You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persoalan yang cukup banyak menjadi perhatian masyarakat, khususnya dunia usaha
adalah pembahasan RUU Perpajakan. Secara substansial RUU Perpajakan mengundang
perdebatan luas di tengah masyarakat. Kenyataan ini perlu di lihat dari dua perspektif yang
berbeda. Pertama, banyak tuntutan dari masyarakat dan pengusaha sebagai wajib pajak agar
diatur hubungan yang lebih adil antara wajib pajak dan petugas pajak. Kedua, upaya
Direktorat Jendral Pajak yang semakin aktif dalam mengeksplorasi sumber potensial
perpajakan karena besarnya tuntutan penerimaan pajak yang dibebankan pada lembaga
tersebut.
Untuk mencapai target penerimaan Negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upayaupaya yang nyata, serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah.
Direktorat Jendral Pajak dapat mengambil langkah-langkah dalam rangka reformasi
perpajakan yang berkelanjutan meliputi beberapa bidang, antara lain dalam system pelayanan
dana administrasi, pengawasan wajib pajak, pengawasan internal, sumber daya manusia,
system informasi dan teknologi dan lainnya. Upaya-upaya tersebut juga dapat berupa
intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan
jumlah wajib pajak maupun peningkatan penerimaan pajak itu sendiri. Upaya ekstensifikasi
dapat berupa perluasan objek pajak yang selama ini belum tergarap. Untuk mengejar
penerimaan pajak, perlu didukung situasi social ekonomi politik yang stabil, sehingga
masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya.
Penting untuk dipertimbangkan beberapa persoalan yang hingga saat ini menjadi
perhatian bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pada satu sisi, RUU Perpajakan
dimaksudkan untuk mendukung ekstensifikasi perpajakan untuk dapat memenuhi target
penerimaan pajak. Di sisi lain, terdapat masalah keadilanya itu, tuntutan kesetaraan antara
wajib pajak dan petugas pajak serta persoalan pengampunan pajak (tax amnesty).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga
atas Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) terutama dalam pasal 37A, yang disahkan pada tanggal 17 juli 2007, terdapat apa yang
disebut dengan sunset policy. Dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program
pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum mampu
memuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset Policy ini
telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak. Sunset Policy hanya memberikan atau
pengurangan sanksi administrasi, sedangkan utang pokok wajib pajaknya tetap harus
dilunasi. Kebijakan sunset policy ini telah berhasil menambah jumlah penerimaan PPh sebesar Rp
7,46 triliun. Sunset Policy telah dilakukan pada tahun 2008 dan Pemberian fasilitas sunset

policy ini dibatasi selama satu tahun sejak Undang-undang ini diberlakukan.
Dalam sunset policy tarif pajak penghasilan yang dikenakan mengikuti ketentuan yang
berlaku umum, berbeda dengan tax amnesty yang umumnya menggunakan tarif khusus yang
lebih rendah.Sunset policy juga tidak memberikan pembebasan terhadap pidana umum yang
dilakukan wajib pajak.
Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru
kepada

masyarakat,

dunia

usaha,

dan

para

pekerja

adalah

melalui

program

pengampunanpajak. Meskipun bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi kesulitan anggaran


negara, pengampunan pajak apabila dirancang dan dilaksanakan secara baik dapat membantu
memperbaiki citra negatif yang selama ini melekat pada aparat pajak.
Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum
atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin
efektifnya pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan
wajib pajak. Dengan kata lain kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan subyek
pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di
luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.
Indonesia pernah menerapkan amnesty pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak
efektif karena wajib pajak kurang merespon dan tidak diikuti dengan reformasi sistem
administrasi perpajakan secara menyeluruh.

Efektivitas pengampunan pajak dapat dilihat ketika pada tahun 1986 ditemukan bukti
bahwa penerapan tax amnesty di beberapa Negara bagian Amerika Serikat selama empat
tahun sebelumnya, mampu meningkatkan penerapan pajak secara signifikan. Tax amnesty
bahkan menjadi kebijakan utama dalam peningkatan penerimaan pajak di 20 negara bagian di
Amerika Serikat.
Dalam penerapannya di Amerika Serikat, kebijakan tax amnesty mampu meningkatkan
penerimaan pajak hingga ratusan juta dolar, yang sulit diperoleh atau bahkan akan hilang
sama sekali. Tax amnesty terbukti mampu meningkatkan jumlah pembayaran pajak.Dalam
hal ini, instansi yang menangani penerimaan Negara telah mengestimasi bahwa tax amnesty
yang dipublikasikan dengan baik, dengan dukungan penegakan hukum yang lebih ketat atas
peraturan perpajakan, dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Belajar dan menganalisis latar belakang, beberapa manfaat dan kelemahan dalam
implementasinya dan alternatif

lain kebijakan pengampunan pajak, serta perbandingan

kebijakan tax amnesty di negara lain, Indonesia dapat lebih menerapkan tax amnesty dengan
baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka permasalahan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana aspek perpajakan dalam Tax Amnesty dalam perundang-undangan pajak?
2. Masalah apa saja yang timbul dalam penerapan KebijakanTax Amnestydi Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Mengetahui aspek pajak dalam Tax Amnesty dalam Undang-undang dan peraturan
perpajakan.
2. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam penerapan kebijakan Tax Amnesty di
Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
3

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :


1. Bermanfaat sebagai suatu proses belajar dalam membuat makalah.
2. Dapat mengkaji lebih dalam tentang materi seminar perpajakan.
3. Bermanfaat sebagai suatu proses belajar untuk mengetahui tentang aspek perpajakan
dalam rangka Tax Amnesty.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN LANDASAN HUKUM

2.1 Pajak
2.1.1 Definisi

Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Terdapat bermacam-macam
batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
Charles E.McLure
Pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak
(orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan
negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik. [Charles E.
McLure, Jr Taxation. Britannica]
Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh
kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.
[Leroy-Beaulieu, Paul (1989). Traite de la Science des Finances (dalam bahasa Perancis) 1.
Paris: Guillaumin et de]
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. [Adriani, P.J.A (1949). Het belastingrecht: zjin
grondslagen en ontwikkeling (dalam bahasa Belanda). Amsterdam: Veen]
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
5

investment. [Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung:


Eresco. ISBN979-8020-23-5]
Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
[Sommerfeld, Ray M.; Anderson, Herschel M.; Brock, Horarace R. (15 Agustus 1972). An
Introduction to Taxation (Pengantar Perpajakan) (Dalam Bahasa Inggris). Forth Worth:
Haroourt College Publishers. ISBN9780155463035]
Berdasarkan Definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa pajak merupakan retribusi
(iuran) masyarakat yang sifatnya dapat memaksa, yang bertujuan agar pemerintahan dapat
menjalankan tugas dan kewajibannya serta mengisi kas negara untuk kesejahteraan
masyarakat.
2.1.2 Unsur Pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak
sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis
(pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang
terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan


ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan
bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar
pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam
rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
6

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak
tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan,
pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
2.1.3 Penggolongan Pajak
Pajak Negara
Pajak Negara sering disebut juga sebagai pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat yang terdiri atas:
a. Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir
kali dengan UU No. 36 Tahun 2008.
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun
2009
c. Bea Materai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
d. Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
e. Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
Pajak Daerah
Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenisjenis Pajak Daerah:
a) Pajak Provinsi terdiri atas:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan; dan
Pajak Rokok.
7

b) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:


Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Parkir;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2.2 Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)


2.2.1 Definisi
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) adalah pengampunan atau pengurangan pajak
terhadap property yang dimiliki oleh perusahaan yang akan segera diatur dalam UU
Pengampunan Nasional. Hal-hal yang berkaitan dengan draft UU tersebut dikatakan jika
pengampunan adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi pajak terutang,
penghapusan sanksi pidana tertentu yang harus diharuskan membayar dengan uang
tebusan. Pengampunan pajak ini bukan hanya property yang disimpan di Luar Negeri,
tetapi juga berasal dari Dalam Negeri yang laporannya tidak diberikan secara benar.
Baer dan LeBorgner mendefinisikan pengampunan pajak sebagai berikut a limited-time
offer by the government to a specified group of taxpayers to pay a defined amount, in
exchange for forgiveness of a taxliability (including interest and penalties), relating to a
previous tax period(s), as well as freedom of legal prosecution
Jacques Malherbe juga mendefinisikan pengampunan pajak sebagai berikut the
possibility of paying taxes in exchange for the forgiveness of the amount of the tax liability
8

(including interest and penalties), the waiver of criminal tax prosecution, and limitations to
audit tax determination for a period of time
Berdasarkan definisi diatas, selain memberikan pengampunan untuk sanksi administrasi,
tax amnesty juga dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana, serta tax amnesty juga
dapat diberikan kepada pelaporan sukarela data kekayaan wajib pajak yang tidak
dilaporkan pada masa sebelumnya tanbpa harus membayar pajak yang mungkin belum
dibayarkan.
2.2.2 Tujuan Tax Amnesty
Dalam menetapkan perlu atau tidaknya tax amnesty, perlu dipertimbangkan apa yang
menjadi justifikasi dari tax amnesty dan hingga batas tax amnesty dapat dijustifikasi. Pada
umunya, pemberian tax amnesty bertujuan untuk:
a.
b.
c.
d.

Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek


Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang
Mendorong repatriasi modal atau asset
Transisi ke sistem perpajakan yang baru

Meningkatkan Penerimaan Pajak dalam Jangka Pendek


Permasalahan penerimaan pajak yang cenderung menurun membuat pemerintah
menerapkan sistem ini dengan harapan, para wajib pajak menjadi lebih patuh dalam
membayar pajak. Dalam jangka pendek dapat memberikan peningkatan penerimaan pajak,
namun jika dilihat dari sudut jangka panjangnya, pemberian tax amnesty ini tidak
memberikan banyak pengaruh permanen terhadap penerimaan pajak jika tidak dilengkapi
dengan program peningkatan kepatuhan dan pengawasan kewajiban perpajakan.
Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang
Dengan adanya tax amnesty ini diharapkan kepatuhan wajib pajak terhadap pelaporan
pajak di masa mendatang akan mengalami peningkatan, karena pemerintah telah
memberikan keringan kepada wajib pajak.
Mendorong repatriasi modal atau asset

Dalam kontekspelaporan data harta kekayaan, pemberian tax amnesty juga bertujuan
untuk mengembalikan modal yang berada diluar negeri tanpa perlu membayar pajak atas
modal yang berada diluar negeri (bagi wajib pajak).
Transisi ke sistem perpajakan yang baru
Dalam konteks ini, tax amnesty menjadi instrument dalam rangka memfasilitasi reformasi
perpajakan dan sebagai kompensasi atas penerimaan pajak yang berpotensi hilang dari
transisi ke system perpajakan yang baru.

2.2.3

Karakteristik Pengampunan Pajak


Definisi tax amnesty sebagaimana telah disebutkan di atas memberikan gambaran
tentang karakteristik dari suatu program tax amnesty, yaitu:

1. Durasi
Secara umum, program tax amnesty berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu, dan
umumnya berjalan selama 2 bulan hingga 1 tahun. Untuk mendukung berhasilnya program tax
amnesty, hal yang perlu ditekankan adalah luasnya publisitas dan promosi program tax
amnesty serta tersampaikannya pesan bahwa wajib pajak hanya memiliki kesempatan sekali ini
saja untuk memperoleh pengampunan atas pajak yang terutang, bunga, dan/atau sanksi
administrasi.
Menurut Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger, pengampunan pajak sebaiknya
diberikan hanya sekali saja dalam suatu generasi (once per generation). Pengampunan pajak
yang diberikan berkali-kali menyebabkan wajib pajak akan selalu menunggu program
pengampunan pajak berikutnya dan ini akan mendorong wajib pajak untuk tidak menjalankan
kewajiban pajaknya dengan benar. Oleh karena itu, apabila pemerintah akan memberikan tax
amnesty maka tidak boleh ada isu tentang program pengampunan pajak jilid berikutnya.
2. Kelompok Wajib Pajak
10

Secara umum, setiap wajib pajak yang belum menunaikan kewajiban perpajakannya
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program tax amnesty. Artinya, program tax
amnesty ini ditujukan kepada wajib pajak yang telah berada dalam sistem administrasi
perpajakan dan wajib pajak yang belum masuk dalam sistem administrasi perpajakan.
Perlakuan yang berbeda dimungkinkan ketika wajib pajak yang hendak berpartisipasi dalam
program tax amnesty telah diperiksa atau sedang dalam proses pemeriksaan. Dalam hal ini, wajib
pajak yang telah diperiksa atau sedang dalam proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan
berpartisipasi dalam program tax amnesty karena jumlah tunggakan pajaknya telah diketahui
oleh otoritas pajak. Wajib pajak juga dapat diberikan pengampunan jika ketentuan peraturan
perundang-undangan menyatakan wajib pajak yang mengungkapkan kewajiban perpajakan atau
harta kekayaannya secara sukarela berhak mendapatkan penurunan atau penghapusan sanksi
administrasi.

3. Jenis Pajak dan Jumlah Pajak atau Sanksi Administrasi yang diberikan Ampunan
Ketentuan tentang tax amnesty harus menspesifikasi pajak apa saja yang diberikan ampunan.
Pada umumnya, pajak yang diberikan ampunan hanya bersumber dari satu jenis pajak atau satu
kategori subjek pajak saja, misalnya tax amnesty hanya diberikan pada pajak penghasilan orang
pribadi saja tidak termasuk pajak penghasilan badan, atau program tax amnesty hanya
dikhususkan kepada pajak bumi dan bangunan saja.
Perkembangan terkini di beberapa negara menunjukkan program tax amnesty juga diberikan
secara spesifik kepada harta kekayaan yang ditempatkan di luar negeri yang belum dilaporkan
oleh wajib pajak. termasuk harta kekayaan yang direpatriasi ke dalam negeri. Program tax
amnesty yang diberikan secara khusus ini umumnya disertai dengan pembebasan atau
pengurangan pajak atas penghasilan yang belum dilaporkan yang bersumber dari harta kekayaan
di luar negeri tersebut.
Selain itu, jumlah pajak yang belum dibayar dan sanksi administrasi yang diberikan ampunan
harus ditentukan dalam ketentuan tax amnesty. Pada umumnya, jumlah yang diberikan ampunan
dapat berupa:

Seluruh atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang;

Seluruh atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi;

Pembebasan dari sanksi pidana;

Pemberian fasilitas angsuran.


11

Secara umum, tax amnesty mensyaratkan wajib pajak untuk tetap membayar seluruh pajak
yang terutang. Walau demikian, perhitungan pajak yang terutang tersebut dapat saja didasarkan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat program tax
amnesty dilaksanakan. Sementara pemberian ampunan atas sanksi administrasi dan pembebasan
dari sanksi pidana merupakan hal yang umum diberikan di banyak program tax amnesty.
Penjelasan lengkap mengenai pengampunan pajak telah tercantum dalam Draft RUU
Pengampunan Pajak yang telah dibuat pada November tahun 2015 yang lalu. Beberapa hal yang
terdapat dalam Draft RUU Pengampunan pajak adalah sebagai berikut:
Syarat Mengajukan Surat Permohonan Pengampunan Pajak
1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Membayar uang tebusan
3. Melunasi seluruh tunggakan pajak
4. Menyampaikan SPT PPh untuk tahun pajak 2015 bagi wajib pajak yang telah memiliki
kewajiban menyampaikan SPT PPh
5. Mencabut permohonan:

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak


Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak
dan/atau Surat Tagihan Paak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang

terutang
Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar
Keberatan
Pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan
Banding
Gugatan
Peninjauan kembali

Tarif Uang Tebusan


Tidak melakukan repatriasi asset

Melakukan repatriasi aset


12

Tarif
2%

Periode Pelaporan Surat Permohonan Pajak Tarif


Bulan pertama sampai dengan akhir bulan 1%

Periode Pelaporan Surat Permohonan Pajak


Bulan pertama sampai dengan akhir bulan

4%

ketiga
Bulan keempat sampai dengan akhir bulan 2%

ketiga
Bulan keempat sampai dengan akhir bulan

6%

keenam
Bulan ketujuh sampai dengan satu tahun

keenam
Bulan ketujuh sampai dengan satu tahun

3%

Ketentuan Repatriasi bagi yang ingin melakukan


1. Harta yang bisa dialihkan adalah harta yang telah berada dan/atau ditempatkan di luar
wilayah NKRI sebelum tanggal 31 Desember 2015.
2. Harta berupa kas atau setara kas harus dialihkan melalui bank persepsi, dan
diinvestasikan sebelum pengajuan surat permohonan pajak.
3. Harta selain kas atau setara kas harrus dialihkan melalui bank persepsi, dan
diinvestasikan paling lambat satu tahun sejak UU diberlakukan.
4. Jangka waktu investasi paling singkat 1 tahun.
5. Di tahun pertama, aset yang dialihkan wajib diinvestasikan dalam obligasi negara, atau
obligasi BUMN, atau investasi keuangan pada bank-bank yang ditunjuk menteri.
6. Di awal tahun kedua atau ketiga, wajib pajak boleh memilih instrumen investasi lain.
Instrumen investasi yang bisa dipilih adalah obligasi perusahaan swasta yang
perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, atau investasi infrastruktur melalui
kerjasama pemerintah dengan badan usaha, atau investasi sektor riil berdasar prioritas
yang ditentukan pemerintah melalui peraturan menteri keuangan, dan/atau investasi di
sektor properti.
13

Syarat tambahan bagi yang memilih opsi melakukan repatriasi:

Mengalihkan harta berupa kas atau setara kas yang berada di luar wilayah Indonesia ke
dalam wilayah Indonesia pada bank persepsi, dan menginvestasikan harta itu ke dalam
bentuk obligasi negara, obligasi BUMN, atau investasi keuangan di bank yang ditunjuk
menteri keuangan.

Kesanggupan mengalihkan harta selain kas atau setara kas yang berada di luar wilayah
Indonesia ke dalam wilayah Indonesia, dan menginvestasikan harta itu dalam bentuk
obligasi negara, obligasi BUMN atau investasi keuangan di bank yang ditunjuk menteri
keuangan.

2.2.4

Manfaat Adanya Tax Amnesty


Dengan adanya tax amnesty atau amnesti pajak ini dapat memeberikan manfaat untuk
beberapa pihak, baik itu pemerintah, pengembangan, maupun untuk investor. Berikut ini
manfaat adanya tax amnesty untuk beberapa pihak:
1. Untuk Pemerintah
Dengan diberlakukannya tax amnesty atau pengampunan pajak ini maka akan
menambah penghasilan penerimaan baru dimana penambahannya dirasa cukup efektif
dalam mengurangi penerimaan Negara yang semakin berkurang. Dengan
diterapkannya tax amnesty atau pengampunan pajak ini maka secara otomatis akan
menarik dana yang terdapat di luar negri ke Indonesia yang menjadikannya masuk ke
dalam pencatatan untuk sumber pajak baru. Amnesti pajak yang diasumsikan oleh
pemerintah sebanyak RP. 60 triliun yang tercantum pada APBN 016. Nominal
tersebut berasal dari tarif tebusan sebesar 3% dari dana yang masuk yaitu sekitar RP.
2.000 triliun.
2. Untuk Pengembang
Dengan diberlakukannya amnesty pajak atau pegampunan pajak ini maka akan
membuat sector propeti mengalami pertumbuhan untuk tahun berikutnya. Kebijakan
ini berhubungan dengan pajak yang menjadikan indicator untuk kebangkitan sebuah
bisnis property yang ada di Indonesia. Tax amnesty ini sangat dipercaya untuk
memberikan sebuah pengaruh terhadap pengembangan untuk dapat terus
berhubungan dengan para investor. Para investor selama ini merasa tidak mau untuk

14

menanamkan modalnya di Indonesia karena Negara Indonesia membunyai pajak


property yang tergolong sangat tinggi.
3. Untuk Investor
Buhan hanya dari pemerintah dan pengembangan saja yang merasa senang dengan
kabar ini, hadirnya tax amnesty atau pengampunan pajak juga sangan disambut baik
oleh para investor. Dengan adanya tax amnesty atau pengampunan pajak ini akan
memberikan keuntungan terhadap kegiatan bisnis. Amnesty pajak ini dapat membuat
para konsumen serta investor untuk lebih berani lagi melakukan pembelian terhadap
property. Dengan demikian para investor tidak merasa lagi takut untuk melakukan
pembelian property.

Tax Amnesty dipandang dari konsep perpajakan

Tax amnesty merupakan upaya yang dilakukan oleh otoritas pajak suatu negara memberikan
kesempatan kepada wajib pajak yang tidak patuh untuk melaporkan penghasilannya dan
membayar pajak secara sukarela dengan memberikan insentif. Tax amnesty dalam jangka pendek
bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, sedangkan dalam jangka panjang bertujuan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Pemberian tax amnesty dimaknai sebagai upaya extra-ordinary akibat ketidakmampuan
dari otoritas pajak memungut pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak, umumnya
yang berada di luar negeri. Oleh karenanya, kebijakan tax amnesty harus dirancang menarik
sehingga mendorong wajib pajak secara sukarela melaporkan harta dan membayar pajaknya.
Selain insentif, kebijakan tax amnesty menawarkan kepastian hukum seperti jaminan wajib pajak
tidak diperiksa pajak di masa yang akan datang.
Program tax amnesty jangan dilihat sebagai pilihan jalan pintas untuk mencapai target
penerimaan pajak sehingga kebijakan ini seharusnya tidak dilakukan berulang karena hal ini
dapat menjadi disinsentif bagi wajib pajak patuh. Program tax amnesty harus dibarengi dengan
upaya memperbaiki kemampuan administrasi pajak di dalam mengawasi penghasilan wajib pajak
serta memungut pajak. Program tersebut di antaranya meningkatkan integrasi data antar
lembaga, kebijakan single identity number, exchange of information, serta kebijakan lainnya.

Kaitan Tax Amnesty dengan Automatic Exchange System of Information

Automatic Exchange System of Information akan menjadi pintu masuk penegakan hukum.
Melalui Automatic Exchange System of Information, otoritas pajak dapat memperoleh informasi
relevan dari otoritas pajak di negara lain yang dapat menjadi dasar pemungutan pajak.
15

Tax Amnesty dalam kaitannya dengan Automatic Exchange System of Information adalah upaya
memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk secara sukarela membayar pajak sebelum
pemerintah melakukan law enforcement dengan memanfaatkan data dari Automatic Exchange
System of Information.

Peluang dan tantangan Tax Amnesty bagi pemerintah Indonesia


Tax Amnesty dapat menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak yang berasal
dari harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang belum dilaporkan. Sigit Priadi Primadito (mantan
Direktur Jenderal Pajak) menyebutkan potensi penerimaan pajak dari program tax amnesty
sebesar Rp 60 triliun. Tax Amnesty juga berpeluang meningkatkan sumber pendanaan untuk
pelaksanaan program-program pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur.
Tantangan dari tax amnesty bagi pemerintah Indonesia adalah meyakinkan kepada wajib
pajak untuk secara sukarela melaporkan penghasilannya dan membayar pajak melalui program
akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan law enforcement di masa yang akan datang.
Keyakinan wajib pajak dalam mengikuti program ini dapat terwujud apabila terdapat insentif
pajak yang memadai, kejelasan prosedur serta kemudahan di dalam pengadministrasian
pelaksanaan pelaporan harta dan pembayaran pajak.

Di dalam program RUU Pengampunan Nasional, pemerintah telah dengan jelas


menjelaskan insentif pajak berupa uang tebusan dengan tarif yang rendah (3%, 5%, dan 8%).
Pemerintah juga telah memberikan kepastian bahwa tidak ada pemeriksaan pajak di masa yang
akan datang. Namun sebagai catatan, pemerintah baru memasukkan RUU Pengampunan
Nasional ini dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional 2015. Diskusi yang berkepanjangan
(wacana tax amnesty sudah didiskusikan lebih dari 1 tahun) akan menciptakan ketidakpastian
sehingga akan menurunkan kepatuhan wajib pajak.

16

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Kepatuhan dan penerimaan pajak di Indonesia

Dari 240 juta lebih penduduk Indonesia, jumlah wajib pajak yang terdaftar masih kurang dari 30 juta
orang (atau hanya sekitar 11% dari total penduduk Indonesia).

Dari jumlah tersebut, hanya sepertiganya yang melaporkan SPT PPh 2015 atau kurang dari 10

juta penduduk.
Sistem perpajakan yang bersifat worldwide income (semua jenis pendapatan akan dipajaki) dan
tarif pajak yang lebih tinggi dari negara tetangga juga menjadi pendorong orang untuk
menghindari pembayaran pajak di Indonesia. Rasio pajak Indonesia terhadap PDB tidak pernah
melebihi 12% dalam empat belas tahun terakhir di bawah Malaysia dan Thailand yang di atas

16%, dan jauh di bawah Belgia dan Inggris di kisaran 25% dari PDB.
Rendahnya penerimaan pajak dibanding potensinya sebenarnya bukan hanya terjadi di negara

berkembang, melainkan juga terjadi di negara maju.


Rendahnya penerimaan pajak tidak hanya disebabkan oleh rendahnya law enforcement di bidang
perpajakan namun juga disebabkan oleh masih besarnya underground-economy, dan adanya dana
masyarakat yang disimpan di luar negeri.

17

Underground economy tidak hanya meliputi kegiatan ilegal seperti yang terkait dengan obat
terlarang dan penebangan hutan ilegal, namun lebih luas lagi karena mencakup juga kegiatan

ekonomi yang tidak dilaporkan, tidak tercatat, ataupun kegiatan informal.


Underground economy di Indonesia diperkirakan mencapai 20% dari PDB atau lebih dari

Rp2.000 triliun.
Data World Bank menyebutkan jika potensi underground economy dimasukkan, tax ratio
Indonesia mencapai lebih dari 15% dari PDB.

Penerimaan pajak 2007-2014 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, realisasi penerimaan pajak,
termasuk bea dan cukai, sejak 2007 hingga 2014 menunjukan tren meningkat walau selalu di bawah
target.

Dana parkir di luar negeri

Salah satu tujuan kebijakan tax amesty adalah target pemerintah untuk bisa menarik sekitar

Rp1.000 triliun dari Rp 3.000-Rp 4.000 triliun dana yang terparkir di luar negeri
McKinsey menyebut ada Rp2.000 triliun uang tunai dan Rp2.000 triliun berupa aset warga

Indonesia tersimpan di Singapura.


Belum lagi dana parkir orang Indonesia ditenggarai banyak tersebar di Macau, Hong Kong,
Luxemburg, Swiss, dan Kepulauan Cayman.

Peyebab Kebijakan Tax Amnesty di Indonesia pada tahun 1964 dan 1984 dinilai Gagal

Wajib pajak yang diharapkan mengikuti program tax amnesty ternyata tidak begitu merespons

kebijakan ini.
Penerapan kebijakan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu

dan menyeluruh.
Minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke masyarakat termasuk sistem kontrol
dari Direktorat Jenderal Pajak.

Fakta Pajak di Indonesia

Selama 2007-2014, rasio pajak terhadap PDB Indonesia cenderung stagnan. Pada 2007, rasio
pajak terhadap PDB Indonesia 12,4%, naik menjadi 13,3% pada 2008, lalu turun menjadi 11%
pada 2009.
18

Pada 2014, rasio pajak terhadap PDB adalah 12,4%, angka yang sama dengan tahun 2007
Selama 2007-2014, proporsi terbesar pendapatan Negara Indonesia berasal dari penerimaan

pajak.
Pada 2014, proporsi penerimaan pajak dalam pendapatan Negara adalah 76,20%, sementara

proporsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah 23,66%.


Selama 2007-2014, proporsi penerimaan pajak juga cenderung meningkat dari 69,37% pada 2007

menjadi 76,20% pada 2014.


Proporsi PNBP cenderung menurun dari 30,39% pada 2007 menjadi 23,66% pada 2014.
PPh cenderung turun dari 47,43% pada 2012 menjadi 45,73% pada 2014.
Proporsi PPN dan PPnBM cenderung naik dari 34,43% pada 2012 menjadi 38,17% pada 2014.

Pemerintah-DPR Sepakati Tax Amnesty Berlaku di tahun 2016


Pemerintah memastikan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak mulai diberlakukan
tahun 2016. Menurut Dirjen Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudhito, skema tax amnesty itu berlaku
hanya sampai akhir 2016 dengan tarif pajak 2% pada semester pertama dan semester berikutnya 6%.
Skema tax amnesty tersebut dalam rangka repatriasi dana yang terparkir di luar negeri. Potensi yang
akan diterima negara sekitar Rp 60 triliun. APBN 2016 sudah menyertakan kebijakan tax amnesty. Target
pajak Rp1.350 triliun, kata Sigit, akhir pekan lalu.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan skema tax amnesty harus dipercepat
sebelum aturan pertukaran informasi pajak (automatic exchanger of information/AEoI) diberlakukan pada
2017. Sebelum 2017 harus ada proses amnesti. Wajib pajak di luar negeri atau WNI yang belum menjadi
wajib pajak harus jadi bagian penerimaan pajak. Kalau tidak, uang mereka jadi milik negara lain.
Untuk memuluskan niat pemerintah tersebut, DPR segera merampungkan RUU Pengampunan
Pajak di masa sidang akhir tahun ini. Menurut anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno, kini
dewan sedang menunggu surat Presiden untuk membahas atau menyepakati RUU Pengampunan Pajak
tersebut ke dalam Prolegnas.
Tax amnesty itu seiring pemberlakuan aturan EAoI mulai 2017. Pemerintah nanti memiliki data kredibel
terkait harta para pengemplang. Kalau pengemplang melapor, datanya tidak diteruskan ke kepolisian.
Mereka yang diampuni ialah yang percaya pada pajak. Dalam pembahasan terakhir, ada perubahan tarif

19

pajak bagi pengemplang yang melaporkan hartanya, yakni yang semula bervariasi antara 3%-6% kini
menjadi 2%-6%, ujar Hendrawan dari Fraksi PDI Perjuangan.
Pengamat perpajakan dari UI, Darussalam, menambahkan pemberlakuan tax amnesty memang
memupuk kepatuhan wajib pajak. Mereka yang selama ini belum patuh dan belum terdaftar diberi
pengampunan dengan membayar uang tebusan yang tarifnya jauh di bawah umum. Tujuan lainnya untuk
mengungkap harta yang selama ini belum dikenai pajak dengan membayar uang tebusan.

3.2

Aspek Perpajakan

Rancangan Undang-Undang : Pengampunan Nasional Tahun 2015


PASAL 2
Setiap Orang Pribadi atau Badan berhak mengajukan permohonan Pengampunan Nasional dengan
menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional, kecuali Orang Pribadi atau Badan yang
sedang dalam proses penuntutan, atau sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
PASAL 3 AYAT (1)
Pengampunan Nasional diberikan atas seluruh Harta yang dilaporkan dalam Surat Permohonan
Pengampunan Nasional, baik yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PASAL 7 AYAT (1)
Syarat untuk mengajukan Pengampunan Nasional meliputi:

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

Menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional yang ditandatangani oleh Orang


Pribadi atau Badan;

Membayar Uang Tebusan;

20

Melunasi seluruh Tunggakan Pajak; dan

Memberikan Surat kuasa kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membuka akses atas seluruh
rekening Orang Pribadi atau Badan yang berada di bank dalam negeri dan bank luar negeri untuk
transaksi setelah memperoleh Pengampunan Nasional.
PASAL 4

1. Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan
Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015 adalah sebesar 3 %.
2. Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan
Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 adalah sebesar 5 %.
3. Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan
Juli 2016 sampai dengan Desember 2016 adalah sebesar 8 %.

PASAL 5
Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah Nilai Harta yang dilaporkan.
PASAL 6
Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dengan Dasar Pengenaan Uang Tebusan.
PASAL 11
Orang Pribadi atau Badan yang menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional, tidak berhak:
1. Mengkompensasikan kerugian fiskal untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum undangundang ini diundangkan yang belum dikompensasikan;
2. Mendapatkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk bagian tahun pajak atau tahun
pajak sebelum undang-undang ini diundangkan atau untuk Masa Pajak sebelum undang-undang
ini diundangkan yang belum dikembalikan;
3. Melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sebelum undang-undang ini diundangkan.

21

BAB IV
KESIMPULAN

1. Pemerintah melakukan pemberlakuan kebijakan Tax Amnesty dikarenakan dana


masyarakat Indonesia sejumlah Rp 3.000 triliun yang diparkir di luar negeri khususnya di
Singapura yang selama ini tidak terjangkau oleh Ditjen Pajak.
2. Supaya dapat meningkatkan penerimaan pajak dari wajib pajak pasif terutama pengusaha
yang dananya berada diluar negeri.
3. Tax amnesty ini juga dapat dipandang sebagai rekonsilisasi nasional untuk menghapus
masa lalu wajib pajak yang tidakpatuh dan perilaku otoritas pajak yang melanggar aturan.
4. Tax Amnesty bertujuan meningkatkan produktivitas dan akuntabilitas pegawai, serta
memperbaiki upaya kepatuhan perpajakan
5. Aspek Perpajakan dalam Tarif Kebijakan Tax Amnesty pada tahun 2016 :
RUU tentang Pengampunan Nasional tahun 2015

PASAL 4

22

1. Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional
bulan Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015 adalah sebesar 3 %.
2. Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional
bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 adalah sebesar 5 %.
3. Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional
bulan Juli 2016 sampai dengan Desember 2016 adalah sebesar 8 %.

DAFTAR PUSTAKA

Pengampunan Pajak. Draft RUU Pengampunan Nasional . 18 April 2016.


https://pengampunanpajak.com/2015/11/03/draft-ruu-pengampunan-nasional/#more-292

Pengampunan Pajak. Pemerintah-DPR Sepakati Tax Amnesty Berlaku Tahun2016 . 18


April 2016. https://pengampunanpajak.com/

Koran Sindo. Kisah Tax Amnesty di Penjuru Dunia . 18 April 2016.


http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=9&date=2016-04-18

Eko Sri SuharyantoPengertian dan Manfaat Tax Amnesty 16 April 2016


https://uangteman.com/blog/indonesia/pengertian-dan-manfaat-tax-amnesty/

Darussalam, SE, Ak, CA, MSi, LLM Int.Tax Tax Amnesty Dalam Rangka Rekonsiliasi
Nasional 16 April 2016

https://www.selasar.com/ekonomi/tax-amnesty-untuk-rekonsiliasi-nasional

Wisamodro Jati Mengenal dan Memahami Lebih Dekat Tax Amnesty 16 April 2016
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=45

23

24

You might also like