Professional Documents
Culture Documents
Cavum Nasi
Pada dinding lateral tidak rata, tetapi ada tonjolan
tonjolan yang disebut konka dan di bawah setiap konka
terdapat ruangan / celah yang disebut dengan meatus:
Konka
Konka
Konka
Konka
nasalis
nasalis
nasalis
nasalis
Penanganan
Prinsip pengobatan :
Perbaiki keadaan umum ( nadi , pernapasan, tekanan
darah )
Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu pasang
infuse, jika perlu tranfusi darah
Jalan napas tersumbat karena bekuan darah / darah
bersihkan / diisap
Cari sumber perdarahan ( anterior atau posterior )
Bersihkan hidung dari darah dan bekuan darah
dengan bantuan alat penghisap
Pasang tampon sementara yaitu kapas yang diberi
adrenalin 1/5000 1/10.000 dan pantocain atau
lidokain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung
( selama 10 15 menit ) untuk menghentikan
perdarahan, mengurangi rasa nyeri pada saat
dilakukan tindakan selanjutnya setelah
vasokonstriksi dapat dilihat asal perdarahan dari
Perdarahan anterior
Menekan hidung dari luar selama 10 15 menit
Tempat perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti
( AgNO3 ) 25 30%
Beri krim antibiotic
Pemasangan tampon anterior 2-4 buah selama 2x24 jam ( kasa
/ kapas yang diolesi dengan vaselin atau salep antibiotic )
Perdarahan posterior
Pemasangan tampon posterior ( tampon Bellocq ) kasa
padat dibentuk bulat dengan diameter 3 cm, pada tampon ini
terikat 3 utas tali.
Baru : kauterisasi / ligasi a. sfenopalatina dengan bantuan
endoskop.
Cari factor penyebab untuk mencegah berulangnya
perdarahan
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu
celah yang sempit antara septum dan massa lateral
os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel
etmoid posterior bermuara di sentral meatus
superior melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior
dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus
sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.
(Ballenger JJ,1994)
Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga
meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis
yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril. (Ballenger JJ,1994 ;
Dhingra PL, 2007)
Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan
celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di
sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian
anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang
letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang
berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada
suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum
ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh
salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan
sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum.
Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di
bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior
muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadangkadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di
depan infundibulum. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)
Concha
Dari tiap dinding lateral, keluar 3 tonjolan bertulang
mirip rak yang dikenal sebagai konka. 3 konka
tersebut adalah konka superior, media, dan
inferior, dengan konka media dan inferior ditutupi
oleh epitel respirasi Konka superior ditutupi epitel
olfaktorius khusus. Adanya konka berfungsi
mempermudah pengkondisian udara inspirasi
dengan memperluas permukaan epitel respirasi
dan menimbulkan turbulensi aliran udara,
sehingga meningkatkan kontak antara aliran udara
dengan lapisan mukosa. Lapisan mukosa ini juga
melembabkan udara yang masuk.
Innervasi Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang
merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian
besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris
juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabutserabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan
serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan
sedikit di atas ujung posterior konka media. (Soetjipto D
& Wardani RS,2007)
Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa
Sinus maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar.
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore (Tucker dan
Schow, 2008). Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml.
Sinus ini kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat
dewasa (Mehra dan Murad, 2004). Sinus maksila
berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksila yang disebut fossa canina,
dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal
maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid ( Tucker dan Schow, 2008)
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk
sejak bulan ke-empat fetus, berasal dari sel-sel resesus
frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun
(Ramalinggam, 1990).
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu
lebih besar daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima
persen sinus frontalnya tidak berkembang (Lee, 2008).
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari
orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
frontal mudah menjalar ke daerah ini (Lund, 1997; Soetjipto
dan Mangunkusomo,2007).
Sinus Ethmoid
Sinus Sfenoid
KOM
Mukosilier Transport
Fisiologi sinus
Menurut Lund (1997) beberapa teori yang dikemukakan sebagai
fungsi sinus paranasal antara lain adalah:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan
dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran
udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus
pada tipa kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus.
b. Sebagai penahan suhu (thermal insulator)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (bufer) panas,
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar
tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi
berat tulang muka, akan tetapi bila udara dalam sinus diganti
dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat
sebesar satu persen dari berat kepala, sehingga teori ini
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mukus
Fisiologi Penghidu
Penghidu ( lokasi epitel olfaktorius )
Epitel olfaktorius disusun oleh 3 jenis sel, yaitu :
Sel penunjang
Di bagian superior terdapat mikrovili yang
menonjol ke lapisan lendir di atasnya. Di
sitoplasma terdapat badan golgi kecil dan granul
coklat yang menyebabkan warna pigmen
mukosanya khas
Sel olfaktorius
Terdapat di antara sel penunjang. Terdapat vesikel
yang menonjol ke atas dan pada setiap vesikel
terdapat 6 8 silia
Sel basal
Sensasi bau
Aktivasi protein G
Depolarisasi
Di dalam bulbus mengadakan sinaps dengan sel mitral ( sinaps disebut dengan glomerulus )
Traktus olfaktorius
Pusat olfaktorius
Reflek Bersin
Bersin adalah sebuah refleks penolakan terhadap
benda asing yg masuk ke dalam rongga hidung.
udara yg dihirup nenuju ke Paru harus udara bersih,
partikel-partikel asing yang masuk ke rongga
hidung akan tersaring di rongga hidung oleh silia.
saat ada partikel lain masuk dan mengiritasi
saluran hidung ( mengggelitik) ,ujung saraf (aferen)
akan terangsang dan terjadilah aliran impuls listrik
saraf yg sangat cepat yang mengalir melalui
nervus V (saraf trigeminus) yang menuju ke pusat
refleks bersin / medula oblongata . setelah pusat
refleks bersin mendapat sinyal "bahaya" ini
maka dikirim sinyal yg sangat cepat kepada otototot yg dipengaruhinya utk melakukan gerakan
bersin dan terjadilah refleks bersin untuk
mengeluarkan/menolak benda asing yang tak
Tahap sensitasi
Alergen masuk
Tahap degranulasi
Immediate phase allergic reaction / fase cepat ( mulai dari
kontak dengan alergen 1 jam )
Terpapar dengan alergen yang sama ( 1 alergen dan 2 IgE )
Phenilpropan Farmakodinamik
-Masa kerja lebih lama
olamin
-Kurang
dari efedrin
(PPA)
menimbulkan
-Terikat plasma
peransangan SSP
-Penekanan nafsu
makan
-Sekresi mukosa
-Vasokonstriksi
mukosa nasal
-Memacu kerja
jantung tekanan
sistolik dan diastolik
Efek Samping:
-Gangguan psikomotor,
Hipertensi
-Mengantk, Berdebardebar
-Aritmia, nadi me,
Gangguan pencernaan,
Mulut kering, Nyeri
lambung, Palpitasi,
Retensi urin, Mual.
Kontraindikasi:
-Px hipertensi,
Hipersensitivitas
-DM, Gangguan
jantung
-Stroke, Gangguan
fungsi hati
-Glukoma, Goiter
RHINITIS ALERGI
Rhinitis yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitasi
dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia
saat terjadi paparan dengan alergen
spesifik tersebut dengan gejala
rhinorrhea, bersin bersin, rasa gatal
dan tersumbat
Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya ( klasifikasi lama ) :
Rhinitis alergi musiman ( seasonal, hay fever )
Gejala pada hidung dan mata ( hyperemia, lakrimasi,
gatal )
Etiologi : pollen, spora jamur
Rhinitis alergi sepanjang tahun ( perennial )
Biasanya disebabkan alergen inhalant dan ingestan
Berdasarkan sifat berlangsungnya ( WHO ARIA 2001 ):
Intermiten ( kadang kadang )
Apabila gejala < 4 hari per minggu atau < 4 minggu
Persisten ( menetap )
Apabila gejala > 4 hari per minggu dan > 4 minggu
Gejala klinik
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar ingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi).
Gejala spesifik terdapat bayangan gelap di daerah
bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder
akibat obstruksi hidung (gejala ini disebut allergic shiner).
Sering tampak anak menggosok-gosok hidung (disebut
allergic salute). Keadaan menggosok hidung ini lama
kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang
di dorsumnasi bagian sepertiga bawah (disebut allergic
crease)
Sumber : buku ajar ilmu kesehatan THT dan KL FKUI edisi
keenam
Diagnosis
Anamnesis
Serangan bersin berulang > 5x tiap
serangan, terutama pada pagi hari
Rhinorrhea yang encer dan banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal, kadang
lakrimasi
Kadang disertai anosmia
Pemeriksaan fisik
Mukosa nasi edema, basah, pucat, sekret encer
Rhinitis persisten : hipertrofi mukosa
Allergic shiner : bayangan gelap di daerah bawah mata
akibat stasis vena skunder karena obstruksi hidung
Allergic salute : anak menggosok gosok dorsum nasi
dengan dorsum manus
Allergic crease : kebiasaan menggosok hidung garis
melintang di 1/3 caudal dorsum nasi
Facies adenoid : lengkung palatum tinggi
Cooblestone appearance : dinding posterior faring edema
dan granular
Geographic tongue : gambaran lidah seperti peta
Pemeriksaan penunjang
In vitro : eosinofil, IgE, sitologi hidung, RAST, ELISA
In vivo : prick test, intradermal test
DD
Deviasi septum
Hipertrofi adenoid
Polip hidung
Rhinorrhea akibat fraktur lamina kribrosa
Hipotiroidisme
Rhinitis jenis lainnya
Komplikasi
Polip hidung
ISPA
Sinusitis
perbedaan
Rhinitis
akut
r. simpleks
Rhinovirus
Myxovirus
virus
Coxsackle
virus ECHO
Penyebab
sekret
secret encer
(prodormal)
kental
(sekunder)
gejala
demam dan
panas dalam
hidung
sembu
Rhinitis kronik
r. hiperthropi
r. sika
infeksi
berulang
dalam
hidung dan
sinus
Rhinitis spesifik
r. alergi
musiman
alergi
Orang
tua
pekerja
di
lingkuga
n
berdebu
, panas
dan
kering.
Penderit
a
anemia
Pemium
alcohol
gizi
buruk.
Sekret
Mukosa yang Secret cair
mukopurulen kering
(depan
septum dan
ujung depan
konka
inferior)
Nyeri kepala
Rinokonjungt
ivitis
Mukosa
Timbulnya
r. alergi
tahunan
alergen
inhalan
asap
rokok,
bau
yang
merang
sang,
perubah
an
cuaca,
kelemba
pan
yang
tinggi
r. vaso motor
bertambahn
ya aktivitas
parasimpatis
r. medika
mentosa
pemakai
an
vasokon
striktor
topikal
drug
abuse
sekret yang
cair
Rinore yang
mukus atau
serus
sekret
mukoid
allergic
shiner
Hidung
tersumbat
bergantian
tergantung
posisi
eosinofil
pada sekret
hidung
Timbul
Neuropeptida
Peningkatan rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di
hidung
Nitrik oksida
Kadar nitrik oksida yang tinggi dan persisten di
epitel hidung
Pasien lebih sering dan lama memakai obat tersebut ( kadar agonis alfa
adrenergik di hidung >> )
POLIP
Polip nasi dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan rinosinusitis, tetapi
dapat juga timbul setelah ada rinosinusitis kronis.
Pada patofisiologi sinusitis, permukaan mukosa ditempat yang
sempit di komplek osteomeatal sangat berdekatan dan jika
mengalami oedem, mukosa yang berhadapan akan saling
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak
dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi dari
sinus maksila dan sinus frontal, sehingga akibatnya aktifitas silia
terganggu dan terjadi genangan lendir sahingga lendir menjadi
lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuh
bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus maka akan
terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga bakteri anaerob pun
akan berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang
akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertofi, polipoid atau terbentuk polip dan kista
SINUSITIS
Sinusitis dapat didefinisikan
sebagai peradangan pada salah
satu atau lebih mukosa sinus
paranasal, umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga
sering disebut sebagai
rinosinusitis. Bila mengenai
beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis.
(Soetjipto D & Wardani
RS,2007)
Sinusitis akut
Sinusitis kronik
perbedaan
gejala
maksilaris
frontalis
sphenoidalis
ethmoidalis
keluhan rasa
sakit kepala di
daerah vertek
atau di
ocipitalis
Nyeri atau
sakit kepala
di daerah
pipi pagi
petang
Nyeri gigi
jika kepala
digerakan
sekret
berbau
Gejala khas
Sekret
mukuporule
n
Postnasal
drip
Palpasi dan
Perkusi
daerah pipi
Nyeri di
daerah
dahi,
diatas alis
timbul
pada pagi
hari
memburu
k pada
tengah
hari
Mereda
pada sore
sampai
malam
hari
Gejala
1. Rongga
nyeri dan
hidung :
nyeri tekan
sumbatan,
diantara
kering dan
kedua
panas di
belah mata
hidung
sumbatan
belakang,
hidung
rasa tdk enak
di dalam
mulut.
2. Faring :
Tenggorokan
kering, riak di
tenggorok
yang sukar
keluar di pagi
hari
3. Telinga :
Oklusi tuba,
otitis media
akut
4. Nyeri : pipi
dan mata