You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dermatitis statis adalah salah satu penyakit peradangan kulit pada ekstremitas. Hal ini
merupakan manifestasi dari Chronic Venous Disease (CVD) yang berakibat insufisiensi
dan hipertensi vena. Normalnya aliran darah mengalir dari ke jantung dengan bantuan
katup-katup vena. Katup ini berfungsi menjaga darah tetap mengair menuju jantung
melawan gravitasi. Apabila fungsi katup tidak berjalan semestinya, darah akan mengalir
kembali ke bawah (reflux). Reflux berakibat terjadi penumpukan darah pada vena dan
bermanifestasi awal pada kulit sebagai hiperpigmentasi. 1

Penyakit ini umumnya menyerang pada usia pertengahan dan usia lanjut. Penyakit ini
jarang terjadi sebelum dekade ke lima kehidupan. Kecuali pada keadaan dimana
insufisiensi vena disebabkan oleh pembedahan, trauma, atau trombosis. Dermatitis
statis dapat merupakan prekusor dari keadaan lain seperti ulkus vena tungkai atau
lipodermatoskerosis.2

Beberapa penyakit seperti lipodermatosklerosis, selulitis, dermatisis


statis vena, dermatitis kontak akut mungkin dapat secara bersamaan
terjadi pada anggota gerak bawah, sehingga sulit untuk di bedakan.
Untuk itu, disusunlah referat ini yang bertujuan mengetahui lebih
rinci tentang manifestasi klinis dan tatalaksana dermatitis statis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Dermatitis statis adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan aliran darah vena
di tungkai bawah (Marwali Harahap, 2000)1. Penyakit ini sering menyerang pada tungkai
bagian bawah karena tempat ini sering terjadi kelainan insufisiensi vena. 5
2.2 PATOMEKANISME
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme timbulnya dermatitis statis, yaitu:
1

Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sistem vena, terjadinya


kebocoran fibrinogen masuk kedalam dermis. Selanjutnya fibrinogen
diluar pembulu darah akan berpolimerasi membentuk selubung fibrin
perikapiler dan interstisium, sehingga menghalangi difusi oksigen
dan makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup kulit,
akibatnya akan terjadi kematian sel. Tetapi ada data yang kurang
mendukung hipotesis tersebut antara lain, bahwa derajat endapan
fibrin tidak ada hubungan dengan luasnya insufisiensi vena dan
tekanan oksigen. Demikian pula selubung fibrin sekeliling kapiler
dermis tidak kontinu dan tidak teratur, sehingga sulit berperan
sebagai sawar terutama untuk molekul kcil seperti oksigen dan
nutrient lain.1

Dermatitis stasis terjadi sebagai akibat langsung dari insufisiensi


vena. Terganggunya fungsi sistem 1-arah pada katup di pleksus vena
pada kaki mengakibatkan terjadinya aliran balik darah dari sistem
vena (refluks) sampai ke sistem vena superfisial, dengan disertai
hipertensi vena. Ini hilangnya fungsi katup dapat hasil dari

penurunan berhubungan dengan usia pada kompetensi katup. Atau,


peristiwa tertentu, seperti trombosis vena dalam, pembedahan
(misalnya, operasi vena, artroplasti lutut total, pengambilan vena
saphena untuk bypass koroner), atau luka trauma, dapat merusak
fungsi dari sistem vena tungkai. Mekanisme ini merupakan penyebab
hipertensi vena dalam peradangan kulit dermatitis stasis. 1
Pada pasien dengan dermatitis stasis, dapat kita perhatikan pada bagian betis,
karena cedera pada sistem vena karena trauma atau pembedahan adalah faktor
umum yang berkontribusi terhadap perkembangan dermatitis stasis.2
Teori tentang penyebab peradangan kulit di insufisiensi vena berpusat pada
perfusi oksigen dari tungkai jaringan. Awalnya, sistem vena yang tidak
kompeten dianggap menyebabkan pengumpulan darah di vena superfisial,
dengan arus berkurang dan karenanya mengurangi tekanan oksigen di kapiler
dermis.

Kandungan oksigen menurun darah menggenang menyebabkan

kerusakan hipoksia untuk kulit di atasnya.3


3

Teori hipoksia / stasis itu disangkal oleh bukti bahwa setelah


dikumpulkan, darah stagnan dengan tekanan oksigen rendah, vena
tungkai pada pasien dengan insufisiensi vena telah dikompensasi
dengan peningkatkan laju aliran dan tekanan peningkatan tekanan
oksigen. Shunting arteriovenosa bisa menyumbang temuan ini, tetapi
tidak ada bukti shunting pada pasien dengan insufisiensi
vena. Kurangnya lengkap bukti untuk mendukung teori hipoksia /
stasis

telah

menyebabkan

banyak

peneliti

menganjurkan

ditinggalkannya teori dermatitis stasis ini.1


2.3 MANIFESTASI KLINIS
Manifesatsi Klinis pada dermatitis statis adalah: 3,4,5
1. Pelebaran vena atau varises, hal ini diesebabkan oleh tekanan vena
yang meningkat pada tungkai bawah. 5
2. Edema pada pergelangan kaki, Hal ini disebabkan kebocoran
plasma ke jaringan ekstrasisial karena meningkatnya permeabilitas
kapiler sebagai komplikasi dari varises kronis. 5

3. Pigmentasi stasis atau hiperpigmentasi, Purpura hiperpigmentasi


kecoklatan atau berwarna merah kehitaman pada tungkai bagian
bawa yang disebabkan ekstravasasi hemosiderin sel darah merah ke
dalam dermis, hal ini bersifat permanen dan asimtomatis. 5

4. Prurity patch yang bermula dari medial tungkai bawah dan ankle
yang proggresif. Hal ini dapat berupa inflamasi akut maupun
eksaserbasi akut. Hal ini disebabkan karena pada bagian medial
tungkai bawah merupakan watersher area dari pembuluh vena yang
mempunyai perdarahan yang buruk dibanding pada bagian bawah.
Bagian ini selalu terkena dampak dari hipertensi vena. 5
5. Stocking erytoderma. Hal ini disebabkan nekrosis dari lemak di
bawah kulit akibat dermatitis statis yang tak tertangani pada
stadium awal sehingga area lesi meluas yang akhirnya melingkar
pada tungkai bawah. Seringkali lesi meluas ke bagian superior
sampai kearah tumit. 5
6. Ulserasi dan likenifikasi, kondisi seperti dermatitis lainnya dapat
terjadi akibat dari ekskoriasi yang berulang. Erosi pada kulit dapat
terjadi apabila terjadi trauma yang dalam. Likenifikasi umumnya
terjadi karena garukan dengan tungkai maupun dengan tumit
sebelahnya terutama saat pasien duduk. 5

7. Purpura dan ekimosis, Umumnya terjadi akibat trauma saat lesi


digaruk dan dari edema tungkai. 5
8. Lipodermatosclerosis, kelainan ini terdiri dari inflamasi pada
dermis dan subkutis akibat fibrosis. Dapat ditemukan pada
dermatitis statis yang lama (kronis) maupun sebagai tanda
manifestasi awal. Awal dari lipodermatosklerosis tungkai seperti
kemerahan dan tegang dan sangat nyeri. Pada stage kronis
didapatkan gambaran inverted champagne bottle, dengan garis
parut seperti terikat, dan hiperpigmentasi, serta edema tanpa
sklerotik pada bagian atas dari tungkai yang terkena.. 5

2.4 DIAGNOSA
2.4.1 Kriteria Diagnosis
Anamnesis:

Keluhan awalnya kemerahan pada kulit dan sedikit bersisik, setelah beberapa
minggu atau bulan warna kulit menjadi cokelat gelap, selain itu timbul
penumpukkan darah dan terjadi bengkak. Pasien juga merasakan kaki seperti
diikat kencang dan terasa nyeri.5
Faktor resiko dermatitis stasis pada pasien meliputi faktor risiko varises yang
meliputi: Usia > 50 tahun, wanita multi para, obesitas, lebih banyak berdiri,
penyakit metabolik dan gangguan jantung-pembuluh darah.2
2.4.2 Predileksi
Pada tungkai bawah, dimana bagian tungkai bawah adalah tempat teresering
terjadinya kelainan vena.5
2.4.3 Pemeriksaan Fisik
Pada status lokalis didapatkan gambaran UKK meliputi:
Adanya varises dengan patch hiperpigmentasi dengan hemosiderosis disertai
likenifikasi tertutup skuama tebal dan krusta kadang disertai ulcus berbentuk
melingkar pada pergelangan kaki memberikan gambaran stocking erytrodherma
sering disertai edema dan ekomisis pada bagian distal yang memberikan
2.4.4

gambaran inverted champagne bottle serta didapatkannya ulserasi.


Pemeriksaan Penunjang
Radiologi/Doppler untuk melihat adanya perubahan (dilatasi) vena yang dalam,
trombosis atau gangguan katup. Pada pemeriksaan histologis akan ditemukan
adanya tanda-tanda inflamasi, agregasi hemosiderin di dermis atau penebalan
arteriol/venula.5

2.5 PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN
Dalam pengobatan dermatitis statis dibeikan pengobatan kausatif dan simtomatis.
Pengobatan kausatif berupa penanganan pada sumbatan vena dapat melalui terapi
sederhana maupun dengan operasi, sedangkan simtomatis dapat menggunakan
terapi obat sistemik dan topikal
1

Sistemik

a) Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine, atau dapat


dikombinasikan dengan anti serotonin, anti bradikinin, dan sebagainya.
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.7
b) Obat dermatititis yang utama adalah kortikosteroid. Kortikosteroid
merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang
pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan pesat.
Terutama diberikan pada penyakit kasus akut dan berat.7
c) Antibiotik diperlukan apabila terdapat infeksi sekunder.6
2

Topikal
Terdapat beberapa prinsip umum terapi topikal:

a) Dermatitis akut/ basah (madidans) harus diobati secara basah (kompres terbuka),
bila subakut diberikan losio (bedak kocok), krim (terutama pada daerah
berambut), dan apabila kronik/kering diberikan zalf.
i) Kompres, pertama-tama menggunakan kompres dingin
dengan air keran dingin atau larutan burrow untuk lesilesi eksudtif dan basah. Kenakan selama 20 menit tiga
kali sehari. Hindari panas disekitar lesi. 6
ii) Losio topikal yang mengandung mentol, fenol, atau
premoksin sangat berguna untuk meringankan rasa gatal
sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak seperti
benzokain dan difenhidramin. Obat-obatan bebas yang
dapat digunakan antara lain lasio atau obat semprot sarna
dan lasio Prax Cetapil dengan mentol 0,25% dan fenol
0,25%. 7
iii) Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena
tidak terlampau luas atau bila kortikosteroid oral
merupakan kontraindikasi. Pada serangan akut dapat

mengunakan steroid sedang sampai kuat (potensi sedang:


mometasone 1% 2 kali sehari)8
b) Makin berat atau akut penyakitnya, dapat dikombinasi dengan obat topical jenis
lain sesuai simtomnya.7
3

Rujukan; Pasien dengan penyakit kronik yang tidak memberikan respons


terhadap terapi dan penghindaran semua penyebab yang dicurigai harus
dirujuk ke ahli kulit untuk tes tempel.8

4. Penatalaksanaan pada kondisi khusus pada dermatitis stasis


a) Pengobatan Kausatif terhadap gangguan sirkulasi dengan elevasi tungkai atau
menggunakan pembalut elastis.
Untuk mengatasi edema akibat varises, maka tungkai dinaikkan (elevasi)
sewaktu tidur atau duduk. Bila tidur kaki diusahakan agar terangkat melebihi
permukaan jantung selama 30 menit dilakukan 3-4 kali sehari untuk
memperbaiki mikrosirkulasi dan menghilangkan edema. Dapat pula kaki
tempat tidur disangga balok setinggi 15-20 cm (sedikit lebih tinggi dibanding
letak jantung). Apabila sedang menjalankan aktivitas, memakai kaos kaki
penyangga varises atau pembalut elastis.
b) Apabila lesi eksudatif, eksudat yang ada dapat dikompres terbuka dengan
permanganas kalikus 1/10.000 dan setelah kering diberi kortikosteroid topikal
potensi rendah sampai sedang.
c) Apabila terdapat infeksi sekunder maka dapat ditangani dengan pemberian
antibiotika sistemik
2.6 KOMPLIKASI
Dermatitis stasis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus diatas maleolus
desebut ulkus venosum atau ulkus varikosum, dapat pula mengalami infeksi
sekunder, misalnya selulitis. Dermatitis stasis dapat diperberat karena mudah
teriritasi oleh bahan kontakan.7
2.7 PROGNOSIS

Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang


(kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan
pembengkakan.9

DAFTAR PUSTAKA
1

1. Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Balai Penerbit

FKUI. Indonesia: Jakarta


2 PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan
3

Kelamin. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI.


Fitzpatrick, T. B., Jonhson, R. A., Polano, M.K., Suurmond, D., Wolff, K.
1992. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology: Common and

Serious Disease Second Edition. United States of America : Mc.Graw-Hill.


Daili, Emmy S. S., Menaldi, Sri L., Wisnu, Made. 2005. Penyakit Kulit
Yang Umum di Indonesia : Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta Pusat : PT

Medical Multimedia Indonesia.


5 Rudikoff D, Steven RC, Scheinfeld N, 2014, Atopic Dermatitis and
6

Eczematous Disorders,United States of America : CRC Press.


Lyons F, Ousley Lisa, 2015, Dermatology for the Advanced Practice
Nurse, New York: LLC

Craft N, Lindy P, Fox, Lowell A, Goldsmith, et all., 2013, VisualDx:


Essential Adult Dermatology (VisualDx: The Modern Library of Visual

Medicine), Visual Dx
Jean L. Joseph L, Ronald P, 2003, Dermatology, United States of America:

Elseviers Health Service Philadelphia.


9 Davey P., 2003, At a Glance Medicine, Jakarta:Gramedia

You might also like