Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Amir Hamidy dan Mulyadi
LATAR BELAKANG
Herpetofauna pulau Waigeo
Studi keanekaragaman jenis herpetofauna di Pulau Waigeo ini, merupakan bagian
dari Tim Terestrial dalam Ekspedisi Widya Nusantara LIPI 2007. Pulau Waigeo
berarti pulau air, yang juga merupakan bagian dari kepuluan Raja Ampat, wilayah
kepuluan ini terletak di sekitar kawasan Wallacea dan Papua yang memiliki potensi
biodiversitas sangat menarik, mengingat proses geologi yang terjadi telah menentukan
pola biogeografinya. Keanekaragaman jenis herpetofauna di wilayah Wallacea dan Papua
masih kurang diketahui dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. Sejarah informasi
herpetofauna di pulau Waigeo pertama kalinya adalah van Kampen (1923) mencatat 4
jenis katak, sedangkan de Roiij (1915 dan 1917) mencatat 25 jenis reptil. Survei
herpetofauna lanjutan baru dilakukan oleh oleh Richards et al. pada tahun 2005, yang
meliputi kepulauan Raja Ampat, telah mencatat 12 jenis katak dan 23 jenis reptil di pulau
Waigeo (unpublished data). Jumlah ini sangat berbeda dibandingkan checklist terdahulu,
sehingga cheklist herpetofauna dari pulau ini sampai saat ini belum terdokumentasikan
dan terpublikasikan kembali. Dari sejarah catatan ilmiah spesimen Museum, masih sangat
sedikit dan belum mewakili jenis-jenis dari pulau Waigeo. Penelitian ini bertujuan
mengungkap keanekaragaman jenis herpetofauna di pulua Waigeo. Inventarisasi jenis
herpetofauna akan dilaksanakan selama 21 hari selama bulan Mei-Juni 2007. Metode
yang digunakan adalah sampling aktif (eksploratif jelajah ke seluruh wilayah pulau) dan
sampling pasif (penangkapan dengan perangkap) di habitat herpetofauna yang sesuai.
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan menambah koleksi spesimen Museum, catatan
ilmiah dan data potensi keanekaragaman hayati di pulau Waigeo sehingga akan sangat
mendukung pengembangan wilayah tersebut dan kawasan Indonesia timur secara umum.
Biogeografi Pulau Waigeo (Halmahera vs Papua)
Pulau Waigeo termasuk dalam jajaran kepuluan Kepulaun Raja Ampat yang
terletak antara pulau Halmahera dan Papua. Pulau-pulau tersebut sangat menarik untuk
dikaji biogeografinya, mengingat kawasan ini merupakan pulau-pulau yang berbatasan
dengan kawasan Wallacea. Daerah peralihan yang merupakan pertemuan dua asal
biogeografi yang sangat berbeda, yaitu Asia dan Australia. Setiadi & Hamidy
(unpublished data) telah mencatat 9 jenis amfibi dan 33 jenis reptil dari pulau Halmahera,
dibandingkan dengan data komposisi jenis amfibi dan reptil di pulau Waigeo (de Rooij,
1915 & 1917; Richards et al. (unpublished data); van Kampen, 1923), maka terdapat 3
jenis amfibi dan 11 jenis yang ditemukan di kedua pulau tersebut dan Papua. Hal ini
cukup menarik karena keberadaan pulau-pulau tersebut sangat mungkin menjadi
stepping stone penyebaran jenis-jenis fauna Australia ke kawasan Wallacea. Hipotesis
ini harus didukung dengan data fauna yang lebih lengkap dari setiap pulau-pulau
perbatasan di sekitar kawasan Wallacea dan Papua.
Barir lautan yang memisahkan daratan Papua dengan pulau-pulau sekitarnya
menjadikan isolasi bagi fauna-faunanya, amfibi merupakan takson yang tidak memiliki
kemampuan untuk menyeberang lautan, maka takson ini sangat terisolasi dengan adanya
barir tersebut. Isolasi yang terjadi pada pulau-pulau ini menghadirnya jenis-jenis
endemik. Hal ini memberikan harapan ditemukannya karakter biodiversitas yang khas
pada setiap pulau.
Sejarah Eksplorasi
Walaupun Pemerintah Hindia Belanda telah berada di Indonesia sejak tahun 1600
sampai 1949, tetapi sejarah koleksi herpetofauna untuk tujuan ilmiah baru dimulai pada
abad ke-19 oleh Komisi Natural Histori, Hindia Belanda. Hal ini telah menjadi pondasi
penting pengetahuan herpetologi di Indonesia. Publikasi ilmiah yang komprehensif dan
relatif lengkap telah dimulai oleh de Rooij (1915 dan 1917) untuk studi reptil dan Van
Kampen (1923) untuk studi Amfibi. Karya monumental de Rooij dan van Kampen telah
menjadi dasar bagi studi herpetofauna selanjutnya. Pulau Waigeo sebenarnya telah
memiliki sejarah koleksi herpetofauna yang paling tua di kawasan Papua-New Guinea.
Jenis katak yang pertama kalinya dideskripsi dari New Guinea adalah Rana papua oleh
Lesson pada tahun 1830, berdasarkan spesimen yang dikoleksi dari pulau Waigeo.
Beberapa penemuan jenis baru Biawak, yakni Varanus macraei (dari Batanta) oleh
Bhme & Jacobs pada tahun 2001; kemudian Varanus bohmei (dari Waigeo) oleh Jacobs
pada tahun 2003 serta Varanus reisingeri oleh Eidenmuller & Wicker pada tahun 2005,
merupakan bukti bahwa herpetofauna dari beberapa pulau tersebut masih belum
terdokumentasikan dan mungkin saja memiliki tingkat endemisitas yang penting untuk
beberapa takson tertentu (Richards et al., 2000).
Pentingnya koleksi spesimen
van Kampen (1923) telah mencatat 4 jenis katak, sedangkan de Roiij (1915 dan
1917) telah mencatat 25 jenis reptile dari pulau Waigeo. Survei herpetofauna lanjutan
yang dilakukan oleh oleh Richards et al. (unpublished data) di pulau Waigeo, telah
mencatat 12 jenis katak dan 23 jenis reptil. Dalam jumlah jenis katak, hal ini sangat luar
biasa, karena terjadi peningkatan jumlah jenis sebanyak 3 kali, sedangkan untuk reptil
terdapat penurunan jenis sebanyak 2. Hal tersebut di atas umum terjadi pada sebuah
eksplorasi lanjutan di suatu wilayah, misalnya Iskandar dan Tjan (1996) telah
menemukan keanekaragaman amfibi di Sulawesi yang jauh dari perkiraan; van kampen
(1923) dan Inger & Stuebing (1997), mengkaji jumlah jenis amfibi di Borneo, meningkat
dari 85 menjadi 140 jenis. Pada periode yang sama jumlah jenis amfibi di Philiphina
meningkat juga dari 50 (Inger, 1954) menjadi 90-110, hal ini kemungkian akan terus
meningkat (Brown et al.,1999, 2000).
Dalam studi sistematik, koleksi spesimen merupakan hal yang mutlak dilakukan
untuk mengakaji keanekaragaman jenis suatu wilayah. Bukti photo tidaklah cukup untuk
mengungkap biodiversitas di suatu kawasan. Ada beberapa hal yang menyebabkan
koleksi spesimen herpetofauna menjadi hal paling penting ; 1) Identifikasi pada tahap
jenis harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan akurat, perbedaan jenis dalam kelas
reptilia terletak pada beberapa karakter diagnostik penting, seperti pola sisik di kepala,
jumlah sisik di beberapa bagian tubuh, karakter sisik-sisiknya, karater ruas jari-jari kaki
dan tangannya, sisik pada ekor dan anus, sedangkan pada amfibi meliputi pola karakter
telapak pada jari-jari kaki dan tangan, selaput, proporsi ukuran, kehadiran gigi vomerine
dan lain sebagainya. Karakter warna sangat bervariasi, sehingga tidak direkomendasikan
untuk menjadi diagnostik karakter, untuk identifikasi. Kesemua hal ini hanya bisa
dilakukan pada spesimen yang telah mati dan terawetkan; 2) Dalam penentuan jenis,
tidak hanya dilakukan dengan pengkajian karakter morfologi, hadirnya fenomena sibling
species (dua jenis berbeda yang tidak bisa dibedakan secara morfologi) menuntut
pemecahan kajian lebih mendalam karakter molekulernya, melalui analisis DNA; 3)
Bukti koleksi spesimen yang disimpan di Museum akan menjadi bukti otentik ilmiah
keberadaan suatu jenis dalam suatu wilayah; 4) Spesimen yang terawetkan dan tersimpan
baik di Museum akan menjadi bahan studi lanjutan dan acuan bagi masyarakat nasional
maupun internasional dalam mengkaji fauna Indonesia, walaupun untuk ratusan tahun
mendatang bahkan sampai waktu yang tidak terbatas.
TUJUAN
1. Memperoleh data keanekaragaman jenis herpetofauna di pulau Waigeo.
2. Menemukan jenis-jenis herpetofauna baru dan yang belum terecord di pulau
Waigeo.
3. Mengumpulkan spesimen untuk dijadikan koleksi MZB yang mewakili kawasan
pulau Waigeo.
METODE
Koleksi spesimen
Koleksi spesimen dilakukan dengan dua metode sampling; yaitu :
1. Puposive sampling
Metode ini adalah penelusuran secara acak sejauh mungkin aktif koleksi mencari
herpetofauna pada semua lingkungan yang representative dijadikan habitat, meliputi
bawah seresah, bawah kayu lapuk, tumpukan bebetauan, lubang-lubang di tanah dan
pohon, semak-semak, sumber-sumber air, genangan air dan aliarn sungai (rocky stream),
pencarian aktif dilakukan pada malam hari (19.00-22.00) di sepanjang aliran sungai.
2. Passive sampling
Metode ini adalah koleksi herpetofauna dengan menggunakan perangkap. Perangkap
yang digunakan berupa glue trap(perangkap lem), total perangkap yang digunakan
adalah 40 buah, perangkap-perangkap ini diletakkan di setiap 10 meter sebelah kanan dan
kiri line transect yang telah ditentukan sebelumnya, jarak perangkap dengan line transect
adalah 5 meter. Perangkap mulai diletakkan pada pukul 08.00, merupakan waktu saat
reptilia berjemur untuk mulai aktif. Perangkap ini akan dicek kembali setiap 3 jam
berikutnya.
Gambar 1. Glue trap untuk
koleksi kadal (Scincidae) foto
oleh R. T. Purnanugraha
Setiap spesimen yang tertangkap akan disimpan di kantong plastik beroksigen, yang
selanjutnya didokumentasikan, difiksasi, diambil materi DNA, serta diawetkan sebagai
spesimen museum. Pengawetan spesimen dilakukan sesuai dengan Standar Pengawetan
Museum Zoologicum Bogoriense.
Gambar 3. Pengawetan spesimen
sesuai standar MZB foto oleh
A.Hamidy
Proses identifikasi :
Morfologi
Spesimen yang telah terpreservasi diidentifikasi sampai tingkat jenis. Karakter yang
diambil datanya merupakan karakter untuk identifikasi sampai pada tingkatan jenis.
Untuk reptil karakter umum yang digunakan berhubungan erat dengan pola sisik,
perbandingan ukuran kepala dengan tubuh dan pola warna. Sedangkan amfibi meliputi
karakter-karakter umum menuju kelompok jenis.
Molekuler
Kerja molekuler hanya dilakukan sebagai studi lebih mendalam mengenai takson tertentu
saja yang dihasilkan dari koleksi lapangan. Hal yang dilakukan secara umum merupakan
koleksi materi DNA untuk keperluan studi sistematik.
Kompilasi data
Dari data jenis yang diperoleh diharapkan menghasilkan checklist jenis-jenis
herpetofauna dari pulau Waigeo dan publikasi yang nantinya akan mendukung data
herpetofaua kawasan Papua.
LOKASI STUDI
Lokasi studi untuk inventarisasi herpetofauan ini dilakukan di pulau Waigeo, pada tahap
pertama (tahun 2007) ini dikonsentrasikan di sekitar teluk Manyailibit.
Gambar 4. Lokasi pulau Waigeo (warna merah)
Pengambilan
data
lapangan
dilaksanakan pada tanggal 30
Mei sampai tanggal 13 Juni
2007, mengingat waktu yang
tersedia selama 3 minggu (27
Mei-16
Juni
2007)
telah
terkurangi
dengan
lamanya
perjalanan.
Nama Spesies
Nama Inggris
Status
Recorded
Suspect new species
New record
New record
AMFIBIA
1
2
3
4
Hylidae
Litoria infrafrenata infrafreanata
Litoria sp 1 (hunti group)
Litoria nigropunctata
Litoria genimaculata
Microhylidae
5
6
7
Asterophrys turpicola
Callulops sp
Cophixalus sp
Ranidae
New record
Suspect new species
8
9
10
11
12
Platymantis batantae
Platymantis punctatus
Platymantis dorsalis
Rana papua
Rana arfaki
New record
Recorded
New record
Recorded
Recorded
New record/unidentified
REPTILIA
Lizards
Agamidae
13
14
Hydrosaurus amboinensis
Hypsilurus dilophus
Gekkonidae
Sailfin Lizard
Forest Dragon
Recorded
15
16
17
18
19
Cyrtodactylus marmoratus
Cyrtodactylus loriae
Gehyra baliola
Hemidactylus frenatus
Hemidactylus garnotii
Scincidae
New record
New record
New record
Cosmopolite
Cosmopolite
Lygisaurus novaeguineae
New record
20
21
22
23
24
25
26
Crytoblepharus novaeguineae
Emoia caeruleocauda
Emoia atracostata
Emoia physicae
Emoia kordoana
Emoia sp
New record
New record
Recorded
Recorded
Recorded
Recorded
Unidentified
27
28
29
30
31
Lamprolepis smaragdina
Sphenomorphus variegatus
Sphenomorphus sp
Glaphyromorphus sp
Tiliqua gigas
Varanidae
Emerald Skink
Forest Skink
Forest Skink
Blacktail Skink
Giant Bluetongue Skink
Recorded
Recorded
Unidentified
New record/unidentified
New record
32
33
34
Varanus jobiensis
Varanus indicus
Varanus doreanus
Peach-throated Monitor
Mangrove Monitor
Bluetail Monitor
Recorded
Recorded
New record
Snakes
Boidae
35
Candoia aspera
Colubridae
Recorded
36
37
38
Stegonotus sp (undescribed)
Dendrelaphis calligastra
Boiga irregularis
Elapidae
Frog-eating Snake
Northern Bronzeback
Brown Tree Snake
39
40
Micropechis ikaheka
Laticauda laticauda
Pythonidae
Recorded
New record
41
42
Morelia amethestina
Leiopython albertisii
Srub Python
White Lipped Python
New record
New record
Snapping Turtle
New record
Saltwater Crocodile
Recorded
Turtles
43
Elseya novaeguineae
Crocodiles
44
Crocodylidae
Crocodylus porosus
Catatan : berdasarkan checklist Iskandar & Ed Colijn (2000); Iskandar & Ed Colijn
(2001); Ziegler et. al (2007); Frost (1985); Bauer (1994); de Roiij (1915 & 1917); Pianka
et al. (2004); Brown (1991); Manthey & Schuster (1996) dan Iskandar (in press.)
Suspect new species : kemungkinan besar jenis baru
New record : Record baru spesies untuk pulau Waigeo
Unidentified : Belum teridentifikasi
Recorded : Telah terecord sebelumnya di pulau Waigeo
New record/unidentified : Record baru genus untuk pulau Waigeo dan belum
teridentifikasi
Cosmopolitan : Common species, widely distributed
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Nama Spesies
AMPHIBIANS
Hylidae
Litoria infrafrenata infrafreanata
Litoria sp 1 (hunti group)
Litoria nigropunctata
Litoria genimaculata
Microhylidae
Asterophrys turpicola
Callulops sp
Cophixalus sp
Ranidae
Platymantis batantae
Platymantis punctatus
Platymantis dorsalis
Rana papua
Rana arfaki
REPTILES
Lizards
Agamidae
Hydrosaurus amboinensis
Hypsilurus dilophus
Gekkonidae
Cyrtodactylus marmoratus
Cyrtodactylus loriae
Gehyra baliola
Hemidactylus frenatus
Hemidactylus garnotii
Scincidae
Lygisaurus novaeguineae
Crytoblepharus novaeguineae
Emoia caeruleocauda
Emoia atracostata
Emoia sp
Emoia physicae
Emoia kordoana
Lamprolepis smaragdina
Sphenomorphus variegatus
Sphenomorphus sp
Glaphyromorphus sp
Tiliqua gigas
Varanidae
Varanus jobiensis
Lokasi
3 4 5
Status Konservasi
(UU/PP; Red List IUCN;CITES)
6
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES
33
34
Varanus indicus
Varanus doreanus
41
42
Snakes
Boidae
Candoia aspera
Colubridae
Stegonotus sp
Dendrelaphis calligastra
Boiga irregularis
Elapidae
Micropechis ikaheka
Laticauda laticauda
Pythonidae
Morelia amethestina
Leiopython albertisii
43
Turtles
Elseya novaeguineae
44
Crocodiles
Crocodylidae
Crocodylus porosus
35
36
37
38
39
40
dari sungai atau sumber air dari 0 meter sampai lebih dari 200 meter. Jenis ini umumnya
bersuara sangat gaduh sekali (jantan), dan mengumpul pada kolam-kolam dan genangan
air di pinggir jalan, pemukiman, hutan maupun pinggir sungai
Distribusi : Koleksi berasal dari perkampungan Lopintol (distrik Teluk Manyailibit).
Penyebaran jenis ini cukup luas, meliputi Maluku, New Guinea dan Australia (Iskandar
& Ed Colijn, 2000). Van Kampen (1923) juga mencatat jenis ini di pulau Waigeo,
sedangkan Setiadi & Hamidy (2006; in press.) mencatat jenis tersebar ini diseluruh
wilayah Halmahera dan ternate, sedangkan Brogersma (1948) juga mencatat jenis ini dari
Pulau Morotai berdasarkan 4 koleksi H. A. Bernstein tahun 1862 yakni RMNH 1833.
Berdasarkan catatan spesimen koleksi di MZB, jenis ini dikoleksi juga dari Maluku utara
maupun selatan (Seram dan Banda), Papua serta pulau Gag. Berdasarkan beberapa
karakter, di antaranya perbedaan warna iris mata, maka Richards et al. (2006a & 2006b)
telah mendeskripsi 3 jenis baru kelompok katak pohon hijau besar ini dari wilayah utara
New Guinea dan bagian selatan New Guinea, yaitu Litoria hunti, Litoria dux dan Litoria
sauroni.
Litoria infrafreanata
Catatan Taksonomi : Jenis ini merupakan satu satunya jenis Litoria yang telah diketahui
dari pulau Waigeo (van Kampen, 1923). Populasi yang menghuni Maluku, New Guinea
dan Australia adalah anak jenis Litoria infrafreanata infrafreanata, sedangkan populasi
di New Ireland, Bismarck dan Papua New Guinea adalah anak jenis Litoria infrafreanata
militaria (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Bagi MZB, koleksi Litoria infrafreanata
infrafreanata kali ini merupakan koleksi pertama jenis ini dari pulau Waigeo.
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
pohon hijau besar, dijumpai
di hutan
hutan primer
dekat desa Lopintol, pada
ketinggian 35 m dpl. Satu
spesimen yang dikoleksi,
dijumpai di dahan pohon
pada ketinggian 3 meter
dari permukaan tanah.
Sedangkan jarak horizontal
dari sungai atau sumber air,
500 meter.
Distribusi : Dari informasi spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan primer
gunung Bomnyai, desa Lopintol (distrik Teluk Manyailibit).
Litoria sp.
MZB Amp 13338
foto oleh A.Hamidy
Catatan Taksonomi :
Informasi ilmiah mengenai
keberadaan taxa ini sangat
menarik, karena jenis ini
merupakan kelompok katak
pohon hijau besar, yang
sementara ini telah dikenal
beberapa
jenis,
yaitu
Litoria infrafrenata, Litoria
graminea, Litoria caerulea.
Richards et al. (2006a)
mendeskripsi satu jenis
kelompok Litoria katak
pohon besar hijau ini, yaitu Litoria hunti. Dari beberapa gabungan karakter, Litoria sp.
(undescribed species) ini sangat mirip dengan Litoria hunti, yaitu : 1) Memiliki garis
putih di sepanjang bibir mandibulanya dan tidak lebih dari batas tympanumnya; 2)
Memiliki lipatan kulit putih sepanjang jari bagian luar lengan, dan jari kaki luar sampai
tumit (melingkar di tumit); 3) Timpanum berwarna hijau kecuali pada bagian telapak
kudanya; 4) Jari tangan dan jari kaki berikut webnya berwarna hijau muda kekuningan;
5) Iris didominasi warna merah. Richards et al. 2006 mendeskripsikan Litoria hunti dapat
dibedakan dengan Litoria lainnya diantarnya oleh kombinasi beberapa karakter, yaitu : 1)
Ukurannya yang relatif besar (SVL jantan 57,9-60,4 mm); 2) Strip putih ptial pad pada
masing-masing jarinya; 3) Warna tubuh didominasi hijau; 5) Terdapat lipatan kulit putih
di lengan dan kaki (dari ujung jari kaki terluar sampai melingkar ke tumit) di madibula
yang memnajang tidak lebih dari timpanumnya; 4) Memiliki dua kelompok nuSedangkan
khusus yang yang membedakan dengan Litoria hunti adalah ukuran SVL (panjang tubuh
dari moncong sampai ke anus), yaitu 74 mm, spesimen tunggal yang telah dikoleksi
(MZB Amp 13338) adalah jantan dewasa. Sedangkan dari informasi original deskripsi
semua tipe Litoria hunti adalah jantan dengan kisaran ukuran SVL 58,4-60,4 mm.
Perbedaan lainnya yaitu warna jari tangan dan kakinya, yaitu bagian dorsal hijau
kekuningan, sedangkan pada Litoria hunti berwarna oranye. L. Hunti memiliki iris
merah, tanpa warna hitam, sedangkan pada spesimen MZB Amp 13338 warna iris merah
dengan lingkaran hitam bagian luarnya. Dari semua informasi tersebut penulis
menempatkan jenis ini sebagai undescribed species
3. Litoria nigropunctata Meyer, 1875
Nama Inggris : Black-dotted Treefrog
Spesimen : tiga spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13327-13329
Litoria nigropunctata
foto oleh A. Hamidy
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
pohon kecil (<40 mm),
spesimen
dikoleksi
di
dahan di atas sungai dengan
ketinggian dari permukaan
air 0,5-1,5 m, sedangkan
jarak
horizontal
dari
sumber air (sungai) adalah
0 m. Di Waigeo, katak
pohon ini hanya dijumpai
di hutan primer. Sepasang
spesimen yang sedang
kawin.
Spesimen tersebut dikoleksi dari sungai Wailepe (desa Lopintol), lokasi breedingnya
berada di pinggir sungai, pada jarak horizontal 0 m sedangkan jarak vertikalnya 1 m.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Gebe, Serui dan Papua (Iskandar & Ed Colijn,
2000), Yapen (Jobi island) (Frost, 1985). Populasi jenis ini di pulau Halmahera, masih
ditempatkan sebagai undescribed species (Setiadi & Hamidy, 2006; in press.; Richards
pers comm.). Ketiga spesimen yang dijumpai, dikoleksi dari pinggir sungai Wailepe dan
Waipale, desa Lopintol (distrik Teluk Manyailibit).
Litoria nigropunctata
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
(Richards pres. comm.)
masih
menggolongkan
beberapa
populasi
giropunctata group di
beberapa pulau sekitar
Papua dan Halmahera
(Setiadi & Hamidy, 2006;
in
press.)
sebagai
undescribed species.
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
pohon,
tiga
spesimen
dikoleksi di dahan pada
ketinggian 1,5 - 2 m,
dengan jarak horizontal dari
sungai adalah 100 m.
Sedangkan
ketinggian
dahan dari tanah adalah 1,5
meter. Pada saat dikolesi,
katak pohon ini dijumpai
berkumpul pada dua pohon
yang saling berdekatan,
fenomena ini biasanya
terjadi pada kumpulan katak jantan yang siap mengadakan perkawinan di lokasi
breeding.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi di dataran rendah New Guinea, Gebe, Gag island
(Iskandar & Ed Colijn, 2000). Frost (1985) mencatat jenis ini terdistribusi di dataran
rendah New Guinea dan pulau-pulau sekitarnya. Ketiga spesimen jantan tersebut
dikoleksi dari sekitar sungai Waimaririn, Wairabiai (distrik Teluk Manyailibit).
Litoria genimaculata
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Keberadaannya di pulau
Waigeo merupakan catatan
baru untuk jenis ini.
Berdasarkan
koleksi
specimen MZB, terdapat
juga jenis ini dikoleksi dari
Lopintol dan Waifoi pada
tahun 2002 oleh B.
Tjaturadi (CI), namun
masih baru teridentifikasi
sebagai Litoria sp.
FAMILIA MICROHYLIDAE
5. Asterophrys turpicola (Schlegel, 1837)
Nama Inggris : New Guinea Bush Frog
Spesimen : enam spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13296-13302
Asterophrys turpicola
foto oleh A.Hamidy
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
seresah, semua spesimen
yang
telah
dikoleksi,
berasal dari hutan sekunder
pada ketinggian 0-30 m dpl.
Spesimen dikoleksi dari
tempat
yang
jarak
horizontal dari sumber air
(kolam) atau sungai adalah
30-100 m. Jenis ini dikenali
dengan suara jantan yang
melengking seperti burung
malam (kwiik..kwiik), seringkali ditemukan di balik seresah daun, namun juga ada
dijumpai sedang bersuara di banir akar pohon, terkadang dijumpai berpasangan. Katak ini
memiliki prilaku yang agresif jika dipegang, yaitu membuka mulut dan mengigit,
fenomena ini tidak umum pada kelompok amfibi.
Distribusi : Jenis ini terdisribusi di Pupua dan Papua New Guinea bagian barat (Iskandar
& Ed Colijn, 2000). Sedangkan Frost (1985) mencatat jenis ini tersebar di hutan dataran
rendah New Guinea namun tampaknya tidak ada di bagian timur Papua New Guinea.
Asterophrys turpicola
foto oleh A.Hamidy
Catatan Taksonomi :
Koleksi ilmiah dari jenis
sangat
penting
karena
merupakan record baru
jenis ini di pulau Waigeo.
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
seresah, semua spesimen
yang
telah
dikoleksi,
berasal dari dalam gua di
hutan
sekunder
pada
ketinggian <100 m dpl.
Spesimen dikoleksi dari
tempat
yang
jarak
horizontal dari sumber air
(kolam) atau sungai adalah
10 m. Semua specimen
ditemukan dalam satu gua
yang berupa cerukan dan lorong pendek (panjang <7 m) diantara rekahan batuan yang
sempit. Di dalam cerukan tersebut kering, kemungkinan jenis ini hanya menggunakan
gua ini sebagai tempat istirahat, mengingat waktu perjumpaan terhadap jenis ini di siang
hari pada saat penelusuran gua.
Distribusi : Genus ini terdistribusi di kepulauan Maluku, New Guinea, Sebelah utara
Queensland dan Australia (Frost, 1985), sedangkan Iskandar & Ed Colijn, (2000)
menyebutkan Maluku, New Guinea dan Australia.
Callulops sp
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Sampai saat ini telah
dideskripsi 17 jenis, namun
untuk koleksi specimen dari
pulua waigeo ini belum
dapat teridentifikasi sampai
pada tahap spesies. Namun
demikian keberadaan genus
ini di pulau Waigeo
merupakan record baru
untuk pulau ini.
7. Cophixalus sp
Nama Inggris : Cross Frog
Spesimen : dua spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13339 dan 13340
Cophixalus sp
foto oleh A.Hamidy
Cophixalus sp
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Koleksi ilmiah dari jenis
ini
sangat
penting,
karena
genus
ini
merupakan record baru
untuk pulau Waigeo.
FAMILIA RANIDAE
8. Platymantis batantae Zweifel, 1969
Nama Inggris : Batanta Wrinkled Ground Frog
Spesimen : dua belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13285-13296
Platymantis batantae
foto oleh A. Hamidy
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
seresah
yang
sering
dijumpai di seresah lantai
hutan pada ketinggian <
100 m dpl. Spesimen yang
dikoleksi didapatkan pada
saat bersuara dari balik
seresah
pada
jarak
horizontal dari sumber air
20 m.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Filipina (Frost 1985; Iskandar & ed Colijn, 2000)
Maluku? Gag? (Iskandar & ed Colijn, 2000). Belum pernah ada record dari Mainland
Papua.
Platymantis dorsalis
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Koleksi ilmiah dari jenis
sangat penting karena jenis
ini merupakan record baru
untuk
pulau
Waigeo.
Informasi keeradaan jenis
ini di pulau Waigeo
memberikan
gambaran
menarik persebaran fauna
dari utara Wallacea ke
wilayah Papua.
Platymantis punctatus
foto oleh A. Hamidy
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
umum dijumpai di pulua
Waigeo, spesimen yang
dikoleksi didapatkan dari
pinggir sungai, bersuara di
antara bebatuan. Jantan
memiliki suara keras dan
pendek Took Took . Jenis
ini
dijumpai
pada
ketinggian < 500 m dpl.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Batanta, Waigeo dan Papua (Iskandar & Ed Colijn,
2000; Frost, 1985) pegunungan Arfak New Guinea (Frost, 1985).
Platymantis punctatus
Catatan Taksonomi : katak merupakan jenis umum yang dijumpai di pulua Waigeo.
Beberapa koleksi spesimen MZB dari jenis ini juga dikoleksi dari daratan Papua. Dari
karakter morfolologi sangat bervariasi, meliputi warna coklat, kehitaman sampai coklat
kemerahan bintik putih pada bagian dorsalnya. Kulit umumnya licin dengan granula di
sekitar pundak.
Catatan Taksonomi :
Type locality jenis ini
bersal dari pulau Waigeo,
namun koleksi specimen
masih sangat dibutuhkan
untuk mengkaji taksonomi
populasi di beberapa pulau
seperti Ternate, Halmahera,
Waigeo dan mainland
Papua.
Rana arfaki
foto oleh A. Hamidy
Ekologi
:
Jenis
ini
termasuk golongan katak
yang berukuran besar,
umum dijumpai di Waigeo,
di pinggir-pinggir sungai.
Semua spesimen dikoleksi
dari sungai di hutan primer
pada ketinggian lokasi 0-30
m dpl. Spesimen dikoleksi
dari tempat yang jarak
horizontal dari sungai 0-1,5
m.
Distribusi : Jenis ini
terdistribusi di Aru, Papua,
Papua New Guinea (Iskandar & Ed Colijn, 2000), sedangakn Frost (1985) hanya
mencatat jenis ini di pulau Aru dan New Guinea, namun demikian sebelumnya van
Kampen (1923) telah mencatat jenis ini sebagai salah satu jenis amfibi di pulau Waigeo.
Dari lokasi distribusinya, maka pulau Waigeo merupakan batas distribusinya paling utara.
Rana arfaki
Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting untuk MZB karena
merupakan koleksi baru jenis ini dari kepulauan sekitar Papua. Secara taksonomi jenis ini
belum banyak dikaji, mengingat keterbatasan ketersediaan sample.
REPTILIA
LACERTILIA
FAMILIA AGAMIDAE
13. Hydrosaurus amboinensis (Schlosser, 1768)
Nama Inggris : Sailfin Lizard
Spesimen : Hydrosaurus amboinensis
foto oleh A. Somadijaya
Ekologi
:
Jenis
ini
merupakan jenis yang
dilindungi karena memiliki
penyebaran yang terbatas,
namun demikian jenis ini
umum dijumpai di Waigeo,
terutama di sekitar aliran
sungai besar, muara dan
mangrove.
Kelompok
agamids ini aktif di siang
hari,
sering
terlihat
berjemur di atas bebatuan
dan pohon mati di pinggir
sungai. Pada malam hari jenis tidur di dahan pohon diatas sungai, atau danau.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi hanya di Maluku (Iskandar, in press.). Namun De Rooij
(1915) menyatakan jenis ini terdistribusi di Celebes, Togian, Buton, Ambon, Seram,
Batjan, Ternate, Halmahera, Waigeu, New Guinea dan Filiphina.Di Halmahera dikoleksi
dari Halmahera Utara, Timur, Selatan dan Barat.
Hydrosaurus amboinensis
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Jenis ini dikenal oleh
umum oleh masyarakat
lokal sebagai Soa-soa layar,
anak jenis yang menghuni
Sulawesi dideskripsi oleh
Peters tahun 1872 sebagai
Lophura amboinensis var
celebensis, tetapi (Iskandar
in press.) menyatakan
populasi ini sebagai spesies
tersendiri yaitu H. celebensis. Jenis Hydrosauraus yang lain yang ada di Ternate dan
Halmahera adalah Hydosaurus weberi.
Hypsilurus dilophus
Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan record baru,
sehingga menambah luasan wilayah distribusinya.
FAMILIA GEKKONIDAE
15. Cyrtodactylus marmoratus Gray, 1831
Nama Inggris : Marbled Bow-fingered Gecko
Spesimen : tujuh spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6494-6500
Cyrtodactylus marmoratus
foto oleh A. Hamidy
Cyrtodactylus marmoratus
Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena sampai sekarang
MZB belum memiliki koleksi jenis dari pulau Waigeo.
Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena merupakan record
baru jenis ini di pulau Waigeo.
Ekologi : Spesimen dijumpai di lantai hutan primer di hutan sekitar sungai Waimaririn,
Wairabiai dan sungai Waipale Lopintol, distrik teluk Manyailibit.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi Maluku dan New Guinea (Iskandar, in press.)
Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record dan
koleksi baru jenis ini dari pulau Waigeo.
Cryptoblepharus novaeguineae
foto oleh A.Hamidy
Ekologi
:
Spesimen
dikoleksi
dari
atas
rerumputan di perumahan
desa
Lopintol,
teluk
Manyailibit.
Semua
spesimen yang dikoleksi
dijumpai
pada
saat
memanjat
pohon.
Kebanyakan jenis dari
genus
Cryptoblepharus
dikenal
sebagai
kadal
pantai yang aktif di
permukaan pasir dan di
antara tumbuhan pantai.
Distribusi : Jenis ini terdistribusi sebelah utara New Guinea (Iskandar, in press.) .
tujuh juga, sisik-sisiknya smooth, jumlah sisik keliling tubuh bagian tengah 27-36
(Brown, 1991). Pola warna : bagian dorsal berwarna hitam kecoklatan, terdapat tiga garis
putih sepanjang tubuhnya, garis strip putih tersebut dimulai dari moncongnya sampai ke
posterior tubuhnya, ekor berwarna biru, namun warna ini akan berubah ketika sudah
dewasa menjadi coklat tua dengan ekor berwarna coklat muda kemerahan.
22. Emoia atrocostata (Lesson, 1830)
Nama Inggris : Mangrove Emo Skink
Spesimen : dua spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6505 dan 6506
Emoia atrocostata foto oleh A.
Hamidy
Ekologi
:
Spesimen
dikoleksi hutan mangrove,
jenis ini sering terlihat
berjemur di sekitar hutan
mangrove.
Distribusi : Jenis ini
terdistribusi sangat luas,
meliputi Mariana, Carorila
Barat, palau, Bismarcks,
Sepanjang batas Lempeng
Pasifik
dan
Australia,
Sebelah barat New Guinea,
Pulau-pulau di selat Torest,
East Indies, Pulau Christmas, Semenanjung Malaysia, Indochina, Borneo, Philippines,
Taiwan dan pulau Miyakoshima di Ryukyus (Brown, 1991). Di WaigeoHalmahera, jenis
ini hanya dikoleksi dari Mumes.
Emoia atrocostata
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Jenis
ini
dikenal
sebelumnya dikenal sebagai
Lygosoma atracostatum (de
Rooij,
1915).
Koleksi
ilmiah jenis ini merupakan
yang pertama dari Waigeo
untuk MZB.
Ekologi : Spesimen dikoleksi dari seresah hutan sekunder pada ketinggian < 100 m dpl.
Jenis ini termasuk terrestrial. Informasi jenis ini masih belum diketahui.
Distribusi : Jenis ini dikoleksi dari gunung Bomnyai, desa Lopintol, distrik Teluk
Manyailibit, pulua Waigeo.
Emoia sp. (unidentified species)
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Jenis
ini
mirip
Sphenomorphus variegatus
juvenile
atau
Sphenomorphus
parvus,
tetapi kehadiran strip hitam
di sisi lateral dan chin
shield, cukup membedakan
dari keduanya.
Ekologi
:
jenis
ini
seringkali dijumpai di lantai
hutan sekunder dan primer.
Informasi ekologi dari jenis
ini masih sangat terbatas.
Distribusi : Jenis ini
terdistribusi di New Guinea
tengah
dan
Tenggara
Iskandar in press.; Brown,
1991).
Emoia physicae
Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal sengai grup besar physicae Iskandar in press.;
Brown, 1991). Kajian mendalam sangat dibutuhkan untuk memperjelas status
taksonomininya.
Emoia kordoana
Lamprolepis smaragdina
foto oleh A. Hamidy
Ekologi : Spesimen
dikoleksi dari sekitar
pemukiaman
desa
Lopintol. Umumnya
dijumpai di pohon
mangga (Mangifera
indica). Jenis ini
adalah kadal arboreal.
Distribusi : Jenis ini
terdistribusi di New
Guinea dan Solomon
(Iskandar, in press.),
namun
Barbour
(1911) menggolongkan populasi di New Guinea sebagai anak jenis tersendiri, yaitu
Lamprolepis smaragdina perviridis.
Lamprolepis smaragdina foto
oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Jenis ini dikenal umum di
Indonesia Timur, tersebar
mulai dari Sulawesi, New
Guinea
sampai
ke
Solomon. Ada emat anak
jenis
yang
sudah
didekripsi. Populasi yang
menghuni
Halmahera
adalah
Lamprolepis
smaragdina perviridis.
Koleksi ilmiah jenis ini merupakan yang pertama kalinya dari Waigeo untuk MZB.
Ekologi
:
Spesimen
dijumpai di atas tumpukan
daun kelapa dan tertangkap
di glue trap.
Distribusi : Jenis ini hanya
terdistribusi di Mindanao,
Basilan, Dinagat, Jolo,
Leyte,
Bohol,
Sulu,
Camiguin dan Sulawesi
(Iskandar, in press.)
Catatan Taksonomi :
Jenis ini dulunya dikenal sebagai Lygosoma variegatus (de Rooij, 1915). Koleksi ilmiah
dari jenis sangat penting karena jenis ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo.
Informasi keeradaan jenis ini di pulau Waigeo memberikan gambaran menarik
persebaran fauna dari utara Wallacea ke wilayah Papua.
28. Sphenomorphus sp. (unidentified species)
Nama Inggris : Forest Skink
Spesimen : hanya dua spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6511 dan 6512
Sphenomorphus
sp.
(unidentified
species)
foto oleh A. Hamidy
Ekologi : Spesimen
ini dijumpai di
seresah
hutan
sekunder
gunung
Bomnyai,
pada
ketinggian < 100 m
dpl. Informasi jenis
ini masih belum
diketahui.
Distribusi : Jenis ini hanya ditemukan di gunung Bomnyai, dekat desa Lopintol, distrik
teluk Manyailibit.
Catatan Taksonomi : kejelasan status jenisnya perlu untuk dikonfermasi.
Tiliqua gigas
Ekologi : Spesimen dikoleksi pada saat terrperangkap di perangkap tikus, pada saat
koleksi mamalia di Wairabiai, sedangkan spesimen yang lain dikoleksi dari bawah
tumpukan kayu lapuk di hutan sekunder desa Lopintol, distrik Manyailibit. Jenis ini
memilki prilaku difensif yang unik, yaitu mendesis, membuka mulut, meneluarkan lidah
sampai mengejar. Sehingga mayarakat lokal sangat takut terhadap jenis ini, dikenal juga
sebagai ular kaki empat.
foto
oleh
Catatan Taksonomi :
Jenis ini pertama kalinya
dideskripsi oleh Schneider
pada
tahun
1801,
selanjutnya
Oudemans
mendeskripsi anak jenis
tersendiri Tiliqua gigas
keiensis, pada tahun 1894.
Sedangkan
Tiliqua
di
sebelah
selatan
New
Guinea dan Australia merupakan jenis yang berbeda yaitu Tiliqua scincoides. Jenis ini
dibedakan dengan T. gigas, adalah warna lidahnya yang merah, sedangkan T. gigas
memiliki warna ujung lidah biru. Koleksi jenis ini merupakan new record untuk pulua
Waigeo.
FAMILIA VARANIDAE
31. Varanus jobiensis Ahl, 1932
Nama Inggris : Peach-throated Monitor
Spesimen : Hanya dua spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6443 dan 6450
Varanus jobiensis foto oleh A.
Hamidy
Distribusi : Jenis ini hanya terdistribusi di Yapen, Biak, Salawati, Waigeo dan daratan
Papua New Guinea (Pinka et al. (unpublish data); Ziegler et al., 2007)
ini, menghuni habitat yang cukup bervariasi, lebih umum dijumpai di habitat hutan yang
dekat dengan perairan asin (pantai) (Phillip, 1999). Jenis ini juga sangat mungkin
menghuni habitat sekitar pemukiman manusia (Bohme et al., 1994).
Distribusi : Jenis ini hanya terdistribusi di cukup luas, meliputi Maluku dan New Guinea
(Iskandar, in press.). Menurut Bennett (1998) jenis ini terdistribusi di Sumba, Sumbawa,
Flores, Timor, Kepuluan Maluku, Sula, Papua New Guinea sampai ke Australia bagian
utara. Namun demikian, dengan dipecahnya indicus group ini menjadi 10 spesies, hal ini
perlu ditinjau ulang (Pianka et al. (unpublish data). Di Waigeo, jenis ini dikoleksi dari
Desa Lopintol dan Wairabiai, distrik Manyailibit.
Varanus indicus
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Jenis ini dikenal sebagai
indicus group, yang saat ini
telah dipecah menjadi
beberapa jenis. Koleksi
ilmiah jenis ini dari pulau
Waigeo merupakan yang
pertamakalinya
untuk
MZB.
Ekologi
:
Individu
dikoleksi dari hasil trap
yang dipasang di sekitar
sungai
Waimaririn,
Wairabiai,
distrik
Manyailibit. Jenis ini bukan
termasuk jenis arboreal ,
dewasa biasanya menghuni
semak
yang
tebal,
sedangkan juvenile dan
subadult (TL, 40-75 cm)
menghuni tumbuhan strata atas. Fenomena juvenile dan sub adult yang menjadi arboreal
ini untuk menghindari kompetisi dan kanibalisme dari yang dewasa, seperti pada
Komodo (Varanus komodoensis) (Bohme et al. in Pianka et al., 2004)
Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Pulau Salawati, Biak, Warmar, kepulauan Aru, New
Guinea, sebelah utara Queensland, Australia (Dryden, et al. 2004, Ziegler et al., 1999b,
2001, 2007). Satu record jenis ini dari pulau Halmahera (Yuwono, 1998; Ziegler et al.,
1999a, 1999b) namun demikian hal ini perlu diverifikasi (Bohme et al. in Pianka et al.,
2004). Setiadi dan Hamidy (in press) juga tidak memasukkan jenis ini dalam jenis
Varanus yang menghuni pulau Halmahera.
Varanus doreanus
Catatan Taksonomi : Koleksi jenis ini dari pulau Waigeo merupakan new record untuk
pulau ini, sehingga menambah informasi ilmiah distribusinya.
SERPENTES
FAMILIA BOIDAE
34. Candoia aspera (Smith & Tepedelen, 2001)
Nama Inggris : New Guinea Viper Boa
Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi,
yaitu : MZB Oph 3565
Ekologi : Jenis ular ini umum dijumpai siang hari
setelah hujan lebat di hutan sekunder , dekat desa
Lopintol. Spesimen ini dikoleksi saat terperangkap
di mist net (jaring kabut). Warna tubuhnya coklat
sangat sempurna terkamuflasekan dengan anah dan
seresah.
Candoia aspera (MZB Oph 3565) foto oleh A. Hamidy
Distribusi : Misool, Waigeo, Batanta, Salawati, Papua, Biak, Numfor, Seleo, Yapen dan
Papua New Guinea (termasuk Walis, Karkar, Umboi, Bismarck dan pulau Admiralty)
(Iskandar & Ed Colijn, 2001).
Catatan Taksonomi : Jenis ini masih monotypic, koleksi jenis ini dari pulau Waigeo
merupakan yang pertamakalinya untuk MZB.
FAMILIA PYTHONIDAE
35. Morelia amethestina (Schneider, 1801)
Nama Inggris : Srub Python
Spesimen : satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Oph 3572
Morelia amethestina
(MZB Oph 3572)
foto oleh A.Hamidy
Distribusi : Jenis ini terdistribusi di kepulauan Kei dan Aru, Misool, salawati, Gag,
Papua, Biak, Yapen, Papua New Guinea (termasuk Umboi, Bismarck, Kiriwina,
dEntrecasteaux dan kepulauan Louisiade) dan Australia (pulau-pulau di selat Torres)
(Iskandar & Ed Colijn, 2001).
Morelia amethestina (MZB Oph
3572) foto oleh A.Hamidy
Catatan Taksonomi :
Harvey et al. (2001)
merevisi
Morelia
amethestina
group,
kemudian
mendeskripsi
tiga jenis baru : Morelia
clastolepis (Banda) Ambon,
Haruku,
Saparua
dan
Seram); Morelia nauta
(Banda), Taimbar; Morelia
tracyae
(Halmahera).
Keberadaan jenis ini di
pulau Waigeo merupakan
new record.
Morelia amethestina (MZB Oph 3572) dengan panjang length 3.5 meter. foto oleh A.Hamidy
pulau
di
selat
Torres)
(Iskandar
&
FAMILIA COLUBRIDAE
37. Dendrelaphis calligastra calligastra (Gunther, 1867)
Nama Inggris : Northern Bronzeback
Spesimen : hanya satu specimen saja telah dikoleksi, yaitu : MZB Oph 3565
Dendrelaphis calligastra
foto oleh A. Hamidy
Ekologi
:
spesimen
dikoleksi dari semaksemak di Wairabiai, jenis
ini adalah diurnal, cukup
gesit bergerak di semak.
Mangsa ular ini adalah
katak, kadak dan burung
kecil. Pada malam hari
jenis ini biasanya tidur di
atas dahan pohon atau
semak dengan posisi
horizontal.
Distribusi : anak jenis ini terdistribusi di kepulauan Aru, Waigeo, Misool, Batanta,
Salawati, Yos Sudarso, Papua, Biak, Numfor, Yapen, Papua New Guinea dan Australia
(pulau-pulau di selat Torres dan semenanjung Cape York) (Iskandar & Ed Colijn, 2001).
Dendrelaphis calligastra
foto oleh A. Hamidy
Catatan Taksonomi :
Sampai saat ini jenis
Dendrelaphis calligastra
terbagi menjadi dua anak
jenis, anak jenia yang
lain adalah Dendrelaphis
calligastra
keiensis
(Mentens, 1926), anak
jenis ini terdistribusi di
pulua
Buru,
Boano,
Manipa, Seram, Saparua,
Ambon, Barbar, Taimbar
dan
kepulauan
Kei
(Iskandar & Ed Colijn,
2001).
Stegonotus sp
Ekologi : semua spesimen dijumpai di seresah dan bebatuan di pinggir sungai pada
malam hari ketika mereka mencari makan. Jenis ini merupakan kelompok ular nocturnal,
mangsanya berupa katak, dan reptile kecil lainnya.
Distribusi : Genus ini tersebar di Serawak dan Sabah, Maluku, Lesser Sunda, New
Guinea, Papua New Guinea dan Australia.
Stegonotus sp
foto oleh A.Hamidy
Catatan Taksonomi :
keberadan genus ini di
pulau
Waigeo
merupakan record baru.
Jenis
ini
memiliki
karakter
mirip
S.
parvus, S. modestus dan
S. cucullatus, namun
dari jumlah kombinasi
jumlah sisik-sisiknya
masih
menunjukkan
karakter yang berbeda.
Namun demikian, status
taksonomi jenis ini
banyak
belum
diketahui, sehingga jenis-jenis Stegonotus di Indonesia perlu untuk segera direvisi
(Iskandar & Ed Colijn, 2001).
Catatan taksonomi :
Jenis ini memiliki penyebaran yang
luas, namun demikian sampai saat ini
masih monotypic dan keberadaannya di
pulau Waigeo merupakan record baru
untuk
pulau
tersebut.
ELAPIDAE
40. Micropechis ikaheka ikaheka (Lesson, 1829)
Nama Inggris : Pacific Coral Snake
Spesimen : Ekologi : jenis ini merupakan kelompok ular sangat berbisa, merupakan kelompok ular
nocturnal, namun juga dijumpai bergerak lambat di sntsrs seresah hutan di siang hari.
Jenis ini dijumpai di hutan dekat sungai Wairabiai.
Distribusi : anak jenis ini terdistribusi di Batanta, Misool, Salawati, Waigeo, Papua,
Numfor, Yapen dan Papua New Guinea (Iskandar & Ed Colijn, 2001; OShea, 1996).
Catatan taksonomi : sampai saat ini ada dua anak jenis, anak jenis yang lain adalah M.
ikaheka fasciatus (Fischer, 1884). Anak jenis ini terdistribusi di keplauan Aru, Papua dan
Papua New Guinea (Iskandar & Ed Colijn, 2001).
41. Laticauda colubrina (Scheineder, 1799)
Nama Inggris : Banded Sea Krait
Spesimen : tiga specimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Oph 3568-3570
Laticauda laticauda
foto oleh A.Hamidy
Catatan taksonomi :
Di perairan Indonesia terdapat 38
jenis ular laut dari total 60 jenis yang
ada di dunia. Namun demikian sama
dengan kelompok ular laut ini masih
sangat diperlukan kajian taksonomi
dan evolusinya.
TESTUDINATA
CHELYIDAE
42. Elseya novaeguinea (Meyer, 1874)
Nama Inggris : Snapping Turtle
Spesimen : satu spesimen betina telah dikoleksi MZB Test 374
Elseya novaeguinae
foto oleh A.Hamidy
Catatan taksonomi :
Jenis ini masih banyak
belum diketahui, dan
jenis ini belum banyak
diketahui dari pulaupulua sekitar New
Guinea, namun de Roiij
(1915)
juga
memasukkan jenis ini
sebagai
salah
satu
reptilia
dari
pulau
Waigeo.
CROCODILIA
CROCODYLIDAE
43. Crocodylus porosus Schneider, 1801
Nama Inggris : Salt Water Crocodile
Spesimen : -
Ekologi : walaupun pada saat survei tidak dijumpai, namun jenis ini dilaporkan dari
muara sungai Bayon. Jenis buaya ini paling umum dijumpai, sama seperti kelompok
buaya lainnya jenis ini aktif menjelang senja.
Distribusi : Asia Tenggara, Indonesia, Filipina dan Australia (Iskandar & Ed Colijn,
2001).
Masyarakat local mengkoleksinya apabila
ada pesanan dari supplier di Sorong.
Keberadaan jenis ini di Muara sungai
Bayon juga dikuatkan informasi dari pusat
rearing buaya di Sorong.
Crocodilus porosus
foto oleh A.Hamidy
Hall, R. 1998. The plate tectonics of Cenozoic SE Asia and the distribution of land and
sea. in Hall, R. & J. D. Holloway (eds.). 1998. Biogeography and Geological
Evolution of SE Asia. Backhuys Publisher, Leiden.
Harvey, M. B., D. G. Barker, L. K. Ammerman & P. T. Chippindale. 2000. Systemaatics
of Pythons of the Morelia amethestina complex (Serpentes: Boidaae) with
descriptions of the tree new species. Herpetological Monographs 14 : 139-185
Iskandar, D. T. & Ed Colijn. 2001. Checklist of Southeast Asian Herpetofauna I.
Amphibians. Treubia 31. part 3 (Supplement) : 1-133
Iskandar, D. T. & Colijn. 2002. Checklist of Southeast Asian Reptiles I. Snakes.
Biodiversity conservation Project. Jakarta, binamitra 195 pp.
Iskandar, D. T. (tentative). Checklist of Southeast Asian Reptiles . Lacertilia (in press)
Iskandar, D.T & Tjan, K. N. (1996). The amphibian and reptiles of Sulawesi, with notes
on the distribution and chromsom number of frogs (eds D. J. Kitchener & A.
Suyanto) pp. 39-46. Proceedings of the first international conference on eastern
of Indonesian-Australian vertebrate fauna. Menado
Inger, R. F. 1954. Systematics and zoogeography of Philiphine amphibia. Fieldiana :
Zoology, 33, 185-531.
Inger, R. F. & Stuebing, R. B. 1997. A field guide to the frogs of Borneo. Natural
History Publications, Kota Kinabalu, 205 pp.
Jacobs, H.J. 2003. A further new emerald tree monitor lizard of the Varanus prasinus
species group from Waigeo, West Irian (Squamata: Sauria: Varanidae).
Salamandra 39(2):39-64
Kopstein, F. 1926. Reptilien von den Molukken und den benachbarten Inseln.
Zoologische Mededelingen 9:71-112
Kluge, A. G. 2001. Gekkotan Lizard Taxonomy. Hamadryad. Vol 26 No. 1.
Lesson, R.P. 1830. Observations generales sur les reptiles recuellis dans le voyage. In L.I.
Duperrey, (ed), Voyage autour de monde, execute par order du Roi, sur la
corvette de sa Maestee La Coquille, pendant les annees 1822-1825. Arthus
Bertrand, Paris. Zoologie 2 (10): 1-65.
Manthey, U. & N. Schuster. 1996. Agamid Lizards. T.F.H. Publications, Inc. United
States. pp 104
Monk, K. A., Y. de Freetes & G. Reksodiharjo-Liley. 1997. The ecology of Nusatenggara
& Maluku. Periplus, Hongkong
OShea, M. 1996. A Guide to The Snakes of Papua New Guinea. Independent Group Pty
Ltd. Port Moresby
Pianka, E. R. & D. R. King with R. A. King. 2004. Varanoid Lizards of the World.
Indiana University Press. Bloomington & Indianapolis
Phillipp, K. M., T. Ziegler & W. Bhme, 2004 dalam Pianka, E. R. & D. R. King with R.
A. King. 2004. Varanoid Lizards of the World. Indiana
Philip, K.M., Bohme, W., & Thomas Ziegler in R. Pianka, Dennis R King & Ruth A.
King. 2004. Varanoid Lizards of the World. Indiana University Press.
Indianapolis. Pp 189
Richards, S. J. , Paul Oliver, Chris Dahl & Burhan Tjaturadi. 2006. A new species of
large green tree frog (Anura : Hylidae: Litoria) from nothern New Guinea.
Zootaxa (1208) : 57-68
Richards, S. J. & Paul Oliver. 2006. Two new species of large green canopy-dwelling
frogs (Anura : Hylidae: Litoria) from Papua New Guinea. Zootaxa (1295) : 4160
Richards, S., B. Tjaturadi, K. Krey, R. Kurniati, A. Werimon, H. Kafiar, S. Roni, E. Kore
& Arthur Tipawel. 2007. Draft for Discussion only : Herpetofauna (unpublished
data)
Setiadi, M.I. dan A. Hamidy. 2006. Jenis-jenis Herpetofauna di pulau Halmahera.
Kerjasama Pusat Biodiversitas, Universitas Indonesia dengan Museum
Zoologicum Bogoriense, Puslit Biologi-LIPI. (unpublished data)
Setiadi, M.I. dan A. Hamidy. (tentative). The Herpetofauna of Halmahera. (in press.)
Van Kampen, P. N. 1923. The Amphibia of the Indo-Australian Archipelago. E.J. Brill,
Leiden
Wijaksena, A. 2005. Fauna pulau waigeo yang perlu diselamatkan. Media Indonesia edisi
7 Juni 2005 dalam http://www.infopapua.com/
Ziegler, T., Andreas Schmitz, Adre Koch & W. Bohme. 2007. A review of the sub genus
Euprepiosaurus of Varanus (Squamata: Varanidae): morphological and
molecular phylogeny, distribution and zoofeography, with an identification key
for the members of the V. indicus and V. prasinus species group. Zootaxa 1472:
1-28.