secara
cermat dan/atau dimulai pemberian terapi. Adalah tidak tepat untuk menggunakan
kekangan kimiawi tanpa pertama-tama melihat kondisi pasien

You might also like