You are on page 1of 12

Rhinosinositis Maksilaris akut

Yulius Clinton andorio


Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2012
JL. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter seharihari, bahkandianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia. Sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu
pagi. etiologi sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75%
disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan
perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita
sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan
kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi
antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu
rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%). Data dari DEPKES RI
tahun 2006 menyebut kan bahwa penyakit hidung dan sinus menempati urutan ke-25 dari 50
kasus yaitu sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survey kesehatan indra
pengelihatan dan pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan
PERHATI dan bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 provinsi.
Data dari divisi Rinologi Departemen THT RSCM januari-Agustus 2005 menyebutkan
jumlah pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis
Anatomi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri
(Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga
di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Semua sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernafasan bersilia yang mengalami modifikasi dan mampu
menghasilkan mukus serta sekret yang disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat,
sinus terutamanya berisi udara . 1
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran
dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan
dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di

belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila.1
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus frontal dan sinus sfenoid.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih delapan tahun. Pneumatisasi
sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga
hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1
Sinus maksilaris
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore . Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini kemudian berkembang dengan
cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila
berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa
canina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya
adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. dari segi klinik
yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah: a. Dasar sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan
kadang-kadang juga gigi taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. b.
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. c. Ostium sinus maksila terletak lebih
tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase
juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase
sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.1
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat fetus, berasal dari
sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai
berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus frontalnya tidak berkembang .
Ukuran sinus frontal adalah mempunyai tinggi 2.8 cm , lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran

septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi
sinus.
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontalis drainase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting karena dapat merupakan fokus
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan
dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan
lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat
di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial
orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus
etmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus etmoid posterior bermuara ke di
meatus superior. Sel-sel etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan
lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina
basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan sedikit jumlahnya dan
terletak di posterior dari lamina basalis.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang
berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah
etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga
orbita dibagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi
dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya
2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang,
pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan
rongga.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan

arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di
daerah pons.
Anamnese.
Pemeriksaan pada anamnese didapati keluhan pasien Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret
hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan
untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam dan halitosis2
Pemeriksaan2
Rinoskopi anterior
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat ditemukan tanda-tanda inflamasi yaitu mukosa
hiperemis, edema dan sekret mukopurulen yang terdapat pada meatus media. Mungkin terlihat
adanya polip menyertai rinosinusitis kronik
Pemeriksaan nasoendoskopi
Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak dapat terlihat
dengan rinoskopi anterior, misalnya sekret purulen minimal di meatus media atau superior, polip
kecil, hipertrofi prosesus unsinatus, konka media bulosa, konka media polipoid, konka media
hipertrofi, konka inferior hipertrofi, post nasal drip dan septum deviasi
Pemeriksaan foto polos sinus
Foto polos sinus paranasal tidak sensitif dan mempunyai nilai yang terbatas pada evaluasi
rinosinusitis kronik. Foto polos yang biasa dilakukan adalah foto polos hidung dan sinus
paranasal posisi Waters. Pada foto ini hanya tampak jelas sinus-sinus yang besar saja, sedangkan
daerah kompleks osteomeatal tidak jelas tampak. Air fluid level pada rinosinusitis kronik tidak
selalu dijumpai
Pemeriksaan CT Scan
CT Scan yang biasa dilakukan adalah CT Scan sinus paranasal potongan koronal, dimana dapat
terlihat perluasaan penyakit di dalam rongga sinus dan kelainan di kompleks osteomeatal. CT
Scan dari rongga sinus dapat berguna untuk melakukan evaluasi pada kasus rinosinusitis
berulang, atau rinosinusitis dengan komplikasi dan pada pasien dengan rinosinusitis kronik dan
dipersiapkan untuk operasi. CT Scan memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi. Sebaiknya
pemeriksaan CT Scan dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses
inflamasi pada mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomi dapat terlihat dengan jelas
Diagnosis
Rhinosinusitis masilaris akut

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi akibat alergi atau infeksi karena
bakteri, virus atau jamur. Secara klinis rinosinusitis dapat dibahagikan kepada 3 yaitu ;
rinosinusiitis akut apabila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu,
rinosinusitis subakut apabila gejalanya berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan
rinosinusitis kronis apabila gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Terdapat 4 jenis sinus yaitu
sinus frontalis, maksilaris, etmoidalis dan sfenoidalis. Apabila rinosinusitis terjadi pada beberapa
sinus,maka ia dikenali sebagai multisinusitis,sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
dikenal sebagai pansinusitis1,3
Setiap gejala rinosinusitis, keparahan dan durasinya harus didokumentasi. The American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) telah membuat kriteria mayor
dan minor untuk mempermudahkan mendiagnosa rinosinusitis. Rinosinusitis dapat didiagnosa
apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih
kriteria minor. Gejalanya menurut kriteria mayor dan minor adalah:
Gejala Mayor :
- Obstruksi hidung
- postnasal drip
- Kongesti pada daerah wajah
- Nyeri /rasa tertekan pada wajah
- Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia)
- Demam (hanya pada akut)
Gejala Minor:
- Sakit kepala
- Sakit/ rasa penuh pada telinga
- Halitosis/ nafas berbau
- Sakit gigi
- Batuk dan iritabilitas
- Demam (semua nonakut)
- Lemah
Gejala Subjektif

1. Nyeri
Nyeri yang timbul bersesuaian dengan daerah sinus yang terkena. Pada peradangan yang aktif
bagian sinus maksila atau frontalis nyerinya biasanya sesuai dengan daerah yang terkena.
Manakala pada sinus etmoid dan sfenoid yang letaknya lebih dalam, nyeri terasa jauh di dalam
kepala. Tidak begitu jelas lokasi nyeri atau disebarkan ke perifer kepala di daerah yang tidak ada
hubungan dengan lokasi sinus.4
2. sakit kepala
Pada penyakit sinus, jenis sakit kepalanya sering unilateral atau dimulai sebagai nyeri kepala
unilateral dan meluas ke sisi lainnya. Sakit kepala akan meningkat pada posisi badan yang
membungkuk ke depan dan jika terjadi perubahan posisi secara tiba-tiba. Nyeri kepala akan
menetap saat menutup mata dan saat istirahat. Sakit kepala akibat sinus juga dikatakan sebagai
nyeri yang tajam, menusuk-nusuk, melalui mata atau nyeri dan rasa berat yang menetap.4
3. Nyeri pada penekanan
Pada penyakit sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah seperti sinus frontal, etmoid
anterior dan maksila, terdapat nyeri apabila disentuh atau nyeri pada penekanan jari. Nyeri tekan
pada os frontal apabila ada penekanan di sudut medial rongga orbita. Pada pemeriksaan sel-sel
etmoid anterior, tekanan dilakukan pada sudut medial orbital pada planum orbita os etmoid. Pada
pemeriksaan sinus maksila, harus dilakukan penekanan pada fosa kanina os maksila superior.4
4. Gangguan penciuman
Keluhan yang paling sering adalah kehilangan sensasi penciuman.4
Gejala Objektif
1. Pembengkakan dan edema
Pada infeksi akut sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan etmoid) dapat terjadi
pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. Pada palpasi dengan jari boleh
didapatkan sensasi seperti ada penebalan ringan. Pembengkakan ini lebih sering pada sinus
frontal.4
2. Sekret nasal
Kecurigaan terdapatnya peradangan pada sinus seharusnya sudah timbul apabila adanya pus
dalam rongga hidung. Pada sinus frontal, etmoid anterior dan maksila, tandanya adalah
terdapatnya pus pada meatus medius karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam meatus medius.
Jika pus terletak di fisura olfaktorius, maka sel-sel etmoid posterior dan sphenoid mungkin
terkena karena sel-sel tersebut berdrainase ke dalam meatus superior di atas konka medius.4

3. Transiluminasi
Transiluminasi sinus memberikan informasi objektif atas kondisi sinus maksila dan frontal, tetapi
tidak untuk sinus lainnya. Digunakan apabila tiada fasilitas radiologis. Pada transiluminasi sinus,
di dalam kamar gelap, suatu sumber cahaya diletakkan dalam mulut pasien dengan mata pasien
terbuka. Apabila refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada maka
kemungkinan sinus maksila terkena. Transiluminasi pada sinus frontal, cahaya diletakkan di
bawah dasar sinus frontal pada sudut atas dan dalam orbita, dan kedua sisi dibandingkan.4
4. Cairan radioopak
Untuk sinus maksila dan sfenoid hal ini mempunyai arti yang besar. Dengan adanya cairan itu,
rongga sinus tampak jelas tergambar, sehingga penebalan mukosa dan adanya polip dapat
diketahui dan ketidaksamaan ukuran dapat tergambar dengan jelas.4
Etiologi
a. Virus
Virus yang lebih sering menyebabkan rinosinusitis adalah rhinovirus, virus parainfluenza,
respiratory syncitial virus (RSV) dan virus influenza. Setiap virus mempunyai banyak serotype
yang mempunyai potensi tersendiri untuk memperparahkan infeksi tersebut. Infeksi akibat
rhinovirus merupakan penyebab tersering pada orang dewasa dan memuncak pada musim gugur.
RSV dan influenza pula akan merusak silia pernafasan pada saat musim dingin dan di awal
musim semi1,4,5
b. Bakteri
Bakteri patogen yang sering menyebabkan rinosinusitis bakteri akut adalah S. pneumoniae dan
H. influenza. Patogen ini menjadi penyebab utama terjadinya rinosinusitis sejak kali pertama
dilakukan penelitian. Sedangkan patogen yang sering pada rinosinusitis bakteri kronis adalah s.
aureus, staphylococcus koagulase negative, bakteri anaerob dan bakteri gram negative.
c. Jamur
Aspergilosis adalah salah satu jamur yang paling sering dijumpai pada infeksi virus paranasal
dengan ciri khas sekret mukopurulen yang berwarna hijau kecoklatan. Mukormikosis pula
merupakan infeksi oppurtunistik ganas yang dapat berkembang menjadi patogenik pada orang
yang menderita asidosis diabetik dan imunosupresi. Pada penderita ini dijumpai sekret warna
pekat,gelap, berdarah dan gambaran konka yang berwarna hitam atau merah bata. Candida
bersama histoplasmosis, koksidoimilosis, sporotrikosis, serokosporamikosis dan blastomikosis
adalah kasus yang jarang mengenai hidung.
d. Alergi

Rinitis adalah suatu reaksi alergi yang diperantarai oleh imunoglobulin. Reaksi ini melibatkan
suatu antibodi, biasanya IgE, yang mana bagian Fc antibodi melekat pada suatu sel yang
mengandung mediator atau prekursornya (sel mast, basofil, eosinofil, makrofag). Bagian Fab
dari antibodi ini berinteraksi dengan alergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi beberapa
enzim membran. Hasil pembelahan enzimatik menyebabkan pelepasan mediator seperti
histamin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator ini menyebabkan suatu reaksi tipe segera yang
timbul , misalnya edema. Selain itu, juga akan terjadi reaksi lambat yang selanjutnya terjadi
akibat pelepasan mediator dari sel mast dan demikian pula eusinofil, makrofag dan trombosit.
e. Kelainan anatomi dan struktur hidung
Kelainan anatomi hidung dan sinus dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Jika
permukaan mukosa yang saling berhadapan mendekat atau bertemu satu sama lain, maka
aktivitas silia akan terhenti. Deviasi septum, polip, konka bulosa atau kelainan struktur lain di
daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi transportasi mukosiliar.
f. Hormonal
Pada penelitian Sobot et al didapati bahwa 61% wanita yang hamil pada trimester pertama
menderita nasal congestion. Namun patogenesisnya masih belum jelas.
g. Lingkungan
Perubahan mukosa dan kerusakan silia dapat terjadi apabila terpapar pada oleh lingkungan yang
berpolusi, udara dingin dan kering. Kebiasaan merokok juga memicu hal yang sama.
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya clearance
mukosiliar didalam sumbatan kompleks osteo meatal (KOM). Mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.
Organ-organ yang membentuk kompleks osteo meatal terletak berdekatan, maka apabila terjadi
edema, mukosa yang saling berhadapan akan bertemu sehingga menyebabkan gerakan silia
terhambat dan ostium tersumbat. Akibatnya muncul tekanan negative di dalam rongga sinus yang
seterusnya menyebabkan terjadinya transudasi. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya
cairan serous.
Apabila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus akan menjadi media pembiakan
yang baik bagi pertumbuhan bakteri, efek dari kejadian ini adalah secret menjadi purulen. Kini
keadaan ini dikenali sebagi rhinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri dan memerlukan
terapi antibakteri.

Jikalau terapi tidak berhasil, maka inflamasi akan berlanjut sehingga terjadi hipoksia dan bakteri
anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak dan siklus ini seterusnya berputar sampai
akhirnya terjadi perubahan mukosa yang kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin peril dilakukan tindakan operasi2,4
Terapi
Tujuan terapi rinosinusitis adalah untuk mempercepatkan penyembuhan, mencegah komplikasi,
dan mencegah progresifitas penyakit menjadi lebih kronik. Prinsip kerja pengobatan rinosinusitis
adalah dengan membuka sumbatan di kompleks osteo meatal sehingga drainase dan ventilasi
sinus dipulihkan secara alami.5
Bagi pengobatan rinosinusitis akut, antibiotik empirik diberikan 2x24 jam. Di sini,obat lini I
golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan seperti dekongestan oral + topikal,
mukolitik digunakan untuk memperlancarkan drainase. Analgetik juga dapat diberikan untuk
menghilangkan rasa nyeri. Jika terdapat pembaikan, maka pemberian harus diteruskan selama
10-14 hari. Namun, apabila tidak ada kebaikan, antibiotik lini II diberikan selama 7 hari seperti
amoksisilin klavulanat, atau ampisilin sulbaktam, sefalosporin generasi II, makrolid dan terapi
tambahan. Setelah pemberian pengobatan ini terdapat pembaikan, maka pemberian antibiotik
diteruskan selama 10-14 hari. Namun apabila tidak terdapat pembaikan, maka pasien harus
dijalani foto rontgen polos, CT scan atau naso-endoskopi. Menurut pemeriksaan ini,jika terdapat
kelainan, seterusnya dilakukan terapi rinosinusitis kronis. Jika tidak terdapat kelainan, maka
harus dilakukan evaluasi diagnose yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari sinus.5
Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan operasi. Indikasi penatalaksanaannya berupa sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik yang disertai kista, atau kelainan yang
irreversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis akibat jamur
Komplikasi
1. Kelainan pada orbita
Penyebab komplikasi ini adalah sinus ethmoidalis karena lokasinya yang terletak berdekatan
dengan mata. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun
sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi
isi orbita juga. Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan:
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Ini terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus
ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini sering ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang
memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita,di mana edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus masih belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus telah terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini
disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan
gerak otot ekstrakular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses
orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena
kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2. kelainan intracranial
a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi
dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di
dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura, adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri
kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
c. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak.
Gejala yang timbul sama dengan abses dura, yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam
tinggi dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan
intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah kedalam ruang subarachnoid.
d. Abses otak, setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi
perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasanya terjadi
melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim
adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan arachnoid hingga ke perbatasan
antara substansia alba dan grisea korteks seebri.
3. kelainan tulang
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi
sinus frontalis. Nyeri tekan dahi sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam,dan
menggigil. Pembengkakan di atas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk
abses subperiosteal, dalam hal mana terbentuk udema supraorbita dan mata menjadi tertutup.
Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Radiogram dapat memperlihatkan erosi
batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus keruh.

4. mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, Kista ini paling
sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya
tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar
dan melalui atrofi tekanan, mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus
sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf
didekatnya
5. piokel
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih
akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat
semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
Kesimpulan
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir
menimpa
kebanyakan penduduk Asia. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat
sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam
sekitar, dan jangkitan bakteri. Sinusitis berdasarkan lama infeksinya dapat dibedakan menjadi
sinusitis akut, subakut dan kronis. Sedangkan berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi rhinogen (berasal dari hidung) dan odontogen (berasal dari infeksi gigi).
Gejala infeksi sinus maksilaris akut adalah ,malaise, dan nyeri kepala yang tidak
jelas
penyebabnya,wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri saat menggerakkan kepala
mendadak,misalnya saat naik atau turun tangga, nyeri pipi yang khas tumpul dan menusuk dan
nyeri pada palpasi dan perkusi. nyeri alih dapat dirasakan di dahi dan telinga kanan, secret
mukopuluren keluar dari hidung dan terkadang bau busuk dan dirasakanmengalir ke
nasofaring,batuk iritatif nonproduktif. Terapinya ditunjukan untuk mempercepat kesembuhan,
mencegah komplikasi dan mencegah penyakit menjadi kronis.
Prognosanya sesuai
dengan ketepatan pemberian terapi. Biasanya sinusitis maksilaris akut mempunyai prognosa
yang baik. Maka sangat penting untuk memberikan edukasi pada pasien tentang sinusitis agar
dapat mebantu penyembuhan penyakitnya.

Daftar pustaka
1. S o e p a r d i E , d k k . B u k u a j a r i l m u k e s e h a t a n t e l i n g a h i d u n g t e n g g o r o k
k e p a l a d a n leher, edisi 7. jakarta: pusat penerbitan ilmu kesehatan telinga
Hidung tenggorok kepala dan leher fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2012
2. Endang M, Nusjirwan R.. i l m u k e s e h a t a n t e l i n g a h i d u n g t e n g g o r o k
k e p a l a d a n leher, edisi 6. jakarta: pusat penerbitan ilmu kesehatan telinga
Hidung tenggorok kepala dan leher fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2010
3. Pater A, hilger MD. Buku ajar penyakit THT, edisi 4. Jakarta: buku kedokteran EGC;
2009. h 241-58
4. Mangunkusumo, ending, dan nusjirwan R. buku ajar penyakit THT, edisi 7. Jakarta: gaya
baru; 2011.h 200-10
5. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan, edisi 16. Jakarta: binaputra
aksara; 2014.h 232-45

You might also like