You are on page 1of 20

PRESENTASI KASUS

Proliferatif Diabetikum Retinopati

Krisna Perdana Lolo


1410221065

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2016

BAB I
LAPORAN KASUS
1.

Identitas Pasien
Nama
: Tn M
Umur
: 48 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Ngisrep 04/04 Jambu
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2016

2.

Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Pandangan mata kiri kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh pandangan mata kiri kabur sejak 6 bulan terakhir. Pasien
juga mengeluh mata kanan sudah tidak dapat melihat lagi sejak 2 tahun
lebih. Pasien mengatakan keluhan pada mata kiri dirasakan awalnya
seperti melihat adanya bayangan hitam yang secara perlahan semakin
memberat. Keluhan mata merah, mata berair, penglihatan lewat lubang
kunci,

cahaya kilat disangkal. Bayangan hitam yang dilihat pasien

dirasakan terus menerus. Saat awal muncul gejala, pasien juga


mengeluhkan ada rasa gatal dan mata berair. Namun sekarang pasien
menyangkal adanya rasa gatal dan mata berair.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya. Riwayat trauma (-). Pasien memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus. Pasien sudah didiagnosa

hpertensi dan diabetes

mellitus sejak 10 tahun yang lalu.


D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien. Bapak
pasien memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.
E. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan (-)
Riwayat alergi obat (-)

F. Riwayat Pengobatan
Pasien menyatakan tidak teratur minum obat diabetes berupa pil dari
dokter. Obat hipertensinya teratur diminum. Pasien belum pernah berobat
untuk penyakit mata yang dideritanya.
3.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran/GCS
: Compos mentis / E4V5M6
Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah
: 170/100 mmHg
Nadi
: 100 kali/menit
Frekuensi Napas
: 22 kali/menit
Status Lokalis

No

Pemeriksaan

1.

Visus

2.

Lapang pandang

Mata Kanan

Mata Kiri

1/300

Tidak dapat dinilai

LP : baik
PW : meragukan

3.

Gerakan bola mata

4.

Palpebra
Superior

5.

Palpebra
Inferior

Edema

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Hiperemi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Pseudoptosis

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Entropion

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ektropion

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Edema

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Hiperemi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Entropion

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ektropion

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

6.

Fissura palpebra

7.

Konjungtiva
Palpebra
Superior

Hiperemi

(-)

(-)

Sikatrik

(-)

(-)

Konjungtiva
Palpebra
Inferior

Hiperemi

(-)

(-)

Sikatrik

(-)

(-)

8.

9.

Konjungtiva
Bulbi

Injeksi
Konjungtiva

(-)

(-)

Injeksi Siliar

(-)

(-)

Massa

(-)

(-)

Edema

(-)

(-)

Bentuk

Cembung

Cembung

Kejernihan

Keruh

Keruh

Permukaan

Licin

Licin

Sikatrik

(-)

(-)

Benda Asing

(-)

(-)

11. Bilik Mata


Depan

Kedalaman

Cukup

Cukup

Hifema

(-)

(-)

12. Iris

Warna

Coklat

Coklat

Bentuk

Bulat dan regular

Bulat dan regular

Bentuk

Anisokor

Anisokor

Refleks cahaya
langsung

(-)

Meragukan

Refleks cahaya
tidak langsung

(-)

Meragukan

Kejernihan

Jernih

Jernih

Iris Shadow

(-)

(-)

10. Kornea

13. Pupil

14. Lensa
15. TIO

Palpasi
Tonometri

16. Funduskopi

Tidak dilakukan
59,1 mmHg

Tidak dilakukan
16,2 mmHg

Refleks Fundus

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Gambaran fundus

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil, meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.5
2.2. Epidemiologi
Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat yaitu
sekitar 5000 orang pertahunnya, biasanya mengenai penderita berusia 20-64
tahun. Sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan
disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah
umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun
menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita
diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90% setelah
menderita diabetes selama 17-25 tahun.1,5
Di Inggris retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering
pada pasien berumur 30-65 tahun, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 4
dari seluruh penyebab kebutaan.1 Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada
diabetes mellitus merupakan penyebab utama timbulnya retinopati diabetik
didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda
dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah
perjalanan penyakit sistemik ini.2
2.3. Etiologi
Retinopati diabetik terjadi karena diabetes melitus yang tak terkontrol dan
diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya
angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma
dan eksudat lunak.6 Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah: 7,11
1. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2
2. Pasien dengan diabetes pada kehamilan
3. Gula darah yang tidak terkontrol

4. Tekanan darah yang tidak terkontrol


5. Pasien dengan gaangguan ginjal
6. Durasi dari diabetes
2.4. Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi: 6
1. Retinopati diabetik non proliferatif
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita
diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata
melemah. Pada retinopati nonproliferatif ringan ditandai dengan timbul sedikitnya
satu tonjolan kecil pada pembuluh darah (mikroaneurisma) yang dapat pecah
sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Pada Retinopati
nonproliferatif sedang terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina,
gambaran manik-manik pada vena dan bercak-bercak cotton wool berwarna abuabu atau putih akibat menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan. Pada
Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton wool,
gambaran manic-manik pada vena dan kelainan mikrovaskular intraretina
(IRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di
empat kuadran, gambaran manic-manik vena di dua kuadran, atau kelainan
mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran.6

Gambar 2.1 Retinopati diabetik non proliferatif


2. Makulopati
Makulopati diabetic bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina
stempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina
pada tingkat Endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran
cairan dan konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering

dijumpai pada pasien DM tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah


kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan penebalan retina
sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea. Makulopati juga bias terjadi karena
iskemia, yang ditandai oleh edema macula, perdarahan dalam dan sedikit
eksudasi.6

3. Retinopati diabetik proliferatif.


Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif
yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama
dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah
yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah
pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi
penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina
sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif
dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata
sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.6

Gambar 2.2 Retinopati diabetik proliferatif

Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian mata fakultas kedokteran UI: 1


-

Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada

fundus okuli
Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercaak dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli

Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat


neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli

2.6. Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik
yaitu jalur poliol (akumulasi sorbitol), glikasi nonenzimatik dan pembentukan
protein kinase C dan pembentukan reactive oxygen speciasi (ROS)

Gambar 2.3 Skema patogenesis retinopati diabetik


Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi
menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan
multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan
perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ,
termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang
terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya
retinopati diabetik, antara lain:13
1. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase

yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding
pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa
gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat
proses osmotik.

13

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga


menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis
fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi
syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi
saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase
(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi
atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada
manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.3
2. Pembentukan protein kinase C (PKC)13

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel


vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang
merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh
terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya
ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai
dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan
terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular,
ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga
lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara
bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)13

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non


enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.
Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1
sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih
tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit
saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,
dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)13

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.3
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan
lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan
hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat
penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita
retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur.
Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat
ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada
pemeriksaan funduskopi.1,3
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi
karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih
tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang
berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya,

terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding


tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular
lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang
juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya
dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.1

Gambaran 2.4 Gambaran retina penderita DM


Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali satudaerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu sel perisit, membran
basalis dan sel endotel.
Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran
sel yangterletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah
sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler
perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai
barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi
kebocoran. Sel endotel saling berikatan satu sama lain dan bersama - sama dengan

matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.Perubahan histopatologis pada
kapiler retinopati diabetik dimulai dari penebalanmembran basalis, hilangnya
perisit dan proliferasi endotel dimana keadaan lanjut perbandingan antara sel
endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Pembentukan mikroaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina
Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina

sedangkankebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat


retinopati diabetik dapat terjadi melalui mekanisme berikut : 3
1. Edema makula atau nonperfusi kapiler

2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati proliperatif dan


kontraksi

jaringan

fibrosis

menyebabkan

ablasio

retina

(retinal detachment )
3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina
4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati
diabetik non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler
mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding
retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan
area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang
rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina
mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi
penglihatan melalui dua mekanisme yaitu: 1,6
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra
retina yang menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema
makular.

Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses


berikut, antara lain:
1. Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan
menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu
saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga
ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang
menyebabkan
ablasio

terjadinya

retina

pada

retinopati diabetik.3

Gambar 2.5 Gambaran


Ablasio Retina

2. Oklusi vaskular retina


Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses
biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan
terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila
terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga
mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas,
maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami
kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan
oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.3
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri
yang mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang
berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan
terganggu

fungsinya.

Oklusi

arteri

retina

sentralis

akan

menyebabkan

penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan

pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina
berwarna pucat.3
3. Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum
jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada
retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga
menambah tekanan intraokular.3
2.5. Gambaran Klinis
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah: 5

Penglihatan kabur
Kesulitan membaca
Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative

diantaranya adalah: 1,5,6


1.

Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah

vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini sering tidak terlihat.
Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata . 6,8,15

Gambar 2.6 Mikroaneurisma dan perdarahan intraretina


2.

Dilatasi pembuluh darah balik

Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan


berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-

kadang

disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

Gambar 2.7 Dilatasi pembuluh darah balik


3.

Perdarahan
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya

terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat


memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil.
Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau
pecahnya kapiler.

Gambar 2.8 Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif


4.

Hard eksudat

Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus


yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan
pungtata, kemudian membesar dan bergabung.

eksudat berupa

Gambar 2.9 Edema makula dan hard eksudat di fovea


5.

Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di

daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak
sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma

dan

eksudat

intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk
bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular
oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:
Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 m dari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.
2.6 Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang
harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan
juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan
retinopati diabetic ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode
pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi kontrol glukosa
darah, kontrol tekanan darah dan laser koagulasi. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah dan tekanan darah yang baik
secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga
progresivitasnya.

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah


penanganan retinopati diabetic. Fotokuagulopati dilakukan pada focal and diffuse
maculophaty dan pada PDR. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter
retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi
melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR
dan

juga

untuk

beberapa

tipe

makulopati.

Progresivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan pengendalian yang


baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik dan hiperkolesterolemia. Terapi
pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata dengan
edema macula diabetic yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau secara
ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal laser
bila lesinya setempat, dan grid laser biasanya bila lesinya difus. Penyuntikan
intravitreal triamcinolon atau anti VEGF juga efektif.
Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi laser
pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat akibat RD
proliferative hingga 50%. Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur
diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik dari daerahdaerah iskemik. Daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang
pembuluh darah temporal tidak dikenai. Yang beresiko besar kehilangan
penglihatan adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika pengobatan ditunda
hingga cirri tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan retina yang memadai harus
segera dilakukan tanpa penundaan lagi. Pengobatan pada retinopati nonproliferatif
berat belum mampu mengubah hasil akhir penglihatan, namun pada pasien-pasien
dengan diabetes tipe II, control darah yang buruk, terapi harus diberikan sebelum
kelainan proliferative muncul. Viterktomi dapat membersihkan perdarahan vitreus
dan mengatasi traksi vitreoretina. Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20%
mata akan menuju kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi cahaya dalam
2 tahun. Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe I
yang menunda vitrektomi dan pasien DM tipe II yang menjalani vitrektomi dini.
Komplikasi tersebut antara lain ftisis bulbi, peningkatan tekanan intraocular
dengan edema kornea, ablation retina dan infeksi.

Obat-obat anti-VEGF tampak menjanjikan sebagai tambahan vitrektomi


untuk membantu mengurangi perdarahan selama pembedahan dan untuk
mengurangi insidensi kekambuhan perdarahan retina pascaoperasi.

Gambar 2.10 Algoritma penatalaksanaan Retinopati Diabetes


2.7 Prognosis
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui
pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi
fluorescein, indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus
berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan metode ini juga
angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau masalah
lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam
prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75%

daripada pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa
5 tahun.
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi
retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan
iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau
tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.3

DAFTAR PUSTAKA
1. Iljas, S. 2007. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
2. Perdami.2006. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum & Mahasiswa
Kedokteran, Perdami
3. Riordan, Paul dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Jakarta;
EGC

You might also like