You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
Nefropati diabetik adalah komplikasi diabetes mellitus pada ginjal yang dapat berakhir
sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada 35-45% penderita diabetes mellitus
terutama pada DM tipe 1. Pada tahun 1981 Nefropati diabetik ini merupakan penyebab
kematian urutan ke-6 di negara barat dan saat ini penderita gagal ginjal yang menjalani
dialisis disebabkan oleh karena Diabetes Mellitus terutama DM tipe II oleh karena DM tipe
ini lebih sering dijumpai. (5) Dibandingkan DM tipe II maka Nefropati Diabetik pada DM tipe
I jauh lebih progresif dan dramatis.(6) Dengan meremehkan penyakit DM maka bisa
berkomplikasi ke Nefropati Diabetik. Berdasarkan studi prevalensi mikroalbuminuria
(MAPS), hampir 60% dari penderita hipertensi dan diabetes di asia menderita Nefropati
Diabetik. Presentase tersebut terdiri atas 18,8% dengan makroalbuminuria dan 39,8% dengan
mikroalbuminuria.(1)
Hipertensi merupakan suatu tanda telah adanya komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler pada diabetes, hipertensi dan diabetes biasanya ada keterkaitan patofisiolofi
yang mendasari yaitu adanya resistensi insulin. Pasien-pasien DM tipe II sering mempunyai
tekanan darah lebih tinggi atau sama dengan 150/90 mmHg. Beberapa penelitian klinik
menunjukan hubungan erat tekanan darah dengan kejadian serta mortalitas kardiovaskuler,
progresifitas nefropati, retinopati (kebutaan). Kontrol tekanan darah dengan obat anti
hipertensi baik sistole dan diastole dan kontrol gula darah penderita pasien hipertensi dengan
diabetes telah terbukti dari beberapa penelitian. Bahwa terbukti menaikkan Life Expentacy
resiko stroke dan komplikasi kardiovaskuler pada pasien diabetes meningkat bila disertai
hipertensi.

Page | 1

Terutama pada wanita dengan diabetik, hipertensi dan LVH, nefropati diabetik dan
disertai edema, pada keadaan ini sering dipergunakan diuretika justru akan memperburuk
prognosis menaikkan mortalitas. Pasien diabetes, hipertensi, LVH dan nefropati diabetika
mempunyai resiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas atau CVD (infark dan stroke).
Sebagai faktor prediksi adanya komplikasi vaskuler pada DM dan adanya mikroalbuminuria.
Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus terutama kalangan medis untuk mencari upaya
yang terbaik dalam usaha mencegah dan mengatasi penyakit ini.(4)

Page | 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi
untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur
kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada
manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak
retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi
juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra
yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal
ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan
adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Page | 3

Page | 4

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu
glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus)
serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di

Page | 5

korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki
ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan
memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,
anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.

Page | 6

Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal
(filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang
ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Syntopi ureter
Ureter kiri

Ureter kanan
Duodenum pars
descendens
Ileum terminal

Kolon sigmoid

Anterior
Posterior

a/v. colica dextra

a/v. colica sinistra

a/v.ileocolica

a/v. testicularis/ovarica

mesostenium

M.psoas major, percabangan a.iliaca communis


Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan
Page | 7

ductus deferens
Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan
bagian atas vagina

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara posteroinferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica
urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.
Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat
untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan
ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica
urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti
rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan
saraf.
Syntopi vesica urinaria
Vertex
Lig. umbilical medial
Page | 8

Infero-lateral

Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani


Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav.

Superior

vesicouterina (perempuan)
Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum

Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina


Infero-posterior
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,
sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae.
Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari
orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan
n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus
pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria
Page | 9

memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan
dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu,
Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor
dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari
kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa
dan pars spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada
pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di
antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat

Page | 10

volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.
B. Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi

Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi


air.

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H + dan


membentuk kembali HCO3

Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin.

2. Fungsi non ekskresi

Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.

Page | 11

Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degradasi insulin.

Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting
untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lainlain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke
dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan
tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansisubstansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

Page | 12

C. Defenisi
Nefropati diabetik adalah kelainan ginjal yang dapat muncul sebagai akibat dari
komplikasi diabetes mellitus (DM) baik tipe I maupun II ditandai dengan adanya
albuminuria (mikro/makroalbuminuria). Ada 5 fase nefropati diabetik, Fase I adalah
hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ecretion rate) dan hipertropi
ginjal. Fase II ekresi albumin relative normal (<30 mg/24 jam) pada beberapa
penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi
dalam berkembang menjadi nefropati diabetik. Fase III terdapat mikroalbuminuria
(30-300 mg/24 jam). Fase IV Difstick positif proteinuria , ekresi albumin >300 mg/24
jam, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan biasanya terdapat hipertensi. Fase V
merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFR
nya sudah turun sampai 15ml/menit.

Definisi tahapan nefropati diabetic pada DM tipe 1 dan tipe 2 tercantum dalam table.

DM tipe 1
Normal
Stad. Awal
Nefropati klinis
DM tipe 2
Nefropati klinis

Microgram/meni
t

Miligram/me
nit

Albumin/
creatinin

< 10

<15

<0,001

20-200

30-300

0,02-0,2

>200

>300

>0,2

>200

>300

>0,2

(2)

D. Etiologi dan Epidemiologi

Page | 13

Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit
DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati
diabetik. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk
mencapai fase Nefropati Diabetik yang lebih tinggi ( Fase V Nefropati Diabaetik ). (10)
Secara epidemiologis ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya
nefropati diabetik yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin serta umur
saat diabetes timbul.
E. Faktor Resiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati diabetik. Dari
studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain :
1. Hipertensi dan predisposisi genetika
2. Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetik :
a. Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe antigen
HLA dengan kejadian Nefropati Diabetik. Kelompok penderita Diabetes
dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9
b.Glukose transporter (GLUT)
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi
untuk mendapat Nefropati Diabetik.
3. Hiperglikemia
4. Konsumsi protein hewani(10)
F. Patogenesis
Pathogenesis terjadinya kelainan ginjal pada penderita diabetes tidak dapat
diterangkan secara pasti. Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya
nefropati adalah terjadinya proses hiperfiltrasi membrane basal glomerulus.
Tampaknya berbagai factor berperan dalam terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan
glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai predisposisi
genetic merupakan factor-faktor utama yang menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas
terhadap membrane basal dapat melalui 2 alur, yaitu ;
Page | 14

1. Alur metabolic : glukosa dapat bereaksi secara proses non-enzimatik dengan asam
amino bebas menghasilkan AGEs (advanced glycation end products).
Peningkatan AGEs akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal
2. Alur poliol : terjadi peningkatan sarbitol dalam jaringan akibat meningkatnya
reduksi glukosa oleh aktifitas enzim aldose reduktase. Peningkatan sarbitol akan
mengakibatkan berkurangnya kadar mionositol yang menyebabkan gangguan
osmolaritas membrane basal

Kunci perubahan pada glomerulopati diabetic adalah bertambahnya zat-zat ekstraseluler


abnormalitas morfologi yang paling dini pada nefropati diabetic adalah penebalan membrane
basement glomerulus (GBM) dan perluasan mesangial selama penumpukan zat-zat
ekstaseluller

Urutan hipotesis terjadinya nefropati diabetic :


1. Akibat diabetes, diperberat dengan adanya hipertensi, maka pada ginjal timbul
gangguan hemodinamik. Dari keadaan tersebut timbul lah 2 efek yang merugikan,
yaitu :
a. Auto regulasi ginjal hilang : akibatnya arteriol aferen mengalami dilatasi
bersamaan dengan konstriksi pada arteriol aferen, dan menyebabkan
intraglomerulus meningkat
b. Peningkatan kepekaan dari arteri eferen terhadap angiotensin-II, norepineprin,
dan vasopressine, sehingga timbullah vasokontriksi pada arteriol eferen.

Page | 15

Seperti disebutkan pada butir a, bersamaan dengan Afferent Arteriolar


Dilatation terjadilah Increased Intraglomerular Pressure
2. Increased intragomerular pressure mempunyai dua efek negatif, yaitu :
Merangsang sintesis radikan bebas (RB)
Merangsang pelepasan sitokin (increased cytokines released=ICR)
RB, hiperglikemia, dan AGE juga merangsang terjadinya ICR
3. Selain itu hiperglikemia merangsang terbentuknya AGE, glycated albumin. Glycated
albumin ini akan merangsang terjadinya ekspansi matriks mesangium. Terakhir, fisher
et al (1996) menyatakan bahwa hiperglikemia dapat mendesak atau mengganti
matriks plasminogen yang akan menyebabkan degrdasi mesangium berkurang
terjadilah ekspansi mesangium yang khas untuk ND
4. Fase akhir dari patogenesis ND adalah terjadinya mesangial matriks expansion yang
dipacu oleh sitokin, glycated albumin, hiperglikemia dan TXB2
5. Dengan adanya mesangial matrix expansion pada DM serta albuminuria persisten,
maka diagnosis ND klinik dapat ditegakkan
6. Cilostazol (CS) dan albuminuria : Dalam glomeruli terdapat kelainan metabolisme
prostaglandin. Pada DM produksi TXB2 diglomerulirenalis diduga meningkat,
ekskresi TXB2 melalui urin juga meningkat dan mempunyai peran penting pada
patogenesis terjadinya nefropati diabetik

G. Gejala Klinis
Sesuai dengan tahap-tahapnya, keluhan dan gejala pada penderita ND dapat bervariasi
dari yang asimptomatik (tahap I s/d III) sampai dengan gejala uremia yang berat
( tahap IV/V). Gejala-gejala uremia dapat berupa lemah badan, anoreksia, mual,
muntah yang disertai dengan anemia, overhidrasi, asidosis, hipertensi, kejang-kejang
sampai koma uremic. Selain itu penderita ND sering disertai dengan komplikasi
mikro/makrovaskuler lain seperti neuropati, retinopati dan gangguan serebrovaskular
atau gangguan profil lemak

Page | 16

H. Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetik dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti
dibawah ini :
1. DM
2. Retinopati diabetik
3. Proteinuria yang persisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa
penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan ditambah dengan
kadar kreatinin serum >2,5 mg/dl.(8)

Data yang didapatkan pada pasien antara lain :


1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari
gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuria, polidipsi, polifagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa kesemutan, luka sukar sembur,
gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impoten.(8)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada nefropati diabetik didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda
retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan funduskopi, berupa :
1) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam
kapiler retina.
2) Mikroanerisma, berupa tonjolan dinding kapiler , terutama daerah kapiler
vena
3) Eksudat berupa : Hard eksudat dan Cotton wool patches. Hard eksudat
berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama. Cotton wool patches
berwarna putih , tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemia retina
4) Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler
5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler
6) Neovaskularisasi. Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IVV) atau CRF End Stage, didapatkan perubahan pada :
Page | 17

Cor Kardiomegali
Pulmo Oedema pulmonal.(3)
3.

Gambaran Radiologis
USG Ginjal
Pada Kasus Diabetik Nefropati gambaran Radiologis yang mungkin ditemukan
adalah berupa gambaran Pembesaran Ukuran Ginjal

Gambaran Pembesaran Ukuran Ginjal pada Diabetik Nefropati

Gambaran Ukuran Ginjal Normal

Page | 18

Pasien pada terapi lithium jangka panjang untuk gangguan afektif dapat mengembangkan
toksisitas ginjal. Ini dapat bermanifestasi sebagai diabetes insipidus nefrogenik dengan biopsi
ginjal menunjukkan fibrosis interstitial, glomeruli sklerotik dan pembentukan kista. Magnetic
resonance imaging menunjukkan adanya microcysts pada pasien pada terapi lithium jangka
panjang, menunjukkan penyebab yang mungkin untuk nefrotoksisitas mereka. Kami
menggambarkan penampilan magnetic resonance imaging khas microcysts ginjal pada
seorang wanita berusia 53 tahun pada terapi lithium kronis.

Gambar USG menunjukkan ginjal , penipisan lebih kecil dari parenkim dan
hyperechogenicity nya ( mencerminkan sclerosis dan fibrosis ). USG umumnya tidak
memungkinkan untuk diagnosis yang tepat dari penyakit kronis yang mendasari ( biopsi
ginjal biasanya diperlukan ) , tetapi dapat membantu untuk menentukan penyakit ireversibel ,
menilai prognosis dan menghindari prosedur diagnostik atau terapeutik yang tidak perlu .
Pengecualian utama di mana gambar USG tidak menunjukkan ginjal yang lebih kecil dengan
parenkim atrofi adalah nefropati diabetik , penyebab utama kronis dan gagal ginjal stadium
akhir di negara maju dalam beberapa tahun terakhir . Dalam hal ini , baik ukuran ginjal dan
ketebalan parenkim yang diawetkan sampai gagal ginjal stadium akhir . Studi Doppler
Page | 19

pembuluh intrarenal dapat memberikan informasi tambahan tentang mikrovaskuler dan


parenkim lesi , yang membantu dalam menentukan atau menentang intervensi terapeutik dan
perencanaan tepat waktu untuk optimal pilihan terapi pengganti ginjal.

Ginjal normal memperlihatkan sonodensitas kortek yang lebih rendah (hipoekoik)


dibandingkan dengan sonodensitas hati,limpa dan sinus renalis. Tebal kortek kira-kira 1/3
1/2 sinus renalis dengan batas rata atau bergelombang pada ginjal yang lobulated. Sedangkan
sinus renalis yang terletak ditengah ginjal memberikan sonodensitas yang tinggi (hiperekoik)
disebabkan karena komposisinya yang terdiri atas lemak dan jaringan parenkim ginjal.
Didalam sinus renalis terdapat garis-garis anekoik, yaitu irisan kalises yang bila diikuti akan
bergabung pada daerah anekoik besar, yaitu pelvis renals.

Page | 20

(ukuran batu dapat langsung dihitung, pada kasus diatas ukurannya 8,61 cm x 3,24 cm x
1,03)

Page | 21

Disamping itu, lihat ukuran ginjal, pada DN stage 3 keatas terjadi atrofi ginjal. Sehingga
ukuran ginjal mengencil. Dapat pula terjadi hidronefrosis pada ginjal karena batu. Ukuran
ginjal normal 11-13 cm. Umumnya, 10 cm pada orang Indonesia masih di anggap normal.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Proteinuria yang persisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa
penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan ditambah dengan
kadar kreatinin serum >2,5 mg/dl.(8)
I. Penatalaksanaan
A. Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien Diabetic Nephropathy)
1. Pengendalian hiperglikemia
Pengendalian
hiperglikemia
merupakan
langkah

penting

untuk

mencegah/mengurangi semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati


a. Diet
Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari sub unit endokrinologi dan
metabolisme, misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas.
Variasi diet dengan pembatasan protein hewani bersifat individual
tergantung dari penyakit penyerta :
- Hiperkolesterolemia
- Urolitiasis
- Hiperurisemia dan arthritis gout
- Hipertensi esensial
b. Pengendalian hiperglikemia
1) Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting :
a) Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin
seluler dan metabolitnya
b) Insulin dapat mencegah kerusakan glomerulus

Page | 22

c) Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat


menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan
untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus
d) Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorbsi glukosa
sebagai pencetus nefromegali
e) Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali
f) Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc).
2) Obat anti diabetik oral (OADO)
Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan tingkat
edukasi rendah sebagai upaya memelihara kepatuhan (complience).
Pemilihan macam/tipe OADO harus diperhatikan efek farmakologi dan
farmakokinetik antara lain :
a) Eleminasi dari tubuh dalam bentuk obat atau metabolitnya
b) Eleminasi dari tubuh melalui ginjal dan hepar
c) Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell
(ASMC)
d) Retensi Na+ sehingga menyebabkan hipertensi
2. Pengendalian hipertensi
Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka morbiditas
dan mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah nefropati
diabetik.
3. Mikroalbuminuria
Pembatasan konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB /hari) dapat
mengurangi nefromegali, memperbaiki struktur ginjal pada nefropati diabetik
stadium dini
B. Nefropati Diabetik Nyata (Overt Diabetic Nephropathy)
Manajemen nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis, tidak jarang
melibatkan disiplin ilmu lain
Prinsip umum manajemen nefropati diabetik nyata adalah :
1. Manajemen utama (esensi)
a. Pengendalian hipertensi
- Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram perhari penting untuk
mencegah retensi Na+ dan menigkatkan efektifitas obat antihipertensi
- Obat antihipertensi
b. Anti proteinuria
Page | 23

Diet rendah protein (DRP) 0,6-0,8 gram/kgBB/hari sangat penting

untuk mencegah progresivitas penurunan faal ginjal


c. Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan hiperglikemia harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia
dengan parameter HbA1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral
(OADO)
2. Manajemen substitusi
Program manajemen subtitusi tergantung dari komplikasi kronis lainnya yang
berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan mikroangiopati lainnya.
a. Retinopati diabetik
- Terapi fotokoagulasi
b. Penyakit sistem kardiovaskuler
- Penyakit jantung kongestif
- Penyakit jantung iskemik/infark
c. Penyakit serebrovaskuler
- Stroke emboli/hemoragik
d. Pengendalian hiperlipidemia
Dianjurkan golongan sinvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi
kolesterol LDL
e. Nefropati diabetik tahap akhir ( end stage diabetic nephropathy )

J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin termasuk:

Hipoglikemi (dari penurunan ekresi insulin)


Gagal Ginjal Kronik
End Stage Kidney Disease
Hiperkalemia
Hipertensi berat

K. Prognosa
Pasien dengan proteinuria angka mortalitas rata rata relative tidak rendah dan tidak stabil,
mengingat pasien dengan proteinuria mempunyai angka mortaliras rata rata 40x lebih tinggi.
Pasien dengan IDDM dan proteinuria mempunyai ciri yang berhubungan antara usia
Page | 24

penderita DM dan angka mortalitas relative maximal usia 34-38 tahun (telah dilaporkan 110
wanita dan 80 laki laki). ESRD adalah penyebab kematian terbesar, sekitar 59-60% kematian
pada pasien dengan IDDM dan nefropati. Jumlah kejadian rata rata ESRD pada pasien
dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%. 10 tahun setelah onset proteinuria; berbandiang
dengan 3-11% 10 tahun setelah onset proteinuria pada pasien di Eropa dengan NIDDM.
Penyakit kardiovaskuler juga menjadi penyebab kematian terbesar (15-25%) pada orang
dengan nefropati dan IDDM, meskipun secara relative kematian mereka pada usia muda.

Page | 25

You might also like