Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
210210236
111001221
7111080123
7111080255
111001023
7111080283
111001239
Pembimbing:
dr. Emmy Lidya Anas, Sp. An, M. Kes
SMF ANESTESI
RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini guna
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Anestesi Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul Anestesi Umum Dengan Tube
Endotracheal Pada Kasus Sinusitis.
Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada dr. Emmy Lidya Anas, Sp. An, M. Kes atas bimbingan dan
arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Anestesi Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
Penulis sadar laporan kasus ini pasti tidak luput dari kesalahankesalahan, baik berupa salah ketik maupun kesalahan pada bahasa maupun
tataletaknya. Pada kesempatan ini penulis memohon maaf kepada para pembaca.
Kritik dan saran diterima agar penulis dapat memperbaikinya lagi agar lebih
sempurna.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dalam
menambah
ilmu
pengetahuan
serta
dapat
menjadi
arahan
dalam
Medan,
Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................2
2.1 Definisi Anestesi..............................................................................2
2.2 Anestesi Umum................................................................................2
2.3 Premedikasi......................................................................................4
2.4 Induksi Anestesi...............................................................................7
2.5 Intubasi Endotrakeal........................................................................9
2.6 Obat-Obat Anestesi Umum............................................................13
2.7 Pemulihan Pasca Anestesi..............................................................19
2.8 Sinusitis..........................................................................................21
BAB III KESIMPULAN................................................................................30
BAB IV LAPORAN ANESTESI...................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................32
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu: Hipnotik (hilang
kesadaran), Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).1
Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana
hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh
akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum
dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular.1
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.2
Sinusitis didefiniskan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal dapat
berupa sinusitis maksilla, sinusitis etmoid, sinusitis frontalis, sinusitis spenoidalis.
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter seharihari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering
di Indonesia.2
Umumnya sinusitis disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga disebut
rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan
infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
Anestesi Umum
Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana
a. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke
dalam pembuluh darah vena.
b. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan
yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan
kategori menggunakan sungkup muka, Endotrakeal tube nafas spontan,
Endotrakeal tube nafas terkontrol.
c. Anestesi berimbang merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi
inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan persiapan preanestesi. Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum
pasien menjalani suatu tindakan operasi. Persiapan-persiapan yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:2
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau
sesak nafas.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang
keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang
sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa
terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
ditransplantasi.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat (E: EMERGENCY), misalnya ASA IE atau
IIE.
2.3
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan
premedikasi:2
Sedatif
Dewasa
Anak
Pemeriksaan Alat
Penting sekali bila kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anastesi,
karena keselamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar
hal-hal yang harus diperiksadan gantungkan pada alat anastesi yang sering
digunakan.
Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan
baik. Jika kita menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang
digunakan dan silinder cadangan. Periksalah apakah vaporizer sudah disambung
dengan tepat tanpa ada yang bocor, hilang atau terlepas, sistem pernapasan dan
aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan aman. Jika kita tidak yakin dengan
sistem pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anastesi dimatikan). Periksalah
fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan bila terjadi kesalahan aliran
gas), laringoskop, pipa dan alat penghisap. Kita juga harus yakin bahwa pasien
berbaring pada meja atau kereta dorong yang dapat diatur dengan cepat ke dalam
posisi kepala dibawah, bila terjadi hipotensi mendadak atau muntah. Persiapkan
obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan yakinkan bahwa obat
itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi anastesi, yakinkan aliran
infus adekuat dengan memasukkan jarum indwelling atau kanula dalam vena
besar, untuk operasi besar infus dengan cairan yang tepat harus segera dimulai.
2.4
Induksi Anestesi
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih
bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup
terang.
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun
dengan balon (cuffed).
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan lembut dan terkendali.
Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Tiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan
kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri.
Pada anak dan manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis
tinggi.
Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan
dosis 2-3 mg/kgBB.
Ketamin intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi dengan
ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan
menggunakan sedative seperti midazolam. Ketamin tidak dianjurkan pada pasien
dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah >160 mmHg). Ketamin menyebabkan
pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.
Induksi Intamuskular
Sampai
sekarang
hanya
ketamin
yang
dapat
diberikan
secara
intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
Induksi inhalasi hanya dapat dilakukan apabila jalan napas bersih sehingga
obat anestesi dapat masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak
dapat masuk dan anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan
dangkal. Jika hal ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga
digunakan untuk anak-anak yang takut pada jarum.
2.5
Intubasi Endotrakeal
Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa
pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan
penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.2
6.
7.
8.
9.
10.
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop :
Penilaian Mallampati
Dalam
anestesi,
skor
Mallampati
digunakan
untuk
memprediksi
kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut,
khusus, itu didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial. Klasifikasi
tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal
menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:3
Grade I
Grade II
tidak terlihat
Grade III
: Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV
: Pilar faring, uvula dan palatum mole tidak terlihat.
ialah
N2O,
Halotan,
Enfluran,
Isofluran,
Desfluran,
dan
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya:
1. N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
2. Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan
napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N 2O.
Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi
dan tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun
setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol
% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan
klinis pasien.
3. Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesi
adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan
frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap
oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
4. Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan
merupakan
akibat
aksi
gamma-
tidak
kepekaan
mengaktifkan
reseptor
reseptor
GABA terhadap
GABA melainkan
neurotransmitter
B.
Analgetik2
1. Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif,
yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa
getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun
tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.
Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin
meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui
emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks
serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari
thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang
rangsang nyeri meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang
adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg
intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.
2. Fentanil
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid
sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor
. Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk
mencapai puncak analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah
dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi
kardiovaskular.
3. Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa
keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang
lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk
menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk
menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin
kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25
mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml.
Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis
untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Durasi (menit)
Long Acting
1.
D-tubokurarin
2.
Pankuronium
3.
Metakurin
4.
Pipekuronium
5.
Doksakurium
6.
Alkurium
0,4-0,6
0,08-0,12
0,2-0,4
0,05-0,12
0,02-0,08
0,15-0,3
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
Intermediate Acting
1.
Gallamin
2.
Atrakurium
3.
Vekuronium
4.
Rokuronium
5.
Cistacuronium
4-6
0,5-0,6
0,1-0,2
0,6-1,2
0,15-0,2
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Short Acting
1.
Mivakurium
2.
Ropacuronium
2.7
0,2-0,25
1,5-2
10-15
15-30
dari anestesi umum atau analgesia regional secara rutin dikelola di kamar pulih
atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post
Anestesia Care Unit).
Sebagai ahli anastesi, anda bertanggung jawab terhadap perawatan pasien
pada saat pemulihan. Lakukan observasi dengan mengukur nadi, tekanan darah
dan frekuensi pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal
dan perdarahan yang berlanjut.
Pada jam pertama setelah anestesi , merupakan saat yang paling berbahaya
bagi pasien. Reflek perlindungan jalan napas masih tertekan, walaupun pasien
tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi
pernapasan. Nyeri pada luka khususnya pada thoraks dan abdomen bagian atas,
akan menghambat pasien untuk mengambil napas dalam atau batuk. Ini dapat
menyebabkan berkembangnya infeksi di dada atau kolaps dasar paru dengan
hipoksia lebih lanjut. Pasien yg masih belum sadar betul, sebaiknya dibaringkan
dalam posisi miring, tetapi pasien dengan insisi abdomen, bila sudah benar-benar
sadar, biasanya pernafasannya lebih enak dalam keadaan duduk atau bersandar.
Oksigen harus selalu diberikan secara rutin pada pasien yang sakit dan pasien yg
menjalani operasi yang lama. Cara yang paling ekonomis untuk memberikan
oksigen selama masa pemulihan adalah melalui kateter nasofaring lunak 0,5-1
L/menit, yang akan menghasilkan udara inspirasi dengan konsistensi oksigen 3040%. Jika dibutuhkan analgetik kuat, misalnya opium, berikan dosis pertama
secara intravena, sehingga anda dapat menghitung dosis yg diperlukan untuk
melawan rasa sakit dan juga bisa mengobservasi bila terjadi depresi
pernapasan.Bila dibutuhkan, dosis intravena tersebut kemudian dapat diberikan
secara intramuskular.
Tempat pemulihan
Tempat yang terbaik untuk masa pemulihan adalah kamar operasi itu
sendiri, dimana semua peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi
tersedia. Akan tetapi biasanya pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, sehingga
kamar operasi dapat dibersihkan dan digunakan untuk operasi berikutnya. Ruang
pemulihan harus bersih, dekat dengan kamar operasi sehingga anda bisa cepat
melihat pasien bila terjadi sesuatu. Alat penghisap harus selalu tersedia, juga
oksigen dan peralatan resusitasi. Pasien yang tidak sadar jangan dikirim ke
bangsal.
Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan, kita harus melakukan
penilaian pemulihan pasca anestesi. Salah satunya berdasarkan Aldrete Score.
Nilai
Kesadaran
2
Sadar, orientasi
Dapat
0
Tidak dapat
Warna
baik
Merah muda
dibangunkan
Pucat kehitaman,
dibangunkan
Sianosis, dengan
O2 SaO2 tetap
SaO2 92%
4 ekstremitas
>90%
2 ekstremitas
<90%
Tidak ada
bergerak
bergerak
ekstremitas
Dapat bernapas
Napas dangkal
bergerak
Apnue atau
dalam
Sesak napas
obstruksi
Batuk
Tekanan darah
Berubah 20-30 %
Berubah >50%
Aktivitas
Respirasi
Kardiovaskular
berubah <20%
Kriteria pindah dari unit perawatan pasca anestesi jika nilai 9 atau 10.
2.8.
Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis
maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.10
2)
3)
3)
masih reversible.
Sinusitis Kronis : perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah
irreversible. Misalnya berubah menjadi jaringan granulasi dan
polipoid. 10
Gejala klinis
Manifestasi klinis sinusitis dapat dinilai melalui gejala subjektif dan gejala
objektif. Gejala subjektif sinusitis akut dapat bersifat sistemik dan lokal. Gejala
sistemik berupa demam dan rasa lesu. Gejala lokal dapat kita temukan pada
daerah hidung, sinus paranasal, dan tempat lainnya sebagai nyeri alih (reffered
pain).
Sinusitis Akut
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas
(terutama pada anak kecil, berupa batuk dan pilek yang lama, lebih dari 7 hari.
gejala gejala lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip, halitosis, sakit kepala yang lebih berat
pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang disertai nyeri alih
ke tempat lain.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya
sesuaidengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri
pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga.
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif
non produktif seringkali ada.
Sinusitis Etmoidalis
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.
Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
etmoidalis anterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri
berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan
gejala infeksi sinus lainnya.
Diagnosis
Diagnosis sinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Gejala subyektif :
Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu :
hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring
(postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari mulai
pukul 10 atau 11 pagi berakir pukul 3 atau 4 sore, nyeri di daerah sinus yang
terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.3
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut
berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda
dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh,
dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau
turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta
nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk.
2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi timbul pembengkakan peri orbital, terutama di sudut mata bagian
medial. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan
kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama
bila mata digerakkan. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal
hidung.
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang
hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi
Gejala Obyektif :
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata
bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis
ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi.
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dansinusitis sphenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,
tumor maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus melakukan
penatalaksanaan yang sesuai.
pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi test,
yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien
kemudian pasien disuruh menelan ludaH dan menutup mulut dengan rapat. Jika
positif sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat untuk
memeriksa sinus maksilla dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologi
tidak ada. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah
infraorbita, mungkin berarti antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam
antrum. 5,10
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
SINUSITIS AKUT
Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi mukosilia dan
mengontrol infeksi.
a.
b.
untuk
memperlancar
drainase
dan
analgetik
untuk
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos,"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesi
umum
endotrakeal
merupakan
teknik
anestesi
dengan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Siahaan O. Dr. Prof. 2015. Anastesi Umum dan Anastesi Lokal. Medan :
Fakultas Kedokteran UMI / UNPRI ; Hal : 1-38.
2.
Latief S, dkk. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, cetakan kelima.
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
3.
4.
5.
6.
http: jama.jamanetwork.com)
Christoper D. 2015. General Anesthesia. Departement of Anesthesiology.
Standford University school of Medicine. (diakses 28-02-2016, http:
7.
emedicine.medscape.com)
Boies L. R, Adams G L, dkk. Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam.
8.
EGC.
Broek PVD. Debruyne F, FeenstramMares HAM. Buku Saku Ilmu
9.
10.
Universitas Indonesia
Tjokronegoro A, Utama H. Penatalaksanaan Penyakit Dan Kelainan Telinga
Hidung Tenggorokan. 2003. Jakarta: FKUI
BAB IV
LAPORAN ANESTESI
ANAMNESA PRIBADI
Nama
: Edikson Ginting
Umur
: 53 tahun
: Protestan
Suku
: Batak
BB
: 68 kg
No RM
: 98 74 - 04
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama
: Nyeri di wajah
Telaah
:
Hal ini dialami os 1 bulan ini, dan memberat 3 hari ini. Awalnya os
mengeluhkan wajahnya sering terasa nyeri. Sakit terutama dirasakan pada daerah
wajah di dekat hidung. Sakit dirasakan seperti tertusuk- tusuk dan wajah terasa
penuh. Selain itu, hidung terasa tersumbat dan sering keluar cairan seperti ingus
berwarna putih, kental dan berbau. Kadang terasa cairan mengalir ke tenggorokan.
Os juga mengeluhkan sering mencium bau busuk dari hidungnya. Hidung sering
tersumbat dan bersin-bersin terutama jika terkena cuaca dingin dan sering pada
pagi hari. Kadang-kadang keluhan disertai badan terasa lemas, batuk, dan pilek
terus menerus dan sering kambuh, demam tidak ada.
Sebelumnya Os sering berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya
dan diberikan obat minum, namun menurut os, tidak ada perubahan yang berarti
dari penyakitnya.
RPT
:-
RPO
: Tidak jelas
: Compos mentis
KU/KP/KG
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 84 x/i
Frekuensi nafas
: 20 x/i
Temperatur
: 36.7oC
Anemis
: (-)
Ikterik
: (-)
Sianosis
: (-)
Dipsnoe
: (-)
Oedem
: (-)
Status Lokalisata
a. Kepala
Mata
Hidung
: Secret (+)
Telinga
Mulut
b. Leher
: Pembesaran KGB (-)
c. Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi
: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : SP = vesikuler
ST = (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
e. Ekstremitas superior
: Tidak terdapat kelainan
f. Ekstremitas inferior
: Tidak terdapat kelainan
g. Genitalia eksterna
: Tidak terdapat kelainan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (tanggal 10 februari 2016)
Hb
Hct
Leukosit
14,7 g/dL
45,5 %
6020 u/L
Trombosit
KGD ad random
Natrium
Kalium
Klorida
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
241.000 u/L
84 mg/dL
137 mmol/L
5,0 mmol/L
116 mmol/L
26 U/L
20 U/L
19 mg/dL
0,99 mg/dL
Rontgen ( Tanggal 10 februari 2016) : Tidak tampak kelainan radiologis pada cor
dan pulmo
Sinus Paranasal
Risk
CT SCAN
USG
: Clear
: Vesikuler
Suara tambahan
: (-)
: Hangat/merah/kering
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 84 x/i
T/V
: Cukup
Temperatur
: 36.7oC
:-/-/-
B3 (Brain)
Sensorium
:Compos mentis
RC
: +/+
Pupil
: Isokor
Reflek fisiologis
:+
Reflek patologis
:-
:+
Volume
: Cukup
Warna
: Kuning
Kateter
:-
B5 (Bowel)
Abdomen
: Soepel
Peristaltic
: (+) Normal
Mual/Muntah
: +/+
BAB/Flatus
: +/+
NGT
:-
B6 (Bone)
Fraktur
:-
Luka bakar
:-
Oedem
:-
Diagnosis
Status fisik
: ASA I
Rencana tindakan
: Antrostomi + Turbinectomi
Rencana anestesi
: GA-ETT
Anestesi
Persiapan pasien
Pasien puasa sejak pukul 00.00 wib
Pemasangan infus pada dorsum manus sinistra dengan cairan RL
Persiapan alat
Stetoskop
Tensimeter
Meja operasi dan perangkat operasi
Laryngoscopy
ETT no 7,5
Suction
Ventilator
Ambu bag
Infus set
Abocath no 18 G
Threeway
Spuit 3cc
Spuit 5cc
Spuit 10cc
Premedikasi :
o Midazolam 5 mg
o Fentanyl 150 mcg
Medikasi :
o Propofol 100 mg
o Atracurium 35 mg
- Sebelum operasi selesai :
o Ketorolac 30 mg
o Metoclopramide 10 mg
Urutan pelaksanaan anastesi
TD
Nadi
RR
SaO2
12.30
12.45
(mmHg)
130/80
130/80
(x/menit)
70
72
(x/menit)
20
20
(%)
99%
99%
3. Monitoring perdarahan
Perdarahan
Kassa`basah
: 0 x 10 cc = 0 cc
KETERANGAN TAMBAHAN
-