You are on page 1of 22

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap

: Tn. R

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 35 Tahun

Status perkawinan : Menikah


Agama

: Islam

Pekerjaan

: Sopir

Alamat

: Nanjungsari Urug Kawali


Tasikmalaya

Tanggal masuk RS :07/08/2015


Masuk dari ruang Transit
Tanggal pemeriksaan : 08/08/2015

II.

ANAMNESIS

Keluhan Utama:
nyeri perut kanan atas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS pukul 18.30 dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 5 hari
smrs. Nyeri dirasakan terus menerus terasa ditusuk-tusuk pisau, nyeri menjalar sampai ke
pinggang dan semakin lama keluhan nyeri yang dirasa semakin memberat. Rasa sakit akan
bertambah bila penderita berubah posisi. Penderita merasa lebih enak jika tidur setengah
duduk dengan bantal 5 tumpuk untuk mengurangi rasa sakit. Pasien juga mengeluh buang air
besar cair berwarna kemerahan sampai hitam disertai ampas dan lendir, dengan frekuensi
lebih dari 3 kali sehari.
Demam juga dirasakan hilang-timbul dalam waktu 1 bulan dan sering timbul saat
malam hari hingga menggigil, pasien berobat ke puskesmas demam hilang dengan obat dan
timbul lagi jika tidak meminumnya. Setelah obat habis dan demam belum hilang pasien
berobat ke dokter, kemudian pasien di rujuk ke rumah sakit. Keluhan juga disertai dengan
nafsu makan yang menurun. Buang air kecil normal, tidak nyeri warna kuning jernih.
Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi jamu ataupun minum-minuman keras dari
sejak dulu. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan yang dibelinya di luar rumah dan

jarang memperhatikan kebersihan makanan yang dimakannya, pasien juga sering


mengkonsumsi kopi hitam 1 hari 5x, dan merokok 1 bungkus/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit ini sebelumya. Riwayat hipertensi,
DM, Alergi, riwayat sakit kuning dan batuk-batuk lama disangkal. Riwayat peyakit usus
buntu disangkal. Pasien mengaku pernah mengalami mencret 1 bulan yang lalu. Sebelumnya
pasien pernah di rawat di puskesmas dengan keluhan demam saat dirawat pasien di diagnosa
dengan typhoid.
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Bekerja sebagai sopir, merokok sejak umur muda, sehari satu setengah bungkus
rokok. Pasien mengaku minum kopi hitam 5 kali sehari.
Riwayat Penyakit Keluarga
tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign
Tekanan Darah

: 110 / 70 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Suhu

: 36,4 oC

Pernafasaan

: 20x/menit

Kepala
Bentuk

= Normocephali

Rambut

= warna: hitam

Mata

= Sclera :Ikterik (-)


konjuctiva : Anemis (+/+),
Hiperemi (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
2

Telinga

= Massa (-),
Nyeri tekan auricular (-/-)

Hidung

= Septum Deviasi (-),


Pernafasan Cuping hidung (-)

Mulut

= Letak Uvula Medial,


Pembesaran Tonsil (-): (T1/T1)

Leher

Thorax
I

Tiroid

= Pembesaran (-)

KGB

= Pembesaran (-)

: normothorax, simetris kanan=kiri

P : MT (-), NT (-), vocal fremitus kanan=kiri


P : sonor kanan = kiri
A : BP vesikuler, Rh -/- Wh-/Jantung
Inspeksi

Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1 cm medial linea midklavikula kiri.

Perkusi

:
Batas kanan

: sela iga III-V linea sternalis kanan.

Batas kiri

: sela iga III-V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.

Batas atas

: sela iga III linea parasternal kiri.

Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Ekstremitas
Akral Teraba hangat pada keempat ekstremitas.
CRT : < 2 detik
STATUS LOKALIS
Regio Abdomen
Inspeksi

: tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris.

Palpasi

:
Dinding perut

: Supel, Defense muscular (-), terdapat nyeri tekan pada


epigastrium, tidak terdapat nyeri lepas.
3

Hati

: hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus


xyphoideus, konsistensi kenyal, permukaan rata,tepi
tumpul.

Nyeri Tekan hipokondrium kanan (+) dan epigastrium (+), nyeri tekan regio
abdomen lainnya (-),
Limpa

: tidak teraba

Ginjal

: ballotement -/-, nyeri ketok costovertebral -/-

Murphy sign : negatif


Shifting dullness : negatif
Perkusi

: Timpani di keempat kuadran abdomen.

Auskultasi

: Bising usus (+)

DIAGNOSIS BANDING:
Abses Hepar Amoeba
Abses Hepar Piogenik
Hematemesis melena
DIAGNOSIS KERJA:

Abses Hepar Amoeba

RENCANA PENGELOLAAN

IVFD : ringer laktat 20 gtt


Inj. Metronidazole 3x750mg
Ceftriaxon 3x1
Ranitidin 2x1
Ketrolak 2x1
drainase Abses hepar perlaparatomi

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium, (04 Agustus 2015)
Faal Hati/Jantung
SGOT (ASAT)
SGPT (ALAT)
Serologi
HBSAg

27

Nilai Normal
P: 10-31, L: 10-

45
34
Non Reaktif

38
P: 9-32, L: 9-40
35-50 %
Non Reaktif

Laboratorium, (5 Agustus 2015)


Hematologi
Darah
Leukosit
Hb
Ht
Trombosit

Nilai Normal
9.500
3,5-10 x 103 mm3
11,1
11-16,5 g/dL
34
35-50 %
524.000 150-350x103 mm3

Laboratorium, (11 Agustus 2015)


Jenis
Pemeriksaan
Faal Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Kalsium

Hasil

Nilai Normal

Satuan

15
0,79

15-45
P: 0,5-0,9, L: 0,7-1,20

Mg/dl
Mg/dl

143
4,7
1,29

135-145
3,5-5,5
1,10-1,40

Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

USG (31 Juli 2015)


USG Abdomen

Deskripsi:
o Hepar sedikit membesar, tekstur parenkim homogen halus, kapsul tidak
menebal, tampak bayangan massa inhomogen, relatif bulat dengan nekrosis
dan internal echo di dalamnya, batas tegas, ukuran 9,17 x 9,62 x 10,1 cm di
daerah suphrenicus lobus kanan yang tampak meluas ke dinding diafragma
kanan yang menyebabkan koleksi cairan di hemithoraks kanan. Kandung
empedu tidak membesar, tak tampak batu atau SOL. Pancreas normal tidak
tampak pancreatitis. Ginjal kiri kanan: ukuran dan bentuk normal, tidak

tampak batu atau SOL tidak tampak hidronefrosis. Tidak tampak koleksi
cairan intraabdomen,

Kesan: abses hepar daerah subphrenicus lobus kanan yang meluas ke dinding
diafragma kanan dan menyebabkan empyema pleura kanan.

USG ( 11 Agustus 2015)


USG Abdomen

Deskripsi
o Hepar lobus kanan tampak bayangan hipoekoik berbatas tegas tepi relatif
reguler berbentuk bulat berukuran 8,28 x 10,24 x 8,56 cm dengan internal
echo (+).

Kesan : abses hepar di lobus kanan

Foto Thorak (8 Agustus 2015)

Kesan : jantung tidak membesar,diafragma tumpul.


FOLLOW UP
Sabtu 8 Agustus 2015

Nyeri pada perut kanan atas, bab berwarna hitam kemerahan.


KU

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

TD

:110/70 mmHg

: 84x/menit

Suhu

: 36,4 oC

Pernafasaan

: 20x/menit

Jantung

: BJ I/II regular murni, gallop(-), murmur (-)

Paru

: Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen

: datar, simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-). Supel, Defense
muscular (-), terdapat nyeri tekan pada hipokondrium dan epigastrium,
hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae, 4 jari dibawah processus
xyphoideus, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul. Limpa
: tidak teraba Shifting dullness: negative. Timpani di keempat
kuadran abdomen. Bising usus (+) Normal.
6

Ekstremitas

: Akral hangat, edema kedua tungkai bawah +/+

Medikamentosa

IVFD : ringer laktat 20 gtt


Inj. Metronidazole 3x750mg
Ceftriaxon 3x1
Ranitidin 2x1
Ketrolak 2x1

Minggu, 09 Agustus 2015


-

Nyeri perut kanan atas (+)

Rencana drainase Abses hepar perlaparatomi

Konsul bagian anastesi

Terapi lanjutkan

Senin 10 Agustus 2015


-

Nyeri perut kanan atas (+)

Rencana USG ulang

Cek elektrolit

Konsul anastesi ulang

Terapi lanjutkan

Selasa 11 Agustus 2015


-

Nyeri perut kanan atas (+).

Rencana operasi drainase abses hepar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abses adalah pengumpulan cairan pus tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang,
dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah
dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat.
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,
jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan proses
supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, sel darah
dalam parenkim hati. Organisme mencapai hati melalui infeksi asendens di saluran empedu
(kolangitis asendens), melalui pembuluh darah baik porta atau arteri, infeksi langsung ke hati
dari sumber disekitar, luka tembus. Abses hati timbul pada keadaan defisiensi imun (lanjut
usia, imunosupresi, kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum tulang).

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Hepar terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah
diafragma. Hepar terbagi atas dua lapisan utama yaitu permukaan atas berbentuk cembung
terletak di bawah diafragma serta permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan
fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati,
selanjutnya hati dibagi lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Facies diafragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah
diaphragma. Berbentuk konveks. Facies diafragmatika dibagi menjadi facies anterior,
superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana
margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar kesistem pulmonum melalui
facies diapharagma ini secara perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan akan
timbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura,
biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses.
Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap keinferior, berupa strukturstruktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis
(hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri
porta hepatis yang terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan
ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yangberbentuk segitiga dengan
vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas
8

dan bawah. Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis,omentum minus
yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra
renal, bagian kedua duodenum, fleksurakolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura
ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan
organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar
ke hepar.
Pendarahan
Pendarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri dan
kanan dalam porta hepatis. Cabang kanan melintas di posterior duktus hepatis dan di hepar
menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri
hepatika merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan
memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh vena
porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-produk
digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobules dan berakhir
di sinusoid. Darah meninggalkan hepar melalui vena sentralis dari setiap lobules yang
mengalir melalui vena hepatika. Pileflebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan
abses pada hepar dikarenakan aliran vena porta ke hepar.
Persarafan
nervus simpatikus, dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig.
hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Nervus vagus: dari trunkus sinistra yang mencapai
porta hepatis menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum.

Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus hepatikus).
Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari
nodus hepatikus, limfe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus retropylorikus dan nodus
seliakus.
9

Struktur
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena porta
dan duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk keperluan reseksi
bagian pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis dekstra
(segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi
lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis
dekstra). Parshepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisiolateralis
sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra) dan
divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap
lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial
mengellilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid
yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik
(sel kupffler) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri
dan benda asing dalam tubuh, jadi hati merupakan organ utama pertahanan tubuh terhadap
serangan bakteri dan organ toksik.
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica yang mengelilingi lobulus hati,
juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli
biliaris yang berjalan antara lembaran sel hati. Hati terdiri atas bermacam-macam sel.
Hepatosit meliputi 60% selhati, sisanya adalah sel-sel epithelial sistem empedu dan sel-sel
non parenkim yang termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang
berbentuk seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatica dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid
yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan
dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yangdipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).
Fisiologi Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah
pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari
10

ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu.
Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir
racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia.
Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme heme dan walaupun secara fisiologis
tidak berperan aktif, tetapi penting sebagaiindicator penyakit hati dan saluran empedu, karena
bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus
memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme
karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini
diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan
sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik,
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya.
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin,
protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak
adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yangmerupakan 15%
massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh,merupakan sel yang sangat penting
dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen
tersebut kepada limfosit.

2.3. Prevalensi
Prevalensi abses piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal setelah
autopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG, CT scan dan MRI lebih
mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi autopsi berkisar antara 0,29-1,47%,
sedangkan di rumah sakit didapatkan antara 0,008-0,016%. Sedangkan pada negara maju
11

seperti Amerika prevalensinya sangat berbeda dibanding dengan negara-negara berkembang.


Menurut penyebabnya liver abses pada negara maju dapat dirata-ratakan sebagai berikut: 1.
abses hati pyogenic, disebabkan oleh lebih dari satu mikrobakteri, 80 % pada negara maju.2.
amebiasis hati, penyebab utamanya entamoeba hystolitica, 10% dari seluruh kasus liver
abses. 3. fungal abses, paling sering disebabkan oleh spesies candida, kurang dari 10% kasus
liver abses.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi
Entamoeba histolytica tetapi hanya 10% dari yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala.
Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi
adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik dimana lakilaki lebih sering dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan sering pada dewasa,
di mana jumlah penderita paling banyak pada usia dekade keempat sampai kelima.

2.4 Etiologi dan Patogenesis


Ada tiga bentuk utama dari abses hati, diklasifikasikan oleh etiologi :
A. Abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess), yang paling sering
polymicrobial, menyumbang 80% dari kasus abses hati di Amerika Serikat. AHP tersebar
di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan sanitasi kurang. Etiologi AHP
adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella
pneumonia, bacteroides, fusobacterium, S. aureus, S. milleri, candida albicans,
aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersiniaenterolitica, S. typhi, brucella
militensis, dan fungal. AHP secara relatif jarang. Hal ini telah dijelaskan sejak waktunya
Hippocrates (400 masehi), dengan review pertama yang diterbitkan oleh Bright muncul
pada 1936. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan
dengan pileflebitis. Bakteri pathogen melalui a. hepatica atau sirkulasi vena portal masuk
ke dalam hati, sehingga terjadi bakte mrimia sistemik, atau menyebabkan komplikasi
infeksi intraabdominal (diverticulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi). Sedangkan
saat era antibiotik, terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem
biliaris (kolangitis, kolesistitis). Hal ini karena makin tinggi angka harapan hidup dan
makin banyak pula orang lanjut usia dikenai penyakit sistem biliaris ini. AHP juga bisa

12

akibat trauma, luka tusuk / tumpul, dan kriptogenik. Abses hati piogenik dapat terjadi
melalui infeksi yang berasal dari:
1. vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pileflebitis
porta atau emboli septik.
2. saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat
menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker,
striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3. infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses
perinefrik, kecelakaan lalu lintas.
4. septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5. kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.
B. Abses hati amuba (AHA) karena Entamoeba histolytica menyumbang 10% dari kasus.
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi di
daerah tropis/subtropik. AHA lebih sering terjadi endemic di negara berkembang
dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. Histolytica. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga
ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara
pasti.
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme:
1. strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada
interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama
pada flora bakteri.
Ada beberapa mekanisme patogenesis dari abses hati seperti faktor virulensi parasit
yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell mediated yaitu:
1. Penempelan E. Histolytica pada mukosa usus
2. Pengrusakan sawar intestinal- bentuk aktif menembus dinding usus untuk membentuk
ulkus. Lokalisasi ulkus amebika biasanya di sekum.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E.Histolytica.
4. Terjadinya supresi respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin
parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
5. Penyebaran ameba ke hati.
13

Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau
tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis.
Secara patologis, abses amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya
berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau
keabuan. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat susu yang terdiri dari jaringan rusak
dan darah yang mengalami hemolisis. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung pada
lamanya penyakit. Abses yang lama dan besar berdinding tebal.
Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous,
sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil.
Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer
dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan
parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri dan demam. Nyeri biasanya terlokalisir di
kuadran kanan atas, tapi mungkin dapat juga di daerah epigastrium. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar 15.000/ml3
sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. Pemeriksaan lain-lain seperti
foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi
yang ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan
dimana sensitivitasnya sekitar 85-95%.
C. Abses jamur, paling sering disebabkan oleh Candida spesies, menyumbang kurang dari 10%
kasus. Terutama disebabkan oleh Candida albicans dan kebanyakan terjadi pada orang yang
dalam pengobatan antibiotika lama, post transplantasi organ, keganasan hematologi, dan pada
penyakit kongenital ataupun imunodefisiensi yang didapat. Selain itu penyebab lainnya juga
seperti Actinomyces species, Eikenella corrodens, Yersinia enterocolitica, Salmonellatyphi,
dan Brucella melitensis.
2.5. Manifestasi Klinis

14

Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Demam/panas tinggi
merupakan keluhan yang paling utama, disertai keadaan syok, Nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen, seperti ditusuk atau di tekan, rasa sakit akan bertambah saat berubah posisi dan
batuk, Tanda iritasi diafragma seperti terjadi nyeri bahu kanan dan batuk, Rasa mual dan
muntah, Berkurangnya nafsu makan, Penurunan berat badan yang unintentional.
Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada regio perut kanan dan perbesaran hati
3-6 jari. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi AHP adalah
malaise, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan
adanya pergerakan. Gejala lain, mual, muntah, anoreksia, berat badan turun yang
unintentional, badanlemah, ikterus, BAB seperti kapur , dan urin berwarna gelap. Apabila
AHP letaknya dekat diafragma, akan timbul iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri bahu
kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama akibat AHA). Gambaran seseorang dengan
amebik abses hati, ialah adanya rasa nyeri di perut terutama hipokondrium kanan, disertai
dengan kenaikan suhu badan. Sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang di tandaidengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan diatasnya.
Ada tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan tersebut di atas timbul,
didahului dengan diare berdarah dan berlendir.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri, anemia; laju
endap darah, alkali fosfatase, transaminase dan serum bilirubin meningkat; konsentrasi
albumin serum menurun dan waktu protrombin yang memanjang.
Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah
memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis secara
mikrobiologik. Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen: diafragma kanan
meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada fotothoraks PA:
sudut kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di
bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura
minor.Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal CT-Scan atau MRI,
USG abdominal dan Biopsi Hati memiliki sensitivitas yang tinggi.
2.7. Diagnosis

15

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang. Kadang sulit


ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis yang tidak spefisik. CT-scan dan tes serologis sangat
membantu. Diagnosis berdasarkan penemuan bakteri penyebab dengan kultur darah hasil
aspirasi (merupakan standar emas).
Criteria Sherlock :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

hepatomegali yang nyeri tekan


respon baik terhadap obat amoebisid
leukositosis
peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
aspirasi pus
pada USG didapatkan rongga dalam hati
tes hemaglutinasi positif

Kriteria Ramachandran (bila didapatkan sama atau lebih dari 3) :


1.
2.
3.
4.
5.

hepatomegali yang nyeri


riwayat disentri
leukositosis
kelainan radiologis
respon terhadap terapi amoebisid

Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan sama atau lebih dari 3):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

hepatomegali yang nyeri


kelainan hematologis
kelainan radiologis
pus amoebik
tes serologic positif
kelainan sidikan hati
respon yang baik dengan terapi amoebisid

Pemeriksaan Laboratorium:
Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,411,3 g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm. Pada pemeriksaan faal hati
didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%,total bilirubin 0,9-2,44 mg%,
fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l. Jadi
kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan
sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
Pemeriksaan penunjang:

16

a.

Foto dada: kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa: peninggian kubah

diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
b.

Foto polos: Abdomen kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat

berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang
didapatkan berupa air fluid level yang jelas.
c.

Ultrasonografi: Untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT

atau MRI. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel.

USG:
1.
2.
3.
4.
5.

bentuk bulat atau oval


tidak ada gema dinding yang berarti
ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal
bersentuhan dengan kapsul hati
peninggian sonic distal

d. Tomografi komputer (CT Scan): Sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan
lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior.
CT scan:
1. Hipoekoik
2. Massa oval dengan batas tegas
3. Non-homogen
e. Pemeriksaan serologi: Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect
haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. IHA dan
GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positif jika
pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila testersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangats pesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP
meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba juga mendeteksi colitis
karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses
amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif
sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi

17

ditemukan lesi "space occupying" dihepar, GDP sangat membantu untuk memastikan
apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.
2.8. Penatalaksaan
Pada 1938, review Ochsner' klasik drainase bedah sebagai terapi definitif. Terapi
konvensional adalah dengan drainase terbuka ,secara operasi dan antibiotik spektrum luas
oleh karena bakteri penyebab abses terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau
dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa adalah antibiotik yang bersifat amubisid seperti metronidazol
atau tinidazol. Dosis 50mg/kgBB/hari diberikan tiga kali sehari selama 10 hari, dapat
menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama efektifnya,
diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan
umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat
memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam beberapa hari
dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun merupakan kontraindikasi pada kehamilan.
Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadang-kadang
dapat terjadi.
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang
sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat.
Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign
secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang
mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan
terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan
emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.
1. Metronidazole : 3750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,ditambah;
3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 100mg/hr)
selama 10 hari.
18

Aspirasi
Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini,
aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya
infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya
lebih dari 250ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai sasaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi
sekunder.
Indikasi tindakan aspirasi terapeutik :
1. abses yang dikhawatirkan akan pecah
2. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga pericardium atau
peritoneum.
Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum,

dan

perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
Tindakan pembedahan
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses.
Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga
pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas
daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati. Pembedahan
diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang lebih
konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga
dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses
amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
19

bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka
dilakukan dengan sayatan subkostal kanan.
Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan
antibiotic serta dengan ultrasonografi intraoperatif.

Indikasi pembedahan:
1.
2.
3.
4.

abses disertai komplikasi infeksi sekunder.


abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.

2.9. Komplikasi
Saat dignosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti
septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal hati, kelainan didalam
rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara
khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus
diafragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses amuba.
Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang
berisi amuba yang ada.
2.10. Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterialorganisme multiple, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau
adanya penyakit lain. Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti
reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian.
Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada
pasien-pasien yang jaundice.
20

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. 2007.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 4632.
3. Sjamsuhidajat,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit
Buku Kedokteran. 0043. Christophers Textbook of Surgery. Philadelphia and
London: Saunder Company.1960; 797-799
4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar:
www.ejournal.unud.ac.id.
5. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.
21

6. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:


www.pubmedcentral.nih.gov 2005
7. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica:www.emedicine.medscape.com. 2008
8. Liver Abscess, Referensi Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L., 2007.
9. Snell RS. Clinical Anatomy 7th Edition: lippincot William Williams & wilkins, United
states of America:2004

22

You might also like