Professional Documents
Culture Documents
Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan selama tahun 2007
dari total. 11,01 bayi yang diperiksa terdapat 10.071 bayi sudah diberi MP-ASI
sebelum berusia 6 bulan (Anonim, 2007). Sedangkan data dinas kesehatan
Banyuwangi bagian kesehatan keluarga didapatkan data cakupan pemberian MPASI sebelum bayi berumur 6 bulan sebesar 61,93 %. Di desa wringinpitu yang
merupakan wilayah puskesmas Tegaldlimo terdapat 55 bayi yang berumur 6-12
bulan. 72,7% (40 bayi) sudah diberi makanan tambahan sebelum berumur 6 bulan,
sisanya 27,3 (15 bayi) di beri makanan tambahan setelah umur 6 bulan.
Makanan tambahan harus diberikan pada umur yang tepat sesuai
kebutuhan dan daya cerna bayi. Adanya kebiasaan masyarakat untuk memberikan
nasi, pisang pada umur beberapa hari ada bahayanya, karena saluran pencernaan
pada bayi belum sempurna. Makanan tambahan sebaiknya diberikan pada umur 6
bulan karena sistem pencernaannya sudah relatif sempurna. (Soraya, 2005).
Oleh sebab itu maka bidan sebagai edukator perlu memberikan pendidikan
atau penyuluhan tentang pemberian makanan tambahan yang benar sehingga bayi
bisa tumbuh kembang secara normal.
Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan Pada
Bayi Umur 6-12 Bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten
Banyuwangi.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, peneliti
membatasi pada Tingkat tahu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi
umur 6-12 bulan.
Berdasarkan latar belakang diatas penelti merumuskan masalah sebagai
berikut Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep Dasar Pengetahuan
a. Arti Pengetahuan
1) Pengetahuan
adalah
hasil
tahu
dari
manusia,
yang
sekedar
atau
kognitif
tindakan
merupakan
seseorang
(Over
domain
penting
behavior),
karena
untuk
dari
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menunjukkan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
ini
kaitanya
dengan
kemampuan
untuk
melakukan
pengetahuan
diperoleh
dari
pemimpin-pemimpin
langsung
melalui
pernyataan-pernyataan
yang
yang
diperoleh
dapat
selalu
diperbaiki
dan
dikembangkan.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Faktor internal
a) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun, semakin cukup umur tingkat kematangan dan
suatu
cara
untuk
memperoleh
kebenaran
mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media, maka hal ini
akan dapat meningkatkan pengetahuan orang tersebut.
b) Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
orang atau kelompok.(Nursalam dan siti pariani, 2001).
c) Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh sesuatu kebudayaan dalam hubunganya
dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami
proses belajar memperoleh sesuatu pengetahuan.
e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden.
Skala pengetahuan ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk
orang-orang yang menggunakan alternatif jawaban yang menggunakan
peringkat yaitu setiap kolom menunjukkan nilai tertentu. Dengan
demikian analisa dilakukan dengan mencermati benar atau salahnya
jawaban yang dipilih oleh responden.
Prosedur perskala (scalling) yaitu penentuan pemberian angka atau
skor yang harus diberikan pada setiap jawaban. Untuk Nilai jawaban yang
Benar diberi nilai 1(satu), dan untuk jawaban yang Salah diberi nilai
0(nol).
Untuk menilai pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan
adalah sebagai berikut :
P=
Keterangan :
P : Prosentase
F : Nilai yang diperoleh
n : Jumlah skor maksimal jika pertanyaan di jawab baik
Selanjutnya dimasukkan pada kriteria objektif sebagai berikut:
Baik = 76-100%
Cukup = 56-75%
Kurang = 40-55%
Tidak baik= <40% (Arikunto, 2006)
2. Konsep Dasar Makanan Tambahan
a. Arti Makanan Tambahan
Makanan tambahan atau pendamping ASI adalah makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia
6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI,
2006: 4).
b. Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan adalah kegiatan pemberian makanan
atau minuman untuk menambah asupan zat gizi (Depkes RI, 2006:4).
Pemberian makanan tambahan terutama makanan padat dapat
menggangu kelancaran produksi ASI bila mana diberikan sebelum bayi
disusui (Pudjiadi, 2003). WHO dan IDAI mengeluarkan statement bahwa
ASI eksklusif (ASI saja tanpa tambahan apapun bahkan air putih sekalipun)
diberikan pada 6 bulan pertama kehidupan seorang bayi, kemudian setelah
ibu pun memproduksinya lebih sedikit sehingga akan lebih sulit untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
2) Bayi mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit sehingga resiko
infeksi meningkat.
3) Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak bersih.
4) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer (bubur
yang berkuah atau sub), dimana makanan ini membuat lambung penuh
tetapi kandungan nutrien lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan
nutrisi bayi tidak terpenuhi.
5) Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang
menyusui (Departement of Nutrition for Healt and Development World
Healt Organization, 2003).
f. Pola Pemberian ASI dan Makanan Tambahan Sesuai Umur
1) Umur 6-9 bulan
a) Beri ASI setiap kali anak menginginkan.
b) Mulai berikan makanan pendamping ASI seperti bubur susu, pisang
dan pepaya lumat halus, air jeruk, air tomat saring.
c) Secara bertahap berikan bubur tim saring ditambah kuning
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
hijau/santan/minyak.
d) Berikan makanan tambahan 2 kali sehari
e) Jumlah pemberian
Umur 7 bulan : 7 sendok makan
8 bulan : 8 sendok makan
2) Umur 9-12 bulan
a) Beri ASI setiap kali anak menginginkan.
sapi/wortel/bayam/kacang/
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
sapi/wortel/
3) Gigi anak sedang tumbuh berikan benda bersih dan keras untuk
dikunyah, misalnya sendok.
Untuk mengatasi masalah ini maka :
1) Memulai
mengatasi
makanan
pendamping
ASI
yang
sesuai
Baik = 76-100%
Cukup = 56-75%
Kurang baik = 40-55%
Tidak baik = <40%
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Sumber : Nursalam, 2001 dan Arikunto, 2006
Gambar 2.1 Kerangka konsep pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan
pada bayi umur 6-12 bulan di Desa Wringinpitu Kecamatan
Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009.
Berdasarkan pengetahuan dari kerangka diatas dapat dijelaskan bahwa
pengetahuan ibu di pengaruhi oleh faktor yang terdiri dari pengalaman, pendidikan,
informasi, dan sosial budaya. Faktor-faktor tersebut semuanya tidak di teliti.
Sedangkan pada tingkat pengetahuan yang di teliti sebatas tahu saja tentang
pemberian makanan tambahan, tujuan pemberian makanan tambahan, keuntungan
pemberian makanan tambahan, akibat pemberian makanan tambahan, cara
pemberian makanan tambahan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancang Bangun Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk
mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman
atau penuntun peneliti pada proses penelitian (Nursalam, 2003:81).
20
Definisi Operasional
Kriteria
Hasil
tahu,
atau Pernyataan
tentang pemahaman
ibu
yaitu Baik
Skala
Ordinal
pemberian
tentang
pemberian 76-100%
makanan
Kurang baik
bulan
40-55%
1. Pengertian pemberian
makanan tambahan
2. Tujuan pemberian
Tidak baik
<>
makanan tambahan
3. Keuntungan
pemberian makanan
tambahan
4. akibat pemberian
makanan tambahan
5. Cara pemberian
makanan tambahan
C. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian / obyek yang akan diteliti
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002:80). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan di Desa Wringinpitu
sebanyak 55 responden.
D. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2006 : 131). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua
ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang memberikan makanan
tambahan di Desa Wringinpitu yaitu sebanyak 55 responden.
Tehnik
pengambilan
sample
dalam
penelitian
ini
menggunakan
Keterangan :
P = prosentase
F = Nilai yang diperoleh
n = Jumlah skor maksimal jika pertanyaan dijawab baik.
Selanjutnya dimasukkan pada kriteria objektif sebagai berikut :
Baik = 76 100 %
Cukup = 56-75 %
Kurang baik = 40-55%
Tidak baik = <>
(Nursalam, 2003 : 124)
I. Etika penelitian
Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh
bertentangan dengan etika, tujuan penelitian ini harus etis dalam arti hak-hak
responden harus dilindungi. (Nursalam, 2003)
Penelitian ini dimulai dengan melakukan berbagai prosedur yang
berhubungan dengan etika penelitian yang meliputi:
1. Inform consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan tujuan
agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang
diteliti selama pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan akan menghormati hak-haknya.
2. Anomity (tanpa nama)
Subjek tidak perlu mencantumkan nama dalam kuesioner untuk menjaga
privasi, untuk mengetahui keikutsertaan subjek peneliti menulis inisial nama
pada masing-masing lembar pengumpulan data.
3. Confidentially (kerahasian)
Kerahasiaan informasi yang telah diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti.
J. Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
Kuesioner yang peniliti buat sendiri dan belum pernah diuji cobakan
sehingga reabilitas dan validitasnya perlu disempurnakan.
BAB 4
27
2. Data Umum
a. Karaktersitik pendidikan responden
Tabel 4.1 : Distribusi frekwensi responden berdasarkan pendidikan
di Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada
tanggal 21 31 Juli 2009.
Pendidikan
Frekwensi
N
Prosentase %
SD
12,7
SMP
34,5
SMA/SMK
28
50,9
PT
1,8
JUMLAH
55
100
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50%
responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak 28
orang (50,9%) dan sebagian kecil responden memiliki tingkat pendidikan
Perguruan tinggi yaitu sebanyak 1 orang (1,8%)
b. Karakteritik umur responden
Tabel 4.2 : Distribusi frekwensi responden berdasarkan umur di Desa
Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada tanggal 21
31 Juli 2009.
Umur
Frekwensi
(Tahun)
Prosentase %
<>
5,4
20 35
45
81,8
> 35
12,7
JUMLAH
55
100
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50%
responden memiliki umur20 35 tahun yaitu sebanyak 45 orang (81,8%)
dan sebagian kecil responden memiliki umur <20>
c. Karakteristik pekerjaan responden
Tabel 4.3: Distribusi frekwensi responden berdasarkan pekerjaan di
Desa Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo pada tanggal
21 31 Juli 2009.
Pekerjaan
Frekwensi
N
Prosentase %
Tidak bekerja/IRT
32
58,2
Swasta
22
40
PN
1,8
JUMLAH
55
100
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50%
responden tidak bekerja/ibu rumah tangga yaitu sebanyak 32 orang
(58,2%) dan sebagian kecil responden yang bekerja sebagai PN yaitu
sebanyak 1 orang (1,8%).
d. Karakteristik paritas/jumlah anak responden
Tabel
4.4:
Distribusi
frekwensi
responden
berdasarkan
Frekwensi
N
Prosentase %
1 2 orang
47
85,5
3 4 orang
12,7
> 4 orang
1,8
JUMLAH
55
100
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa sebagian responden
memiliki jumlah anak 1 2 orang yaitu sebanyak 47 orang (85,5%) dan
sebagian kecil responden memiliki jumlah anak >4 yaitu sebanyak 1
orang (1,8%)
3. Data Khusus
a. Pengetahuan ibu tentang pengertian makanan tambahan
Frekwensi
N
Prosentase %
Tidak baik
Kurang baik
5,5
Cukup
34
61,8
Baik
18
32,7
Jumlah
55
100
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa lebih dari 50%
responden memiiki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 34 orang (61,8%)
dan sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan kurang yaitu
sebanyak 3 orang (5,5%). Dan tidak ada responden yang memiliki
pengetahuan tidak baik
B. Pembahasan
1. Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di Desa Wringinpitu
Kecamatan Tegaldlimo.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 55 responden lebih
dari 50% responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK yaitu sebanyak
28 orang (50,9%) dan sebagian kecil responden yang memiliki tingkat
pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 1 orang (1,8%).
Berdasarkan tabulasi silang pendidikan responden dengan pengetahun
ibu tentang pemberian makanan tambahan diketahui bahwa responden yang
memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 28 orang, dimana 29,1%
berpengetahuan baik dan 21,% berpengetahun cukup. Sedangkan responden
yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 7 orang dimana 9,1%
berpengetahuan cukup dan 3,6% berpengetahuan kurang baik. Seperti yang
didapat oleh ibu tersebut tentang pemberian makanan tambahan maka akan
mempengaruhi sikap dalam penerapan secara langsung.
2. Pengetahuan ibu tentang pengertian pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interprestasi data yang didapat bahwa lebih dari
50% berpengetahuan cukup yaitu 30 responden (54,5%) kurang dari 50%
berpengetahuan baik yaitu 16 responden (29%) dan kurang dari 50%
berpengetahuan kurang yaitu 9 resonden (16,4%). Hal ini dapat dilihat dari
jawaban yang benar pada kuisioner tentang pengertian pemberian makanan
tambahan. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan mereka rata-rata
tinggi dan cukup yaitu perguruan tinggi dan SMA disamping itu juga ditunjang
sebelumnya mereka ada yang pernah mendapatkan informasi tentang pemberian
makanan tambahan dari media atau penyuluhan, pencapaian pengetahuan cukup
diatas mungkin disebabkan oleh pendidikan responden yang cukup tinggi dan
adanya pengalaman dalam cara pemberian makanan tambahan dan pernah
mendapat informasi.
Meskipun ada responden berlatar belakang pendidikan hanya SMP namun
pernah mendapat informasi dari media atau penyuluhan dan mempunyai
pengalaman tentang pemberian makanan tambahan. Hal ini disebabkan oleh
informasi yang didapat menurut Notoatmodjo (2005) mengatakan pengalaman
merupakan guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, dan pengalaman
pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Kurang dari 50% responden memiliki pengetahuan kurang 3 responden
(5,5%). Hal ini dapat dilatarbelakangi pendidikan SD dan SMP disamping itu
juga tidak pernah mendapatkan informasi dan kurang memiliki pengalaman
dalam pemberian makanan tambahan. Hal ini dapat diperkuat oleh Notoatmodjo
(2005) bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan.
Pendidikan
berhubungan
dengan
transmisi
pengetahuan,
sikap,
kepercayaan, ketrampilan dan aspek kelakukan yang lain, dan merupakan proses
belajar dan mengajar. Pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan
(Notoamtmofjo, 2003).
3. Pengetahuan ibu tentang tujuan pemberian makanan tambahan
Berdasarkan analisa dan interpretasi data yang didapat diketahui bahwa
dari 55 responden kurang dari 50% berpengetahuan kurang yaitu 3 responden
(5,5%), berpengetahuan cukup yaitu 32 responden (58,2%), berpengetahuan baik
yaitu 18 responden (32,7%).
Sebagian besar responden menjawab pada item soal yang benar tentang
tujuan pemberian makanan tambahan yaitu melengkapi zat gizi yang sudah ada.
Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan yang cukup yaitu SMP dan
SMA disamping itu juga pernah mendapat informasi.
Pengetahuan cukup diatas mungkin disebabkan pendidikan responden
yang cukup dan pernah mendapat informasi tentang tujuan pemberian makanan
tambahan dan adanya pengalaman dalam pemberian makanan tambahan.
Pendapat Notoatmodjo (2203) bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh
pengalaman, fasilitas, dan sosial budaya. Disamping itu juga responden yang
tidak bekerja yaitu 18 responden (13,2%) sehingga mempunyai banyak waktu
luang untuk memperoleh informasi tentang pemberian makan tambahan. Hal ini
dimungkinkan karena bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu.
Kurang dari 50% berpengetahuan kurang yaitu 3 responden (5,5%). Hal
ini dapat dilihat dari jawaban yang salah tentang tujuan pemberian makanan
tambahan pada item tujuan pemberian makanan yaitu mengembangkan
kemampuan dalam mengunyah dan menelan. Hal ini dapat dilatar belakangi
pendidikan yang baik, tetapi kurang mempunyai pengalaman tentang pemberian
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Wringinpitu
Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 21 31 Juli 2009
yang telah ditabulasi dan dibahas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6 12 tahun di Desa
Wringinpitu Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi dalam kategori
cukup yaitu sebanyak 34 orang (61,8%).
B. Saran
1. Bagi Responden
a. Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan dalam ketagori
cukup oleh karenanya diharapka responden khususnya ibu yang memiliki
bayi untuk meningkatkan pengetahuannya dengan mengikuti penyuluhan
tentang PMT matau melalui informasi, media masa (koran, majalah)
maupun media elektronik TV atau radio).
b. Diharapkan ibu untuk lebih memperhatikan asupan makanan pada bayi.
c. Sebagian besar ibu-ibu memiliki pengetahuan cukup, oleh sebab itu harus
lebih di tingkatkan lagi agar bisa menjadi lebih baik.
42
Almastier, Sunita (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Anonim.
(2007). Kasus
Gizi
Buruk
di
Wilayah
Jawa
Timur,
(Online)
Paath, Erna Arcan, dkk. (2004). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Soraya.(2005). Resiko
Pemberian
MP-ASI
Terlalu
Dini,
(online)