You are on page 1of 60

Anatomi Hidung

Cavum Nasi
Pada dinding lateral tidak rata, tetapi ada tonjolan
tonjolan yang disebut konka dan di bawah setiap konka
terdapat ruangan / celah yang disebut dengan meatus:
Konka
Konka
Konka
Konka

nasalis
nasalis
nasalis
nasalis

suprema ( kadang ada kadang tidak )


superior
media
inferior

Fungsi konka nasalis antara lain : 1) mempertahankan


lebar rongga udara yang optimum dengan cara
membesar atau mengecil; 2) mengatur suhu udara
inspirasi dengan cara pembuluh darah di konka
bervasodilatasi sehingga konka membesar dan
menghangatkan udara inspirasi; 3) untuk turbulensi
udara sehingga partikel partikel besar yang ikut udara
inspirasi dapat disaring

Cavitas nasi dibagi menjadi 3 daerah,


yaitu :
Vestibulum nasi
Daerah yang melebar di belakang
nares
Regio olfaktorius
Terdapat pada 2/3 bagian atas
septum nasi dan konka nasalis
superior
Regio respiratorius

Anastomosis pembuluh darah pada septum nasi :


Anterior : daerah kiesselbach
Dibentuk oleh anastomosis antara rr. septalis
posterior a. sphenopalatina, r. septi nasi a.
labialis superior, rr. septalis anterior a.
ethmoidalis anterior dan cabang a. palatina
mayor
Posterior : daerah woodruf
Dibentuk oleh anastomosis antara a.
sphenopalatina dan a. ethmoidalis posterior

Penanganan
Prinsip pengobatan :
Perbaiki keadaan umum ( nadi , pernapasan, tekanan
darah )
Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu pasang
infuse, jika perlu tranfusi darah
Jalan napas tersumbat karena bekuan darah / darah
bersihkan / diisap
Cari sumber perdarahan ( anterior atau posterior )
Bersihkan hidung dari darah dan bekuan darah
dengan bantuan alat penghisap
Pasang tampon sementara yaitu kapas yang diberi
adrenalin 1/5000 1/10.000 dan pantocain atau
lidokain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung
( selama 10 15 menit ) untuk menghentikan
perdarahan, mengurangi rasa nyeri pada saat
dilakukan tindakan selanjutnya setelah
vasokonstriksi dapat dilihat asal perdarahan dari

Perdarahan anterior
Menekan hidung dari luar selama 10 15 menit
Tempat perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti
( AgNO3 ) 25 30%
Beri krim antibiotic
Pemasangan tampon anterior 2-4 buah selama 2x24 jam ( kasa
/ kapas yang diolesi dengan vaselin atau salep antibiotic )
Perdarahan posterior
Pemasangan tampon posterior ( tampon Bellocq ) kasa
padat dibentuk bulat dengan diameter 3 cm, pada tampon ini
terikat 3 utas tali.
Baru : kauterisasi / ligasi a. sfenopalatina dengan bantuan
endoskop.
Cari factor penyebab untuk mencegah berulangnya
perdarahan
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007

Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu
celah yang sempit antara septum dan massa lateral
os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel
etmoid posterior bermuara di sentral meatus
superior melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior
dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus
sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.
(Ballenger JJ,1994)
Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga
meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis
yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril. (Ballenger JJ,1994 ;
Dhingra PL, 2007)

Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan
celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di
sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian
anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang
letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang
berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada
suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum
ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh
salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan
sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum.
Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di
bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior
muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadangkadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di
depan infundibulum. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)

Concha
Dari tiap dinding lateral, keluar 3 tonjolan bertulang
mirip rak yang dikenal sebagai konka. 3 konka
tersebut adalah konka superior, media, dan
inferior, dengan konka media dan inferior ditutupi
oleh epitel respirasi Konka superior ditutupi epitel
olfaktorius khusus. Adanya konka berfungsi
mempermudah pengkondisian udara inspirasi
dengan memperluas permukaan epitel respirasi
dan menimbulkan turbulensi aliran udara,
sehingga meningkatkan kontak antara aliran udara
dengan lapisan mukosa. Lapisan mukosa ini juga
melembabkan udara yang masuk.

Innervasi Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang
merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian
besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris
juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabutserabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan
serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan
sedikit di atas ujung posterior konka media. (Soetjipto D
& Wardani RS,2007)
Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa

Anatomi Sinus Paranasal

Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang


terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri (Mehra dan Murad, 2004).
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulangtulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga
hidung (Soetjipto dan Mangunkusomo,2007). Semua sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernafasan bersilia yang
mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus
serta sekret yang disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada
orang sehat, sinus terutamanya berisi udara (Hilger,1997).
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di
meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus
maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di
belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid
dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium
sinus maksila (Drake,1997).

Sinus maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar.
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore (Tucker dan
Schow, 2008). Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml.
Sinus ini kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat
dewasa (Mehra dan Murad, 2004). Sinus maksila
berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksila yang disebut fossa canina,
dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal
maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid ( Tucker dan Schow, 2008)

Menurut Soetjipto dan Mangunkusomo (2007) dari segi


klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus
maksila adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar
gigi rahang atas yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1
dan M2), dan kadang-kadang juga gigi taring dan gigi
M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah
naik ke atas menyebabkan sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar
sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak
silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum
yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus
etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau
alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase
sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk
sejak bulan ke-empat fetus, berasal dari sel-sel resesus
frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun
(Ramalinggam, 1990).
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu
lebih besar daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima
persen sinus frontalnya tidak berkembang (Lee, 2008).
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari
orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
frontal mudah menjalar ke daerah ini (Lund, 1997; Soetjipto
dan Mangunkusomo,2007).

Sinus Ethmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting


karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti
piramid dengan dasarnya di bagian posterior
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus
etmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus
etmoid posterior bermuara ke di meatus superior. Sel-sel
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka
media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan selsel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan sedikit
jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis
(Hilger, 1997; Ballenger, 2009).
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang
sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan
sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid.
Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di


belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang
disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm
dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus
di bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus
(Hilger, 1997; Netter, 2006).

KOM

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari


sinus etmoid anterior yang berupa celah pada
dinding lateral hidung. Pada potongan koronal
sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu
suatu rongga di antara konka media dan lamina
papirasea. Struktur anatomi penting yang
membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula
etmoid, agger nasi dan ressus frontal. (Nizar NW,
2000 ; Soetjipto D & Wardani RS,2007).
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh
infundibulum karena sekret yang keluar dari
ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah
sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga
hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan
keluar melalui celah sempit resesus frontal yang
disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari

Mukosilier Transport

Fisiologi sinus
Menurut Lund (1997) beberapa teori yang dikemukakan sebagai
fungsi sinus paranasal antara lain adalah:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan
dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran
udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus
pada tipa kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus.
b. Sebagai penahan suhu (thermal insulator)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (bufer) panas,
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar
tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi
berat tulang muka, akan tetapi bila udara dalam sinus diganti
dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat
sebesar satu persen dari berat kepala, sehingga teori ini

d. Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan


mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonansi yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi antara resonansi
suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai perendam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil


dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi kerana
mukus ini keluar dari meatus media, tempat yang paling strategis.

Fisiologi Penghidu
Penghidu ( lokasi epitel olfaktorius )
Epitel olfaktorius disusun oleh 3 jenis sel, yaitu :
Sel penunjang
Di bagian superior terdapat mikrovili yang
menonjol ke lapisan lendir di atasnya. Di
sitoplasma terdapat badan golgi kecil dan granul
coklat yang menyebabkan warna pigmen
mukosanya khas
Sel olfaktorius
Terdapat di antara sel penunjang. Terdapat vesikel
yang menonjol ke atas dan pada setiap vesikel
terdapat 6 8 silia
Sel basal

Sensasi bau

Menyebar ke dalam lapisan mukus

Berikatan dengan protein reseptor di membran silia

Aktivasi protein G

Aktivasi adenilat siklase

Adenosin triphospat intrasel cAMP

Membuka kanal ion natrium

Natrium masuk ke dalam sel

Depolarisasi

Mengeluarkan impuls ke nervus olfaktorius

Masuk ke bulbus olfaktorius melalui lamina cribrosa os ethmoidal

Di dalam bulbus mengadakan sinaps dengan sel mitral ( sinaps disebut dengan glomerulus )

Traktus olfaktorius

Stria olafaktorius medial dan lateral

Pusat olfaktorius

Perangsangan sel-sel olfaktoria zat-zat yg menyebabkan


perangsangan penciuman
Zat harus mudah menguap, shg ia dpt dihirup masuk ke
lubang hidung
Zat harus sedikit larut dalam air, shg ia dapat melalui
mukus utk mencapai sel olfaktoria
Harus larut dalam lipid, karena rambut-rambut olfaktoria
dan ujung luar sel-sel olfaktoria terutama terdiri atas zatzat lipid
Macam macam sensai bau :
Camphoraceous
Musky
Harum bunga bungaan ( floral )
Pepperminty
Sangat samar ( ethereal )
Bau yang tajam ( pungent )

Reflek Bersin
Bersin adalah sebuah refleks penolakan terhadap
benda asing yg masuk ke dalam rongga hidung.
udara yg dihirup nenuju ke Paru harus udara bersih,
partikel-partikel asing yang masuk ke rongga
hidung akan tersaring di rongga hidung oleh silia.
saat ada partikel lain masuk dan mengiritasi
saluran hidung ( mengggelitik) ,ujung saraf (aferen)
akan terangsang dan terjadilah aliran impuls listrik
saraf yg sangat cepat yang mengalir melalui
nervus V (saraf trigeminus) yang menuju ke pusat
refleks bersin / medula oblongata . setelah pusat
refleks bersin mendapat sinyal "bahaya" ini
maka dikirim sinyal yg sangat cepat kepada otototot yg dipengaruhinya utk melakukan gerakan
bersin dan terjadilah refleks bersin untuk
mengeluarkan/menolak benda asing yang tak

Mengapa keluhan bersin-bersin terjadi pada pagi hari?

Setelah penderita bekerja di mebel dimungkinkan


menghirup allergen spesifik yang menyebabkan
suatu reaksi alergi tipe cepat maupun lambat
hasil dari reaksi hipersensitivitas ini
mengakibatkan keluarnya mediator inflamasi
seperti histamine yang akan merangsang reseptor
pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Histamine juga akan menyebabkan kelenjar
mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi
dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terbentuk rinore. Gejala lain adalah hidung
tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.
Sumber : buku ajar ilmu kesehatan THT dan KL FKUI
edisi keenam

Tahap sensitasi
Alergen masuk

Ditangkap APC / antigen presenting cell ( makrofag / monosit )

Antigen dipecah menjadi fragmen fragmen peptide, kemudian berikatan


dengan HLA II untuk membentuk MHC II dan dipresentasikan ke sel Th0

Aktivasi Th0 menjadi Th2

Th2 mengeluarkan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-13

IL-4 dan IL-13 berikatan dengan reseptornya di sel B sehingga sel B


menjadi aktif dan memproduksi IgE

IgE kemudian akan masuk ke sirkulasi darah ( berikatan dengan basofil )


dan masuk ke jaringan dan selanjutnya berikatan dengan sel mast

Tahap degranulasi
Immediate phase allergic reaction / fase cepat ( mulai dari
kontak dengan alergen 1 jam )
Terpapar dengan alergen yang sama ( 1 alergen dan 2 IgE )

Berikatan dengan IgE

Degranulasi sel mast dan basofil dan mengeluarkan mediator


mediator kimia seperti histamin, prostaglandin D2, leukotrien
C4, platelet activating factor

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus


timbul rasa gatal dan bersin bersin
Histamin juga menyebabkan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel
goblet dan permeabilitas meningkat rhinorrhea dan hidung
tersumbat
Sel mast juga mengeluarkan molekul kemotaktik akumulasi sel
eosinofil dan neutrofil di jaringan target

Late phase allergic reaction / fase lambat ( 2


4 jam dan berlangsung selama 24 48 jam
)
Terjadi penambahan jenis dan jumlah sel
inflamasi seperti eosinofil, limfosit, neutrofil,
basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5

Mengapa ingus kental dan berwarna kuning


disertai dengan demam?

Berubahnya warna secret pada hidung


diakibatkan respon dari reaksi
hipersensitivitas ini terus berlanjut
sehingga mengakibatkan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti
eosinofil, limfosit, netrofil , basofil di
mukosa hidung serta peningkatan sitokin
pada mukosa hidung.
Sumber : buku ajar ilmu kesehatan THT
dan KL FKUI edisi keenam

Apa hubungan riwayat polip hidung dengan keluhan sekarang?

Karena polip bisa terjadi akibat


peradangan kronis pada mukosa
hidung yang berturbulensi, terutama
didaerah sempit terutama didaerah
osteomeatal.Terjadi prolaps
submukosa yang diikuti oleh
reepitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru.juga terjadi penyerapan
natrium oleh permukaan sel epitel
yang berakibat retensi air sehingga

Mengapa indera penciumannya berkurang?


Hidung yang bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,
konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
Jika partikel bau tidak mencapai daerah mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum, karena ada suatu sumbatan (secret,
tumor,dll) tidak dapat membau
Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan hiposmia.
Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai
macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik
(misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik
menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali
diikuti dengan hiposmia meski telah dilakukan intervensi
medis, alergis dan pembedahansecaraagresif
(Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI)

Phenilpropan Farmakodinamik
-Masa kerja lebih lama
olamin
-Kurang
dari efedrin
(PPA)
menimbulkan
-Terikat plasma
peransangan SSP
-Penekanan nafsu
makan
-Sekresi mukosa
-Vasokonstriksi
mukosa nasal
-Memacu kerja
jantung tekanan
sistolik dan diastolik

Efek Samping:
-Gangguan psikomotor,
Hipertensi
-Mengantk, Berdebardebar
-Aritmia, nadi me,
Gangguan pencernaan,
Mulut kering, Nyeri
lambung, Palpitasi,
Retensi urin, Mual.
Kontraindikasi:
-Px hipertensi,
Hipersensitivitas
-DM, Gangguan
jantung
-Stroke, Gangguan
fungsi hati
-Glukoma, Goiter

RHINITIS ALERGI
Rhinitis yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitasi
dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia
saat terjadi paparan dengan alergen
spesifik tersebut dengan gejala
rhinorrhea, bersin bersin, rasa gatal
dan tersumbat

Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya ( klasifikasi lama ) :
Rhinitis alergi musiman ( seasonal, hay fever )
Gejala pada hidung dan mata ( hyperemia, lakrimasi,
gatal )
Etiologi : pollen, spora jamur
Rhinitis alergi sepanjang tahun ( perennial )
Biasanya disebabkan alergen inhalant dan ingestan
Berdasarkan sifat berlangsungnya ( WHO ARIA 2001 ):
Intermiten ( kadang kadang )
Apabila gejala < 4 hari per minggu atau < 4 minggu
Persisten ( menetap )
Apabila gejala > 4 hari per minggu dan > 4 minggu

Berdasarkan berat ringannya penyakit :


Ringan
Apabila tidak ditemukan gangguan
tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, bekerja dan hal
hal lain yang mengganggu
Sedang berat
Apabila terdapat satu atau lebih dari
gangguan tersebut di atas

Gejala klinik
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar ingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi).
Gejala spesifik terdapat bayangan gelap di daerah
bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder
akibat obstruksi hidung (gejala ini disebut allergic shiner).
Sering tampak anak menggosok-gosok hidung (disebut
allergic salute). Keadaan menggosok hidung ini lama
kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang
di dorsumnasi bagian sepertiga bawah (disebut allergic
crease)
Sumber : buku ajar ilmu kesehatan THT dan KL FKUI edisi
keenam

Diagnosis
Anamnesis
Serangan bersin berulang > 5x tiap
serangan, terutama pada pagi hari
Rhinorrhea yang encer dan banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal, kadang
lakrimasi
Kadang disertai anosmia

Pemeriksaan fisik
Mukosa nasi edema, basah, pucat, sekret encer
Rhinitis persisten : hipertrofi mukosa
Allergic shiner : bayangan gelap di daerah bawah mata
akibat stasis vena skunder karena obstruksi hidung
Allergic salute : anak menggosok gosok dorsum nasi
dengan dorsum manus
Allergic crease : kebiasaan menggosok hidung garis
melintang di 1/3 caudal dorsum nasi
Facies adenoid : lengkung palatum tinggi
Cooblestone appearance : dinding posterior faring edema
dan granular
Geographic tongue : gambaran lidah seperti peta
Pemeriksaan penunjang
In vitro : eosinofil, IgE, sitologi hidung, RAST, ELISA
In vivo : prick test, intradermal test

DD
Deviasi septum
Hipertrofi adenoid
Polip hidung
Rhinorrhea akibat fraktur lamina kribrosa
Hipotiroidisme
Rhinitis jenis lainnya
Komplikasi
Polip hidung
ISPA
Sinusitis

perbedaan

Rhinitis
akut
r. simpleks
Rhinovirus
Myxovirus
virus
Coxsackle
virus ECHO

Penyebab

sekret

secret encer
(prodormal)
kental
(sekunder)

gejala

demam dan
panas dalam
hidung

sembu

Rhinitis kronik
r. hiperthropi
r. sika
infeksi
berulang
dalam
hidung dan
sinus

Rhinitis spesifik
r. alergi
musiman
alergi

Orang
tua
pekerja
di
lingkuga
n
berdebu
, panas
dan
kering.
Penderit

a
anemia
Pemium

alcohol
gizi

buruk.
Sekret
Mukosa yang Secret cair
mukopurulen kering
(depan
septum dan
ujung depan
konka
inferior)
Nyeri kepala
Rinokonjungt
ivitis

Mukosa

Timbulnya

r. alergi
tahunan
alergen
inhalan
asap

rokok,
bau

yang
merang
sang,
perubah

an
cuaca,
kelemba

pan
yang
tinggi

r. vaso motor
bertambahn
ya aktivitas
parasimpatis

r. medika
mentosa
pemakai

an
vasokon
striktor
topikal
drug

abuse

sekret yang
cair

Rinore yang
mukus atau
serus

sekret
mukoid

allergic
shiner

Hidung
tersumbat
bergantian
tergantung
posisi

eosinofil
pada sekret
hidung

Timbul

Tes kulit (-)

Etiopatogenesis rhinitis vasomotor


Neurogenik ( disfungsi sistem otonom )
Serabut saraf simpatis hidung mengeluarkan neurotransmitter nor
adrenalin dan neuropeptida Y yang berfungsi untuk vasokonstriksi
dan penurunan sekresi hidung.
Serabut saraf parasimpatis hidung mengeluarkan neurotransmitter
asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptide yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung kongesti.
Dalam keadaan hidung normal persarafan simpatis > dominan
Terjadi ketidakseimbangan antara saraf simpatis dan parasimpatis
berupa bertambahnya aktivitas sistem saraf parasimpatis

Neuropeptida
Peningkatan rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di
hidung

Peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan


calcitonin gene related protein

Peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar

Nitrik oksida
Kadar nitrik oksida yang tinggi dan persisten di
epitel hidung

Kerusakan, nekrosis epitel

Rangsangan non spesifik berinteraksi langsung ke


lapisan sub epitel

Peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan


permeabilitas vaskular dan hipersekresi kelenjar
muksoa hidung
Trauma
Melalui mekanisme neurogenik dan atau
neuropeptida

Etiopatogenesis rhinitis medikamentosa


Mukosa hidung peka terhadap rangsangan atau iritan
Pemakaian vasokonstriktor topikal
Siklus nasi terganggu dan akan normal kembali apabila pemakaian dihentikan
Pemakaian dalam waktu lama
Fase dilatasi berulang setelah vasokonstriksi

Timbul gejala obstruksi

Pasien lebih sering dan lama memakai obat tersebut ( kadar agonis alfa
adrenergik di hidung >> )

Penurunan sensitivitas reseptor alfa adrenergik di pembuluh darah

Aktivitas tonus simpatis ( vasokonstriksi ) menghilang

Silia rusak, sel goblet berubah ukurannya, penebalan membrane basal


Vasodilatasi, hipersekresi kelenjar mukosa, perubahan pH sekret hidung
Penebalan lapisan submukosa dan periosteum

POLIP
Polip nasi dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan rinosinusitis, tetapi
dapat juga timbul setelah ada rinosinusitis kronis.
Pada patofisiologi sinusitis, permukaan mukosa ditempat yang
sempit di komplek osteomeatal sangat berdekatan dan jika
mengalami oedem, mukosa yang berhadapan akan saling
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak
dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi dari
sinus maksila dan sinus frontal, sehingga akibatnya aktifitas silia
terganggu dan terjadi genangan lendir sahingga lendir menjadi
lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuh
bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus maka akan
terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga bakteri anaerob pun
akan berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang
akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertofi, polipoid atau terbentuk polip dan kista

SINUSITIS
Sinusitis dapat didefinisikan
sebagai peradangan pada salah
satu atau lebih mukosa sinus
paranasal, umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga
sering disebut sebagai
rinosinusitis. Bila mengenai
beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis.
(Soetjipto D & Wardani
RS,2007)

Sinusitis akut

Sinusitis kronik

perbedaan

gejala

maksilaris

frontalis

sphenoidalis

ethmoidalis

keluhan rasa
sakit kepala di
daerah vertek
atau di
ocipitalis

Nyeri atau
sakit kepala
di daerah
pipi pagi
petang
Nyeri gigi
jika kepala
digerakan
sekret
berbau

Gejala khas

Sekret
mukuporule
n
Postnasal
drip
Palpasi dan
Perkusi
daerah pipi

Nyeri di
daerah
dahi,
diatas alis
timbul
pada pagi
hari
memburu
k pada
tengah
hari
Mereda
pada sore
sampai
malam
hari

Gejala
1. Rongga
nyeri dan
hidung :
nyeri tekan
sumbatan,
diantara
kering dan
kedua
panas di
belah mata
hidung
sumbatan
belakang,
hidung
rasa tdk enak
di dalam
mulut.
2. Faring :
Tenggorokan
kering, riak di
tenggorok
yang sukar
keluar di pagi
hari
3. Telinga :
Oklusi tuba,
otitis media
akut
4. Nyeri : pipi
dan mata

You might also like