Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Definisi
Tetanus berasal dari kata Yunani yaitu tetanos dari teinein yang
artinya regangan, kekakuan, atau kontraksi (stretch atau rigidity)1, tetanus
yang juga dikenal dengan lockjaw atau Seven Day Disease yang
merupakan suatu penyakit neurologi, dicirikan dengan peningkatan tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein
yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa
bentuk klinis tetanus termasuk didalamnya adalah tetanus neonatorum,
tetanus generalisata, dan gangguan neurologis lokal.2
Epidemiologi
Tetanus terjadi secara sporadik dan hampir selalu menimpa
individu non-imun, individu dengan imunitas parsial dan individu dengan
imunitas penuh yang kemudian gagal mempertahankan imunitas secara
adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat dicegah
dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di
seluruh dunia terutama di negara beriklim tropis dan negara-negara sedang
15
3.3.
Etiologi
Clostridium tetani adalah berbentuk batang yang pipih dengan ukuran
panjang 25 um dan lebar 0,30,5 um. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif yang bersifat anaerob, terdapat di mana-mana dengan habitat alamnya
di tanah, tetapi bisa juga diisolasi dari kotoran hewan peliaharaan dan
manusia. Clostridium tetani membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan
ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (drum stick). Sifat spora ini
bersifat resisten terhadap disinfektan dan tahan dalam air mendidih selama 4
jam tetapi mati dalam autoklaf bila dipanaskan selama 1520 menit pada suhu
121C. Bila tidak terkena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan
bulan bahkan sampai tahunan.5,8
Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam lingkungan
anaerob dan kemudian akan berkembang biak. Bentuk vegetatif ini tidak tahan
terhadap panas. Clostridium tetani tumbuh subur pada suhu 17C dalam
media kaldu daging dan media agar darah. Clostridium tetani bukan
merupakan bakteri yang invasif, akan tetapi bakteri ini memproduksi 2 macam
eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan
protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas
dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni
dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui
beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala
berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejangkejang. Adapun
tetanolisin merupakan toksin yang menyebabkan lisis dari sel darah merah.5,8
Toksin tetanus diproduksi secara in vitro dengan jumlah 5 10 % dari
beratnya bakteri. Karena toksin memiliki afinitas yang khusus untuk jaringan
saraf, maka disebut dengan neurotoxin. Toksin akan hancur pada suhu 56 oC
selama 5 menit dan O2.5
Port dentry tidak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat
diduga melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
b. Luka operasi yang tidak di rawat dan dibersikan dengan baik.
c. OMP, caries gigi.
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
17
3.4.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya tetanus semakin besar terjadi pada individu
yang :
a. Tidak mendapat vaksinasi lengkap atau tidak melakukan pengulangan.
Usia tua juga memperbesar risiko terserang tetanus karena imunitas
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.5.
Patogenesis
Sering terjadi kontaminasi luka oleh spora C.tetani. C.tetani sendiri
tidak menyebabkan inflamasi dan port dentrae tetap tampak tenang tanpa
tanda inflamasi, kecuali apabila ada infeksi oleh mikroorganisme yang lain.2,6
Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan
terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua macam toksin: tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih
hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang
memungkinkan multiplikasi bakteri. 2,6
Tetanoplasmin menghasilkan sindroma klinis tetanus. Toksin ini
merupakan polipeptida rantai ganda dengan berat 150kDa yang semula
bersifat inaktif. Rantai berat 100kDa (H-heavy) dan rantai ringan 50kDa ((Llight), dihubungkan oleh suatu ikatan yang sensitive terhadap protease dan
dipecah oleh protease jaringan yang menghasilkan jembatan sulfide yang
menghubungan kedua rantai ini. Ujung karboksil dari rantai berat terikat pada
membrane saraf dan ujung amino yang memungkinkan masuknya toksin ke
dalam sel. Rantai ringan bekerja pada presinaptik untuk mencegah pelepasan
neurotransmitter dari neuron yang dipengaruhi. Tetanoplasmin yang
dilepaskan akan menyebar pada jaringan di bawahnya dan terikat pada
gangliosida GD1b dan GT1b pada membrane ujung saraf lokal. Jika toksin
18
untuk
Sinaptobrevin
keluarnya
merupakan
vesikel
protein
intraseluler
membrane
yang
yang
mengandung
ini mirip
20
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit antara 3 hingga 21 hari, rata-rata 7 hari
(Taylor, 2006). Biasanya makin jauh tempat luka dari sistem saraf pusat,
makin lama masa inkubasinya. Makin pendek periode inkubasi, makin tinggi
kemungkinan kematian. Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis,
yakni:
- Localized Tetanus (Tetanus Lokal)
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi
klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Pada lokal tetanus
dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana
luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari
tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam
beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi Generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Secara umum
prognostiknya baik. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal
dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai
sesudah pemberian profilaksis antitoksin. 7
- Cephalic Tetanus
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang
terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari.
Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering
adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.
Mortalitasnya tinggi. 2,6
21
yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Masa
inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada tetanus
berat, median onset setelah trauma adalah 7 hari; 15% kasus terjadi dalam 3
hari dan 10% kasus terjadi setelah 14 hari. 2,6
Terdapat trias klinis berupa; rigiditas, spasme otot, dan apabila berat
disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk
membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot masseter
menyebabkan trismus atau rahang terkunci. Spasme secara progresif meluas
ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang khas, risus
sardonicus dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang menyebabkan
disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal dapat
berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri. Rigiditas tubuh
menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya
kelenturan dinding dada. Reflex tendon dalam meningkat. Pasien dapat
demam, walaupun banyak yang tidak sedangkan kedasaran tidak dipengaruhi.
2,6
22
striknin, dan hysteria. Akibat trauma perifer dan sedikitnya toksin yang
dihasilkan, tetanus lokal dijumpai. Spasme dan rigiditas terbatas pada area
tubuh tertentu. Mortalitas sangatlah berkurang. Perkecualian untuk ini adalah
tetanus sefalik di mana tetanus local yang berasal dari luka di kepala
mempengaruhi saraf cranial; paralisis lebih mendominasi gambaran klinisnya,
daripada spasme. 2,6
3.7.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yang
khas. Anamnesis terhadap adanya luka baru atau lama dilakukan untuk
mencurigai adanya port dentry dan masa inkubasi, seperti luka tusuk, luka
dalam yang kotor, luka bakar, infeksi gigi dan telinga, dan riwayat operasi.
Tabel 1 menunjukkan kriteria jenis luka yang rentan dan tidak rentan tetanus.
Selain itu perlu ditanyakan riwayat imunisasi, persalinan dan perawatan tali
pusat pada bayi. Gejala klinis yang khas seperti trismus dan opistotonus
menjadi dasar untuk mendiagnosis tetanus.
6-8 jam
< 6 jam
Superficial (<1cm)
Terkontaminasi
Bersih
(ireguler)
Denervasi, iskemik
Neuro/vaskuler intak
Tidak terinfeksi
3.7.1
Kriteria Diagnosis7
23
di sekitar luka
Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
Umumnya ada luka/ riwayat luka
Retensi urine dan hiperpireksia
Tetanus lokal.
Derajat Tetanus
Derajat tetanus dapat ditentukan dengan menggunakan Philips Score
atau Abletts. Skor tersebut dapat memberikan rencana penatalaksanaan dan
prognosis dari penyakit tetanus.
Tabel 2. Klasifikasi Ablett terhadap tingkat keparahan Tetanus.8
Stadium
Tabel 3.
Philips8
II
III
IV
Gejala klinis
Ringan: Trismus ringan hingga sedang; spastisitas general; tidak
ada keterlibatan sistem respirasi; tidak ada spasme; tidak ada
disfagia atau ringan
Faktor
Risiko
Sedang:
Trismus ringan; rigiditas yang jelas; spasme ringan atau
sedang tapi sebentar; keterlibatan sistem respirasi yang sedang
Masa Inkubasi
dengan peningkatan laju nafas lebih dari 30 kali; disfagia ringan.
- <48 jam
Berat: Trismus berat; spastisitas generalisata; refleks spasme yang
harilebih dari 40 kali; apneic spells; disfagia berat;
lama; -laju2-5
nafas
- yang
5-10lebih
hari dari 120.
takikardi
10-14
hari
Sangat berat: Stadium
III dan gangguan otonom berat yang
- >14
hari kardiovaskular. Hipertensi berat dan takikardi
melibatkan
sistem
bergantian
dengan hipotensi relatif dan beradikardi, yang mana
Lokasi
Infeksi
akan menjadi
persisten.dan internal
- Umbilikus
Skor
Skor
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
Status proteksi
- Tidak ada
- Sebagian imunisasi waktu kehamilan
- >10 tahun
- <10 tahun
- Lengkap
Komplikasi
- Luka atau kondisi mengancam kehidupan
- Luka berat atau kondisi tidak mengancam kehidupan
- Luka sedang atau kondisi tidak mengancam kehidupan
- Luka kecil
- ASA grade 1
10
8
4
2
0
10
8
4
2
0
Keterangan :
Skor tetanus ringan
: <9
Skor tetanus sedang
: 9-16
Skor tetanus berat : >16
Tabel 4. Skor Dakar.8
Faktor
Dakar Score
Score 1
prognosis
Periode inkubasi <7 hari
Score 0
7 hari atau
tidak
Periode onset
Tempat masuk
<2 hari
Umbilikus, luka bakar, uterus, fraktur
diketahui
2 hari
Selain dari
yang telah
disebut, atau
tidak
Spasme
Demam
Takikardi
Ada
>38,4oC
Dewasa > 120 kali/menit
diketahui
Tidak ada
<38,4oC
Dewasa <120
kali/menit
Neonatus <
150 kali/menit
Keterangan :
- Dakar score 0-1, ringan (mortalitas 10%)
- 2-3, sedang (mortalitas 10-20%)
25
Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis terhadap adanya luka baru atau lama dilakukan untuk mencurigai
adanya port dentry, seperti luka tusuk, luka dalam yang kotor, luka bakar, infeksi
gigi dan telinga, dan riwayat operasi. Gejala klinis yang khas menjadi dasar untuk
mendiagnosis tetanus. Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik. Pemeriksaan
EKG, darah rutin, fungsi faal ginjal, elektrolit, analisa gas darah, kultur untuk infeksi
dilakukan untuk membantu mengatasi penyulit yang mungkin terjadi.1
Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C.tetani. EKG
bila ada tanda-tanda gangguan jantung. Sedangkan foto toraks bila ada tanda
komplikasi paru-paru.7
26
3.9.
Diagnosis Banding
Menurut Perdossi 2013 dalam Standar Pelayanan Medik dan Taylor 2006
diagnosis banding tetanus adalah;7,9
Keracunan Strychnine
Strychnine merupakan suatu bahan kimia yang bersifat alkaloid yang
digunakan sebagai pestisida.
melalui mata atau mulut dapat menyebabkan keracunan, yang akan menyebabkan
terjadinya kaku otot muka dan leher, dan konvulsi tubuh menjadi lengkung pada
hiperekstensi sehingga memungkinkan hanya ubun-ubun kepala dan tumit yang
menyentuh lantai
-
Rabies
Pada rabies ditemukan kejang pada orofaring. Khas dari rabies dalah
hidrofobik yang dialami pasien. Pada rabies tidak ditemukan trismus dan terdapat
riwayat gigitan binatang.
Meningitis
Pada meningitis dapat ditemukan disfagia dan kaku pada leher. Juga
ditemukan demam dan cairan cerebrospinal yang tidak normal, ditambah dengan
tidak adanya trismus merupakan perbedaan dengan tetanu
3.10.
Penatalaksanaan
27
Diazepam
28
- Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v.
perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.
- Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12 mg/KgBB/hari)
diberikan secara drips (syringe pump).
Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
- Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul / IV perlahan selama 3-5 menit,
dapat diulangi setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat
di ICU.
- Bila penderita telah bebas kejang selama 48 jam maka dosis diazepam diturunkan
secara bertahap 10% setiap 1-3 hari (tergantung keadaan). Segera setelah intake
peroral memungkinkan maka diazepam diberikan peroral dengan frekuensi pemberian
setiap 3 jam.
Oksigen
diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distres pernapasan, sianosis.
Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui
pipa nasogastrik.
Menghindari tindakan/ perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan
suaradan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
Mempertahankan/ membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir oro/ nasofaring
secara berkala.
Posisi/ letak penderita diubah-ubah secara periodik.
Pemasangan kateter bila teriadi retensi urin.
Pada prinsipnya, tatalaksana dapat meliputi:
Netralisasi dari Toksin yang Bebas
Antitoksin menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin yang beredar di
sirkulasi dan toksin pada luka yang belum terikat, walaupun toksin yang telah melekat
pada jaringan saraf tidak terpengaruh. Immunoglobulin tetanus manusia (HTIG)
merupakan pilihan utama dan hendaknya diberikan segera dengan dosis 3000-6000 unit
29
intramuskuler, biasanya dengan dosis terbagi karena volumenya besar. Dosis optimalnya
belum diketahui, namun demikian beberapa penelitian menunjukkan bahwa dosis sebesar
500 unti sama efektifnya dengan dosis yang lebih tinggi. Immunoglobulin intravena
merupakan alternative lain daripada HTIG tapi konsentrasi antitoksin spesifik dalam
formulasi ini belum distandarisasi. Paling baik memberikan antitoksin sebelum
manipulasi luka.2,6,10
Menyingkirkan Sumber Infeksi
Jika ada, luka yang nampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah.
Walaupun manfaatnya belum terbukti, terapi antibiotic diberikan pada tetanus untuk
mengeradikasi sel-sel vegetative, sebagai sumber toksin. Penggunaan penisilin (10
sampai 12 juta unit intravena setiap hari selama 10 hari) telah direkomendasikan dan
secara luas dipergunakan selama bertahun-tahun, tetapi merupakan antagonis GABA dan
berkaitan dengan konvulsi. Metronidazole merupakan antibiotic pilihan. Metronidazol
(500 mg tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam) dipergunakan oleh beberapa ahli berdasarkan
aktivitas antimikrobial.2,6,10
Pengendalian Rigiditas dan Spasme
Banyak obat yang dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk
mengobati spasme otot pada tetanus yang nyeri dan dapat mengancam respirasi karena
dapat menyebabkan laringospasme atau kontaksi secara terus-menerus otot-otot
pernafasan. Regimen yang ideal adalah regimen yang dapat menekan aktivitas spasmodic
tanpa menyebabkan efek sedasi yang berlebihan dan hipoventilasi. Harus dihindari
stimulasi yang tidak perlu, tetapi terapi utamanya adalah sedasi dengan menggunakan
benzodiazepine. Benzodiazepine memperkuat agonisme GABA dengan menghambat
inhibitor endogen pada reseptor GABAA. Diazepam dapat diberikan melalui berbagai rute
yang bervariasi, murah dan dipergunakan secara luas, tetapi kerja metabolit kerjanya
panjang, dapat terakumulasi dan berakibat koma berkepanjangan. Pilihan yang lain
adalah lorazepam dan midazolam. Sebagai sedasi tambahan dapat diberikan
antikonvulsan, terutama fenobarbiton yang lebih jauh memperkuat aktivitas GABAergik
dan fenothiazin, biasanya klorpromazin. Barbiturate dan klorpomazin ini merupakan obat
lini kedua. Propozol telah dipergunakan sebagai sedasi dengan pemulihan yang cepat
setelah infuse di stop.2,6,10
30
Penatalaksanaan Respirasi
Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik mungkin
dibutuhkan pada hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau
laringospasme atau untuk menghindari aspirasi oleh pasien dengan trismus, gangguan
kemampuan menelan atau disfagia.2,6,10
Penatalaksanaan Intensif Suportif
Turunnya berat badan umum terjadi pada tetanus. Factor yang ikut terjadi
penyebabnya mencakup ketidakmampuan menelan, meningkatnya laju metabolism akibat
pireksia dan aktivitas muskuler dan masa kritis yang bekepanjangan. Oleh karena itu,
nutrisi hendaknya diberikan seawal mungkin. Nutrisi enteral berkaitan dengan insidensi
komplikasi yang rendah dan lebih murah daripada nutrisi parenteral.2,6,10
Penatalaksanaan Lain
Penatalaksanaan lain meliputi hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang
tak nampak dan kehilangan cairan yang lain, yang mungkin signfikan; kecukupan
kebutuhan gizi yang meningkat dengan pemberian enteral maupun parenteral; fisioterapi
untuk mencegah kontraktur; dan pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk
mencegah emboli paru. Fungsi ginjal, kandung kemih, dan saluran cerna harus dimonitor.
Perdarahan gastrointestinal dan ulkus dekubitus harus dicegah dan infeksi sekunder harus
diatasi.2,6,10
Vaksinasi
Pasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi karena
imunitas tidak diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan tetanus.
31
Diazepam. Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi
semua tingkatan system saraf pusat, termasuk bentukan limbic dan reticular, mungkin
dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu neurotansmiter inhibitori utama.
Dosis Dewasa
Spasme ringan
Spasme sedang
Spasme berat
Dosis pediatric
Spasme ringan
: 0,1 0,8 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiga atau empat kali
sehari.
Spasme sedang sampai berat: 0,1 0,3 mg/kgBB/hari i.v tiap 4 sampai 8 jam.
Kontraindikasi
Kehamilan
dapat meningkat.
Fenobarbital. Dosis baru harus sedemikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Jika pada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi diperlukan
untuk mendapatkan efek sedasi yang diinginkan.
Dosis Dewasa
: 1 mg/kg i.m tiap 4 6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari.
Dosis pediatrik
: 5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 hari.
Kontraindikasi: Hipersensitifitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru berat,
Perhatian
: Pada terapi jangka panjang, monitor fungsi hati, ginjal dan system
Dosis Dewasa : < 55 tahun = 100 mgc IT > 55 tahun = 800 mgc IT
Dosis pediatric
: < 16 tahun = 500 mgc IT >16 tahun = seperti dosis
dewasa
Kontraindikasi
Interaksi
: Hipersensitifitas.
: analgesic opiate, benzodiazepine, alcohol, guanabens, MAOI,
Dosis Dewasa
Dosis pediatric
kali/hari.
Kontraindikasi
Kehamilan
: Hipersensitifitas.
: Criteria B (biasanya aman, tetapi digunakan apabila
Metronidazol. Aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat diabsobsi kedalam sel
dan senyawa termetabolisme sebagian yang terbentuk mengikat DNA dan menghambat
sintesis protein, yang menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan selama 10-14 hari.
33
Dosis Dewasa
melebihi 4g/hari.
Dosis pediatric : 15-30 mg/kgBB/hari i.v tiap 8-12 jam tidak lebih dari
2g/hari.
Kontraindikasi
Interaksi
kortikosteroid,
teofilin,
verapamil,
metronidazol,
dan
antikoagulan.
Kehamilan
tetanus
dapat
terjadi
akibat
penyakitnya,
seperti
Komplikasi
Aspirasi,
Laringospasme/obsturksi
Obstruksi berkaitan dengan sedative
Respirasi
Apnea
Hipoksia
Gagal nafas tipe 1 (atelektasis, aspirasi, pneumonia)
Gagal nafas tipe 2 (spasme laryngeal, spasme trunkal
berkepanjangan, sedasi berlebihan)
ARDS
Komplikasi bantuan ventilasi berkepanjangan (seperti
pneumonia)
Kardivaskuler
34
Asistol
Ginjal
Gagal jantung.
Gagal ginjal curah tinggi (high output renal failure)
Gagal ginjal oligouria,
Gastrointestinal
Lain-lain
3.12.
Prognosis
Angka kematian tetanus masih cukup tinggi. Prognosis kesembuhan dan
kematian berhubungan dengan derajat tetanus.1
Angka kematian tinggi bila
Usia tua
Masa inkubasi singkat
Onset periode yang singkat
Demam tinggi
Spasme yang tidak cepat diatasi
Sebelum pasien keluar rumah sakit, diberikan tetanus toksoid (TT) 0,5 mg
IM. TT2 dan TT3 diberikan masing-masing dengan interval waktu 4-6 minggu.7
Selain itu prognosis juga bisa ditentukan dengan menggunakan criteria
derajat ringan beratnya tetanus menggunakan grading Pattel Joag, semakin kecil
derajat keparahannya maka angka mortalitas semakin kecil, dan sebaliknya
semakin besar derajat keparahannya semakin besar angka mortalitasnya.
3.13.
Pencegahan
3.13.1. Imunisasi Aktif
Imunisasi dengan tetanus toksoid yang diabsorbsi merupakan tindakan
pencegahan yang paling efektif dalam praktik. Angka kegagalan dari tindakan ini
sangat rendah. Titer protektif dari antibody tetanus adalah 0,01 U/ml. Walaupun
demikian tetanus dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi.
35
Semua individu dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama sekali
hendaknya mendapatkan vaksin tetanus. Serial vaksinasi untuk dewasa terdiri
atas tiga dosis: dosis pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu dan
dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis pertama. Dosis ulangan diberikan
tiap 10 tahun dan dapat diberikan pada usia decade pertengahan seperti 35 tahun,
45 tahun dan seterusnya. Namun demikian pemberian vaksin lebih dari 5 kali
tidak diperlukan untuk individu di atas 7 tahun toksoid kombinasi tetanus dan
difteri (Td) yang diabsopsi, lebih dipilih. Vaksin yang diabsorbsi lebih disukai
karena menghasilkan titer antibody yang lebih menetap daripada vaksin cair.6
Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus
Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT, atau TT. Adapun jadwal
pemberian imunisasi adalah sebagai berikut:
Imunisasi DPT pada bayi 3 kali (3 dosis) akan memberikan imunitas 1-3
tahun. Dari 3 dosis toksoid tetanus pada bayi tersebut setara dengan 2 dosis
toksoid pada anak yang lebih besar atau dewasa. Dosis sebesar 0,5 cc IM, 1 x
sebulan selama 3 bulan berturut - turut. Booster diberikan dengan dosis 1 x
0,5 cc IM
Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas
5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun, pada umur dewasa dihitung
setara 3 dosis toksoid.
Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/ DT 5) bila diberikan pada usia masuk
sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu pada sampai umur
17-18 tahun; pada umur dewasa dihitung setara 4 dosis toksoid.
Tabel 6. Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi Bayi yang Lahir di Rumah.9
36
4.
Penatalaksanaan Luka
Penatalaksanaan luka yang
perlunya6;
a
b
adalah 250 unit intramuskular yang menghasilkan kadar antibodi serum protektif
paling sedikit 4 sampai 6 minggu; dosis yang tepat untuk TAT, suatu produk yang
berasal dari kuda adalah 3000 samapi 6000 unit. Vaksin dan TAT hendaknya
diberikan pada tempat yang terpisah dengan spuit injeksi yang berbeda.
37
Bersihkan kulit sekitar luka secara menyeluruh dengan sabun dan air atau
larutan antiseptik. Air dan larutan antiseptik harus dituangkan ke dalam luka.
Setelah memberikan anestesi lokal, periksa hati-hati apakah ada benda asing
dan bersihkan jaringan yang mati. Pastikan kerusakan apa yang terjadi. Luka
besar memerlukan anestesi umum.
Setelah itu, buat robekan luka secara teratur membentuk huruf X dengan
titik tengah persilangan adalah luka. Tujuan dibuat robekan luka adalah agar
mempermudah pembersihan kotoran didalam luka tusuk.
Bilas luka dengan menggunakan larutan NaCl 0,9%, tekan sekitar luka hingga
berdarah, tujuannya adalah untuk menghilangkan cairan H2O2 serta
membersihkan luka. Lalu beri betadhine pada luka.
Pada infeksi tetanus, luka tidak perlu ditutup, biarkan luka tetap terbuka,
karena hal tersebut akan menghambat pertumbuhan bakteri clostridium tetani. Perlu
dipertimbangkan pemberian imunisasi pasif, yaitu Anti Tetanus Serum (ATS)
atauHuman Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Indikasi pemberian suntikan ATS,
yaitu:
Luka terkontaminasi, yaitu: luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani, atau
luka kurang dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi, atau luka kurang
dari 6 jam namun timbul karena kekuatan yang cukup besar (misalnya luka
tembak atau terjepit mesin).
Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak
mendapat booster selama 5 tahun atau lebih. Dosis yang diberikan untuk
orang dewasa adalah 1500 IU per IM, dan untuk anak adalah 750 IU per IM.10
Imunisasi pasif dengan human immunoglobulin tidak diindikasikan jika
tiga tahun).Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2
(perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3
(perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25
tahun).
Setiap penderita luka harus mendapat tetanus toksoid IM pada saat cedera,
baik sebagai imunisasi dasar maupun sebagai booster, kecuali bila penderita telah
mendapatkan booster atau menyelesaikan imunisasi dasar dalam 5 tahun terakhir.
Tabel 9. Tindakan Profilaksis
Jenis
Luka
Ringan,
bersih
Berat,
bersih,
atau
cenderung
tetanus
Cenderung
tetanus,
debrimen
terlambat
atau tidak
bersih
ATS 1500 IU
Toks. 0,5 cc
Hingga lengkap antibiotika
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5
cc
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5 cc
ATS 1500
IU
Toks. 0,5
cc
Toks. 0,5 cc
Toks. 0,5 cc
AB
ATS 1500
IU
Toks. 0,5
cc
Antiboitk
a
5.
Tetanus Neonatorum
Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum
mencakup
vaksinasi
maternal,
bahkan
selama
kehamilan;
upaya
untuk
40