You are on page 1of 11

Anatomi Testis

Testis adalah genitelia pria yang terletak di scrotum. Ukuran testis pada orang dewasa
adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 1525 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan Tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea
terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati
rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.1
Testis bagian dalam terbagi atas lobules yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel
sertoli dan sel-sel leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada tubulus
seminiferus. Sel-sel leydig mengsekresi testosterone. Pada bagian posterior tiap-tiap testis
terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan
duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut
ke vass deferens. Vas deferens adalah dukuts ekskretorius testis yang membentang hingga ke
duktus vesikula seminalis, kemudian membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius
selanjutnya bergabung dengan urethra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk
sperma maupun kemih.1,2
Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli, sedang
diantara tubuli seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel sperma togonium pada proses
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi memberi makan pada
bakal sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormone testosterone.2
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan
mengalami pematangan/maturasi diepididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula
vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.1
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu:1
a. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
b. Arteri deferensialis cabang dari A. vesikalis inferior
c. Arteri kremasterika yang merupakan cabang A. Epigastrika
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.
Fisiologi Testis

Testis merupakan fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk
mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual.
Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis.
Hipotalamus memproduksi Gonadotropin Hormone releasing Hormone (GnRH). Hormonhormon ini adalah Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH) dan
Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH). Hormon-hormon ini dibawa ke hipofisis
anterior untuk merangsang sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH), yang pada pria lebih umum dikenal sebagai Interstitial Cell Stimulating
Hormone (ICSH).2
Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikenadlikan oleh kromosom Y dan
dirangsang oleh ICSH. Sel-sel ini akan menghasilkan testosterone yang menyebabkan proses
diferensiasi dari vas deferens dan vesikula seminalis. Metabolit testosteron yaitu
Dihidrotestosteron (DTH), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia
eksterna.2
Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat
pada permulaan pubertas. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan
testosteron, DTH dan estradiol, FSH akan merangsang sel sel sertoli untuk mempengaruhi
pembentukan sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek
perangsangan ICSH. Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses
spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun
ICSH harus dilepaskan oleh hipofisi anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung.
Selanjutnya testosterone, DTH, estradiol dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin akan
menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga terjadi sistem umpan
balik yang mengatur kadar testosterone dalam sirkulasi darah.2
Epididimitis
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang
testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang mature.3
Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan
kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam
beberapa hari, sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada
epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya
indurasi pada skrotum.4
Etiologi

Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga


penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi:3,4,15,16
Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya: E. coli, Pseudomonas, proteus, Klebsiella) menjadi
penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari
35tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, dan
Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenza dan N meningitides sangat jarang terjadi.

Penyakit Menular Seksual


Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun

dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae,
Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada
populasi ini.

Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang

disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering
menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella.

Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah endemis

TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

Penyebab Infeksi lain (seperti: Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis,


Cytomegalovirus (CMV), Candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab
terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun
tubuh yang rendah atau menurun.

Obstruksi
BPH, Malformasi urogenitalis memicu terjadinya refluks.

Vaskulitis
Seperti Henoch-Schonlein purpura pada anak-anak, sering menyebabkan epididimitis

akibat adanya proses infeksi sistemik.

Penggunaan Amiodarone dosis tinggi


Amiodaron adalah obat yang diggunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis

awal 600 mg/hari 800 mg/hari selama 1-3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan
400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan

menimbulkan antibody amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epididimitis


sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah cranial dari
epididimitis dan kasus ini terjadi pada 3-11% pasien yang menggunakan obat amiodarone.

Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan

oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya
epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh
terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah
antara penis dan anus serta punggung bagian bawah dan menggigil. Pada pemeriksaan colok
dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh.

Tindakan pembedahan seperti prostatektomi


Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi

pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi
suprapubik.

Kateterisasi dan instrumentasi


Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi

dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.
Gejala Klinis
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari
sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti nyeri atau
itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan
rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut cystitis), demam,
nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan rasa perih dan
terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri
pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis).6
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari
bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis,
skrotum dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi.
Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah.4,17
Tanda Klinis
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah:3,4,15,16,17

Pada meriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama
besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis
membengkak dipermukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Kulit skrotum teraba panas, merah, dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas
karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan
ini kurang spesifik.
Pembesaran kelenjar getah beningin diregio inguinalis.
Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya
pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anmoali congenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopil, dll.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu
infeksi adalah:4,16,17
o Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left
o
o
o
o

(10.000-30.000/l)
Kultur urin dan pengecatan garam untuk kuman penyebab infeksi
Analisa urin untuk melihat apakah disetai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamedia dan gonorhoeae
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik

Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah:
1. Colon Doppler ultrasonography
Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya. Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien.
Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat.
Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis. Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran
testis dan epididimitis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan
menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi.
2. Nuclear Scinitigraphy

Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk mengkonfirmasi


hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi. Pada
epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras, memiliki
sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat infeksi. Pada
skrotum yang hiperemis akan timbul diagnose negative palsu. Keterbatasan dari
pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan interpretasi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu medis dan bedah, yaitu:
a. Penatalaksanaan medis
Antibiotik digunakan bisa diduga adanya suatu infeksi. Antibiotic yang sering
digunakan yaitu: Florokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten
terhadap kuman gonorhoeae
Sefalosporin (Ceftriaxon)
Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamedia dan digunakan
pada pasien yang alergi penisilin
Doksisiklin, azithromycin dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi
bakteri non gonokokal lainnya.
b. Penatalaksanaan bedah
Penatalaksanaan dibidan bedah meliputi:
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bisa telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang
gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang disebabkan oleh
kronik epididimitis ada 50% kasus
Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.
Komplikasi
Komplikasi dari epididimitis adalah:3,4
Abses dan pyocele pada skrotum
Infark pada testis
Epididimitis kronis dan orchalgia
Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus

epididimis
Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
Fistula kutaneus

Prognosis

Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotic yang tepat dan adekuat
serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya.
Kekambuhan epididimitis pada seseorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.6
Abses Skrotum
Abses skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus segera
ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinya Fourniers
gangrene. Abses skrotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara tunika vaginalis
parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi testis.
Etiologi
Abses skrotum merupakan komplikasi dari suatu penyakit, seperti: appindisitis,
epididimitis, orchitis, trauma, varikokel dan abses pelvis. Abses skrotum yang superficial,
biasanya berasal dari infeksi pada folikel rambut, ataupun luka bekas operasi pada skrotum.
Abses intrascrotal paling sering muncul dari epididimitis bakteri, tetapi juga mungkin terkait
dengan infeksi dari epididimitis TB, selain itu dapat timbul dari abses testis yang pecah
melalui tunika albuginea, atau drainase usus buntu ke dalam skrotum melalui prosesus
vaginalis.
Abses skrotum dapat juga terjadi sebagai akibat dari ekstravasasi urin yang terinfeksi
dari uretra yang terjadi pada pasien dengan striktur uretra dan kandung kemih neurogenik
menggunakan perangkat koleksi eksternal. Penyebab paling umum adalah postneglected
testis torsi atau epididymo orchitis necrotizing. Penyebab lain termasuk infeksi hidrokel atau
TB infeksi.
Pada pria yang aktif secara seksual, organism yang utama adalah Chlamydia
trichomatis dan Neisseria gonorrhea, klamidia yang menjadi lebih umum. Pada pria
homoseksual usia kurang dari 35 tahun, dan bakteri coliform yang menjadi lebih umum. Pada
laki-laki tua yang biasanya kurang aktif secara seksual, bakteri pathogen saluran kemih
adalah organism yang paling umum, seperti: Eschericia coli dan Pseudomonas menjadi lebih
umum, namun patogen.
Trauma biasanya bermainfestasi sebagai pembengkakan skrotum dengan hematoma
intratesticular dan skrotum dan berbagai tingkat ekimosis dinding skrotum.
Manifestasi Klinis
Pada pasien yang mengalami abses skrotum mungkin memiliki gejala yang berkaitan
dengan etiologi abses seperti gejala infeksi saluran kemih atau penyakit menular seksual,
seperti frekuensi, urgensi, disuria. 4
Penegakan Diagnosis

Diagnosis abses skrotum sering ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Skrotum sering eritema dan terjadi peradangan selain itu dapat teraba fluktuasi pada
skrotum.3
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan: pasien yang baru menderita epididimitis atau
orchitis namun tidak menjalani pengobatan secara teratur, komplikasi dari perforasi
appindisitis. Komplikasi dari operasi, sirkumsisi, vasektomi dan chrons disease. Pasien
datang dengan keluhan nyeri dan dapat pula disertai dengan demam. Hal ini juga dapat
terjadi pada pasien yang telah didrainase atau pada pasien dengan gejala massa pada
testis.
Pasien biasanya mengeluh rasa sakit skrotum yang hebat, kemerahan, panas nyeri dan
toksisitas sistemik termasuk demam dan leukositosis. Pasien mungkin atau tidak
mengeluh muntah.
Apabila terjadi trauma pada skrotum maka dapat ditemukan gambaran klinis: nyeri
akut pada skrotum, pembengkakan, memar dan kerusakan akibat cedera kulit skrotum
yang merupakan gejala klinis utama. Bahkan dapat terjadi pada luka terisolasi/tertutup,
sakit perut, mual, muntah, dan dapat menimbulkan kesulitan berkemih.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini sangat membantu karena ditemukan skrotum teraba lembut atau
kenyal. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : bengkak pada skrotum, tidak keras dan
merah pada skrotum dan dapat menjadi fluktuan.
Selain itu palpasi testis untuk menentukan epididimo-orchitis dan gejala karsinoma
testis. Pada pemeriksaan skrotum dapat juga menggambarkan ukuran, karakteristik, dan
massa yang terjadi pada testis.
Adanya pembesaran pada skrotum bisa berhubungan dengan pembesaran testis atau
epididimis, hernia, varikokel, spermatokel, dan hidrokel. Pembesaran pada testis dapat
disebabkan oleh tumor atau peradangan. Pembesaran pada skrotum yang nyeri dapat
disebabkan oleh peradangan akut epididimis atau testis, torsio korda spermatika, atau
hernia strangulate. Apabila skrotum membesar dan dicurigai hidrokel maka dapat
dilakukan tes transluminasi.3

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah putih

(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinya inflamasi atau infeksi pada skrotum.
Selain itu dapat dilakukan kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi.

Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak.


Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik.
Tes penyaring untuk klamidia dan gonorhoeae.

Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi pyocele akan memberikan gambaran yang lebih
parah. Hal itu membedakan dari hidrocele. Septa atau lokulasi, level cairan
menggambarkan permukaan dari hidrocele/pyocele, dan gas pada pembentukan organism.
Pemeriksaan USG biasanya menunjukan akumulasi carian ringan dengan gambaran
internal atau lesi hypoechoic yang disertai dengan isi skrotum normal atau bengkak.
USG skrotum sangat membantu dalam mendiagnosis abses intraskrotal terutama jika
ada massa infiltrate. USG skrotum dapat menggambarkan perluasan abses ke dinding
skrotum, epididimis, dan atau testis. USG skrotum adalah tambahan yang berguna untuk
mendiagnosis dan pemeriksaan fisik dalam penilaian abses skrotum. Hal ini
memungkinkan untuk lokalisasi abses skrotum serta evaluasi vaskularisasi dari epididimis
dan testis, yang mungkin terlihat.
CT-Scan
CT-scan juga dapat digunakan untuk melihat adanya penyebaran abses.
Pemeriksaan real-time ultrasound harus dilakukan jika terjadi fraktur dan harus
ditangani dengan eksplorasi scrotal. Testis yang mengalami kontusio biasanya memberikan
respon yang baik terhadap istirahat dan analgesia.4
Penatalaksanaan
Manajeman abses intrascrotal, terlepas dari penyebabnya, memerlukan drainase bedah
dimana rongga harus dibuka dan dikeringkan, termasuk testis jika terlibat. Rongga harus
dibiarkan terbuka. Fournier gangrene (necrotizing fasciitis) membutuhkan resusitasi cepat
dan eksplorasi bedah dan debridement serta antibiotic yang agresif. Abses superficial juga
memerlukan insisi dan drainase. Untuk mengobati abses skrotum, diagnosis yang tepat dari
penyebab infeksi diperlukan untuk menentukan pengobatan yang cocok.4
Dapat dilakukan drainase dan pertimbangan untuk orkidoctomy yang diikuti dengan
pemberian agen antimicrobial untuk abses intratestikular. Abses skrotum yang terjadi
superficial dapat ditangani dengan insisi dan drainase. Tidak ada kontraindikasi terhadap
drainase abses intrascrotal, selain pada pasien yang terlalu sakit untuk menahan operasi.
Pasien dengan gangrene Fournier (necrotizing fasciitis) membutuhkan penanganan yang
cepat.
Abses skrotum superficial, yang terbatas pada dinding skrotum, sering dapat diobati
dengan infiltrasi kulit sekitar abses dan kemudian menggores diatas abses dengan pisau

sampai rongga dibuka dan dikeringkan. Rongga tersebut kemudian dibiarkan untuk tetap
terbuka dan dikeringkan.
Sayatan dan drainase abses intrascrotal biasanya dilakukan dengan anastesi umum.
Kulit yang melapisi area fluktuasi massa. Pada jaringan subkutan digunakan elektrokauter
sampai ditemui tunika vagina. Jaringan devitalized, termasuk epididimis dan testis dilakukan
debridement. Luka skrotum dibiarkan terbuka dan dikeringkan untuk mencegah berulangnya
abses.
Komplikasi Pembedahan
Tindakan bedah menjadi penanganan yang paling utama yang disertai dengan
pemberian antibiotik spectrum luas untuk mencegah infeksi akibat flora genitourinary.
Sayatan, debridement merupakan penanganan dari pengobatan abses intrascrotal, dan
kegagalan yang terjadi dapat menyebabkan tindakan debridement dan drainase harus
dilanjutkan. Fournier gangrene (necritizing fasciitis) adalah sebuah operasi darurat dan
membutuhkan resusitasi hemodinamik cepat, antibiotic spectrum luas, dan intervensi bedah
yang agresif. Hal ini membutuhkan ruang operasi untuk debridement. Bahkan di era bedah
modern, tingkat kematian untuk Fournier gangrene (necrotizing fasciitis) tetap tinggi,
mendekati 50%. Cedera ini intrascrotal mungkin terjadi akibat eksplorasi. Selain itu,
epididimitis yang parah dapat menyebabkan nekrosis epididimis dan hilangnya fungsi
kemudian terjadi perluasan ke testis dapat menyebabkan abses testis dan nekrosis.3,4
Penanganan pasca-pembedahan:
Setelah eksplorasi bedah awal, luka skrotum dijaga secara teratur untuk mencegah
akumulasi materi purulen dan debridement jaringan devitalized. Menjaga luka terbuka
memungkinkan untuk granulat dari dasar, mencegah terjadinya luka tertutup sehingga
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Terapi antibiotic pascaoperasi harus disesuaikan
dengan kultur urin dan sensitivitas luka dan harus dilanjutkan sampai infeksi teratasi.4
Komplikasi
Apabila abses skrotum tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan
Fourniers gangrene, yaitu: nekrosis pada kulit skrotum dan merupakan kasus
kegawatdaruratan. Fournier gangrene (necrotizing fasciitis) dapat menyebabkan kehilangan
jaringan yang signifikan memerlukan pencngkokan kulit berikutnya untuk skrotum, serta
hilangnya kulit perut dan perineum. Individu mungkin memerlukan penempatan tabung
suprapubik untuk pengalihan cara berkemih serta kolostomi.4
Prognosis
Abses skrotum dapat kambuh kembali apabila fokus primernya tidak diatasi dengan
baik. Kegagalan untuk mengidentifikasi sumber infeksi, seperti striktur uretra yang

mendasarinya, dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan. Meskipun resusitasi agresif,


antibiotic spectrum luas dan intervesni bedah agresif, angka kematian dengan forunier
gangrene tetap tinggi.
Daftar pustaka
1. Sloane, Ethel. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
1995.p:347-352
2. The Anatomy, Histology, and Development of Testis, Epididimis, and Ductus Deferens.
[cited 2016 July 15th]. Available from:www.anatomytopic.com
3. Price,Sylvia A, Lorraine M Wilson. Patofisiology 6th edition. Willson, Lorraine M,
Kathleen Branson Hillegas. Gangguan sistem reproduksi laki-laki. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2003. Chapter: 65.p:1311-1329
4. Roppolo Lyn P, Daniel Davis, Kelly sean P, Rosen peter. Emergency Medicine Handbook.
Atre, Deepta S, Jaime T Snarski, Traci Thoureen. Scrotal pain and Swelling. Philadelphia:
5.

Mosby Elsevier. 2007.chapter: 50.p:584-595

You might also like