You are on page 1of 181

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) Dalam Rangka


Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan


April 2014

Kementerian Keuangan Republik Indonesia


Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Gedung Radius Prawiro Lantai 9 - Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710
Website: www.djpk.depkeu.go.id

ii

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Kata Pengantar

M e nte ri K e ua ng a n repu blik indones ia


Puji syukur senantiasa kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkah, rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya-lah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
dapat menyelesaikan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014 ini
mengambil tema Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Rangka
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
Kebijakan otonomi daerah bertujuan mendorong pemerintah daerah dalam
menciptakan pelayanan publik yang dekat kepada masyarakat daerah secara lebih
berkualitas dengan memaksimalkan peran serta dan inisiatif seluruh komponen masyarakat
setempat. Kebijakan ini memiliki konsekuensi logis adanya penyerahan sebagian
kewenangan pemerintah pusat ke daerah diikuti dengan penyerahan pendanaan pusat ke
daerah berupa kebijakan desentralisasi fiskal dalam kerangka hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.
Kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah memiliki arti
bahwa pemerintah pusat dan daerah harus bersama-sama terus berupaya untuk melakukan
komunikasi, koordinasi, harmonisasi dan sinergi kebijakan fiskal. Hal ini tercermin dari
kualitas kebijakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah yang koheren semata-mata dalam rangka mencapai keberhasilan
pembangunan nasional yang mantap, berdaya saing, berkualitas, inklusif, dan stabil untuk
mensejahterakan masyarakat.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, terdapat sejumlah risiko dan tantangan yang
harus dihadapi pada tahun 2014, antara lain masih adanya persoalan pada perekonomian
global. Di sisi lain tantangan juga datang dari komoditas dan harga minyak, ketersediaan
infrastruktur untuk mendukung pembangunan yang inklusif, serta terkait konsumsi dan
subsidi harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi domestik.

Kata Pengantar Menteri Keuangan

iii

Namun demikian, di balik tantangan tersebut terdapat beberapa peluang yang harus
dicermati dengan tetap menjaga sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan
indikator perekonomian nasional tahun 2013, secara umum pertumbuhan ekonomi masih
relatif tinggi kendati ada tekanan inflasi, pemotongan anggaran, serta tren investasi yang
relatif mengarah ke moderat. Pertumbuhan ini diyakini akan meningkat kembali di tahun
2014 dengan adanya pesta demokrasi dan membaiknya iklim investasi yang dapat
mendorong perekonomian nasional.
Momentum tersebut diharapkan dapat direspon secara positif dalam kebijakan
transfer pemerintah pusat di satu sisi dan kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan
daerah di sisi yang lain. Upaya yang harus dilakukan dengan tetap fokus menjaga
momentum tersebut antara lain melalui penguatan penggalian potensi perpajakan daerah
guna mendorong kemandirian pendanaan daerah, pengendalian belanja daerah dengan
menggunakan instrumen insentif dan sanksi, penyaluran dana transfer bersyarat, prioritas
belanja pada bidang infrastruktur yang mendukung layanan publik, pengendalian defisit
serta peningkatan kualitas aparatur daerah dalam mengelola keuangan daerah.
Dengan diterbitkannya pelengkap buku pegangan ini diharapkan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dapat saling bersinergi dalam kerangka pemahaman yang sama
yaitu menyukseskan tujuan akhir dari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yaitu
mendorong pertumbuhan perekonomian nasional untuk kesejahteraan masyarakat.
Tidak lupa dalam kesempatan berharga ini, saya menyampaian ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan yang telah bekerja dengan sungguh-sungguh, penuh pengorbanan untuk
menyelesaikan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014 ini dengan sebaik-baiknya. Semoga
Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan bimbingan dan kemurahan-Nya dalam
setiap perjuangan untuk meraih tujuan berbangsa dan bernegara yang termaktub dalam
konstitusi kita yaitu memajukan kesejahteraan umum. Amin.

MENTERI KEUANGAN,

MUHAMAD CHATIB BASRI

iv

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Daftar Isi

Kata Pengantar Menteri Keuangan Republik Indonesia................................................ iii


Daftar Isi........................................................................................................................ v
Daftar Gambar............................................................................................................. vii
Daftar Tabel.................................................................................................................. ix
Bab I Pendahuluan......................................................................................................I/1
Bab II Pengaturan Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintahan Daerah Saat Ini.....................................................................................II/9
2.1. Kewenangan Perpajakan Dan Retribusi Daerah..........................................................II/9
2.2. Transfer Daerah Dana Perimbangan.........................................................................II/16
2.3. Pembiayaan Daerah..................................................................................................II/42
2.4. Sistem Informasi Keuangan Daerah..........................................................................II/50
Bab III Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2014.................................................... III/53
3.1. Dana Perimbangan.................................................................................................. III/53
3.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH).................................................................................. III/53
3.1.2. Dana Alokasi Umum...................................................................................... III/68
3.1.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)........................................................................... III/72
3.2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian............................................................... III/100
3.2.1. Kebijakan Dana Otonomi Khusus (Otsus)................................................... III/100

Daftar Isi

3.2.2. Kebijakan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)............................................. III/101


3.2.3. Dana Keistimewaan DIY.............................................................................. III/101
3.2.4. Kebijakan Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tambahan
Penghasilan (Tamsil) PNSD......................................................................... III/103
3.2.5. Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)................................. III/107
3.2.6. Kebijakan Dana Insentif Daerah (DID)......................................................... III/108
3.2.7. Kebijakan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2)..... III/115
Bab IV Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat Daerah dalam rangka
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.................................................................IV/119
4.1. Peningkatan Pendapatan Daerah Kebijakan Perpajakan dan Retribusi Daerah.....IV/119
4.2. Pengendalian Belanja Daerah ...............................................................................IV/128
4.3. Peningkatan Kualitas Aparatur Daerah..................................................................IV/136
Bab V Penutup........................................................................................................V/141
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 143
Lampiran Alokasi Dana Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2014........................... 147

vi

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Daftar Gambar

Gambar 2.1

Formula Penghitungan Dana Alokasi Umum...........................................II/19

Gambar 2.2

Penghitungan Besaran DAU Untuk Provinsi Dan Kabupaten/Kota..........II/20

Gambar 2.3

Proses Penghitungan Split Daerah Induk dan Daerah Otonomi Baru......II/21

Gambar 2.4

Pola Hubungan Antar Lembaga Dalam Hibah Daerah............................II/36

Gambar 3.1 Tahap Penyaluran DBH SDA.................................................................. III/65


Gambar 4.1 Mekanisme Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok
Sesuai PMK No. 115/PMK.07/2013......................................................IV/124
Gambar 4.2

Grafik Penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 2013


Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia.........................................IV/129

Gambar 4.3

Trend Belanja Daerah TA 2009 2013 ................................................IV/130

Gambar 4.4

PENYERAPAN BELANJA APBD TAHUN ANGGARAN 2013..................IV/131

Gambar 4.5

Tren SiLPA Tahun Berkenaan 2009 2012...........................................IV/132

Gambar 4.6

Trend Dana Pemda di Perbankan 2010 2013....................................IV/132

Gambar 4.7 Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


Tahun 2008 - 2012................................................................................IV/133

Daftar Gambar

vii

viii

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Daftar tabel

Tabel 1.1

Dana Transfer Tahun Anggaran 2014 ............................................................I/3

Tabel 2.1

Peraturan Pelaksanaan UU 28/2009............................................................II/11

Tabel 2.2

Hasil Evaluasi Raperda dan Perda PDRD Tahun 2010 - 2013......................II/12

Tabel 2.3

Data Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2......................................II/13

Tabel 2.4

Jenis Pelanggaran dan Sanksi Terhadap Peraturan PDRD..........................II/15

Tabel 2.5

Alokasi Dana Otonomi Khusus setara 2% DAU Nasional


Tahun 2007-2013.........................................................................................II/25

Tabel 2.6

Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Tahun 2009 2013...........................II/25

Tabel 2.7

Alokasi TPG PNSD dan Alokasi Dana Tamsil Guru PNSD............................II/29

Tabel 2.8.

Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Alokasi Dana


Tambahan Penghasilan Guru PNSD............................................................II/32

Tabel 2.9

Hibah Kepada Pemerintah Daerah..............................................................II/38

Tabel 2.10

Komposisi Pendanaan JUMFP/JEDI...........................................................II/46

Tabel 2.11

Daerah Yang Melakukan Pinjaman Kepada PIP..........................................II/49

Tabel 2.12

Penyampaian APBD 2010-2014..................................................................II/51

Tabel 3.1

Jenis dan Persentase DBH Pajak............................................................... III/54

Tabel 3.2

Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara


Pemerintah Pusat (DJP) dengan Pemerintah Daerah................................. III/55

Daftar Tabel

ix

Tabel 3.3

Penyaluran DBH Pajak dan CHT................................................................ III/59

Tabel 3.4

Jenis dan Porsi Bagi Hasil DBH SDA......................................................... III/61

Tabel 3.5

Jenis dan Tarif PNBP yang Dibagihasilkan................................................. III/62

Tabel 3.6

Perhitungan Alokasi DBH Bagi DOB.......................................................... III/67

Tabel 3.7

Komposisi Alokasi Dasar dan Celah Fiskal untuk Provinsi dan


Kabupaten/Kota Tahun 2014...................................................................... III/69

Tabel 3.8

Data dalam Perhitungan DAU.................................................................... III/69

Tabel 3.9

Penetapan Bobot Variabel Kebutuhan Dan Kapasitas Fiskal


Dalam Penghitungan DAU Tahun 2014....................................................... III/70

Tabel 3.10

Daerah Otonomi Baru................................................................................ III/72

Tabel 3.11

Alokasi DAK Tahun 2014............................................................................ III/74

Tabel 3.12

Jumlah Daerah Penerima DAK 2014 per Bidang........................................ III/97

Tabel 3.13

Resume Alokasi DAK TA 2014.................................................................... III/98

Tabel 3.14

Petunjuk Teknis Penggunaan DAK TA 2014................................................ III/99

Tabel 3.15 Tabel Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013


Berdasarkan Bidang Kewenangan .......................................................... III/101
Tabel 3.16

Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2014


Berdasarkan Bidang Kewenangan .......................................................... III/102

Tabel 3.17

Kebijakan Perhitungan DID Tahun 2010-2014.......................................... III/109

Tabel 3.18 Bobot Penilaian Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014........................... III/113
Tabel 3.19

Kebijakan Alokasi Minimum Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014 ..... III/114

Tabel 4.1

Perda Pajak Rokok...................................................................................IV/126

Tabel 4.4 Tabel Perkembangan jumlah peserta kegiatan LKD, KKD, dan KKDK......IV/138

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Bab I
Pendahuluan

Indonesia sebagai negara berkembang telah mencatat kinerja perekonomian yang


cukup membanggakan pada sepuluh tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
sebesar 5,5 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5,7 persen pada
tahun 2013, dan angka tersebut masih lebih baik dibandingkan rata-rata negara setara itu
yang pertumbuhannya hanya 3,6 persen.
Di tingkat regional, pada tahun 2012 perekonomian daerah menunjukkan kinerja yang
relatif baik. Bahkan hal yang cukup mengejutkan terjadi, bahwa pertumbuhan yang cukup
tinggi setelah kawasan Jakarta dan Jawa, berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI), yaitu
mencapai 6,0 persen. Kinerja ekspor atas sumber daya alam (SDA) dan investasi di bidang
infrastruktur menjadi penyumbang pertumbuhan yang tinggi di KTI tersebut. Sedangkan di
kawasan lain permintaan domestik yang kuat ditopang oleh daya beli riil masyarakat yang
meningkat dan basis konsumen yang luas seiring dengan berkembangnya kelompok kelas
menengah di Indonesia merupakan penyumbang pertumbuhan perekonomian tersebut.
Namun demikian, tantangan perekonomian Indonesia ke depan akan selalu
membayangi dari waktu ke waktu. Indonesia sebagai negara dengan kebijakan makro
ekonomi yang dipengaruhi oleh ekonomi global (small open economic) diyakini rentan
oleh perubahan indikator perekonomian global. Kebijakan makro ekonomi negara-negara
maju menjadi faktor yang terus membayangi kebijakan makro ekonomi Indonesia, antara
lain yaitu kebijakan likuiditas global, kenaikan harga komoditas pangan dan energi, dan
volatilitas daya tukar Rupiah.
Di samping itu, berdasarkan McKinsey Global Institute dalam The Archipelago
Economy: Unleashing Indonesias Potential, Indonesia di tahun 2030 diprediksi menjadi

Pendahuluan

I/1

negara dengan kekuatan ekonomi di urutan ke-7 dunia apabila bisa mengatasi tantangantantangan pembangunannya. Bergesernya raksasa perekonomian dunia dari belahan
Benua Amerika dan Eropa menuju Benua Asia berpotensi mengubah Indonesia menjadi
negara yang secara makro ekonomi akan mempengaruhi negara-negara lain (large open
economic). Namun demikian, saat ini tantangan kebijakan fiskal seperti kebijakan politik
anggaran, kepastian hukum, iklim investasi, dan tingkat pembangunan infrastruktur masih
belum menunjukkan indikator yang sejalan dengan gambaran di masa depan.
Menghadapi tantangan di masa mendatang, Indonesia harus fokus mengembangkan
kebijakan perekonomian yang bersifat inklusif. Dalam konteks desentralisasi fiskal,
pertumbuhan perekonomian harus dapat diciptakan secara merata oleh seluruh daerah
dan dirasakan pula dampaknya seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dibangunnya koridor pusat-pusat pertumbuhan perekonomian (pool of growth) adalah
salah satu prasyarat dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat.
Tujuan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang berdampak pada
perekonomian di daerah menjadi sangat krusial. Seyogyanya, pelayanan publik juga
menunjukkan peningkatan baik secara kuantitas dan kualitas. Pelayanan publik yang baik
setidaknya mengacu kepada dua hal pokok yaitu memberikan kepuasan kepada publik
dan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan minimum (minimum local public service
delivery standards). Dengan demikian, peningkatan pelayanan publik dapat mendorong
pembangunan ekonomi yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik
(social welfare).
Sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, kebijakan
desentralisasi fiskal telah mempergunakan kerangka hubungan keuangan pusat dan daerah
(HKPD) sebagai acuan. Kerangka kebijakan HKPD mengamanatkan bahwa pengaturan
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus dilaksanakan
secara adil, proporsional, dan akuntabel yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 (UU 33/2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan berbagai sumber daya, diantaranya
adalah dalam hal pendanaan. Kebutuhan pendanaan ini cenderung meningkat seiring
dengan kompleksitas dan dinamika masalah di daerah. Dengan adanya penyerahan
sebagian kewenangan pusat ke daerah baik di sisi pendapatan maupun belanja, Pemda
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah

I/2

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

dan Retribusi Daerah (PDRD) didorong agar dapat menggali potensi pendapatan daerah
melalui instrumen PDRD (local taxing power). Sedangkan di sisi belanja, melalui asas
money follows function yaitu penyerahan pendanaan dari pusat ke daerah yang mengikuti
arah ke mana beban tersebut berada, pengalokasiannya dilakukan melalui mekanisme
kebijakan dana perimbangan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah.
Sejalan dengan semakin banyaknya pelimpahan tugas pemerintahan dari Pemerintah
Pusat kepada Pemda maka semakin besar pula dana yang diserahkan dari pusat ke
daerah. Untuk Tahun Anggaran (TA) 2014, alokasi dana transfer ke daerah memiliki porsi
yang cukup besar, yaitu sebesar 30 persen dari total belanja Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Untuk TA 2014 alokasi dana transfer ke daerah termasuk hibah
dialokasikan sebesar Rp595,05 Triliun. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1
Dana Transfer Tahun Anggaran 2014
Jenis Dana Transfer

dalam triliun Rp

Dana Alokasi Umum (DAU)

341,21

Dana Alokasi Khusus (DAK)

33,00

Dana Bagi Hasil Pajak (DBH Pajak)

51,78

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA)

61,92

Dana Otonomi Khusus Aceh (Otsus Aceh)

6,82

Dana Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua))

6,82

Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)

2,50

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

0,52

Dana Hibah

2,54

Dana Penyesuaian:

Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG)


Dana Tambahan Penghasilan Guru (Tamsil)
Biaya Operasional Sekolah (BOS)

87,94

60,54
1,85
24,07

Dana Insentif Daerah (DID)

1,39

Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2)

0,09

Total Dana Transfer

595,05

Sumber : UU 23/2013 APBN TA 2014

Pendahuluan

I/3

Anggaran transfer ke daerah tersebut setiap tahun mengalami peningkatan, namun


apakah anggaran transfer ke daerah yang besar itu sudah mencerminkan semakin baiknya
pelayanan publik di daerah atau malah sebaliknya? Apakah pengelolaan keuangan daerah
sudah dijalankan dengan baik? Hal tersebut tentu saja menjadi pendorong bagi kita untuk
bekerja lebih keras lagi guna menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih, karena
berangkat dari kesadaran bahwa pelayanan publik yang baik hanya dapat dicapai dengan
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dapat diartikan pula bahwa setiap
Rupiah dana yang dialokasikan harus dapat dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Setiap peningkatan besaran dana yang ditransfer ke daerah harus
bisa dirasakan oleh masyarakat seperti tersedianya infrastruktur dan program-program
kesejahteraan rakyat.
Kebijakan desentralisasi diarahkan untuk memberikan diskresi yang besar dalam
pengelolaan keuangan sejalan dengan pemberian tanggung jawab yang besar pula dalam
pelayanan. Kewenangan daerah dalam perpajakan daerah terus ditingkatkan baik dari jenis
pajak yang dapat dipungut oleh daerah maupun dalam penetapan tarif pajak. Kebijakan
ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengendalikan pengeluaran daerah dengan
mengkaitkan pembayaran pajak dengan tingkat pelayanan di daerah. Selain itu, dana
transfer yang disalurkan kepada daerah sebagian besar berupa Dana Alokasi Umum (DAU).
Kebijakan ini diambil agar daerah dapat mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan
tiap-tiap daerah.
Perlu kita sadari bahwa kebijakan desentralisasi yang diambil oleh Pemerintah Pusat
belum sepenuhnya sejalan dengan capaian tingkat kesejahteraan di tingkat lokal. Pertama,
Pelayanan publik yang disediakan oleh Pemda yaitu penyediaan barang-barang untuk
kebutuhan publik (public goods) seperti jalan, jembatan, pasar terminal, rumah sakit,
dan lain-lainnya. Kedua adalah pengaturan-pengaturan publik (public regulations) yang
dikemas dalam bentuk peraturan daerah (Perda) seperti Perda Izin Mendirikan Bangunan,
Perda Kependudukan, Perda PDRD, dan lain-lainnya belum banyak memberikan kontribusi
bagi peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat. Setelah lebih dari satu dekade
pasca reformasi, pelaksanaan otonomi daerah masih memerlukan pembenahan dalam
penyediaan pelayanan publik khususnya yang terkait dengan penyediaan pelayanan
dasar yang masih belum menunjukkan pencapaian yang signifikan dari standar pelayanan
minimal (SPM).

I/4

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Buruknya pengelolaan keuangan akan berimbas pada rendahnya kualitas dan


kuantitas pelayanan publik yang disediakan. Jika pelayanan publik belum optimal, maka
kesejahteraan rakyat akan sulit terwujud. Misal, jika Pemerintah Pusat gagal menyediakan
layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, hak rakyat untuk hidup
sehat dan terjangkau akan sulit diperoleh, yang berakibat pada kesejahteraan rakyat akan
sulit dicapai.
Pengelolaan keuangan daerah yang

bertumpu pada kepentingan publik (public

oriented) tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan
publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan/pengendalian keuangan daerah.
Dalam ruang lingkup keuangan daerah, maka akan selalu melekat konsep anggaran
terutama terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu suatu
rencana keuangan tahunan daerah. APBD merupakan kebijakan politik yang paling
mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebab melalui kebijakan ini, para
pembuat keputusan bisa melakukan alokasi sumber daya keuangan. Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) bersama-sama dengan Pemda menjabarkan secara terpadu tentang
arah serta sasaran Rencana Kerja Pemda untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah masing-masing.
Perlu juga diketahui bahwa penyusunan APBD yang baik, harus juga diikuti dengan
penetapan APBD secara tepat waktu, karena jika terlambat dapat pula menimbulkan
masalah dalam pelaksanaannya. Berdasarkan data penetapan APBD sepanjang tahun
2010 sampai dengan tahun 2014, menunjukkan perkembangan ke arah yang positif atas
penetapan APBD tepat waktu pada tahun 2010 terdapat 214 daerah menjadi 354 daerah
pada tahun 2014. Namun demikian, dari total keseluruhan sebanyak 524 daerah, masih
banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD-nya. Sedangkan tren daerah yang
terkena sanksi penundaan DAU dari tahun ke tahun juga menunjukkan indikator yang
kurang memuaskan. Selama 3 tahun terakhir daerah yang terkena sanksi mengalami
peningkatan yaitu dari tahun 2012, 2013, dan 2014 secara berturut-turut adalah 16, 17, dan
23 daerah.
Selanjutnya, tata kelola keuangan daerah yang baik bersumber dari kualitas APBD
yang mencerminkan kehendak rakyat untuk mendapatkan pelayanan publik yang
berkualitas, transparan, dan akuntabel. Namun demikian, hal tersebut belum tergambar dari
postur APBD yang ideal. Struktur belanja daerah masih didominasi oleh belanja pegawai,

Pendahuluan

I/5

minimnya belanja infrastruktur, dan tingginya penggunaan sisa lebih perhitungan (SiLPA)
anggaran daerah dari tahun sebelumnya.
Selain itu, upaya konkret dalam mewujudkan akuntabilitas dan transparansi
dilingkungan Pemda mengharuskan setiap pengelola keuangan daerah menyampaikan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dengan cakupan luas dan tepat
waktu. Jika merujuk kepada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) seluruh Indonesia Tahun 2011, tentu kita
dapat sedikit berbangga karena jumlah daerah yang mendapatkan opini BPK Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) mengalami peningkatan yaitu sejumlah 67 LKPD dari 524 LKPD atau
sekitar 13 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 19 LKPD dari 524 LKPD atau
sebesar 3 persen dari total LKPD, namun di sisi lain angka ini dapat juga diartikan bahwa
masih banyak laporan keuangan Pemda yang tidak disajikan dengan wajar sesuai dengan
Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP).
Pengaturan mengenai hubungan pusat dan daerah baik terkait politik, pembagian
urusan, dan fiskal akan disesuaikan terus dengan arah memperkuat otonomi daerah. Saat
ini Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Pemerintahan
Daerah sedang dibahas di DPR. Sementara itu, RUU terkait desentralisasi fiskal (pengganti
UU 33/2004) juga akan disampaikan ke DPR untuk dibahas menjadi undang-undang (UU).
UU tersebut akan diarahkan untuk memperbaiki formulasi dana transfer dan pengendalian
terhadap belanja APBD. Sistem pendanaan urusan akan diatur dengan jelas dan bahkan akan
dikenakan sanksi bagi setiap level pemerintahan yang mengalokasikan dana untuk kegiatan
di luar tanggung jawabnya. Pengalokasian dana perimbangan akan direformulasi dengan
arah memberikan kepastian sumber pendanaan bagi daerah dan memberikan insentif bagi
peningkatan kualitas pelayanan. Alokasi dana akan lebih diarahkan pada pencapaian SPM
pelayanan dasar dibidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi,
irigasi, dan air minum. Kementerian dan Lembaga (K/L) yang menangani urusan tersebut
akan lebih berperan untuk menilai tingkat pencapaian pelayanan pada bidang tersebut dan
penilaian tersebut menjadi dasar untuk mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Di tahun 2014, kebijakan desentralisasi fiskal di fokuskan pada penguatan kemampuan
keuangan daerah di sisi pendapatan asli daerah (PAD) melalui implementasi Pajak Rokok
dan pemantapan pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
(PBB-P2). Implementasi Pajak Rokok mulai diterapkan sejak 1 Januari 2014 dengan
mekanisme bagi hasil kepada Pemerintah Provinsi yang pemungutannya dilakukan oleh

I/6

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pemerintah Pusat dengan mengenakan tambahan pajak pada rokok meskipun sudah
dikenakan cukai (piggyback tax system). Selanjutnya bagian Pemerintah Provinsi tersebut
akan dibagihasilkan kembali ke kabupaten/kota. Penerapan Pajak Rokok ini akan terus
dimonitor mengingat mekanismenya yang sama sekali baru di Indonesia.
Dalam rangka pemantapan pelaksanaan PBB-P2, percepatan kesiapan pemungutan
dan penguatan pengelolaan pajak ini masih terus dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada
Pemda. Momentum ini akan terus dioptimalkan mengingat tahun 2013 merupakan tahun
terakhir untuk melakukan

berbagai persiapan pemungutan pajak tersebut. Pemerintah

Pusat mulai tahun 2014 tidak lagi berhak untuk memungutnya. Implikasinya, Pemda tidak
lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 seperti pada tahun-tahun sebelumnya apabila daerah
dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut.
Selanjutnya, kebijakan desentralisasi fiskal tetap konsisten mencermati sisi belanja
di daerah. Pemerintah Pusat sangat serius mendorong efektivitas dan efisiensi belanja
daerah melalui mekanisme pengendalian belanja daerah. Mekanisme seperti penetapan
sanksi keterlambatan penyampaian APBD, penetapan indikator layanan publik dasar dalam
pengalokasian DAK, dan pengendalian defisit secara nasional diharapkan dapat meningkatkan
kuantitas dan kualitas layanan publik dasar.
Terakhir, untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah
tersebut, Pemerintah Pusat telah melakukan perbaikan sistem penganggaran, pelaksanaan,
dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang didukung dengan peningkatan kapasitas
(capacity building) sumber daya manusia (SDM) Pemda. Program ini diwujudkan dalam
bentuk kursus atau pelatihan singkat di dalam negeri. Program dilaksanakan bekerja sama
dengan universitas negeri terkemuka dengan nama Latihan Keuangan Daerah (LKD) bagi
pejabat pemegang kebijakan strategis dan Kursus Keuangan Daerah (KKD) bagi pelaksana/
staff pengelola keuangan daerah. Program LKD dan KKD tersebut diselenggarakan setiap
tahun secara reguler.

Pendahuluan

I/7

I/8

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Bab II
Pengaturan Hubungan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dan
Pemerintahan Daerah Saat Ini

2.1. Kewenangan Perpajakan Dan Retribusi Daerah


Desentralisasi fiskal di Indonesia merupakan kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah
Pusat dalam rangka memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong
pembangunan daerah setempat. Kebijakan ini menganut prinsip money follows function di
mana pendanaan mengikuti fungsi atau urusan yang diserahkan kepada daerah baik yang
meliputi kebijakan expenditure dan revenue assignment.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka mendukung pemenuhan sumber-sumber
pendapatan daerah, Pemda diberikan kewenangan untuk penggalian potensi pungutan
pajak dan retribusi (local taxing power) berdasarkan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Arah kebijakan yang membedakan UU ini dengan
yang sebelumnya antara lain adalah:
1. Kebijakan dalam penetapan PDRD yang tadinya open-list menjadi closed-list system
diharapkan dapat mendukung kejelasan, kepastian, dan kesederhanaan regulasi.
2. Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing
empowerment) antara lain melalui perluasan basis PDRD yang sudah ada, menambah
jenis, menaikkan tarif maksimum, dan diskresi penetapan tarif PDRD sehingga

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/9

berdampak positif bagi pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan sedikit
menimbulkan efek disinsentif dalam kegiatan perekonomian.
3. Kebijakan earmarking untuk jenis pajak tertentu dalam rangka mengarahkan
kebijakan belanja daerah untuk mengatasi eksternalitas negatif di bidang kesehatan,
perhubungan, dan infrastruktur.
4. Kebijakan efektivitas pengawasan pungutan daerah dari sistem represif menjadi
sistem preventif dan korektif sehingga sejalan dengan prinsip perpajakan yang bersifat
nasional.

Alur Penetapan Peraturan Daerah (Perda) PDRD


Sebelum PDRD tersebut dipungut, Pemda diwajibkan menerbitkan Perda. Prosedur
rancangan Perda (Raperda) PDRD sampai ditetapkan menjadi Perda tersebut melalui
beberapa tahapan yang harus ditempuh oleh Pemda, yaitu:
1. Menyampaikan Raperda PDRD paling lambat 3 hari kerja sejak tanggal persetujuan
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada:
a. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu), bagi Raperda
Provinsi.
b. Gubernur dan Menkeu, bagi Raperda Kabupaten/Kota.
2. Menyesuaikan Raperda dengan hasil evaluasi sebelum ditetapkan menjadi Perda.
3. Menyampaikan Perda PDRD kepada Mendagri untuk Perda Provinsi, Gubernur untuk
Perda Kabupaten/Kota, dan Menkeu, baik Perda Provinsi maupun Perda Kabupaten/
Kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
4. Menghentikan pelaksanaan Perda yang telah dibatalkan paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembatalan Perda
dimaksud.

II/10

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Peraturan Pelaksanaan UU 28/2009


Untuk mendukung pelaksanaan UU 28/2009 telah diterbitkan peraturan yang
memberikan arahan secara operasional mulai dari Peraturan Pemerintah (PP), Perpres,
Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), serta Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) dan Peraturan Bersama (Perber) antara Menkeu dan Mendagri. Tercatat
sampai dengan tahun 2013 telah terbit sejumlah peraturan yang lebih jelasnya terlihat
dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1
Peraturan Pelaksanaan UU 28/2009
No.

Produk Hukum

Tentang

Keterangan

1.

PP No. 91/2010

Sistim Pemungutan Pajak Daerah

2010

2.

PP No. 69/2010

Tatacara Pemberian Insentif Pemungutan PDRD

2010

3.

PP No. 97/2012

Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi


Perpanjangan lain Mempekerjakan Tenaga Kerja
Asing (IMTA)

2012

4.

Perpres No. 36/2011

Perubahan atas Tarif Pajak Bahan Bakar


Kendaraan Bermotor (PBB-KB)

2011

5.

Perber Menkeu & Mendagri


No. 186/PMK.07/2010 &
53/2010 serta No. 127/
PMK.07/2012 & 53/2012

Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan


Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai
Pajak Daerah

2010,
2012

6.

Perber Menkeu & Mendagri


No. 213/PMK.07/2010 dan
58/2010

Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai


Pajak Daerah

2010

7.

PMK No. 11/PMK.07/2010

Tatacara Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran


Ketentuan PDRD

2009

8.

PMK No. 147/PMK.07/2010

Badan atau Perwakilan Internasional yang


Dikecualikan sebagai Subjek BPHTB

2010

9.

PMK No. 148/PMK.07/2010

Badan atau Perwakilan Internasional yang


Dikecualikan sebagai Subjek PBB-P2

2010

10.

PMK No. 115/PMK.07/2013

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak


Rokok

2013

11.

Permendagri

Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)

Setiap tahun

Sumber: DJPK, Kemenkeu

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/11

Dengan adanya aturan yang bersifat operasional tersebut diharapkan daerah


menerbitkan Perda PDRD berdasarkan azas dan prinsip yang konsisten dengan peraturan
di atasnya. Selain itu, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan pemungutan PDRD di
daerah agar menjamin kejelasan serta kepastian hukum.
Sejak tahun 2010 sampai dengan 2013, Pemerintah Pusat telah melakukan evaluasi
Perda dan Raperda sebanyak 5.879. Dari jumlah tersebut tercatat 3.912 Perda dan hasil
evaluasinya telah sesuai dengan peraturan perundangan PDRD. Jumlah ini dipastikan akan
terus meningkat dari tahun ke tahun mengingat bahwa daerah diberikan diskresi untuk
menetapkan Perda PDRD sesuai dengan arah kebijakan perekonomian daerah.

Tabel 2.2
Hasil Evaluasi Raperda dan Perda PDRD Tahun 2010 - 2013
Perda dan Hasil Evaluasinya

No.

Tahun

Raperda

1.

2010

687

31

31

100%

0%

2.

2011

3.297

1.501

1.471

98%

30

2%

3.

2012

1.220

1.503

1.436

96%

67

4%

4.

2013

675

1.271

974

77%

22

2%

Total

Sesuai

Tidak Sesuai

Sumber : DJPK, Kemenkeu

Implementasi Kebijakan PDRD Untuk Peningkatan PAD


Sebagai bagian dari kebijakan Pemerintah Pusat atas PDRD, penerbitan peraturan
pelaksanaan mendorong Pemda untuk semakin bersemangat untuk menggali potensi
pemungutan PDRD. Hal ini mengingat bahwa pungutan kepada masyarakat tidak boleh
dilakukan sebelum ada penetapan Perda pungutan, maka diperlukan langkah-langkah atas
masukan yang bersifat bottom up agar tidak terjadi potential loss yang akan dihadapi oleh
Pemda akibat dari kekosongan peraturan pungutan PDRD.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah implementasi kebijakan yang
dijalankan Pemerintah Pusat. Pertama, percepatan kesiapan pemungutan dan penguatan
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di mana tahun
2013 merupakan tahun terakhir untuk melakukan berbagai persiapan pemungutan pajak
tersebut. Apabila daerah dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut, maka

II/12

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pemda tidak lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah Pusat sejak tahun 2014 tidak lagi berhak untuk memungutnya.
Data per 13 Desember 2013 menunjukkan bahwa terdapat 405 daerah atau 82,32
persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2. Potensi PBB-P2 dari
daerah tersebut mencakup sekitar 98,72 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011.
Sementara itu, terdapat 60 daerah atau 12,20 persen dari jumlah daerah yang masih dalam
proses menetapkan Perda PBB-P2. Dari keseluruhan daerah ini, potensi penerimaan
PBB-P2 sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah lainnya
sebanyak 27 daerah atau 5,49 persen dari jumlah daerah yang belum menyusun Perda
PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 0,18 persen dari total penerimaan
tahun 2011.
Data kesiapan daerah dalam memungut PBB-P2 selengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 2.3
Data Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2
Jumlah

Potensi
Berdasarkan
Penerimaan Tahun
2011

Daerah

Potensi Berdasarkan
Penerimaan Tahun 2011
(Rp)

405

8.154.534.488.521

82,32

98,72

a. Memungut tahun 2011

498.640.108.488

0,20

6,04

b. Memungut tahun 2012

17

1.074.236.906.348

3,46

13,01

c. Memungut tahun 2013

105

4.905.980.775.043

21,34

59,39

d. Memungut tahun 2014

264

1.645.474.664.781

53,65

19,92

No.

1.

Prosentase (%)

Kesiapan Daerah

Perda yang telah siap:

Jumlah
Daerah

2.

Proses menyusun Perda

60

90.515.508.056

12.20

1,10

3.

Belum menyusun Raperda

27

15.053.012.135

5,49

0,18

492

8.260.103.008.712

100,00

100,00

Total
Sumber : DJPK, Kemenkeu

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/13

Kedua, penguatan pemungutan Pajak Rokok yang berdasarkan Peraturan Menteri


Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.07/2013 akan mulai berlaku 1 Januari 2014. Hal ini
memerlukan sinergi yang baik antara Pemerintah Pusat dalam hal ini Kantor Bea dan Cukai
bersama dengan Pemda terkait pemungutan Pajak Rokok.
Ketiga, percepatan pemungutan Retribusi Perpajangan Retribusi Perpanjangan Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 97
Tahun 2012 (PP 97/2012). Dengan tarif IMTA sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sebesar US$100/org per bulan, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di
Indonesia tahun 2012 sekitar 57 ribu orang dan berdasarkan hasil survei Bank Indonesia
(BI) dengan rata-rata 88% TKA memperpanjang izin bekerja di Indonesia maka potensi
penerimaan retribusi ini diperkirakan cukup besar di daerah-daerah tertentu.
Keempat, percepatan atau optimalisasi pemungutan PDRD lainnya yaitu:
a. PDRD lainnya yang menjadi andalan PAD sebagian besar daerah;
b. Tambahan retribusi daerah dari PNBP yang dapat dialihkan menjadi retribusi daerah
sesuai dengan kewenangan Pemda dan potensi daerah.

Pengawasan Pungutan Daerah


Secara prinsip, pelaksanaan desentralisasi fiskal khususnya pemungutan PDRD
berupa penetapan besaran tarif mempertimbangkan dampak ekonomi yang akan dirasakan
oleh daerah. Iklim investasi yang baik, kompetisi yang baik, hubungan kerjasama yang
lebih baik antara Pemda dengan pengusaha merupakan tujuan dari sejalannya kebijakan
fiskal pusat dengan daerah.
Dengan

memperhatikan

hal-hal

tersebut,

maka

Pemerintah

Pusat

diberikan

kewenangan untuk melakukan pengawasan. Pemerintah Pusat memastikan bahwa Pemda


menetapkan Perda PDRD benar-benar melalui proses evaluasi, menetapkan Perda PDRD
sejalan dengan hasil evaluasi, dan menyampaikan Perda yang telah ditetapkan agar
terhindar dari pelanggaran yang bersifat prosedural (administratif).
Selain yang bersifat administratif, Pemerintah Pusat juga melakukan pengawasan yang
bersifat substantif. Pengawasan ini meliputi antara lain memastikan bahwa Pemda tidak
melaksanakan pemungutan atas Perda yang telah dibatalkan.

II/14

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Tabel 2.4
Jenis Pelanggaran dan Sanksi Terhadap Peraturan PDRD
No.
1.

Jenis Pelanggaran
Pelanggaran Prosedur
(Administratif):
a. Menetapkan Perda
PDRD tanpa melalui
proses evaluasi

Bentuk dan Besaran Sanksi


Penundaan 10% DAU
atau 10% DBH PPh
bagi daerah yang tidak
memperoleh DAU untuk
setiap penyaluran.

Penyaluran DAU
bulan berikutnya
setelah tanggal
penetapan sanksi.

Pemotongan DAU/DBH
PPh sebesar:

Penyaluran DAU bulan


berikutnya setelah
tanggal penetapan
sanksi.

b. Menetapkan Perda
PDRD tidak sejalan
dengan hasil evaluasi
c. Tidak menyampaikan
Perda yang telah
ditetapkan
2.

Pelanggaran Substantif:

Pelaksanaan Sanksi

Pencabutan
Sanksi
Perda telah
diterima
dan selesai
dievaluasi.

Penyaluran DBH
Pajak PPh triwulan
berikutnya setelah
tanggal penetapan
sanksi

(Tetap melaksanakan
a. perkiraan jumlah
pemungutan atas dasar
PDRD yang dipungut
Perda yang telah dibatalkan)
Penyaluran DBH
berdasarkan Perda
yang telah dibatalkan; Pajak Penghasilan
triwulan berikutnya
atau
setelah tanggal
b. 5% dari DAU atau
DBH PPh (terbesar) penetapan sanksi

Surat/
keputusan
penghentian
pelaksanaan
pemungutan
PDRD dari
KDH ybs. telah
diterima Dirjen
P.K

dalam hal perkiraan


jumlah PDRD yang
dipungut tidak
tersedia.
Sumber: DJPK, Kemenkeu

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/15

2.2. Transfer Daerah


Dana Perimbangan
Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 (UU 33/2004) tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah
Pusat mengalokasi dana transfer ke daerah berupa dana perimbangan untuk mengatasi
kesenjangan fiskal horizontal (horizontal fiscal imbalance) dan kesenjangan fiskal vertikal
(vertical fiscal imbalance). Ketimpangan tersebut terjadi akibat dari pembagian kewenangan
antara tingkat pemerintahan, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Instrumen
dalam mengatasi ketimpangan fiskal tersebut adalah Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

DBH
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dialokasikan berdasarkan prinsip by origin, dimana
daerah penghasil penerimaan negara mendapatkan bagian (persentase) yang lebih besar
dan daerah lainnya dalam satu provinsi mendapatkan bagian (persentase) berdasarkan
pemerataan. Sedangkan penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip by actual, dimana
besarnya DBH yang disalurkan kepada daerah, baik daerah penghasil maupun yang
mendapat alokasi pemerataan didasarkan atas realisasi penyetoran Penerimaan Negara
Pajak (PNP) dan PNBP tahun anggaran berjalan.
DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH SDA. DBH Pajak meliputi DBH Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), DBH Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25/29 WP OPDN) dan PPh Pasal 21, dan DBH Cukai Hasil
Tembakau (CHT). DBH SDA berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
Perhitungan DBH SDA dilakukan berdasarkan PNBP dari masing-masing jenis sumber
daya alam yang menurut ketentuan UU 33 tahun 2004 dibagihasilkan kepada daerah. Dasar
Perhitungan DBH SDA adalah sebagai berikut:

II/16

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

1. DBH SDA Minyak Bumi, dihitung berdasarkan produksi minyak yang terjual (lifting) dan
produksi gas yang terjual dari masing-masing Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS)
setelah dikurangi dengan Domestic Market Obligation (DMO), Fee Usaha Hulu Migas,
Pajak-pajak (PPN dan PBB), serta PDRD.
2. DBH SDA Pertambangan Umum, dihitung berdasarkan penerimaan dari iuran yang
diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi
atau eksploitasi pada suatu wilayah kerja (Landrent/Iuran tetap) dan iuran produksi
pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/
eksploitasi (Royalty).
3. DBH SDA Kehutanan, dihitung berdasarkan penerimaan negara dari Iuran Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi
(DR). IIUPH merupakan pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat
izin usaha diberikan. PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai
intrinsik dari hasil yang dipungut dari Hutan Negara. Sedangkan DR adalah dana yang
dipungut dari Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang
berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan.
4. DBH SDA Perikanan, dihitung berdasarkan Pungutan Pengusahaan Perikanan (P3) dan
Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Pungutan Pengusahaan Perikanan adalah pungutan
negara yang dikenakan kepada pemegang Izin Usaha Perikanan dan/atau Persetujuan
Penggunaan Kapal Asing (PPKA) sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan
oleh Pemerintah untuk melakukan usaha perikanan dalam Wilayah Perikanan Republik
Indonesia. Pungutan Hasil Perikanan adalah pungutan negara yang dikenakan kepada
pemegang Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan atau Surat Izin Kapal Penangkap dan
Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII) dan atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
sesuai dengan hasil produksi perikanan yang diperoleh dan dijual di dalam negeri dan
atau luar negeri.
DBH SDA Panas Bumi, dihitung berdasarkan setoran bagian Pemerintah Pusat setelah
dikurangi kewajiban perpajakan dan pungutan lainnya atas dasar kontrak pengusahaan
panas bumi yang ditandatangani sebelum UU No. 27/ 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan.
Iuran Tetap merupakan iuran yang dibayarkan kepada negara sebagai kesempatan
atas eksplorasi, studi kelayakan, dan ekspoitasi pada suatu wilayah, sedangkan Iuran
Produksi adalah iuran yang diberikan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari usaha

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/17

pertambangan panas bumi. Selanjutnya PNBP SDA dimaksud dibagihasilkan ke daerah


secara triwulan sesuai dengan proporsi dana bagi hasil SDA yang diatur dalam ketentuan
UU No. 33/2004.

DAU
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan dalam negeri yang ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah
dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan instrumen
transfer yang dimaksudkan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah
(horizontal imbalances), sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah (equalization
grant).
Besaran pagu DAU nasional berdasarkan amanat UU 33/2004 ditetapkan sekurangkurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto. PDN Neto adalah penerimaan
negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan
negara yang dibagihasilkan kepada daerah (DBH). Proporsi DAU untuk provinsi ditetapkan
sebesar 10% dan untuk kabupaten/kota ditetapkan 90% dari besaran DAU secara nasional.
DAU sebagai salah satu komponen dana perimbangan dialokasikan berdasarkan
atas formula yang memperhitungkan konsep Alokasi Dasar (AD) dan Celah Fiskal (CF)
atau disebut sebagai Fiscal Gap. Fiscal Gap suatu daerah adalah selisih antara Kebutuhan
Fiskal (KbF) dengan Kapasitas Fiskal (KpF) daerah tersebut. AD dihitung berdasarkan
jumlah dan belanja gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), yang meliputi gaji pokok,
tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan serta tunjangan yang melekat sesuai dengan
peraturan penggajian PNS termasuk di dalamnya tunjangan beras dan tunjangan PPh. KbF
mencerminkan kebutuhan dana yang diperlukan oleh daerah untuk melaksanakan fungsi
layanan dasar umum. KbF diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas
wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
per Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara KpF mencerminkan
kemampuan fiskal daerah dalam mendanai pelaksanaan layanan dasar umum. KpF dalam
perhitungan DAU adalah PAD dan DBH.

II/18

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Gambar 2.1
Formula Penghitungan Dana Alokasi Umum

Sumber: DJPK, Kemenkeu

DAU = AD + CF
Keterangan:
DAU

= Dana Alokasi Umum

AD

= Alokasi Dasar

CF

= Celah Fiskal

CF = KbF KpF
Keterangan:
CF

= Celah Fiskal

KbF

= Kebutuhan Fiskal

KpF

= Kapasitas Fiskal

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/19

KbF = TBR (a1IP + a2IW + a3IKK + a4IPM + a5IPDRB)

Keterangan:
TBR

= Total Belanja Daerah Rata-rata

IP

= Indeks Penduduk

IW

= Indeks Wilayah

IKK

= Indeks Kemahalan Konstruksi

IPM

= Indeks Pembangunan Manusia

IPDRB = Indeks PDRB per kapita

= bobot indeks masing-masing variabel

KpF = PAD + DBH SDA + DBH Pajak


Keterangan:
PAD

= Pendapatan Asli Daerah

DBH SDA

= Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

DBH Pajak

= Dana Bagi Hasil Pajak

Gambar 2.2
Penghitungan Besaran DAU Untuk Provinsi Dan Kabupaten/Kota

Sumber: DJPK, Kemenkeu

II/20

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot
provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU atas dasar celah fiskal seluruh provinsi,
di mana angka bobot provinsinya diperoleh dari perbandingan antara celah fiskal provinsi
yang bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh provinsi. Begitu pula dengan DAU atas
dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota, besarnya dihitung berdasarkan perkalian
bobot kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU atas dasar celah fiskal
seluruh kabupaten/kota. Bobot kabupaten/kota diperoleh dari perbandingan antara celah
fiskal provinsi yang bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota.

Gambar 2.3
Proses Penghitungan Split Daerah Induk dan
Daerah Otonomi Baru

Sumber: DJPK, Kemenkeu

DAU untuk daerah otonom baru (DOB) dialokasikan setelah adanya penetapan definitif
daerah yang bersangkutan melalui UU pembentukan daerah. Penghitungan DAU untuk DOB
dilakukan setelah tersedianya data yang digunakan untuk menghitung AD dan CF. Apabila
data tidak tersedia, penghitungan DAU untuk DOB dilakukan dengan cara membagi DAU
secara proporsional (split) dengan daerah induknya berdasarkan data jumlah penduduk,

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/21

luas wilayah, dan belanja pegawai. Dalam hal data belanja pegawai atau jumlah pegawai
PNSD tidak tersedia, maka digunakan data jumlah penduduk dan luas wilayah.
Penyaluran DAU kepada daerah dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar
1/12 dari besaran alokasi masing-masing daerah. Dalam rangka penyaluran tersebut,
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) atau pejabat yang ditunjuk
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) setiap bulan dan menyampaikannya kepada
Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN)-Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
Jakarta II Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb).

DAK
DAK merupakan dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah sesuai prioritas nasional. Kegiatan khusus yang didanai DAK adalah
penyediaan/perbaikan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat serta kegiatan
yang dapat mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran
prioritas nasional.
Adapun kebijakan umum pengalokasian DAK adalah sebagai berikut:
1. mendukung pencapaian prioritas nasional, termasuk program-program prioritas
nasional yang bersifat lintas sektor/kewilayahan sesuai dengan kerangka pengeluaran
jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis
kinerja (performance based budgeting).
2. membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah
dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka pemerataan pelayanan dasar dan
mendorong pencapaian SPM.
3. meningkatkan kualitas perhitungan alokasi DAK, serta mempercepat penyusunan
petunjuk teknis penggunaan DAK yang ditujukan untuk mendorong penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang efektif, efisien, dan tepat
waktu.
4. meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan
daerah sehingga terwujud sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai
dari sumber-sumber pendanaan lainnya.

II/22

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

5. meningkatkan penyediaan data-data teknis yang lebih akurat sebagai basis kebijakan
kementerian dan lembaga dalam rangka meningkatkan keserasian dan menghindari
duplikasi kegiatan antar Bidang DAK.
6. mendorong penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan dalam
penyusunan kriteria pengalokasian DAK.
Penentuan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu (1) penentuan daerah
tertentu yang menerima DAK dan (2) penentuan alokasi DAK untuk masing-masing daerah.
Penentuan daerah tertentu didasarkan atas tiga kriteria, yaitu:
Pertama; Kriteria Umum (KU), yang ditentukan berdasarkan kemampuan keuangan
daerah (indeks fiskal neto) yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah
dikurangi belanja PNS di daerah.
Penerimaan umum APBD terdiri dari PAD, DAU, dan DBH kecuali DBH yang
penggunaannya diarahkan (earmarking). Daerah dengan KU dibawah rata-rata KU secara
Nasional adalah daerah yang menjadi prioritas mendapatkan DAK.
Kedua; Kriteria Khusus (KK), yang ditentukan berdasarkan peraturan perundangundangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan aspek karakteristik
daerah.
Karakteristik daerah, meliputi:
a. Daerah tertinggal;
b. Daerah perbatasan dengan negara lain;
c. Daerah rawan bencana;
d. Daerah pesisir dan/atau kepulauan;
e. Daerah ketahanan pangan;
f. Daerah pariwisata
Ketiga; Kriteria Teknis (KT), yang ditentukan berdasarkan indikator-indikator teknis
yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana yang akan didanai dari DAK.
Kriteria ini dirumuskan melalui indeks teknis yang disusun oleh Menteri Teknis terkait.

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/23

Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Penyesuaian


Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang diberikan kepada daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah otonomi
khusus berdasarkan UU Otsus. Ada dua UU yang mengatur Otsus, yaitu UU Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua jo. UU Nomor 35 Tahun 2008 dan
UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Alokasi Dana otsus bagi Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat besarnya setara 2% dari Pagu DAU Nasional, dengan
pembagian 70% untuk Provinsi Papua dan 30% untuk Provinsi Papua Barat yang ditujukan
untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dalam rangka otsus pula Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) yang
besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan tambahan porsi DBH
SDA Minyak Bumi dan DBH SDA Gas Bumi masing-masing sebesar 55% dan 40%.
Pendanaan Otsus Provinsi Papua dan Papua Barat oleh Pemerintah Pusat menurut
UU 21/2001 harus disertai dengan terbitnya Perda Khusus (Perdasus) yang mengatur
diantaranya mengenai alokasi dana kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota di
lingkungan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Dana Otsus Provinsi Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun sejak 2008, yang
alokasinya dibedakan menjadi dua, yakni:
1. untuk tahun pertama s.d. tahun kelimabelas, besarnya setara dengan 2% plafon DAU
Nasional, dan
2. untuk tahun keenambelas s.d. tahun keduapuluh, besarnya setara dengan 1% plafon
DAU Nasional.
Arah penggunaan Otsus Aceh ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan
kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan (Pasal 183, ayat 1 UU
11/2006).

II/24

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Tabel 2.5
Alokasi Dana Otonomi Khusus setara 2% DAU Nasional
Tahun 2007-2013
(miliar Rupiah)
Tahun

Papua

Papua Barat

Aceh

2007

3.295,7

2008

3.590,1

3.590,1

2009

2.609,8

1.118,5

3.728,3

2010

2.694,9

1.154,9

3.849,81

2011

3.157,5

1.353,2

4.510,70

2012

3.833,4

1.642,9

5.476,3

2013

4.355,9

1.866,8

6.222,79

Sumber: DJPK, Kemenkeu

Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)


a. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otsus yang besarnya ditetapkan antara
Pemerintah Pusat dan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran
yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
b. Pembangunan infrastruktur dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun
seluruh kota-kota Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya
terhubungkan dengan transportasi darat, laut, dan udara yang berkualitas, sehingga
Provinsi Papua dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan menguntungkan
sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global.

Tabel 2.6
Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur
Tahun 2009 2013
(miliar Rupiah)
Tahun

Papua

Papua Barat

2009

800,00

600,00

2010

800,00

600,00

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/25

Tahun

Papua

Papua Barat

2011

800,00

600,00

2012

571,40

428,60

2013

571,40

428,60

Sumber: DJPK, Kemenkeu

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)


Dana keistimewaan DIY merupakan dana yang berasal dari APBN dalam rangka
pelaksanaan kewenangan Keistimewaan DIY yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh
Pemerintah Provinsi DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme
transfer ke daerah sesuai dengan kebutuhan Provinsi DIY dan kemampuan keuangan
negara. Sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2012 (UU 13/2012) tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta, kewenangan urusan dalam keistimewaan DIY meliputi:
a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil
Gubernur,
b. Kelembagaan Pemerintahan Daerah DIY,
c. Kebudayaan
d. Pertanahan, dan
e. Tata ruang
Kewenangan keistimewaan tersebut lebih lanjut diatur dalam Peraturan Daerah
Istimewa (Perdais) No.1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keisitimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan keistimewaan DIY tersebut berada di Provinsi
DIY.
Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan
keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan
kebutuhan Provinsi DIY dan kemampuan keuangan negara. Dana dalam rangka
pelaksanaan Keistimewaan DIY tersebut dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
berdasarkan pengajuan Pemerintah Provinsi DIY. Dana keistimewaan yang diperuntukkan
bagi dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY yang pengalokasian dan penyalurannya
melalui mekanisme transfer ke daerah dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke
Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Mekanisme pengalokasian dan penyaluran dana

II/26

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

keistimewaan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.07/2013


(PMK 103/2013) tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana Keistimewaan DIY.
Dalam rangka pengajuan usulan Dana Keistimewaan DIY, Gubernur DIY mengajukan
usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan kepada Mendagri dan menteri/pimpinan
lembaga pemerintah non kementerian terkait dengan tembusan kepada Menkeu dan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Kepala Bappenas). Usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan tersebut dilampiri
dengan dokumen Kerangka Acuan Kegiatan yang mengacu pada Perdais, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Selanjutnya, Mendagri sebagai koordinator bersama-sama dengan kementerian/
lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kewenangan keistimewaan DIY
melakukan penilaian terhadap usulan rencana kebutuhan tersebut. Mendagri kemudian
menyampaikan hasil pembahasan penilaian usulan rencana kebutuhan kepada Menkeu.
Sesuai dengan mekanisme APBN, Menkeu dan Kepala Bappenas melakukan pembahasan
untuk menentukan usulan pagu indikatif Dana Keistimewaan berdasarkan kemampuan
keuangan negara.
Menkeu menetapkan alokasi Dana Keistimewaan pada APBN berdasarkan hasil
pembahasan Pemerintah Pusat dengan DPR. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY dilakukan
berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Dana Keistimewaan yang disampaikan oleh
Gubernur DIY atau pejabat yang diberi kuasa kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Dana Keistimewaan. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY berdasarkan PMK 103/2013
dilakukan dengan rincian sebagai berikut:
a. Tahap I disalurkan sebesar 25% dari pagu Dana Keistimewaan;
b. Tahap II disalurkan sebesar 55% dari pagu Dana Keistimewaan setelah Laporan
Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80%; dan
c. Tahap III disalurkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu Dana Keistimewaan
setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I dan tahap II mencapai minimal 80%.
Dalam rangka pelaporan, Pemprov DIY wajib menyampaikan Laporan Akhir Realisasi
Penggunaan Dana Keistimewaan kepada KPA Dana Keistimewaan DIY dan Laporan
Akhir Pencapaian Kinerja Penggunaan Dana Keistimewaan kepada menteri/pimpinan
lembaga pemerintah non-kementerian terkait. Menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi atas laporan pencapaian kinerja.

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/27

Guna pemantauan dan evaluasi atas penggunaan Dana Keistimewaan DIY, Menkeu
melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dana keistimewaan DIY. Sementara
itu, menteri/pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian terkait melakukan pemantauan
dan evaluasi atas kinerja teknis dan pencapaian output.

Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD dan Dana


Tambahan Penghasilan (Tamsil) Guru PNSD
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) salah satunya adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu pilar penting untuk mewujudkan tujuan
tersebut adalah melalui Pendidikan. Untuk mewujudkan pranata sosial yang kuat dan
berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah, diperlukan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Dalam konteks inilah,
fungsi, peran, dan kedudukan Guru menjadi sangat stategis.
UU Nomor 14 Tahun 2005 (UU 14/2005) tentang Guru dan Dosen, mendudukkan Guru
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan
usia dini. Sebagai pendidik profesional, guru diwajibkan memiliki kualitas akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik serta kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional
sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Dalam melaksanakan keprofesionalannya, guru berhak memperoleh penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di
atas kebutuhan minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji serta
tunjangan lain berupa tunjangan profesi pendidik bagi guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi.
Pasal 16 ayat (2) UU 14/2005 mengamanatkan bahwa guru yang telah memiliki sertifikat
pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat serta memenuhi persyaratan lainnya berhak
mendapatkan tunjangan profesi guru setara 1 (satu) kali gaji pokok. Sejak tahun 2007, Guru
PNSD maupun non PNSD yang sudah bersertifikasi menerima TPG PNSD yang langsung
dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), sementara untuk Guru PNSD yang belum bersertifikat mendapatkan

II/28

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

tunjangan kemaslahatan berupa dana Tamsil Guru PNSD yang jumlahnya tetap setiap tahun
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan
Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil.
Berkenaan dengan penyelarasan prinsip-prinsip otonomi daerah, di mana kewenangan
atas pegawai daerah termasuk Guru PNSD merupakan kewenangan Pemda, sejak tahun
2009 pembayaran Tamsil Guru PNSD yang semula dilakukan oleh Pemerintah Pusat
(Kemendikbud) ke Guru yang bersangkutan, diubah mekanismenya melalui Transfer ke
Daerah, sementara untuk TPG PNSD diubah mekanisme penyalurannya sejak tahun 2010.
Kebijakan pengalihan pengelolaan TPG PNSD dan dana Tamsil Guru PNSD dari
Pemerintah Pusat (Kemendikbud) kepada pemerintah Kabupaten/Kota merupakan wujud
pelaksanaan desentralisasi dalam pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah
pusat dan Pemda. Hal tersebut sejalan dengan amanat Pasal 6 dan 7 PP Nomor 38
Tahun 2007, bahwa pendidikan termasuk salah satu urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/
kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Pemerintah Pusat (Kemenkeu) melakukan
pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD masing-masing Pemda yang selanjutnya dibayarkan
kepada masing-masing guru yang berhak.
Alokasi TPG PNSD dan Dana Tamsil Guru PNSD per Daerah merupakan usulan dari
Kemendikbud yang disampaikan kepada Kemenkeu setiap tahun berdasarkan hasil
rekonsiliasi data Guru PNSD. Berdasarkan usulan tersebut, Kemenkeu menerbitkan PMK
yang menjadi dasar hukum penyaluran dari RKUN ke RKUD masing-masing Pemda.
Alokasi TPG PNSD dan Alokasi Dana Tamsil Guru PNSD dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2014 adalah sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.7
Alokasi TPG PNSD dan Alokasi Dana Tamsil Guru PNSD
(dalam miliar rupiah)
Tahun

Tambahan Penghasilan Guru PNSD

Tunjangan Profesi Guru PNSD

2009

7.800,00

2010

5.800,00

10.994,89

2011

3.696,18

18.537,69

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/29

Tahun

Tambahan Penghasilan Guru PNSD

Tunjangan Profesi Guru PNSD

2012

2.898,90

30.559,80

2013

2.412,00

43.057,80

2014*

945,86

56.136,31

Keterangan:
* = PMK tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Tambahan
Penghasilan Guru PNSD masih dalam proses.
Sumber: DJPK, Kemenkeu

TPG PNSD
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945 salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Salah satu pilar penting untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah melalui
Pendidikan. Untuk mewujudkan pranata sosial yang kuat dan berwibawa memberdayakan
semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, diperlukan
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Dalam konteks inilah, fungsi, peran dan
kedudukan Guru menjadi sangat stategis.
Undang - Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mendudukan Guru
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan usia
dini. Sebagai pendidik profesional, guru diwajibkan memiliki kualitas akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik serta kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945.
Dalam melaksanakan keprofesionalannya, guru berhak memperoleh penghasilan
diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan
diatas kebutuhan minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji serta
tunjangan lain berupa tunjangan profesi pendidik bagi guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi.
Pasal 16 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa guru yang telah
memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat serta memenuhi persyaratan lainnya

II/30

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

berhak mendapatkan tunjangan profesi guru setara 1 (satu) kali gaji pokok. Sejak tahun
2007, Guru PNSD maupun non PNSD yang sudah bersertifikasi menerima Tunjangan Profesi
Guru PNSD yang langsung dibayarkan oleh Pemerintah Pusat (Kemendikbud), sementara
untuk Guru PNSD yang belum bersertifikat mendapatkan tunjangan kemaslahatan berupa
dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang jumlahnya tetap setiap tahun berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru
Pegawai Negeri Sipil.
Berkenaan dengan penyelarasan prinsip-prinsip otonomi daerah, dimana kewenangan
atas pegawai daerah termasuk Guru PNSD merupakan kewenangan Pemerintah Daerah,
sejak tahun 2009 pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang semula dilakukan
oleh Pemerintah Pusat (Kemendikbud) ke Guru yang bersangkutan, diubah mekanismenya
melalui Transfer ke Daerah, sementara untuk Tunjangan Profesi Guru PNSD diubah
mekanisme penyalurannya sejak tahun 2010.
Kebijakan pengalihan pengelolaan Tunjangan Profesi Guru PNSD dan dana Tambahan
Penghasilan Guru PNSD dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pemerintah Pusat)
kepada pemerintah Kabupaten/Kota merupakan wujud pelaksanaan desentralisasi dalam
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal
tersebut sejalan dengan amanat Pasal 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007,
bahwa pendidikan termasuk salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan
oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan
dengan pelayanan dasar. Pemerintah Pusat (Kemenkeu) melakukan pemindahbukuan dari
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) masingmasing Pemerintah Daerah yang selanjutnya dibayarkan kepada masing-masing guru yang
berhak.
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD
per Daerah merupakan usulan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
disampaikan kepada Kementerian Keuangan setiap tahun berdasarkan hasil rekonsiliasi
data Guru PNSD. Berdasarkan usulan tersebut, Kementerian Keuangan menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan yang menjadi dasar hukum penyaluran dari RKUN ke RKUD
masing-masing Pemerintah Dearah.
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru
PNSD dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 adalah sebagaimana tercantum dalam
tabel di bawah ini.

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/31

Tabel 2.8.
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan
Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD
(dalam miliar rupiah)
Tahun

Tambahan Penghasilan
Guru PNSD

Tunjangan Profesi
Guru PNSD

2009

7.800,00

2010

5.800,00

10.994,89

2011

3.696,18

18.537,69

2012

2.898,90

30.559,80

2013

2.412,00

43.057,80

2014*

945,86*

56.136,31

Keterangan:
* PMK tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tambahan Penghasilan Guru PNSD masih dalam
proses.

Tunjangan Profesi Guru PNSD dimaksudkan untuk meningkatkan mutu guru PNSD
sebagai amanat UU Nomor 14 Tahun 2005. Tunjangan Profesi Guru PNSD yang disalurkan
melalui mekanisme Transfer ke Daerah adalah tunjangan profesi yang diberikan kepada
seluruh guru PNSD yang telah memiliki sertifikat pendidik kecuali guru pendidikan agama.
Sementara itu, untuk Guru belum menerima tunjangan profesi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, diberikan dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang
besarnya Rp250.000,00 per bulan (sebanyak 12 bulan). Dana Tambahan Penghasilan Guru
PNSD mulai diberikan tanggal 1 Januari 2009 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 52
Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil.
Tambahan Penghasilan Guru PNSD diberhentikan pembayarannya apabila guru yang
bersangkutan diangkat dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional lain atau sudah
menerima tunjangan profesi atau karena hal lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

II/32

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)


Sesuai dengan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan,
penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan urusan daerah. Oleh sebab itu, pada
tahun 2014 dana BOS akan tetap dialokasikan sebagai dana penyesuaian. Dana BOS
dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar sebagai urusan daerah
melalui penyaluran BOS ke RKUD Provinsi, untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah dengan
mekanisme hibah.
BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi satuan
pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dapat dimungkinkan
untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Pemberian dana BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan
bagi siswa tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain sehingga
memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu dalam rangka penuntasan Wajib
Belajar Sembilan Tahun. Dana BOS merupakan stimulus bagi daerah dan bukan pengganti
(substitusi) dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan. Sehubungan
dengan itu pemberian dana BOS akan diikuti dengan perkuatan monitoring dan evaluasi
untuk menghindari terjadinya penyimpangan sekaligus memastikan bahwa daerah tidak
mengurangi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan BOS Daerah (BOSDA). BOS akan
dikelola oleh Tim Pusat, Tim Provinsi, dan Tim Kabupaten/Kota yang berkoordinasi secara
teratur untuk menjamin agar pelaksanaan BOS mulai dari perencanaan, penganggaran,
pengalokasian, penyaluran, pelaporan, monitoring dan evaluasi berjalan lancar dan dapat
meminimalkan permasalahan.

Dana Darurat
Dana Darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada
daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa sebagaimana yang
diamanatkan dalam ketentuan Pasal 48 UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dana Darurat digunakan untuk keperluan
mendesak yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan pendanaan
yang bersumber dari APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional
dan/peristiwa luar biasa tersebut ditetapkan oleh Presiden, sehingga hanya daerah yang

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/33

terkena bencana dan telah mendapat penetapan sebagai bencana nasional oleh Presiden
yang dapat mengajukan dana darurat kepada Pemerintah Pusat.
Terkait dengan Dana Penanggulangan Bencana yang didanai APBN, terdapat tiga
tahap dalam penanggulangan bencana, yaitu Tahap Pra-bencana, Tahap Tanggap Darurat
dan Tahap Pasca-bencana. Berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana Darurat,
Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap
pascabencana yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur kewenangan daerah. Batas waktu rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana ditetapkan oleh Presiden. Dengan demikian, Dana Darurat
tersebut merupakan bagian dari dana desentralisasi yang digunakan untuk mendanai
kewenangan daerah dalam penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana.
Sementara itu, pendanaan pada tahap prabencana, tanggap darurat, dan tahap pasca
bencana yang menjadi urusan Pemerintah Pusat menjadi kewenangan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pengelolaan Dana Darurat diatur dalam PMK Nomor 81/PMK.07/2013 (PMK 81/2013)
tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat. Dalam proses penganggaran Dana Darurat,
Pemda mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menkeu dengan melampirkan
kerangka acuan kegiatan. Menkeu bersama Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan
lembaga pemerintah non kementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap
permintaan Dana Darurat. Selanjutnya, Menkeu menetapkan alokasi Dana Darurat
berdasarkan mekanisme APBN.
Penyaluran Dana Darurat dilakukan melalui tata cara pemindahbukuan dari RKUN
ke RKUD. Dana Darurat tersebut disalurkan secara bertahap sesuai dengan pencapaian
kinerja. Menkeu, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintahan non
kementerian terkait melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dan penggunaan
Dana Darurat. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Dana Darurat,
Pemda wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Darurat kepada Menkeu
dan laporan akhir pencapaian kinerja Dana Darurat kepada Kepala BNPB dan menteri/
pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait.
Kebijakan Dana Darurat sampai saat ini belum dapat direalisasikan mengingat belum
adanya peraturan perundangan yang ditetapkan Presiden mengenai keadaan yang
dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/peristiwa luar biasa. Dalam rangka
implementasi kebijakan Dana Darurat, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama BNPB

II/34

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

bersinergi untuk mempercepat Rancangan Perpres tentang Penetapan Status Bencana


dan Batas Waktu Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Implementasi Dana Darurat akan menjadi
alternatif sumber pendanaan penanggulangan bencana bagi Daerah yang tidak mampu
mendanai melalui APBD.

Kebijakan Hibah Daerah


Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah
Pusat atau pihak lain kepada Pemda atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Kebijakan hibah daerah merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan otonomi daerah.
Pemberian hibah oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda atau sebaliknya merupakan wujud
pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemda.
Dasar hukum yang mengatur mengenai pemberian dan penggunaan hibah kepada
pemerintah daerah tersebut telah diatur dalam PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah
Kepada Daerah. Sebagai pelaksanaannya, telah diterbitkan pula PMK Nomor 168/
PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah

dan PMK Nomor 169/PMK.07/2008 Tentang Tata

Cara Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah. Sebagai upaya perbaikan dalam
peningkatan akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan hibah daerah, pada tahun 2012
telah diterbitkan PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah sebagai pengganti PP
Nomor 57 Tahun 2005. Sebagai peraturan pelaksanaannya telah ditetapkan PMK Nomor
188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Beberapa ketentuan yang diatur dalam PP 2/2012 antara lain:
a. Penegasan bahwa hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemda atau sebaliknya
dilaksanakan melalui mekanisme APBN dan APBD.
b. Pengaturan mengenai perencanaan hibah, baik yang bersumber dari luar negeri
maupun penerimaan dalam negeri yang diberikan berdasarkan kriteria tertentu dan
kewenangan pihak-pihak yang terkait pemberian atau penerusan hibah.
c. Pengakuan terhadap variasi metode penyaluran hibah dalam bentuk uang untuk Pemda
guna menampung berbagai bentuk metode penyaluran untuk pemberian dan/atau
penerusan hibah yang selama ini telah dikenal oleh pemberi pinjaman/hibah luar negeri

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/35

dan telah diatur dalam PP 10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
dan Penerimaan Hibah.
d. Pengaturan bahwa penyaluran hibah kepada Pemda dapat disalurkan secara bertahap
sesuai dengan capaian kinerja dan dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih
dahulu dari kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
e. Penerapan asas fleksibilitas dalam penerimaan, penganggaran, dan pelaksanaan hibah
kepada daerah terutama yang bersumber dari hibah luar negeri.
Perubahan peraturan sebagaimana dimaksud di atas merupakan respon akomodatif
atas permasalahan pelaksanaan hibah daerah dan perubahan peraturan terkait
pelaksanaan hibah daerah. Salah satu karakteristik khas dalam mekanisme hibah kepada
daerah adalah upaya mendorong peningkatan kualitas belanja publik. Karakteristik ini
didukung oleh 2 (dua) hal yang menjadi pilar dalam praktek dan termuat dalam peraturan
pelaksanaan hibah kepada daerah, yaitu: penguatan hubungan antar lembaga berbasis
pada penegasan fungsi dalam penyaluran dana hibah ke daerah dan penerapan pola
penyaluran dana hibah berbasis kinerja (performance-based grant).

Gambar 2.4
Pola Hubungan Antar Lembaga Dalam Hibah Daerah

Sumber: DJPK, Kemenkeu

II/36

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pertama, pola hubungan antar lembaga berbasis fungsi di atas pada dasarnya
adalah mengembalikan kewenangan kepada masing-masing pihak yang memiliki dan
bertanggung jawab atas tugas dan fungsi kelembagaan yang dilaksanakan. Dalam
kerangka ini, Pemda selaku implementing agency memiliki tugas untuk melaksanakan
kegiatan hibah berdasarkan kewenangannya sesuai pedoman pelaksanaan kegiatan hibah.
Selaku executing agency, kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian akan
melakukan supervisi dan asistensi untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan
di daerah sudah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dan memenuhi kriteria yang
ditentukan. Sementara itu, Kemenkeu berfungsi sebagai BUN yang melaksanakan tugas
penyaluran dana hibah kepada daerah berdasarkan rekomendasi kementerian negara/
lembaga pemerintah non kementerian.
Kedua, penyaluran dana hibah didasarkan pada kinerja daerah dalam pelaksanaan
kegiatan hibah. Mekanisme hibah kepada daerah menerapkan persyaratan tertentu
yang memungkinkan dilaksanakannya transfer dana kepada Pemda. Hal ini merupakan
perwujudan mekanisme hibah berbasis kinerja (performance-based grant) dalam rangka
peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. Penerapan
prinsip ini juga merupakan upaya mendorong Pemda agar melaksanakan kegiatannya
dengan berorientasi pada hasil yang telah direncanakan.
Kegiatan hibah dapat bersifat multiyears sehingga pendanaan dengan hibah cocok
diterapkan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang pelaksanaannya memerlukan waktu
lebih dari satu tahun, misalnya investasi di bidang infrastruktur. Selain itu, kegiatan hibah
dilaksanakan dengan pembiayaan pendahuluan (prefinancing) dari APBD. Penyaluran dana
hibah dapat dilakukan apabila seluruh persyaratan teknis dan administratif telah dipenuhi.
Hal ini dapat membantu untuk menjaga terlaksananya kegiatan sesuai dengan standar yang
ditentukan sekaligus meningkatkan rasa kepemilikan (sense of belonging) oleh Pemda.
Mekanisme hibah kepada daerah mulai efektif pada tahun 2010 dengan disalurkannya
dana hibah untuk kegiatan Local Basic Education Capacity (L-BEC), yang penganggarannya
sudah tercatat sejak APBN-Perubahan TA 2009. Hal ini menandai warna baru dalam
sistem pendanaan desentralisasi dalam rangka otonomi daerah di Indonesia selain dana
perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) yang sudah dikenal selama ini. Hal ini sejalan dengan
amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara yang memuat kewajiban Pemerintah Pusat untuk
mengalokasikan dana perimbangan dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk memberikan

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/37

pinjaman dan/atau hibah kepada Pemda baik yang bersumber dari dalam maupun luar
negeri. Selain itu, UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah juga mengatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas
desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah, Pemda diberikan
peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain
pendapatan yang sah.

Tabel 2.9
Hibah Kepada Pemerintah Daerah
No.

Program Hibah

APBN
2009

APBN
2010

APBN
2011

APBN
2012

APBN
2013

APBN
2014

Local Basic Education Capacity (L-BEC)

Support to Community Health


Services (SCHS)

Dana Hibah Ke Daerah APBN

Mass Rapid Transit (MRT)

Hibah Air Minum

Hibah Air Limbah

Water Sanitation Program D


(WASAP-D)

Infrastructure Enhancement Grant


(IEG) Sanitasi

Infrastructure Enhancement Grant


(IEG) Transportasi

10

Water Resources and Irrigation


Sector Management Program 2
(WISMP-2)

11

Simeulue Physical Infrastructure


Project

12

Exploration of Seulawah Agam


Geothermal Working Area Project

13

Sanitation Australia Indonesia


Infrastruture Grants (SAIIG)

II/38

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

No.
14

Program Hibah

Provincial Road Improvement and


Maintenance (PRIM)

APBN
2009

APBN
2010

APBN
2011

APBN
2012

APBN
2013

APBN
2014

Sumber: DJPK, Kemenkeu

APBN-P TA 2009 mencatat 2 (dua) program hibah, yaitu L-BEC dan Support to
Community Health Services (SCHS). L-BEC merupakan penerusan hibah yang bersumber
dari hibah Pemerintah Kerajaan Belanda dan Uni Eropa dengan perwalian (Trustee) Bank
Dunia dan telah selesai dilaksanakan pada tahun 2012. Hibah ini diberikan kepada 50 (lima
puluh) pemerintah kabupaten/kota dengan tujuan meningkatkan kapasitas penyelenggara
pendidikan dalam hal perencanaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban anggaran
sekolah berbasis teknologi informasi. Sedangkan SCHS merupakan hibah dari Uni
Eropa yang dikelola oleh World Health Organization (WHO) untuk pembangunan instalasi
perawatan pasien flu burung di 10 (sepuluh) daerah. Namun, pada tahun ini tidak ada dana
hibah yang disalurkan kepada Pemda karena masih terdapat perbedaan penafsiran dalam
penatausahaan hibah ke daerah.
Pada APBN 2010, sempat tercantum alokasi hibah yang bersumber dari penerimaan
dalam negeri. Seiring dengan proses politik anggaran, dana hibah ini direalokasi menjadi
salah satu instrumen dalam mekanisme Transfer Ke Daerah pada APBN-P 2010. Namun
dalam APBN-P 2010 tersebut muncul tambahan alokasi dan program hibah selain L-BEC,
yaitu Mass Rapid Transit (MRT), Hibah Air Minum, Hibah Air Limbah, dan Water and
Sanitation Program D (WASAP-D). Pendanaan Hibah MRT ini bersumber dari pinjaman
luar negeri yang berasal dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Program
ini merupakan program yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan transportasi
di Jakarta yang menjadi prioritas pembangunan nasional dan telah tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang akan dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hibah Air Minum dan Hibah Air Limbah merupakan
penerusan hibah yang bersumber dari hibah Pemerintah Australia. Hibah Air Minum
bertujuan untuk meningkatkan akses penyediaan air minum bagi masyarakat yang belum
memiliki akses sambungan air minum perpipaan secara berkesinambungan dalam upaya
mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) di 35 daerah. Sedangkan Hibah Air
Limbah bertujuan untuk meningkatkan akses sistem air limbah perpipaan bagi masyarakat
khusus untuk kota-kota yang sudah memiliki sistem pengelolaan air limbah terpusat di 5

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/39

(lima) daerah. Program ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan output-based


dalam mengupayakan percepatan penambahan jumlah sambungan rumah baru. Dalam
kegiatan WASAP-D, Bank Dunia memberikan hibah yang ditujukan untuk pembangunan
sarana pengelolaan air limbah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di 6 (enam)
daerah.
APBN 2011 mencatat 7 (tujuh) program hibah yang sebagian besar merupakan
kelanjutan dari program tahun sebelumnya. Program baru yang muncul dalam tahun ini
adalah Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Sanitasi dan Infrastructure Enhancement
Grant (IEG) Transportasi. Kedua program ini merupakan hibah dari Pemerintah Australia
untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di sektor sanitasi dan transportasi.
IEG Sanitasi diberikan kepada 22 (dua puluh dua) daerah yang memiliki kepedulian dan
komitmen dalam pembangunan sanitasi sedangkan IEG Transportasi diberikan kepada
2 (dua) daerah yang telah memenuhi syarat tertentu dan ditetapkan oleh Kementerian/
Lembaga (K/L) terkait.
Tercatat 3 (tiga) program hibah baru dalam APBN 2012 mendampingi 2 (dua) program
lama (L-BEC dan MRT). Ketiganya adalah Simeulue Physical Infrastructure Project II (SPIP
II), Exploration of Seulawah Agam Geothermal Working Area Project (Seulawah Geothermal),
dan Water Resources and Irrigation Sector Management Program Phase 2 (WISMP-2). SPIP
II merupakan penerusan hibah yang bersumber dari pinjaman Islamic Development Bank
(IDB) kepada Pemerintah Kabupaten Simeulue untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca bencana tsunami dan dalam kelanjutannya, program tersebut tidak dilaksanakan
melalui mekanisme hibah daerah. Adapun Program Seulawah Geothermal merupakan hibah
dari Kreditanstalt fur Wiedeaufbau (KfW) Jerman kepada Pemerintah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam untuk eksplorasi energi panas bumi. Sedangkan WISMP-2, merupakan
kegiatan peningkatan pengelolaan irigasi partisipatif di 115 daerah yang telah berkinerja
baik pada WISMP-1 dan memenuhi syarat yang ditentukan oleh K/L terkait.
Pada APBN 2013, program hibah yang dianggarkan sebanyak 6 (enam) program
meliputi: MRT, WISMP-2, dan Seulawah Geothermal yang merupakan kelanjutan dari
program tahun anggaran sebelumnya, hibah air minum dan hibah air limbah yang
merupakan program lanjutan dari tahap pertama yang telah sukses dilaksanakan pada
tahun 2012 serta Hibah Australia-Indonesia Infrastructure Initiative (sAIIG) yang merupakan
program hibah baru. Program Hibah sAIIG merupakan bantuan dari Pemerintah Australia

II/40

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

yang akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2015 untuk mempercepat pencapaian
pembangunan bidang air limbah dan persampahan.
Sementara pada APBN 2014 ini telah dianggarkan belanja hibah kepada daerah
sebesar Rp3,54 Triliun untuk 8 (delapan) program hibah, yang satu diantaranya adalah
program hibah baru yaitu program Provincial Road Improvement and Maintanance (PRIM)
kepada Provinsi Nusa Tenggara Barat. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas
Pemerintah Provinsi dalam pengelolaan dan pemeliharaan jalan serta untuk mendorong
Pemerintah Provinsi agar meningkatkan alokasi dana pemeliharaan jalan.
Pada akhirnya, pelaksanaan hibah kepada daerah, khususnya yang bersumber dari
luar negeri, telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Namun demikian,
masih terbuka kemungkinan-kemungkinan upaya optimalisasi dalam kebijakan pemberian
hibah kepada daerah sehingga diharapkan dapat memperkuat kapasitas fiskal daerah
dan mewujudkan pemerataan antar-daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah. Upaya
optimalisasi tersebut salah satunya dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu
permasalahan-permasalahan yang menyangkut hibah kepada daerah yang bersumber dari
pinjaman luar negeri ataupun hibah luar negeri. Hal yang cukup menarik adalah perubahan
mekanisme pendanaan pada program WISMP yang semula menggunakan mekanisme
dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi mekanisme hibah daerah. Kondisi ini tentu
saja merupakan perwujudan komitmen K/L untuk ikut mendukung upaya desentralisasi
pendanaan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki (prinsip money follows function). Di
sisi lain, hal ini juga menunjukkan komitmen Pemda untuk bersama-sama mendukung
pencapaian target dan prioritas nasional.
Hal lain adalah terkait dengan pemberian hibah kepada daerah yang bersumber
dari penerimaan dalam negeri. Selain penerapan kebijakan-kebijakan di atas, upaya
optimalisasi dapat dilakukan antara lain dengan penataan ulang atas dana APBN yang
didesentralisasikan. Diperlukan adanya konsistensi dan ketegasan kriteria antar dana-dana
yang dilaksanakan di daerah agar tercipta pola pendanaan yang lebih adil, transparan, dan
akuntabel.

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/41

2.3. Pembiayaan Daerah


Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah
serta menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan
hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dilakukan revisi
PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah menjadi PP Nomor 30 Tahun 2011
tentang Pinjaman Daerah. Revisi PP ini dilakukan sejalan dengan dilakukannya revisi PP
Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah
Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri menjadi PP Nomor 10 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Beberapa perubahan pokok yang dimuat dalam PP 30/2011 tentang Pinjaman Daerah
antara lain:
a. Peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah melalui pengaturan bahwa
pinjaman jangka panjang digunakan untuk mendanai kegiatan investasi prasarana dan/
atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang:
i. Menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang
berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut;
ii. Menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja
APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan;
dan/atau
iii. Memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Namun demikian, khusus untuk pinjaman jangka panjang berupa obligasi daerah
dibatasi hanya untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam
rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang
diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut.
b. Penambahan prinsip umum pinjaman daerah, seperti:
i. Penegasan peran Menkeu selaku BUN yang mempunyai kewenangan untuk
memberikan pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Daerah;
ii. Penegasan bahwa Pemda dapat melakukan pinjaman dan pinjaman tersebut
harus merupakan inisiatif Pemda dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemda
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

II/42

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

iii. Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah Pusat diberikan dalam kerangka
hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah; dan
iv. Pemda dapat meneruskan Pinjaman Daerah sebagai pinjaman, hibah, dan/atau
penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam kerangka
hubungan keuangan antara Pemerintahan Daerah dan BUMD.
c. Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah Pusat berasal dari APBN termasuk
dana investasi Pemerintah Pusat yang dilaksanakan melalui Pusat Investasi Pemerintah,
penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.
d. Persyaratan Pemda dalam melakukan pinjaman daerah adalah:
i.

Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya.

ii. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan


pinjaman yang ditetapkan Pemerintah Pusat yaitu paling sedikit 2,5 (dua koma
lima).
iii. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
iv. Dalam hal pinjaman daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemda juga wajib
memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman
yang bersumber dari Pemerintah Pusat.
v.

Untuk pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang wajib


mendapatkan persetujuan DPRD.

e. Optimalisasi mekanisme penarikan dana pinjaman mencakup pembayaran langsung,


rekening khusus, pemindahbukuan ke RKUD, Letter of Credit (L/C), dan pembiayaan
pendahuluan.
Dalam rangka pengendalian batas maksimal defisit dan pinjaman Pemda, Menkeu
setiap bulan Agustus menetapkan PMK mengenai batas maksimal defisit APBD dan batas
maksimal pinjaman daerah. Untuk TA 2014, telah ditetapkan PMK Nomor 125/PMK.07/2013
tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas
Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif
Pinjaman Daerah TA 2014. Dalam PMK tersebut diatur hal-hal sebagai:
a. Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD untuk TA 2014 ditetapkan sebesar 0,3% (nol
koma Tiga persen) dari proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) TA 2014;

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/43

b. Batas maksimal kumulatif pinjaman daerah TA 2014 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma
tiga persen) dari proyeksi PDB TA 2014, di mana dalam pinjaman tersebut termasuk
pinjaman yang digunakan untuk mendanai pengeluaran pembiayaan;
c. Batas Maksimal Defisit APBD masing-masing daerah ditetapkan berdasarkan kategori
kapasitas fiskalnya, sebagai berikut:
1) sebesar 6,5% (enam koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA
2014 untuk kategori sangat tinggi;
2) sebesar 5,5% (lima koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2014
untuk kategori tinggi;
3) sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA
2014 untuk kategori sedang; dan
4) sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2014
untuk kategori rendah.
d. Defisit yang dimaksud dalam Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD adalah defisit
yang dibiayai dari Pinjaman Daerah;
e. Kategori kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud di atas sesuai dengan kategori
kapasitas fiskal sebagaimana ditetapkan dalam PMK mengenai kapasitas fiskal untuk
TA 2013
f. Dalam hal defisit APBD melampaui batas yang telah ditetapkan, maka defisit APBD
tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menkeu;
g. Persetujuan tersebut diberikan berdasarkan penilaian sebagai berikut:
1. Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD yang dibiayai dari pinjaman sebesar 0,3%
(nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tidak terlampaui;
2. Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)
dari proyeksi PDB tidak terlampaui;
3. Pinjaman sudah dinyatakan efektif, untuk pinjaman yang bersumber dari
Pemerintah Pusat; dan
4. Rencana Pinjaman sudah mendapat Pertimbangan Mendagri, untuk pinjaman yang
bersumber dari Pemda, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan
bank.

II/44

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

h. Persetujuan atau penolakan Menkeu terhadap pelampauan Batas Maksimal Defisit


APBD yang dibiayai dari Pinjaman Daerah menjadi dokumen yang dipersyaratkan
dalam proses evaluasi Raperda tentang APBD atau evaluasi Raperda tentang APBDPerubahan (APBD-P).
Tata cara pengajuan permohonan persetujuan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
I. Permohonan persetujuan pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD diajukan oleh
kepala daerah kepada Menkeu c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen
PK) sebelum APBD/APBD-P ditetapkan.
II. Format permohonan persetujuan tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri
Keuangan No. 125/PMK.07/2013.
III. Dirjen PK atas nama Menkeu memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD.
IV. Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud diberikan paling lama 15 (lima
belas) hari kerja setelah surat permohonan dari kepala daerah diterima secara lengkap.
Kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman daerah:

Proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI)/ Jakarta Urgent


Flood Mitigation Project (JUMFP)
JUMFP/JEDI bertujuan untuk mendukung peningkatan operasional dan pemeliharaan
sistem pengendalian banjir di wilayah DKI Jakarta melalui:
a) Pengerukan sungai/kanal dan waduk
b) Rehabilitasi dan konstruksi tanggul
c) Peningkatan kapasitas intansi yang bertanggung jawab dalam meningkatkan
operasional, pemeliharaan, dan pengelolaan sistem pengendalian banjir.
Berdasarkan simulasi banjir yang terjadi pada tahun 2007 bisa diprediksikan bahwa
40% dari dampak banjir dapat dihindari jika sistem pengendalian banjir yang ada bisa
berfungsi pada kapasitas yang semestinya.

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/45

Rencana komposisi pendanaan untuk keseluruhan proyek JUMFP/JEDI adalah sebagai


berikut:

Tabel 2.10
Komposisi Pendanaan JUMFP/JEDI
Total

Item

Counterpart
Funding

IBRD

Bilateral
Grant

(US$ million)
COMPONENT 1
Dredging and rehabilitation of selected key
floodways, canals and retention basins.

a. Directorate General of Water Resources


(DGWR)

53.2

10.8

42.4

b. DGCK

22.4

4.6

17.8

c. DKI Jakarta

100.5

31.16

69.34

Subtotal Component 1

176.1

46.56

129.54

COMPONENT 2

Supervision Consultant (contracts management,


engineering design reviews and construction
supervision, support to project GRS and
implementation of RPs)

9.6

Flood Management Information System (FMIS)

0.5

Panel of Experts

0.5

Resettlement Costs (DKI Jakarta)

2.8

2.8

13.4

2.8

10.1

0.5

189.5

49.36

139.64

0.5

0.35

0.35

189.9

49.71

139.64

0.5

Subtotal Component 2
Total Project Cost
Front End Fee (0.25%)
Total Financing Required

9.6

0.5
0.5

Sumber : DJPB, Kemenkeu

Pada tanggal 17 Januari 2012, Board of Executive Directors The World Bank telah
menyetujui pinjaman untuk JUFMP/JEDI dan secara resmi telah disampaikan melalui surat
Executive Director The World Bank tanggal 20 Januari 2012. Pada tanggal 17 Februari 2012

II/46

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

telah dilakukan penandatangan Loan Agreement (LA) antara Goverment Of Indonesian


(GoI) dan World Bank. Proses selanjutnya adalah Penandatangan Penerusan Pinjaman
Luar Negeri (Subsidiary Loan Agreement/SLA) antara Pemerintah Pusat c.q. Kemenkeu dan
Pememerintah Provinsi DKI Jakarta.
Direktur Jenderal Perbendaharaan (Dirjen Perbendaharaan) memberitahukan Gubernur
DKI Jakarta melalui Surat Nomor S-7617/PB/2013 tanggal 25 November 2013 bahwa syarat
efektif dari perjanjian penerusan pinjaman Nomor SLA-1247/DSMI/2012 tanggal 16 Mei
2012 sudah dinyatakan lengkap, sehingga Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinyatakan berlaku efektif sejak
tanggal surat tersebut ditetapkan.
Rencana Penarikan Tahunan (RPT) JEDI untuk Tahun 2014 adalah sebesar
USD44.250.000, sedangkan Kemenkeu hanya mengalokasikan dana APBN 2014 sebesar
USD15.940.000,-, sehingga Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI meminta agar
Kekurangan alokasi dana sebesar USD28.310.000 untuk dialokasikan di APBN-P 2014.

Rencana Penerbitan Obligasi Daerah


Provinsi Jawa Barat
Obligasi Daerah merupakan salah satu alternatif pembiayaan investasi sektor publik
yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pemda dapat
menerbitkan Obligasi Daerah sepanjang memenuhi persyaratan Pinjaman Daerah. Obligasi
Daerah merupakan efek yang diterbitkan oleh Pemda dan tidak dijamin oleh Pemerintah
Pusat. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan Pelayanan Publik yang
menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan
prasarana dan/atau sarana tersebut.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengajukan usulan rencana penerbitan Obligasi
Daerah kepada Menkeu untuk membiayai Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati
yang direncanakan akan mulai dilaksanakan pada tahun 2015. Nilai proyek diperkirakan
sebesar Rp8 triliun, dengan sharing dari Pemerintah Pusat sebesar Rp4 triliun dan Rp4
triliun sisanya adalah jumlah yang akan dibiayai dari penerbitan Obligasi Daerah oleh
Pemprov Jawa Barat. Dari inisiasi awal yang sudah dilakukan Kemenkeu yang bekerja
sama dengan Asian Development Bank (ADB) dan Lembaga rating diketahui bahwa

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/47

Pemprov Jawa Barat sudah layak untuk menerbitkan Obligasi Daerah yang ditandai dengan
hasil kajian yang berupa:
Berdasarkan hasil penilaian kemampuan keuangan, Pemprov Jawa Barat bisa dan
mampu untuk menerbitkan obligasi dengan nilai emisi hingga Rp4 triliun.
Atas hasil shadow rating oleh Pefindo Pemprov Jawa Barat memperoleh peringkat
obligasi idAA (double A minus) yang bisa digolongkan sebagai kriteria investment
grade.
Jangka waktu (tenor) Obligasi Daerah bisa dilakukan jangka panjang dan diperkirakan
bisa dilaksanakan selama-lamanya 10 tahun jadi tidak terlalu membebani APBD.
Berdasarkan penilaian tingkat bunga (kupon) yang dikenakan atas penerbitan Obligasi
Daerah tersebut adalah setinggi-tingginya 10% per tahun.
Dana hasil penerbitan obligasi daerah tersebut digunakan sebagai penyertaan modal
Pemprov Jawa Barat pada BUMD dan pinjaman kepada BIJB.
Kesanggupan Pemprov Jawa Barat untuk Penyisihan dana (sinking fund) menjamin
pelunasan pokok dan pembayaran bunga (kupon) atas penerbitan Obligasi Daerah.

Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Yang Dananya Bersumber Dari


Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
Salah satu sumber pinjaman dari Pemerintah Pusat yaitu Dana Investasi Pemerintah,
termasuk di dalamnya dana yang dikelola oleh PIP. PIP merupakan Sovereign Wealth Fund
(SWF) Indonesia dan menjadi operator investasi Pemerintah Pusat. Adapun cakupan sektor
investasi PIP meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang ditetapkan oleh Menkeu.
Investasi di bidang pembangunan infrastruktur sebagai salah satu fokus dari investasi PIP
didasarkan pada alasan filosofis bahwa pembangunan infrastruktur merupakan salah satu
roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan dipandang sebagai lokomotif pembangunan
nasional dan daerah. Salah satu bentuk investasi langsung PIP adalah pemberian pinjaman
kepada Pemda. Pinjaman yang diberikan PIP kepada Pemda dibatasi hanya untuk
pembangunan infrastruktur dasar, antara lain mencakup: ketenagalistrikan, jalan/jembatan,
transportasi, pasar, rumah sakit, terminal, dan air bersih.
Pemda yang sudah menerima pinjaman ke PIP hingga saat ini adalah sebagai berikut:

II/48

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Tabel 2.11
Daerah Yang Melakukan Pinjaman Kepada PIP
No
1

Nama Daerah
Pemprov Sultra

Tgl TTD Perjanjian

Jangka
Waktu (th)

Penggunaan

190.000.000.000

28 Januari 2011

RSUD Tipe B

130.000.000.000

21 Oktober 2012

Jalan dan
jembatan

Komitmen Pinjaman

Pemkot Surakarta

40.500.000.000

27 Juni 2011

RSUD Tipe C

Pemkab Mukomuko

53.670.000.000

3 Mei 2012

3, 2

RSUD Tipe C

47.500.000.000

17 Oktober 2013

Jalan dan
jembatan

49.870.000.000

25 Mei 2012

Pasar

46.000.000.000

8 Agustus 2012

RSUD Tipe C

Pemkab Karangasem

Pemkab Lombok Timur

34.350.000.000

14 Mei 2012

Pasar

Pemkot Bandar
Lampung

96.000.000.000

4 Juni 2012

Jalan dan
jembatan

Pemkot Medan

77.454.148.000

6 September 2012

Pasar

Pemkab Lombok Tengah

91.610.000.000

6 November 2012

Jalan

Pemkot Palu

100.000.000.000

21 November 2013

RSUD Tipe B

10 Pemkot Gorontalo

35.000.000.000

30 November 2013

Terminal Tipe C

Pemprov Sulawesi
Selatan

500.000.000.000

29 Desember 2012

Jalan dan
jembatan

90.172.435.000

14 Juni 2013

Pasar

11

12 Pemkab Temanggung
Sumber: DJPK, Kemenkeu

Implementasi Municipal Infrastructure Development Fund (MIDF)


Sebagai Alternatif Percepatan Pembangunan Infrastruktur Di Daerah
Dalam rangka mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di daerah,
Pemerintah Pusat telah memberikan alternatif pembiayaan melalui pinjaman daerah. Namun
mengingat rendahnya minat daerah dalam melakukan pinjaman, diperlukan suatu skema
alternatif pinjaman yang dapat memenuhi kebutuhan Pemda akan sumber pembiayaan

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/49

infrastuktur yang terbuka, berkesinambungan, berbasis demand-driven, dan atraktif bagi


Pemda melalui suatu lembaga financial intermediary.
Saat ini Kemenkeu bekerja sama dengan Tim Asistensi Desentralisasi Fiskal (TADF)
sedang mengkaji untuk menerapkan Municipal Infrastructure Development Fund (MIDF)
di Indonesia. MIDF merupakan suatu lembaga perantara pembiayaan yang dikhususkan
kepada pembiayaan infrastruktur bagi Pemda. MIDF dapat memberikan pinjaman langsung,
pinjaman tidak langsung, menerbitkan surat hutang, maupun meneruskan hibah.
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilaksanakan, tujuan utama pendirian MIDF adalah
untuk menghimpun dana baik dari Pemerintah Pusat, lembaga donor, maupun pihak
swasta untuk selanjutnya disalurkan kepada Pemda dalam bentuk pinjaman berfasilitas
untuk pembangunan infrastruktur. Manfaat dari pendirian MIDF adalah meningkatkan
jumlah dan kualitas infrastuktur daerah, meningkatkan akses Pemda terhadap pasar kredit,
meningkatkan belanja modal, serta mendorong akuntabilitas dan disiplin pengelolaan
keuangan daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

2.4. Sistem Informasi Keuangan Daerah


Ketersediaan data dan informasi yang memenuhi prinsip TRUST (compleTe, Reliable,
Up-to-date, Secure, accurate) menjadi salah satu hal terpenting, tidak saja dalam
proses penyusunan/perumusan kebijakan tapi juga untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas yang sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).
Untuk itu, perwujudan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagaimana diatur
dalam UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, dan dijabarkan lebih lanjut melalui PP 56/2005 sebagaimana direvisi
dengan PP 65/2010 menjadi sangat penting dan mutlak untuk dilaksanakan bersama-sama
antara Pemerintah Pusat dengan Pemda sesuai dengan lingkup masing-masing.
Dalam PP tersebut diamanatkan bahwa penyelenggara SIKD secara nasional adalah
Menkeu, sedangkan Pemda menyelenggarakan SIKD di daerahnya masing-masing dengan
menggunakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. SIKD Nasional yang
diselenggarakan oleh Kemenkeu c.q Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)
selama ini dilakukan berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pemda dalam bentuk
hardcopy.

II/50

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Kewajiban daerah menyampaikan informasi tersebut dan tatacara penyampaian telah


diatur dalam PMK Nomor 46/PMK.02/2006 sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 04/
PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. Salah satu
perubahan yang mendasar baik di tataran PP maupun PMK adalah mengenai concern
lebih Pemerintah Pusat agar Pemda dapat menetapkan dan menyampaikan data keuangan
daerah secara lebih cepat. Hal tersebut menunjukan arti pentingnya ketersediaan data dan
informasi sekaligus juga bertujuan untuk meningkatkan tata kelola keuangan daerah yang
transparan, akuntabilitas, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tabel 2.12
Penyampaian APBD 2010-2014*
Penetapan

Penyampaian
Jumlah

Sampai
dengan 31
Januari

Setelah 31
Januari

Jumlah

Daerah yang
Terkena
Sanksi

310

524

221

303

524

211

313

524

224

300

524

19

2012

274

250

524

267

257

524

16

2013

327

197

524

349

175

524

17

2014

354

162

516

325

191

516

23

Tahun

Sebelum 1
Januari

Setelah 1
Januari

2010

214

2011

*TA 2014 masih ada 23 daaerah yg belum menyampaikan APBD


Sumber: DJPK, Kemenkeu, data diolah

Pelaksanaan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah di 539 daerah


menggunakan

aplikasi

pengelolaan

keuangan

yang

sangat

beragam.

Sebagian

besar diantaranya menggunakan Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang


dikembangkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Sistem
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang dikembangkan oleh Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri). Di luar SIMDA dan SIPKD, Pemda menggunakan aplikasi
pengelolaan keuangan daerah yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan di daerah
masing-masing. Beragamnya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang ada
tentunya berpengaruh terhadap proses kompilasi dan konsolidasi data keuangan Pusat
dan Daerah. Untuk mempermudah hal ini, Pemerintah Pusat tengah berencana untuk
menstandarkan elemen data yang ada sehingga proses kompilasi dan konsolidasi data
nantinya dapat dilakukan secara lebih mudah.

Pengaturan HKPD Saat Ini

II/51

Pada sisi yang lain, dalam rangka mempercepat penyampaian informasi keuangan
daerah dari daerah kepada pusat telah dibangun sistem komunikasi dan manajemen
data nasional (KOMANDAN). Tata cara mengenai penyampaian data dengan KOMANDAN
tersebut telah diterbikan Surat Edaran Dirjen PK Nomor SE-03/PK/2011 tentang Tata
Cara Teknis Penyampaian Informasi Keuangan Daerah melalui Sistem Komunikasi dan
Manajemen Data Nasional SIKD (KOMANDAN SIKD).

KONSEP KOMANDAN SIKD


KOMANDAN SIKD merupakan media penyampaian data keuangan daerah dalam
bentuk softcopy dengan tujuan untuk mengurangi sumber daya dalam melakukan
input dan mengolah data sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas sumberdaya yang ada. Pendekatan yang dilakukan dalam KOMANDAN
SIKD adalah pembakuan elemen data melalui standarisasi output dari aplikasi
pengelolaan keuangan daerah.
KOMANDAN SIKD yang ada saat ini dapat menampung data APBD, APBD
Perubahan, Laporan Realisasi APBD Semester I, serta Laporan Realisasi APBD
Audited/Perda. Kedepannya, KOMANDAN SIKD akan dikembangkan sehingga dapat
menampung Laporan Realisasi APBD Triwulanan, Neraca, dan informasi keuangan
daerah lain yang digunakan oleh stakeholders sebagai bahan pengambilan kebijakan.
Penyelenggaraan KOMANDAN SIKD sebagai perwujudan SIKD secara nasional
bertujuan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberi kemudahan bagi Pemda dalam mengirimkan Informasi Keuangan
Daerah kepada DJPK.
2. Menyediakan Informasi Keuangan Daerah secara nasional yang lengkap, dapat
diandalkan, akurat dan up-to-date.
3. Menyediakan analisis pengelolaan keuangan daerah sebagai bahan evaluasi
dalam perumusan kebijakan.
4. Menyediakan informasi keuangan daerah yang diperlukan dalam perhitungan
alokasi transfer ke daerah.

II/52

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Bab III
Kebijakan Transfer ke Daerah
Tahun 2014

3.1. Dana Perimbangan


3.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH)
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dengan presentase tertentu dengan
memperhatikan potensi daerah penghasil dan untuk pemerataan. DBH tersebut digunakan
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri
dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).

DBH Pajak
Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 (UU 33/2004), penerimaan pajak yang
dibagihasilkan ke daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29

Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21. Sejalan dengan
diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD), sejak tahun 2011 BPHTB telah menjadi pajak daerah sehingga
tidak lagi dibagihasilkan kepada daerah. Demikian juga dengan Pajak Bumi dan Bangunan
Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2), untuk semua daerah mulai tahun 2014 telah menjadi
pajak daerah sehingga tidak dibagihasilkan lagi melalui Pemerintah Pusat. Selanjutnya

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/53

berdasarkan ketentuan Pasal 66A UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sejak tahun
2008 penerimaan negara dari cukai hasil tembakau termasuk penerimaan negara yang
dibagihasilkan ke daerah.
Persentase bagian provinsi dan kabupaten/kota dari PBB, PPh Pasal 21 dan Pasal
25/29 WPOPDN telah ditetapkan dalam UU 33/2004. Secara lengkap besaran persentase
pembagian dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 3.1
Jenis dan Persentase DBH Pajak
Jenis

Pusat

Provinsi

Kab./Kota

Keterangan

1.

PBB

10%

16,2%

64,8%

9% biaya pemungutan dibagi antara


Pusat, provinsi dan kab/kota, 10 % bagian
pusat dikembalikan 6,5% secara merata
ke seluruhkab/kota dan 3,5% sisanya
sebagai insentif

2.

PPh Pasal 21,


Pasal 25/29

80%

8%

12%

Bagian Kab/Kota 12% dibagi antara Kab/


Kota WP terdaftar 8,4%, 3,6% bagi rata
dalam provinsi bersangkutan

1,4%

Pembagian per Provinsi berdasarkan


penerimaan cukai dan produksi tembakau,
Pembagian per Kab/Kota dilakukan oleh
Provinsi

3.

CHT

98%

0,6%

Sumber: DJPK, Kemenkeu

PBB sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan non


migas dibagi berdasarkan realisasi penerimaan dari daerah yang bersangkutan. Sementara
itu, PBB sektor pertambangan migas dari areal on shore dibagikan berdasarkan realisasi
penerimaan dari daerah yang bersangkutan, sedangkan PBB sektor pertambangan migas
yang dikenakan atas tubuh bumi dan PBB sektor pertambangan Migas perairan (offshore)
dibagi kepada seluruh daerah termasuk kepada daerah bukan penghasil Migas dengan
menggunakan formula tertentu. Hal ini disebabkan sampai dengan saat ini PBB Migas
untuk tubuh bumi dan off shore belum bisa ditatausahakan per daerah.
Bagian Pemerintah Pusat dari PBB sebesar 10% dibagihasilkan lagi kepada daerah
dengan ketentuan 6,5% dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota dan 3,5%

III/54

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

dibagikan sebagai insentif bagi kabupaten/kota yang penerimaan PBB sektor perkotaan
dan pedesaannya melebihi target penerimaan. Pemberian insentif ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
telah melibatkan kabupaten/kota dan Provinsi DKI Jakarta dalam pemungutan PBBP2.
Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) adalah dana yang
digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan PBB yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Pemerintah Daerah (Pemda). BP PBB dibagi
antara Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dengan Pemda.
Pembagiannya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 83/KMK.04/2000
tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB.
Imbangan pembagian BP PBB antar DJP dan Pemda didasarkan pada besar atau
kecilnya peranan masing-masing dalam melakukan kegiatan operasional pemungutan PBB.
Besarnya imbangan pembagian BP PBB adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2
Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara
Pemerintah Pusat (DJP) dengan Pemerintah Daerah
No

Sektor

Pusat

Daerah

Perdesaan

10

90

Perkotaan

20

80

Perkebunan

60

40

Perhutanan

65

35

Pertambangan

70

30

Sumber: DJP, Kemenkeu

Sementara untuk imbangan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) dengan kabupaten/


kota diatur oleh masing-masing gubernur yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur yang
selanjutnya ditetapkan dalam PMK Nomor 145/PMK.07/2013. BP PBB merupakan bagian
dari dana perimbangan, dengan demikian BP PBB dapat digunakan untuk membiayai
pelaksanaan kegiatan yang menjadi urusan daerah sesuai peraturan perundangan.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/55

Perhitungan DBH PBB migas dan panas bumi


Perhitungan alokasi DBH PBB migas dan panas bumi ditatausahakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. PBB migas onshore dan panas bumi ditatausahakan berdasarkan letak dan
kedudukan objek pajak dan dibagi by origin;
2. PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi ditatausahakan per kabupaten/
kota dengan menggunakan formula dan dibagi sesuai persentase DBH PBB.
perhitungan PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi per kabupaten/kota
dari PBB migas yang ditanggung Pemerintah Pusat ditetapkan sebagai berikut:
-

10% menggunakan formula

- 90% dibagi secara proporsional sesuai realisasi PBB migas tahun anggaran
sebelumnya.
Formula yang digunakan untuk menghitung PBB migas yang ditanggung
Pemerintah Pusat:

PBB per kab/kota =

(20% x rasio JP)+(10% x rasio LW)+


(5% x rasio PAD)+(65% x rasio lifting
Migas)

PBB Migas offshore dan

x PBB Migas tubuh bumi

PBB migas yang dibayar langsung oleh KKKS ke bank persepsi menggunakan
formula:
PBB per kab/kota = Rasio lifting Migas x PBB Migas offshore dan PBB Migas tubuh bumi
PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 dibagihasilkan kepada daerah sebesar 20% dari
penerimaan pajak tersebut per kabupaten/kota. Selanjutnya dibagi kepada provinsi yang
bersangkutan sebesar 8%, kepada kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 8,4% dan
sebesar 3,6% dari penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 dari daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dibagi rata kepada seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi yang
bersangkutan. PPh Pasal 21 dipotong oleh pemberi kerja (bendahara di Pemerintahan)
tempat karyawan yang bersangkutan bekerja, tidak dikenakan berdasarkan domisili.
Demikian juga dengan karyawan swasta PPh Pasal 21 dikenakan dan diadministrasikan di
wilayah daerah tempat kerja.

III/56

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 25/29


WPOPDN
- Pajak penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan atas gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh WPOP dalam negeri. Pajak Penghailan Pasal 21 dipotong, disetor,
dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan
pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggaraan kegiatan.
Pelaporan penerimaan PPh Pasal 21 dilakukan berdasarkan tempat kerja
-

PPh Pasal 25 terkait dengan Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri yang
menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas atau memperoleh penghasilan
teratur lainnya yang bersifat tidak final yang diangsur setiap bulannya. Sedangkan
PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah disetor
sendiri. Pencatatan penerimaan PPh Pasal25/29 berdasarkan asas domisili wajib
pajak.
Sementara itu, pembagian DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) kepada kabupaten/kota

sebesar 1,4% dapat dijabarkan sebesar 0,8% dibagikan kepada kabupaten/kota penghasil
dan 0,6% dibagikan kepada kabupaten/kota lainnya. Pembagian lebih lanjut kepada
kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.

Perencanaan dan Penganggaran


Berdasarkan PMK Nomor 145/PMK.07/2013 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer
ke Daerah, indikasi kebutuhan dana dan rencana dana pengeluaran untuk bagi hasil
disusun oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) berdasarkan perkiraan
penerimaan PBB, PPh dan CHT setelah berkoordinasi dengan DJP, Direktur Jenderal Bea
dan Cukai (Dirjen BC), dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Indikasi kebutuhan dana DBH
Pajak dan CHT digunakan sebagai dasar penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/57

Bendahara Umum Negara (BUN), sedangkan rencana dana pengeluaran DBH Pajak dan
CHT digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan UU mengenai APBN.

Penetapan Alokasi
Perhitungan alokasi DBH Pajak dan CHT dilakukan setelah ditetapkannya pagu
penerimaan pajak dan CHT tersebut dalam APBN. Berdasarkan PMK Nomor 145/
PMK.07/2013, perhitungan alokasi dilakukan berdasarkan data rencana penerimaan PBB
dan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 untuk perkiraan alokasi DBH Pajak dan data rencana
penerimaan CHT untuk perkiraan alokasi DBH CHT.
Perkiraan alokasi tersebut merupakan dasar untuk penyaluran DBH PBB, PPh Pasal
21 serta Pasal 25/29 dan CHT. Khusus untuk DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 sesuai
amanat PP Nomor 55 Tahun 2005 (PP 55/2005) ditetapkan perubahan perkiraan alokasi
(alokasi definitif) yang didasarkan pada prognosa realisasi penerimaan. Sesuai ketentuan
PMK Nomor 145/PMK.07/2013, perkiraan alokasi DBH dapat diubah dalam hal terdapat:
a. Perubahan rencana penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH dalam UU mengenai APBN Perubahan
lebih besar atau sama dengan 10% (sepuluh persen);
b. Prognosa realisasi penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh WPOPDN;
c. Prognosa PNBP SDA yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH SDA melebihi 5
(lima persen) perkiraan alokasi secara nasional;
d. Perubahan data daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil
DBH SDA dan PNBP SDA; dan/atau
e. kesalahan hitung.
Perkiraan alokasi DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 ditetapkan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan pagu rencana penerimaan yang
telah ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, perubahan perkiraan alokasi yang ditetapkan
berdasarkan prognosa realiasi penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 ditetapkan paling
lambat bulan Oktober tahun anggaran berjalan.
Penetapan perkiraan alokasi oleh DJPK dalam PMK dilakukan setelah data rencana
dan prognosa penerimaan disampaikan oleh DJP. Dalam hal rencana penerimaan yang
disampaikan DJP sangat berbeda dengan data realisasi tahun sebelumnya, alokasi

III/58

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

sementara DBH dapat disesuaikan dengan realisasi penerimaan tahun sebelumnya.


Apabila data prognosa realisasi penerimaan tidak disampaikan oleh DJP, maka penyaluran
DBH PPh untuk triwulan IV menggunakan perkiraan alokasi.
Perkiraan alokasi DBH CHT ditetapkan berdasarkan rencana penerimaan CHT yang
ditetapkan dalam APBN dan perubahan perkiraan alokasi DBH CHT ditetapkan apabila
terdapat perubahan rencana penerimaan CHT yang mengakibatkan perubahan alokasi
DBH CHT lebih besar atau sama dengan 10%. Alokasi DBH CHT provinsi, kabupaten, dan
kota ditetapkan dalam PMK berdasarkan ketetapan pembagian DBH CHT per kabupaten/
kota oleh gubernur.

Formula Pembagian DBH CHT Provinsi


DBH suatu Provinsi = (58% A + 38% B + 4% C) x total DBH-CHT
Keterangan:
A = persentase realisasi penerimaan CHT suatu provinsi 2 tahun sebelumnya
B = persentase rata-rata produksi daun kering tembakau 3 tahun sebelumnya satu
provinsi
C = persentase (100- IPM) tahun sebelumnya suatu provins.

Penyaluran DBH Pajak dan CHT


Tabel 3.3
Penyaluran DBH Pajak dan CHT
I

Dana Bagi Hasil Pajak


A DBH PBB
a. DBH PBB Bagian Pusat (6,5%)
bagi rata

Tahap I: 25%; Tahap II: 50%; dari alokasi sementara


Tahap III: selisih alokasi definitif dengan yang telah
disalurkan
Disalurkan bulan November

Insentif PBB (3,5%)

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/59

b. DBH PBB Bagian Daerah sektor


P3, selain PBB Migas dan Panas
Bumi

Secara mingguan mulai bulan Agustus, berdasarkan


perkiraan alokasi.

c.

Secara mingguan mulai bulan Agustus berdasarkan


perkiraan alokasi

DBH Biaya Pemungutan PBB


sektor P3, selain PBB Migas dan
Panas Bumi

d. DBH PBB & Biaya Pemungutan


DBH PBB Sektor Pertambangan
Migas & Panas Bumi

Setiap triwulan sebesar 25% (Maret, Juni, September,


Desember); dari perkiraan alokasi

B DBH PPh

II

a. DBH PPh Pasal 21

Triwulan I: 20%; Triwulan II: 20%; Triwulan III: 20%;


dari alokasi sementara; Triwulan IV: selisih alokasi definitif
dengan yang telah disalurkan

b. DBH PPh Pasal 25/29

Triwulan I: 20%; Triwulan II: 20%; Triwulan III: 20%;


dari alokasi sementara; Triwulan IV: selisih alokasi definitif
dengan yang telah disalurkan

DBH Cukai Hasil Tembakau

Tahap I: 40%; Tahap II: 40%;dari perkiraan alokasi;


Tahap III: selisih antara pagu perkiraan alokasi/perubahan
perkiraan alokasi dengan jumlah dana Tahap I dan II yang
telah disalurkan

Sumber: DJPK, Kemenkeu

Penyaluran DBH PBB dan BP PBB sektor pertambangan migas dan panas bumi yang
dilaksanakan setiap triwulan sebesar 25% dari perkiraan alokasi dilakukan oleh Pemerintah
Pusat melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas
Umum Daerah (RKUD). Demikian juga dengan penyaluran PBB bagi rata, insentif, DBH PPh
Pasal 21 dan Pasal 25/29, dan DBH CHT dilaksanakan dari Pusat melalui pemindahbukuan.
Sementara itu PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan non migas serta
panas bumi termasuk BP yang merupakan bagian daerah disalurkan secara mingguan
mulai bulan Agustus berdasarkan perkiraan alokasi DBH PBB masing-masing sektor.
Penyaluran DBH CHT dapat ditangguhkan dan/atau dihentikan bilamana terkena
sanksi. Penangguhan dan/atau penghentian atas penyaluran DBH CHT dapat disalurkan
kembali setelah dipenuhinya kewajiban yang menjadi dasar pengenaan sanksi selama
belum melampaui tahun anggaran berjalan.

III/60

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA)


Dana Bagi hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) merupakan dana yang bersumber
dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA). Jenis dan
besaran persentase bagian daerah dari PNBP SDA tersebut ditetapkan dalam UU 33/2004.
DBH SDA terdiri dari Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Minyak Bumi, Gas
Bumi, dan Panas Bumi. DBH SDA diberikan kepada daerah kabupaten/kota penghasil dan
daerah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Provinsi Papua, Papua
Barat, dan Aceh selain mendapatkan bagi hasil yang sama seperti provinsi lainnya, juga
mendapatkan tambahan bagi hasil minyak dan gas bumi masing-masing sebesar 55% dan
40%. Berikut tabel mengenai jenis dan porsi masing-masing jenis DBH SDA.

Tabel 3.4
Jenis dan Porsi Bagi Hasil DBH SDA
Jenis

Pusat

Provinsi

Kab/Kota

Kab/Kota dalam
satu Provinsi
(bagi rata)

Tambahan Khusus
Papua, Papua Barat
dan Aceh

Kehutanan
-

IIUPH

20%

16%

64%

PSDH

20%

16%

32%

32%

Dana Reboisasi

60%

40%

Pertambangan Umum
-

Landrent

20%

16%

64%

Royalti

20%

16%

32%

20%

Perikanan

32%
80%

Minyak Bumi
-

Wilayah Kab/Kota

Wilayah Provinsi

55%
84,5%

3,1%

6,2%

5,17%

6.2%
10,33%

Gas Bumi
-

Wilayah Kab/Kota

Wilayah Provinsi

Panas Bumi

40%
69,5%

6,1

12,2%

10,17%
20%

16%

12.2%
20,33%

32%

32%

Sumber: UU 33/2004, UU 11/2006 dan UU 35/2008

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/61

Tarif dan dasar perhitungan PNBP yang dibagihasilkan kepada daerah sangat bervariasi
dan diatur dalam peraturan perundangan. Khusus penerimaan dari pertambangan Migas
dan Panas Bumi (WKP eksisting), bagian daerah dihitung setelah dikurangi dengan
kewajiban perpajakan dan pungutan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.
Selanjutnya, jenis dan tarif PNBP yang dibagihasilkan dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

Tabel 3.5
Jenis dan Tarif PNBP yang Dibagihasilkan
Jenis

Dasar Hukum

Dasar Perhitungan
Pungutan

Tarif

Luas areal Hutan

Rp/ha

Keterangan

1. Kehutanan
-

IIUPH

PP 92/1999

Besarnya tarif tergantung


dari (1) kategori wilayah;
(2) status HPH (baru/
perpanjangan/ HPHTI).
IHPH dikenakan satu kali untuk
jangka waktu berlakunya HPH
(atau sekitar 20 tahun)

PSDH

Volume kayu

- PP 6/1999

Rp/m3

- KepMen
Kehutanan
dan
Perkebunan
Nomor 859/
Kpts-II/1999

Dana Reboisasi

III/62

PP 92/1999

- Besarnya tarif tergantung


dari (1) kategori wilayah;
(2) kelompok jenis kayu/
bukan kayu.
- PSDH dikenakan
terhadap pemegang
HPH, pemegang Hak
Pemungutan Hasil Hutan
(HPHH) dan pemegang Izin
Pemanfaatan Kayu (IPK).

Volume kayu/bahan
baku serpih

Pelengkap Buku Pegangan 2014

USD/m3

DR dihitung dengan
menjumlahkan penerimaan kayu
bulat dan/atau bahan baku
serpih yang berasal dari HPH
sesuai dengan SAKB atau DKB
dengan mengalikan tarif DR
yang berlaku

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Jenis

Dasar Hukum

Dasar Perhitungan
Pungutan

Tarif

Keterangan

2. Pertambangan Umum:
-

Landrent

PP 9/2012

Luas Wilayah Ijin


Usaha Pertambangan
(ha)

USD

Royalti

PP 9/2012

Jumlah Produksi yang


terjual

% Harga
Jual (USD)

- PP 19/2006

Ijin Tonase Kapal dan


Harga Patokan Ikan

Rp/GT

3. Perikanan

- Kepmen
KP No.22/
MEN/2004
4. Minyak Bumi

UU 21/2001

PNBP dihitung dari hasil usaha


minyak bumi dengan porsi
pembagian pusat 84,5 %,
Daerah 15,5 %

5. Gas Bumi

UU 21/2001

PNBP dihitung dari hasil


usaha gas bumi dengan porsi
pembagian Pusat 69,5%,
Daerah 30,5%

6. Panas Bumi
-

Setoran bagian
Pemerintah
(WKP Existing)

Keppres
49/1991

34% Net Operating


Income (NOI)

Rp

Dikenakan atas kontrak


pengusahaan panas bumi
yang ditandatangani sebelum
ditetapkan UU No. 27 Tahun
2003 tentang Panas Bumi.

Iuran Tetap

PP 9/2012

Luas wilayah ijin

USD

Dikenakan atas kontrak


pengusahaan panas bumi
yang ditandatangani setelah
berlakunya UU No. 27 Tahun
2003.

Iuran Produksi

PP 9/2012

Jumlah produksi yang


terjual

USD

Sumber: Berbagai peraturan perundang-undangan

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/63

Perencanaan dan Penganggaran


Berdasarkan

PMK

Nomor

145/PMK.07/2013

tentang

PengalokasianAnggaran

Transfer ke Daerah, DJPK menyusun Indikasi Kebutuhan Dana DBH SDA serta Rencana
Dana Pengeluaran DBH SDA setelah berkoordinasi dengan kementerian teknis yang
mengelola SDA Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Migas dan Panas Bumi.
Indikasikebutuhan dana DBH SDA digunakan sebagai dasar penyusunan indikasi
kebutuhandana pengeluaran BUN, sedangkan rencana dana pengeluaran DBHSDA
digunakan sebagai dasar penyusunan RUU mengenai APBN.

Penetapan Alokasi
Berdasarkan pagu yang ditetapkan dalam UU APBN, Menteri Teknis menerbitkan surat
penetapan daerah penghasil dan dasar penghitungan bagian daerah penghasil PNBP
SDA tahun anggaran bersangkutan dan menyampaikan kepada Menkeu c.q. Dirjen PK
paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.
Berdasarkan surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah
penghasil PNBP SDA tersebut, DJPK melakukan perhitungan perkiraan alokasi DBH SDA
untuk provinsi, kabupaten, dan kota yang dituangkan dalam PMK tentang Perkiraan Alokasi
DBH SDA paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya Surat Penetapan tersebut.
PMK Perkiraan Alokasi dimaksud merupakan angka perkiraan besaran alokasi DBH SDA
per daerah dan menjadi dasar penyaluran DBH SDA. Adapun dalam tahun 2014 ini,
besaran alokasi PMK Perkiraan Alokasi didasarkan atas total pagu yang telah ditetapkan
dalam APBN TA 2014.
Apabila terdapat perubahan terhadap target penerimaan SDA dalam APBN-P, maka
kementerian teknis menyampaikan kembali Surat Ketetapan tentang Perubahan Penetapan
Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil DBH SDA paling lambat
bulan Oktober tahun anggaran bersangkutan. Berdasarkan perubahan tersebut Kemenkeu
c.q. DJPK dapat melakukan perubahan terhadap PMK Perkiraan Alokasi DBH SDA. Hal
ini sesuai ketentuan PMK Nomor 145/PMK.07/2013, yang menyatakan bahwa perkiraan
alokasi DBH SDA dapat diubah dalam hal terdapat:
a. Perubahan rencana penerimaan pajak dan PNBP yang mengakibatkan perubahan
alokasi DBH dalam UU mengenai APBN Perubahan lebih besar atau sama dengan 10%
(sepuluh persen);

III/64

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

b. Prognosa PNBP SDA yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH SDA melebihi 5%
(lima persen) perkiraan alokasi secara nasional;
c. Perubahan data daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil
DBH SDA dan PNBP SDA; dan/atau
d. kesalahan hitung.

Penyaluran
Berdasarkan

PMK

Nomor

183/PMK.07/2013

tentang

Pelaksanaan

dan

Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, penyaluran DBH SDA dilakukan secara


triwulanan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD dengan rincian sebagai berikut:
-

Triwulan I (Maret) sebesar 20% PMK Perkiraan Alokasi

Triwulan II (Juni)sebesar 20% PMK Perkiraan Alokasi

Triwulan III (September)sebesar 30% Perkiraan Alokasi

Triwulan IV (Desember)sebesar prognosa realisasi s.d triwulan IV dikurangi penyaluran


s.d triwulan III

Gambar 3.1
Tahap Penyaluran DBH SDA

Sumber: PMK 183/PMK.07/2013

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/65

Dalam rangka perhitungan DBH SDA triwulan IV, kementerian teknis terlebih dahulu
melakukan penghitungan prognosa realisasi penerimaan SDA sampai dengan akhir
tahun anggaran berjalan untuk masing-masing daerah penghasil melalui rekonsiliasi data
antara kementerian teknis bersama Kemenkeu dan daerah penghasil. Khusus untuk SDA
Migas dan Panas Bumi (WKP Eksisting), penghitungan final prognosa realisasi dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) karena harus diperhitungkan dengan faktorfaktor pengurang perpajakan dan pungutan lainnya. Hasil prognosa realisasi dimaksud
disampaikan kepada Kemenkeu c.q. Dirjen PK paling lambat minggu pertama bulan
Oktober sebagai dasar penghitungan penyaluran DBH SDA triwulan IV tahun anggaran
bersangkutan.
Dalam hal hasil prognosa dimaksud terdapat perubahan alokasi DBH SDA hingga
melebihi 5% (lima persen) dari perkiraan alokasi secara nasional, maka perlu dilakukan
perubahan PMK Perkiraan Alokasi sesuai dengan besaran prognosa realisasi. Namun,
apabila perubahan alokasi tersebut masih dibawah 5%, maka PMK perkiraan Alokasi tidak
perlu diubah sehingga PMK Perkiraan Alokasi menjadi dasar penyaluran DBH SDA dalam
satu tahun anggaran.

Kurang/Lebih Bayar
Mengingat bahwa penyaluran DBH SDA berdasarkan ketentuan UU 33/2004
didasarkan atas realisasi penerimaan yang baru akan diketahui pada tahun berikutnya,
maka jumlah DBH yang telah disalurkan berdasarkan perkiraan alokasi dapat melampaui
(lebih bayar) atau lebih rendah (kurang bayar) dari realisasi penerimaan. Hal ini dikarenakan
penetapan perkiraan alokasi DBH SDA dilakukan berdasarkan rencana penerimaan pada
awal tahun anggaran.
Untuk mengetahui realisasi DBH SDA dalam satu tahun anggaran, DJPK melakukan
rekonsiliasi perhitungan realisasi alokasi DBH SDA untuk masing-masing daerah
provinsi, kabupaten dan kota terhadap data realisasi PNBP SDA yang disampaikan oleh
kementerian teknis. Data dimaksud disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu setelah
hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dikeluarkan oleh BPK.
Dalam hal realisasi alokasi DBH SDA lebih besar dari perkiraan alokasi dan/atau perubahan
perkiraan alokasinya, maka terdapat kurang bayar DBH SDA. Sedangkan apabila realisasi
alokasi DBH SDA yang lebih kecil dari perkiraan alokasi dan/atau perubahan perkiraan
alokasinya, maka terdapat lebih bayar DBH SDA. Alokasi kurang bayar dan lebih bayar DBH

III/66

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

SDA dimaksud akan ditetapkan dalam PMK yang merinci alokasi masing-masing provinsi,
kabupaten dan kota.
Dalam prosesnya, penyelesaian kurang bayar DBH SDA dalam satu tahun anggaran
dimulai dengan penganggaran alokasi kurang bayar dalam APBN/APBN-P. Adapun
penyelesaian atas lebih bayar DBH SDA dilakukan dengan memperhitungkan alokasi
DBH SDA dan/atau dana transfer lainnya masing-masing daerah untuk tahun anggaran
berikutnya.

Penghitungan Alokasi DBH Bagi DOB


Dalam tahun 2014 juga telah dialokasikan DBH untuk 15 (lima belas) DOB hasil
pembentukan tahun 2012 dan 2013 dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.6
Perhitungan Alokasi DBH Bagi DOB
Jenis
DBH
Pajak

Penghitungan

Alokasi DBH PPh Perorangan dan PBB non migas yang diperoleh daerah induk dibagi
kepada DOB sesuai dengan rencana penerimaan;

Alokasi DBH PBB Migas yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara
proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah;

Alokasi DBH Pajak hasil pemerataan yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB
secara merata;

Alokasi DBH CHT yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional
berdasarkan jumlah penduduk.

DBH SDA

Alokasi DBH SDA yang diperoleh daerah induk penghasil SDA dibagi kepada DOB
secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah;
Alokasi DBH SDA hasil pemerataan yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB
secara merata

Sumber: Hasil Pembahasan APBN TA 2014

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/67

3.1.2. Dana Alokasi Umum


Kebijakan DAU Tahun 2014
Pagu DAU untuk Tahun 2014 ditetapkan sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri
(PDN) Netto sesuai dengan UU Nomor 33/2004 dengan penetapan proporsi pembagian
DAU untuk provinsi sebesar 10% dan kabupaten/kota sebesar 90%. Alokasi DAU untuk
Tahun 2014 ditetapkan sebesar Rp341.219,33 miliar dengan pembagian Rp34.121,93 miliar
untuk provinsi dan Rp307.097,39 miliar untuk kabupaten/kota.

Perhitungan Alokasi DAU


1) Parameter Williamson Index (WI) digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah. WI terpilih adalah WI yang menggambarkan tingkat
pemerataan yang paling optimal, relatif lebih baik dari tahun lalu, dan memperhatikan
jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU, serta total penurunannya relatif kecil.
2) Alokasi Dasar (AD) dihitung berdasarkan data jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah
(PNSD) dan besaran belanja gaji PNSD dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan
terkait dengan perbaikan penghasilan PNS antara lain kenaikan gaji pokok, gaji bulan
ke-13, formasi Calon PNSD (CPNSD) tahun 2013, dan kebijakan-kebijakan lain terkait
penggajian. Adapun data dasar yang digunakan adalah data gaji induk bulan Juni
2013 yang terdiri dari komponen Gaji Pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan Jabatan,
Tunjangan PPh, dan Tunjangan Beras.
3) Untuk lebih mengoptimalkan peranan formula celah fiskal (CF) dalam perhitungan
DAU porsi AD terhadap DAU secara nasional sebesar 40% untuk provinsi dan 49%
untuk kabupaten/kota. Komponen AD dalam DAU tidak dimaksudkan untuk menutup
seluruh kebutuhan belanja gaji PNSD, terlebih untuk daerah yang memiliki fiskal tinggi
(Penjabaran dari Pasal 32 UU 33/2004). Komposisi AD dan CF untuk provinsi dan
kabupaten/kota dapat dilihat sebagai berikut:

III/68

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Tabel 3.7
Komposisi Alokasi Dasar dan Celah Fiskal
untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2014
Porsi

Persentase

DAU Nasional

Alokasi
341.219,33

DAU Provinsi

10%

34.121,93

AD Provinsi

40%

34.121,93

CF Provinsi

60%

20.473,16

90%

307.097,39

AD Kabupaten/Kota

49%

150.477,72

CF Kabupaten/Kota

51%

156.619,67

DAU Kabupaten/Kota

Sumber: DJPK, Kemenkeu

4) Data-data yang digunakan dalam penghitungan DAU adalah:

Tabel 3.8
Data dalam Perhitungan DAU
Jenis Data

Basis Data

Sumber/Keterangan

1.

Belanja Gaji PNSD

2013

Daerah

2.

Formasi CPNSD

2013

Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi

3.

Jumlah penduduk

2013

BPS

4.

Luas Wilayah

2013

Luas wilayah daratan ditetapkan dalam Peraturan


Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
Daerah.
Luas wilayah perairan (laut) yang bersumber dari Badan
Informasi Geospasial (BIG). Data luas wilayah perairan
laut dimaksud dihitung 4 mil dari garis pantai untuk
kabupaten/kota dan 12 mil untuk provinsi.

5.

IKK

2013

BPS

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/69

Jenis Data

Basis Data

Sumber/Keterangan
IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat
kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak
geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat
harga di daerah tersebut.

6.

IPM

2012

BPS
IPM merupakan indikator komposit yang mengukur kualitas
hidup manusia melalui pendekatan 3 (tiga) dimensi yaitu
umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang
layak. Indikator ini penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat/penduduk) atau secara komprehensif dianggap
sebagai ukuran kinerja suatu negara/wilayah dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi.

7.

PDRB

2012

Untuk daerah dengan PDRB per kapita outlier atau pencilan,


nilainya diperhitungkan untuk ditarik ke tingkat PDRB
per kapita tertinggi di dalam layer dibawahnya agar hasil
perhitungan lebih mencerminkan pemerataan yang lebih
baik.

8.

Belanja Rata-Rata

2012

Laporan Realisasi APBD dari Daerah dan Kementerian


Keuangan

9.

PAD

2012

Laporan Realisasi APBD dari Daerah dan Kementerian


Keuangan

Sumber: DJPK, Kemenkeu

5) Bobot masing-masing variabel untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sebagai


berikut:

Tabel 3.9
Penetapan Bobot Variabel Kebutuhan Dan Kapasitas Fiskal
Dalam Penghitungan DAU Tahun 2014
Jenis Data

Bobot
Provinsi

Kab/Kota

30%

30%

Keterangan

Variabel Kebutuhan Fiskal


1.

Indeks Jumlah Penduduk

III/70

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Jenis Data

Bobot
Provinsi

Keterangan

Kab/Kota

2.

Indeks Luas Wilayah

14%

13%

3.

Indeks IKK

27%

28%

4.

Indeks Invers IPM

15%

15%

5.

Indeks PDRB

14%

14%

58%

60%

a. Pajak

55%

57%

b. SDA

63%

57%

Untuk provinsi daratan dihitung 100%


sedangkan perairan dihitung 35%.
Kabupaten/kota daratan dihitung 100%
sedangkan perairan dihitung 40%.

Variabel Kapasitas Fiskal


6.

PAD

7.

DBH:

Sumber: DJPK, Kemenkeu

3.1.2.3 Penghitungan DAU Untuk DOB


DAU untuk DOB dialokasikan setelah undang-undang pembentukan daerah disahkan.
Penghitungan DAU untuk DOB dilakukan setelah tersedia data AD dan CF, apabila data
tidak tersedia penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional (split)
dengan DAU daerah induk. Penghitungan split tersebut dilakukan dengan menggunakan
data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai. Dalam hal tidak tersedia data
belanja pegawai atau jumlah pegawai PNSD, maka dipergunakan data jumlah penduduk
dan luas wilayah.
Penghitungan split DAU tahun 2014 diterapkan kepada 15 DOB yang terdiri dari 1 DOB
provinsi dan 14 DOB kabupaten, karena masih menjadi beban fiskal daerah induk. Namun
demikian, ke-15 DOB tersebut akan dihitung secara mandiri untuk penghitungan DAU tahun
2015. Ke-15 DOB pada tahun 2015 sudah menjadi beban fiskal nasional, karena DOB akan
cenderung menyerap lebih banyak alokasi.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/71

Tabel 3.10
Daerah Otonomi Baru
No

Daerah Otonomi Baru

Provinsi

Daerah Induk

Dasar Pembentukan

Tahun 2012
1.

Provinsi Kalimantan Utara

Kalimantan Utara

Kalimantan Timur

UU No. 20 Tahun 2012

2.

Kab. Pangandaran

Jawa Barat

Kab. Ciamis

UU No. 21 Tahun 2012

3.

Kab. Pesisir Barat

Lampung

Kab. Lampung Utara

UU No. 22 Tahun 2012

4.

Kab. Manokwari Selatan

Papua Barat

Kab. Manokwari

UU No. 23 Tahun 2012

5.

Kab. Pegunungan Arfak

Papua Barat

Kab. Manokwari

UU No. 24 Tahun 2012

Tahun 2013
1.

Kab. Mahakam Ulu

Kalimantan Timur

Kab. Kutai Barat

UU No. 2 Tahun 2013

2.

Kab. Malaka

Nusa Tenggara
Timur

Kab. Belu

UU No. 3 Tahun 2013

3.

Kab. Mamuju Tengah

Sulawesi Barat

Kab. Mamuju

UU No. 4 Tahun 2013

4.

Kab. Banggai Laut

Sulawesi Tengah

Kab. Banggai Kep

UU No. 5 Tahun 2013

5.

Kab. Pulau Taliabu

Maluku Utara

Kab. Kep Sula

UU No. 6 Tahun 2013

6.

Kab. Penukal Abab


Lematang Ilir

Sumatera Selatan

Kab. Muara Enim

UU No. 7 Tahun 2013

7.

Kab. Kolaka Timur

Sulawesi Tenggara

Kab. Kolaka

UU No. 8 Tahun 2013

8.

Kab. Morowali Utara

Sulawesi Tengah

Kab. Morowali

UU No. 12 Tahun 2013

9.

Kab. Konawe Kepulauan

Sulawesi Tenggara

Kab. Konawe

UU No. 13 Tahun 2013

10. Kab. Musi Rawas Utara

Sumatera Selatan

Kab. Musi Rawas

UU No. 14 Tahun 2013

Sumber: DJPK, Kemenkeu

3.1.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)


Kebijakan DAK Tahun 2014
Arah kebijakan umum DAK Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. Membantu daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar
masyarakat untuk mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM).

III/72

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

2. Membantu daerah dalam membiayai kegiatan tertentu dalam rangka pencapaian


sasaran prioritas nasional.
3. Menyempurnakan penyusunan kebijakan DAK yang berbasis hasil (output) sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
4. Meningkatkan koordinasi penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) agar lebih tepat sasaran
dan tepat waktu.
5. Meningkatkan sinkronisasi dan sinergitas pelaksanaan DAK baik di pusat maupun di
daerah.
6. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui
koordinasi perencanaan dan pengelolaan DAK di berbagai tingkatan pemerintahan
(mulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah/Musrenbangda);
7. Mendukung upaya percepatan pelaksanaan kegiatan di daerah dalam rangka
mewujudkan output dan outcome yang diharapkan;
8. Menggunakan kinerja pelaporan pelaksanaan DAK dari daerah sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengalokasian DAK;
9. Meningkatkan koordinasi dan kualitas pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK.
Sejalan dengan arah kebijakan dimaksud, DAK tahun 2014 dialokasikan sebesar
Rp33,0 triliun, terdiri dari:
1. DAK sebesar Rp30,2 triliun yang dialokasikan kepada daerah-daerah yang memenuhi
kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, serta diperuntukkan bagi 19
(sembilan belas) bidang, yaitu (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Infrastruktur Jalan; (4)
Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7) Prasarana
Pemerintahan Daerah; (8) Kelautan dan Perikanan; (9) Pertanian; (10) Lingkungan
Hidup; (11) Keluarga Berencana; (12) Kehutanan; (13) Sarana Perdagangan; (14)
Energi Perdesaan; (15) Transportasi Perdesaan; (16) Sarana dan Prasarana Daerah
Tertinggal; (17) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan; (18) Perumahan dan
Permukiman; serta (19) Keselamatan Transportasi Darat.
2. DAK Tambahan sebesar Rp2,8 triliun yang dialokasikan sebagai affirmative policy
kepada daerah tertinggal, dan digunakan untuk mendanai kegiatan di bidang
infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, dan infrastruktur sanitasi.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/73

Adapun alokasi DAK tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.11
Alokasi DAK Tahun 2014
dalam juta rupiah
No.

BIDANG

DAK

DAK Tambahan

TOTAL

Pendidikan

10.041.300

10.041.300

Kesehatan

3.129.900

3.129.900

Infrastruktur Jalan

4.414.630

1.691.130

6.105.760

Infrastruktur Irigasi

1.654.980

633.980

2.288.960

Infrastruktur Air Minum

640.110

245.210

885.320

Infrastruktur Sanitasi

599.580

229.680

829.260

Prasarana Pemerintahan Daerah

499.740

499.740

Kelautan dan Perikanan

1.851.910

1.851.910

Pertanian

2.579.560

2.579.560

10 Lingkungan Hidup

548.100

548.100

11 Keluarga Berencana

462.910

462.910

12 Kehutanan

558.460

558.460

13 Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal

754.740

754.740

14 Sarana Perdagangan

730.990

730.990

15 Energi Pedesaan

467.940

467.940

16 Perumahan dan Permukiman

234.800

234.800

17 Keselamatan Transportasi Darat

235.940

235.940

18 Transportasi Perdesaan

301.340

301.340

19 Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan

493.070

493.070

30.200.000

2.800.000

33.000.000

Total
Sumber : Kementerian Keuangan, 2013

Dengan adanya affirmative policy melalui DAK Tambahan tersebut, distribusi alokasi
DAK di 183 daerah tertinggal mencapai Rp15.299,1 miliar, atau 49,19 persen dari total
alokasi DAK sebesar Rp33.000 miliar. Dengan jumlah alokasi yang mencapai 49,19 persen
tersebut, rata-rata alokasi DAK yang diterima oleh masing-masing daerah mencapai

III/74

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Rp83,60 miliar, yang berarti lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata alokasi DAK
yang diterima oleh masing-masing daerah non-tertinggal sebesar Rp50,65 miliar.
Sementara itu, sejalan dengan affirmative policy tersebut, juga ditetapkan kebijakan
penyediaan dana pendamping untuk DAK Tambahan bagi daerah tertinggal sebagai
berikut:
1. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana
pendamping minimal 0% (nol persen);
2. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping
minimal 1% (satu persen);
3. Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping
minimal 2% (dua persen);
4. Kemampuan Keuangan Daerah Tinggi, diwajibkan menyediakan dana pendamping
minimal 3% (tiga persen);
Selanjutnya, jumlah alokasi, arah kebijakan, dan ruang lingkup kegiatan untuk masingmasing bidang DAK adalah sebagai berikut:

1. DAK Bidang Pendidikan


Dialokasikan sebesar Rp10.041,30 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
- Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp4.016,52 miliar;
- Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar Rp2.510,33 miliar;
- Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar Rp1.506,20 miliar; dan
- Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar Rp2.008,26 miliar.
Arah kebijakan: mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar
9 (sembilan) tahun yang bermutu dan merata, serta mendukung pelaksanaan program
Pendidikan Menengah Universal. DAK Bidang Pendidikan TA 2014 diprioritaskan untuk
pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya bagi sekolah yang kekurangan
ruang kelas, rehabilitasi ruang kelas rusak beserta perabotnya, pembangunan ruang
perpustakaan beserta perabotnya, pembangunan ruang belajar lainnya, penyediaan buku
teks pelajaran/perpustakaan/referensi, dan penyediaan sarana penunjang mutu pendidikan

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/75

yang cukup, layak, dan merata. Sasaran program DAK Bidang Pendidikan TA 2014 meliputi
SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK baik negeri maupun swasta, yang secara bertahap
diarahkan dalam rangka pemenuhan SPM pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Lingkup kegiatan: DAK Bidang Pendidikan untuk jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB,
dan SMA/SMLB/SMK adalah: (1) rehabilitasi ruang kelas/ruang belajar yang rusak beserta
perabotnya (dapat digunakan untuk membangun rumah/asrama guru, apabila rehabilitasi
ruang kelas/ruang belajar telah selesai); (2) pembangunan ruang kelas baru beserta
perabotnya (termasuk sanitasi sekolah); (3) pembangunan ruang belajar lainnya beserta
perabotnya; (4) pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; (5) pembangunan
laboratorium; (6) pengadaan buku teks/buku referensi kurikulum 2013; (7) pengadaan
peralatan laboratorium; (8) pengadaan peralatan pendidikan; (9) pengadaan sarana
peningkatan mutu pendidikan (termasuk olahraga dan kesenian); (10) pembangunan ruang
penunjang dan prasarana pendukung.

2. DAK Kesehatan
Dialokasikan sebesar Rp3.129,90 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

Pelayanan Dasar sebesar Rp1.251,60 miliar;

Pelayanan Rujukan untuk provinsi sebesar Rp121,19 miliar;

Pelayanan Rujukan untuk kabupaten/kota sebesar Rp656,42 miliar;

Pelayanan Kefarmasian untuk provinsi sebesar Rp59,00 miliar; dan

Pelayanan Kefarmasian untuk kabupaten/kota sebesar Rp1.041,69 miliar;


Arah kebijakan: Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar,

pelayanan kesehatan rujukan dan pelayanan kefarmasian dalam rangka akselerasi


pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang difokuskan untuk menurunkan
angka kematian ibu, angka kematian bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi serta
pengendalian penyakit (menular dan tidak menular) dan penyehatan lingkungan terutama
bagi penduduk miskin dan penduduk di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan
(DTPK) melalui peningkatan sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan di Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes), Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota
serta penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan, vaksin, yang berkhasiat,

III/76

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

aman, dan bermutu untuk mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Bidang Kesehatan Tahun 2014.
Lingkup kegiatan: (1) pelayanan kesehatan dasar yakni pemenuhan sarana,
prasarana, dan peralatan bagi Poskesdes, Puskesmas, dan jaringannya meliputi: (a)
pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Puskesmas di Daerah Terpencil
Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), (b) peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas
Perawatan di wilayah terpencil/sangat terpencil di DTPK dan peningkatan Puskesmas
menjadi mampu Puskesmas dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED), (c) pembangunan sarana Instalasi Pengolahan Limbah, (d) rehabilitasi Puskemas
karena rusak berat atau rehabilitasi total, (e) perawatan, termasuk rumah dinas dokter dan
paramedis, (f) penyediaan alat kesehatan, (g) penyediaan Puskesmas Keliling (Roda 4 dan
Pusling Perairan), (h) pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)/Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu); (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni pemenuhan/pengadaan
sarana, prasarana, dan peralatan Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota meliputi: (a)
pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Tempat Tidur Kelas III, (b) pemenuhan
sarana, prasarana, dan peralatan Instalasi Gawat Darurat (IGD), (c) pemenuhan sarana,
prasarana, dan peralatan Intensive Care Unit (ICU), (d) pemenuhan sarana, prasarana,
dan peralatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Rumah
Sakit, (e) pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Instalasi Pengolah Limbah (IPL),
(f) pemenuhan sarana dan prasarana Unit Transfusi Darah (UTD) di RS/Bank Darah Rumah
Sakit (BDRS), (g) Pemenuhan Peralatan Kalibrasi di RS; (3) pelayanan kefarmasian, antara
lain meliputi (a) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dasar untuk kabupaten/kota yang mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN), (b) pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, (c) pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan
sarana pendukung Instalasi Farmasi Provinsi.

3. DAK Infrastruktur Jalan


Dialokasikan sebesar Rp6.105,76 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp662,19 miliar;

kabupaten/kota sebesar Rp3.752,44 miliar. dan

DAK Tambahan untuk affirmative policy kepada daerah tertinggal sebesar Rp1.691,13
miliar.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/77

Arah kebijakan: (1) mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana


jalan provinsi, kabupaten dan kota yang menghubungkan outlet pelabuhan dan bandara
dalam memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang
mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar
pertumbuhan ekonomi regional, (2) menunjang aksesibilitas dan keterhubungan wilayah
(domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/
kawasan (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia/MP3EI),
(3) menangani Jalan dan Jembatan melalui alokasi DAK diarahkan untuk pemeliharaan
Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, dan Jalan Kota dan pembangunan Jalan Provinsi, Jalan
Kabupaten, Jalan Kota secara selektif, (4) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative
policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, (5) mendukung
pemenuhan Sasaran Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 6 di Bidang Infrastruktur.
Lingkup kegiatan: (1) Jalan: pemeliharaan berkala, rehabilitasi, peningkatan
struktur, dan pembangunan Jalan Provinsi/Kabupaten/Kota, (2) Jembatan: pemeliharaan,
rehabilitasi, penggantian, dan pembangunan di Jalan Provinsi/ Kabupaten/Kota, (3) Jalan
Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
Ibukota Provinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kota, atau antar Ibukota Kabupaten/Kota;
dan Jalan Strategis (4) Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalan primer selain Jalan Nasional dan Jalan Provinsi yang menghubungkan Ibukota antar
Kabupaten dengan Ibukota Kecamatan, antar-Ibukota Kecamatan, Ibukota Kabupaten
dengan Pusat Kegiatan Lokal, antar Pusat Kegiatan Lokal, serta jalan umum dalam
sistem jaringan jalan sekunder dalam Wilayah Kabupaten, dan Jalan Strategis Kabupaten,
(5) Jalan Kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil,
serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

4. DAK Infrastruktur Irigasi


Dialokasikan sebesar Rp2.288,96 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp496,49 miliar;

kabupaten/kota sebesar Rp1.158,49 miliar, dan

III/78

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

DAK Tambahan untuk affirmative policy kepada daerah tertinggal sebesar Rp633,98
miliar
Arah kebijakan: (1) mengembalikan fungsi dan meningkatkan kinerja layanan jaringan

irigasi/rawa kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung


sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan yaitu Peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton pada Tahun 2014, (2) penanganan jaringan
irigasi melalui alokasi DAK diarahkan untuk pencapaian SPM provinsi/kabupaten/kota,
(3) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah
tertinggal dan kawasan perbatasan.
Lingkup kegiatan: Dalam rangka mendukung kebijakan Peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton, pelaksanaan DAK Bidang Irigasi difokuskan
kepada rehabilitasi jaringan irigasi/rawa kewenangan Pemprov dan kabupaten/kota yang
dalam kondisi rusak. Pemanfaatan DAK Bidang Irigasi tidak dapat digunakan untuk
membiayai Operasi dan Pemeliharaan (OP). Pemerintah provinsi dan kab./kota sebagai
penerima DAK Bidang Irigasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan OP Irigasi yang
menjadi kewenangannya sehingga harus dialokasikan dalam APBD masing-masing.

5. DAK Infrastruktur Air Minum


Dialokasikan sebesar Rp885,32 miliar, termasuk di dalamnya DAK Tambahan Rp245,21
miliar dalam rangka affirmative policy kepada daerah tertinggal.
Arah kebijakan: (1) meningkatkan cakupan pelayanan air minum layak dalam rangka
percepatan pencapaian target MDGs untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
dan memenuhi SPM penyediaan air minum di kawasan perkotaan, perdesaan, termasuk
daerah tertinggal, (2) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk
pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, (3) mendukung pemenuhan
Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan
dan Prioritas Nasional 4 di Bidang Penanggulangan Kemiskinan.
Lingkup kegiatan: (1) perluasan dan peningkatan jaringan distribusi sampai dengan
retikulasi termasuk sambungan rumah (SR) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) dan masyarakat yang belum terlayani air minum, dengan sasaran adalah kabupaten/
kota yang memiliki kapasitas yang tidak terpakai (idle capacity) yang memadai untuk
dibangun SR perpipaan, (2) pemasangan Sistem Meter Komunal (master meter) untuk

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/79

MBR khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan dengan sasaran adalah
kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun Sistem Meter
Komunal termasuk SR perpipaan; dan (3) pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Perdesaan dengan sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif
mudah.

6. DAK Infrastruktur Sanitasi


Dialokasikan sebesar Rp829,26 miliar, termasuk di dalamnya DAK Tambahan Rp229,68
miliar dalam rangka affirmative policy kepada daerah tertinggal.
Arah Kebijakan: (1) mempercepat pemenuhan pelayanan akses aman sanitasi melalui
penyediaan prasarana sarana yang mencakup pengelolaan air limbah dan persampahan
untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi

SPM penyediaan

sanitasi; (2) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan


daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, (3) mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas
RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas
Nasional 4 di Bidang Penanggulangan Kemiskinan.
Lingkup Kegiatan: (1) subbidang air limbah: pembangunan dan pengembangan
prasarana dan sarana air limbah skala lingkungan/kawasan atau skala kota; dan (2)
subbidang persampahan: pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah
yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah kota.

7. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah


Dialokasikan sebesar Rp499,74 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp19,99 miliar; dan

kabupaten/kota sebesar Rp479,75 miliar.


Arah Kebijakan: meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan

pelayanan publik di daerah pemekaran, daerah induk, daerah yang terkena dampak
pemekaran, serta daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak
dan memadai. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah diharapkan dapat membantu
penyelenggaraan dan pencapaian SPM dalam hal penyediaan prasarana pemerintahan.
Prasarana tersebut selain untuk meningkatkan kredibilitas Pemda, diharapkan juga

III/80

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

mendukung sasaran dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi dan tata kelola yang
merupakan Prioritas Nasional, melalui peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat (integritas pelayanan publik di daerah). Untuk keberlanjutan atas pemanfaatan
kegiatan, Pemda melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait harus menyatakan
komitmennya untuk menyediakan biaya operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan
yang ada, sesuai dengan umur ekonomis bangunan.
Lingkup Kegiatan: (1) Pembangunan/perluasan gedung kantor gubernur/ bupati/
walikota, (2) Pembangunan/perluasan gedung kantor sekretariat daerah provinsi/kab/
kota, (3) Pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD provinsi/kab/kota dan sekretariat
DPRD provinsi/kab/kota; dan (4) Pembangunan/perluasan gedung kantor inspektorat
daerah provinsi/kab/kota, (5) Pembangunan/perluasan gedung kantor Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi/kab/kota, (6) Pembangunan/perluasan gedung
kantor dinas daerah provinsi/kab/kota, (7) Pembangunan/perluasan gedung kantor lembaga
teknis daerah provinsi/ kab/kota, (8) Pembangunan/perluasan gedung kantor kecamatan
di kab/kota, (9) Pembangunan/perluasan gedung kantor di provinsi yang pembentukan
perangkat dan kelembagaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

8. DAK Kelautan dan Perikanan (DAK KP)


Dialokasikan sebesar Rp1.851,91 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp187,50 miliar; dan

kabupaten/kota sebesar Rp1.664,41 miliar.


Arah Kebijakan: meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan,

mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung


industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana
terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil.
Lingkup Kegiatan: DAK KP Provinsi: untuk penyediaan kapal perikanan >30 Gross
Ton (GT); DAK KP Kabupaten/Kota: (1) pengembangan sarana dan prasarana perikanan
tangkap, (2) pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya, (3) pengembangan
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu, dan pemasaran hasil perikanan,
(4) pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil, (5)
pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan,

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/81

(6) pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan, dan (7) pengembangan
sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan.

9. DAK Pertanian
Dialokasikan sebesar Rp2.579,56 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp250,00 miliar; dan

kabupaten/kotasebesar Rp2.329,56 miliar.


Arah Kebijakan: mendukung pencapaian target surplus beras 10 juta ton tahun

2014, dan peningkatan produksi komoditas pertanian strategis lainnya, dengan melakukan
refocusing kegiatan DAK Bidang Pertanian 2014 pada pembangunan/perbaikan prasarana
dan sarana dasar pertanian di provinsi dan kabupaten/kota.
Lingkup Kegiatan: DAK Pertanian Provinsi (1) Pembangunan/rehabilitasi/ renovasi
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perbenihan dan sarana pendukungnya, (2)
Pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD Proteksi Tanaman dan sarana pendukungnya,
(3) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD Perbibitan dan Laboratorium Kesehatan
Hewan dan sarana pendukungya; DAK Pertanian Kabupaten/Kota (1) Pengembangan
Prasarana dan Sarana Air Mendukung Tanaman Pangan: (a) Irigasi Air Tanah; (b) Irigasi
Air Permukaan; (c) Embung; (d) Dam Parit, (2) Pengembangan Prasarana dan Sarana
Jalan Pertanian (Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi), (3) Pembangunan/Rehabilitasi/
Renovasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di kecamatan dan Penyediaan Sarana
Penyuluhan Pertanian, (4) Pembangunan Lumbung Pangan Masyarakat dan/atau sarana
pendukungnya, (5) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi Balai Perbenihan dan Perbibitan
serta sarana pendukungnya, (6) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi Tempat Penampungan
Susu dan Rumah Potong Unggas serta sarana pendukungnya.

10. DAK Lingkungan Hidup


Dialokasikan sebesar Rp548,10 miliar.
Arab Kebijakan: (1) mendorong pelaksanaan SPM bidang Lingkungan Hidup daerah,
(2) mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/institusi pengelola lingkungan hidup
di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang
difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran lingkungan, (3) menunjang percepatan

III/82

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

penanganan masalah lingkungan hidup di daerah, (4) mendukung kegiatan yang terkait
dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Lingkup Kegiatan: (1) pengadaan peralatan laboratorium permanen untuk uji kualitas
air, udara emisi sumber bergerak, udara emisi sumber tidak bergerak, udara ambient, dan
tanah, (2) pengadaan peralatan portable untuk uji kualitas air, udara emisi, dan tanah,
(3) pengadaan kendaraan operasional roda empat untuk pemantauan dan pengawasan
lingkungan, (4) pengadaan sarana dan prasarana pengolahan air limbah untuk: (a). Instalasi
Pengolah Air Limbah (IPAL) UKM; (b). IPAL Komunal; (c). IPAL Puskesmas; (d). Pengolah
sampah dengan prinsip 3R (reuse, recycle, recovery), (5) pengadaan sarana dan prasarana
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R di tempat penampungan sampah sementara,
fasilitas umum, dan fasilitas sosial, serta sekolah-sekolah, (6) Pembuatan Taman Kehati/
Taman Hijau/Ruang Terbuka Hijau, (7) Pengadaan unit pengolah limbah organik menjadi
biogas, (8) Pembuatan Sumur resapan, (9) Pembuatan lubang resapan biopori, (10)
Pembuatan embung (kolam tampungan air), (11) Penanaman pohon di sekitar mata air,
sempadan sungai, dan danau, (12) Pengadaan pengolah gulma (tanaman pengganggu)
dan pembuatan media tanam (bitumen), (13) Pengadaan penangkap endapan (sediment
trap) vegetatif, dan (14) Pengadaan pencegah longsor ramah lingkungan.

11. DAK Keluarga Berencana (KB)


Dialokasikan sebesar Rp462,91 miliar.
Arah Kebijakan: untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang
merata, yang dilakukan melalui: a) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan,
penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan, b) peningkatan sarana dan prasarana
pelayanan KB, c) peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) Program KB, d) peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan
e) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi.
Lingkup Kegiatan: (1) Penyediaan sarana kerja dan mobilitas serta sarana
pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi bagi tenaga lini lapangan, (2)
Pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan
KB keliling dan pembangunan gudang alat/obat kontrasepsi, (3) Penyediaan sarana dan
prasarana penerangan KB keliling, pengadaan public address dan KIE kit, (4) Penyediaan

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/83

Bina Keluarga Balita (BKB) kit, (5) Pembangunan/renovasi Balai Penyuluhan KB tingkat
kecamatan, dan (6) penyediaan kendaraan pendistribusian alokon/pengangkut akseptor.

12. DAK Kehutanan


Dialokasikan sebesar Rp558,46 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp27,92 miliar; dan

kabupaten/kota sebesar Rp530,54 miliar.


Arah Kebijakan: (1) Peningkatan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan

Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), (2) Peningkatan Daya
Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS), (3) Perlindungan Hutan dan Kawasan Esensial, (4)
Pemberdayaan masyarakat.
Lingkup Kegiatan: (1) Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, (2) Rehabilitasi Hutan dan Lahan, (3) Pemeliharaan
dan pengamanan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya (T-2) dan T-1), (4)
Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan, (5) Peningkatan
penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan.

13. DAK Sarana Perdagangan:


Dialokasikan sebesar Rp730,99 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

Pasar sebesar Rp560,99 miliar;

- Gudang sebesar Rp90,00 miliar;


- Metrologi untuk propinsi sebesar Rp38,00 miliar; dan
- Metrologi untuk kabupaten/kota sebesar Rp42,00 miliar
Arah Kebijakan: Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk
meningkatkan kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka
mendukung Sistem Logistik Nasional pengamanan perdagangan dalam negeri, dan
peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal tersebut dicapai dengan: (i)
memantapkan ketersediaan dan kondisi sarana distribusi untuk mendukung kelancaran
dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga daya beli dan kesejahteraan

III/84

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

masyarakat dapat terjaga, terutama di daerah yang memiliki potensi dan aktivitas
perdagangan yang dilakukan secara reguler, serta daerah dengan kondisi sarana
distribusi yang tidak memadai secara kuantitas dan kualitas; (ii) meningkatkan kuantitas
dan kualitas peralatan, sarana dan fasilitas penunjang kegiatan tertib ukur sebagai upaya
perlindungan konsumen, terutama di daerah yang memiliki potensi alat-alat Ukur, Takar,
Timbang dan Periengkapannya (UTTP) yang cukup besar yang belum dapat ditangani
serta daerah dengan kondisi peralatan, sarana, dan fasilitas kemetrologian yang minim;
dan (iii) Memperluas sarana penyimpanan komoditas bagi petani dan pengusaha kecil dan
menengah sebagai upaya mendapatkan harga terbaik dan menciptakan alternatif sumber
pembiayaan untuk meningkatkan kesejahteraan, terutama di daerah sentra komoditas yang
termasuk dalam Sistem Resi Gudang (SRG).
Lingkup

Kegiatan: (1) Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi

perdagangan (pasar), (2) Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal, melalui:
(a) penyediaan sarana metrologi legal yang meliputi pembangunan gedung Laboratorium
Metrologi Legal dan pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang (meliputi peralatan
standar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional pengawasan roda
empat dan unit mobilitas roda dua); serta (b) pengembangan (UPTD) metrologi legal
provinsi dan peremajaan peralatan standar acuan untuk mendukung ketertelusuran di
tingkat provinsi, serta (3) Pembangunan gudang komoditas pertanian dan pengadaan
fasilitas penunjang (termasuk: alat pengering, sarana transportasi, dan sarana komunikasi)
dalam kerangka SRG.

14. DAK Energi Perdesaan:


Dialokasikan sebesar Rp467,94 miliar.
Arah Kebijakan: diversifikasi energi. Secara khusus, DAK energi perdesaaan akan
memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat
perdesaan terhadap energi modern.
Lingkup Kegiatan: (1) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH),
(2) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan/atau PLTS Tersebar,
(3) pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga, (4) pemeliharaan/rehabilitasi PLTS
dan PLTMH yang rusak; dan (5) perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH
off-grid.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/85

15. DAK Transportasi Perdesaan


Dialokasikan sebesar Rp301,34 miliar.
Arah Kebijakan: (1) meningkatkan pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya
lainnya yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah, dan diharapkan
dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke arah perkembangan di
semua bidang kehidupan sosial dan ekonomi, (2) mengembangkan sarana dan prasarana
wilayah yang memiliki nilai strategis dan diprioritaskan pada wilayah pusat-pusat
pertumbuhan kawasan yang memiliki sektor basis potensial seperti Kawasan Strategis
Cepat Tumbuh (KSCT), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan
Strategis Pariwisata Nasionai (KSPN ) dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang meliputi
sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri, dan perdagangan, (3) Untuk keberlanjutan
atas pemanfaatan kegiatan, Pemda melalui dinas terkait harus menyatakan komitmennya
untuk membiayai operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada, sesuai
masa umur ekonomis.
Lingkup Kegiatan: (1) jalan Poros Wilayah: Pembangunan dan peningkatan jalan
poros atau jalan antarwilayah yang menghubungkan pusat produksi dengan sentra
pemasaran di pusat-pusat pertumbuhan seperti wilayah KSCT, KSPN dan KPI; (2) Angkutan
Wilayah: Pengadaan sarana angkutan penumpang dan barang yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan daerah, seperti mini bus, pick up, dump truck, kapal kayu/kapal
mesin tempel/fiberglass dan bus potong.

16. DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal


Dialokasikan sebesar Rp754,74 miliar.
Arah Kebijakan: Mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang
diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014, yaitu meningkatkan pengembangan perekonomian
daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan
ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal
dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan
pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju.
Lingkup Kegiatan: (1) penyediaan sarana transportasi umum darat dan air untuk
mendukung pengembangan ekonomi lokal; (2) pembangunan/rehabilitasi dermaga/

III/86

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

tambatan perahu; (3) Pembangunan jalan/peningkatan kondisi permukaan jalan non status
strategis, yang menghubungkan antardesa serta menghubungkan sentra produksi dengan
pusat pelayanan distribusi dan membuka keterisolasian wilayah, yang bukan merupakan
status jalan kabupaten dan provinsi; dan (4) pembangunan/rehabilitasi jembatan desa.

17. DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan


Dialokasikan sebesar Rp493,07 miliar.
Arah Kebijakan: Mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang
diamanatkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 yaitu untuk mengatasi
keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah,
pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan
di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan
Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan
Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Lingkup Kegiatan: (1) Pembangunan/peningkatan kondisi permukaan jalan non-status
dan/atau jembatan yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat
kegiatan di sekitarnya; (2) Pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan
perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau
tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; (3)
Penyediaan moda transportasi perairan/ kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang
dan jasa; dan (4) penyediaan asrama sekolah (SLTP, SLTA) dan rumah dinas guru yang
dibangun di kecamatan perbatasan yang tidak ditangani oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

18. DAK Perumahan dan Permukiman


Dialokasikan sebesar Rp234,80 miliar.
Arah Kebijakan: meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU)
perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan
perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di kabupaten/
kota.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/87

Lingkup Kegiatan: (1) Prasarana dan sarana air minum, (2) Sarana air limbah
komunal, (3) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), (4) Jaringan distribusi listrik, (5)
Penerangan jalan umum.

19. DAK Keselamatan Transportasi Darat


Dialokasikan sebesar Rp235,94 miliar, terdiri dari alokasi untuk:
-

provinsi sebesar Rp35,39 miliar; dan

kabupaten/kota sebesar Rp200,55 miliar.


Arah Kebijakan: meningkatkan kualitas pelayanan, terutama keselamatan bagi

pengguna transportasi jalan di provinsi, kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas


(jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20 persen
pada akhir tahun 2014 dan menurunkan jumlah korban luka-luka sebesar 50 persen hingga
akhir tahun 2014.
Lingkup Kegiatan: Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi
darat.

Perhitungan Alokasi DAK


Berdasarkan UU 33/2004 dan PP 55/2005, perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui
2 (dua) tahapan, yaitu:
1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK.
2. Penentuan besaran alokasi DAK maisng-masing daerah.
Penentuan daerah tertentu penerima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis. Sementara itu, penentuan besaran alokasi DAK masing-masing
daerah dilakukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis.
Kriteria umum disusun berdasarkan kemampuan keuangan daerah (KKD), yang
dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja gaji PNSD. Penerimaan
umum APBD terdiri dari PAD, DAU dan DBH. Daerah yang memiliki KKD di bawah rata-rata
nasional Indeks Fiskal Nasional diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK.

III/88

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang


mengatur otsus dan kharakteristik daerah. Peraturan perundang-undangan otsus dimaksud
adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur

penyelenggaraan Otsus Papua

dan Papua Barat. Sementara itu, dalam kaitannya dengan kharakteristik daerah terdiri dari
daerah tertinggal, daerah pesisir dan/atau kepulauan, daerah perbatasan dengan negara
lain, daerah rawan bencana, daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Selanjunya,
dalam rangka affirmative policy

kepada daerah tertinggal disepakati bersama antara

Pemerintah Pusat dan DPR bahwa seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapatkan
alokasi DAK.
Selanjutnya, kriteria teknis disusun dengan melihat kondisi sarana dan prasarana di
masing-masing daerah. Dalam hal ini lebih diarahkan untuk daerah-daerah dengan kondisi
sarana dan prasarana pelayanan publik yang kurang baik.
Untuk menunjang perhitungan alokasi DAK dimaksud, digunakan data-data sebagai
berikut:
1) PAD, yang didasarkan pada laporan APBD realisasi tahun 2012 dari daerah yang
dihimpun oleh Kemenkeu.
2) DBH Pajak yang didasarkan padadata Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun 2012,
LRA dimaksud sudah memperhitungkan potongan lebih bayarselama tahun 2012 dan
kurang bayar yang disalurkan selama tahun 2012, namun tidak termasuk DBH CHT.
3) DBH SDA, yang didasarkan pada data LRA tahun 2012 dengan memperhitungkan DBH
SDA Panas Bumi, potongan lebih bayar selama tahun 2012, serta dana cadangan dan
kurang bayar DBH yang disalurkan pada tahun 2012. Dalam hal ini, data dimaksud
tidak termasuk dana cadangan DBH tahun 2012 yang disalurkan tahun 2013, DBH
Migas dalam rangka otsus, DBH Dana Reboisasi dan DBH Migas 0,5% (earmark).
4) DAU yang didasarkan pada Perpres 96/2011 tentang DAU Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota TA 2012.
5) Gaji PNSD yang didasarkan pada data gaji PNSD Tahun 2012.
6) Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Tahun 2013.
Selanjutnya, setelah diketahui daerah tertentu yang menerima DAK, dilakukan
perhitungan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Pada tahapan ini, perhitungan

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/89

besaran alokasi dilakukan dengan menggunakan indeks berdasarkan kriteria

umum

(indeks fiskal nasional/IFN), kriteria khusus (indeks kewilayahan, IKW), dan kriteria teknis
(indeks teknis, IT).
Sementara itu, masing-masing indeks diberikan bobot dengan kebijakan yang
disepakati Pemerintah Pusat dan DPR sebagai berikut :
1. Penentuan daerah tertentu penerima DAK, digunakan bobot :
-

Indeks fiskal dan wilayah (IFW) =

IFN : IKW =

Indeks fiskal wilayah teknis (IFWT)

50% : 50%.

IFW :IT=

50% : 50%.

2. Penentuan besaran alokasi DAK, digunakan bobot :


a. IFW

= IFN : IKW

= 50% : 50%.

b. IFWT

= IFW : IT

= 20% : 80%.

Indikator teknis yang dipergunakan dalam perhitungan alokasi DAK tahun 2014 adalah
sebagai berikut:
1. DAK Bidang Pendidikan
a. SD
1) Jumlah Sekolah
2) Jumlah Siswa
3) Jumlah Guru Kelas 1,2,4,5
4) Jumlah Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB)
5) Jumlah Ruang Kelas Rusak Sedang
6) Jumlah SD yang Belum Memiliki Perpustakaan
7) Kebutuhan Alat Pendidikan (Paket)
8) Angka Partisipasi Murni (APM) SD/SDLB
b. SMP
-

Rehab Minimal Sedang

1) Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB)


2) Kebutuhan Perpustakaan
3) Laboratorium IPA
4) Laboratorium Bahasa
5) Laboratorium Komputer
6) Ruang Serbaguna

III/90

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

7) Jumlah Kebutuhan Alat IPA


8) Jumlah Kebutuhan Alat IPS
9) Jumlah Kebutuhan Alat Matematika
10) Jumlah Kebutuhan Alat Olah Raga
11) Jumlah Kebutuhan Alat Lab. Bahasa
12) Jumlah Murid
13) Laporan
14) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs
c. SMA
1) Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB)
2) Kebutuhan rehabilitasi ruang belajar rusak
3) Kebutuhan Perpustakaan
4) Kebutuhan Ruang Laboratorium IPA
5) Kebutuhan Alat IPA
6) Kebutuhan Buku Referensi/Teks
7) Kebutuhan Asrama
8) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA
d. SMK
1) Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB)
2) Kebutuhan rehabilitasi ruang belajar rusak
3) Kebutuhan Perpustakaan
4) Kebutuhan Ruang Laboratorium IPA
5) Kebutuhan Alat IPA
6) Kebutuhan Buku Referensi/Teks
7) Kebutuhan Asrama
8) Kebutuhan Ruang Praktek Siswa (RPS)
9) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMK
2. DAK Kesehatan
a. Pelayanan Dasar
1) Jumlah Puskesmas Pembantu
2) Jumlah Puskesmas Non Perawatan
3) Jumlah Puskesmas Perawatan
4) Jumlah Puskesmas Perawatan Mampu PONED
5) Jumlah Rumah Dinas Dokter dan Paramedis

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/91

6) Jumlah Puskesmas Keliling


7) Jumlah Instalasi Pengolahan Limbah (IPL)/IPAL
8) Jumlah Pos kesehatan desa
b. Pelayanan Rujukan
1) Indeks Kelas Rumah Sakit
2) Indeks Jenis Rumah Sakit
3) Indeks Akreditasi
4) Indeks Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit/Tempat Tidur Kelas III
5) Indeks Fasilitas Tempat Tidur Kelas III
6) Indeks Rumah Sakit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK)
7) Indeks Intalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
8) Indeks Intensive Care Unit (ICU)
9) Indeks Unit Transfusi Darah di Rumah Sakit/Bank Darah Rumah Sakit
10) Indeks IPL dan IPAL
11) Indeks Alat Kalibrasi
c. Pelayanan Kefarmasian
1) Indeks Alokasi Obat dan Perbekkes Kabupaten/Kota
2) Indeks Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota
3. DAK Infrastruktur Jalan
Indikator Teknis DAK infrastruktur jalan meliputi panjang jalan, kondisi jalan tidak
mantap, luas wilayah, jumlah penduduk, besaran APBD Pembangunan pada tahun
berjalan, alokasi APBD untuk sektor jalan (diluar DAK), dan pelaporan.
4. DAK Infrastruktur Irigasi
Indikator Teknis DAK Infrastruktur Irigasi mencakup luas daerah irigasi, kondisi daerah
irigasi, besaran APBD Pembangunan pada tahun berjalan, alokasi APBD untuk sektor
irigasi (diluar DAK), pertanaman (luas tanam padi dalam 1 tahun), serta pelaporan.
5. DAK Infrastruktur Air Minum
Indikator Teknis DAK Infrastruktur Air Minum yang diperhitungkan meliputi masyarakat
berpenghasilan rendah, cakupan air minum, Idle Capacity, kepedulian, dan pelaporan.
6. DAK Infrastruktur Sanitasi

III/92

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Indikator Teknis DAK Infrastruktur Sanitasi: Koefisien Program Sanitasi, Cakupan


Pelayanan Sanitasi, Pelaporan, dan Rawan Sanitasi.

7. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah


Indikator

Teknis

Status

Otonomi:

Daerah

Pemekaran,

Daerah

Induk/Dampak

Pemekaran, dan Non Pemekaran, Status Kepemilikan Gedung (sewa, gabung, milik
Pemda), Kondisi Bangunan (rusak berat, rusak sedang, rusak ringan), Rasio Kapasitas
Gedung: 9,6 m2/orang dan < 9,6 m2/orang dan Kepatuhan Pelaporan (baik, cukup,
buruk).
8. DAK Kelautan dan Perikanan

Indikator Teknis terdiri dari: a). Untuk provinsi mencakup: Produksi Tangkap Laut,
Panjang Pantai, Jumlah Nelayan ; dan b). Untuk Kab./Kota mencakup: Jumlah produksi
Perikanan, Jumlah Kapal Berlabuh, Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan, Luas Lahan
Budidaya, Jumlah Tenaga Kerja Perikanan, Jumlah Pokmaswas, Luas Kawasan
Konservasi Perairan, Jumlah Pasar Ikan Tradisional, Jumlah Unit Pengolahan Ikan,
Jumlah Penyuluh Perikanan, Kawasan Minapolitan/Industrialisasi, dan Ketertiban
laporan dan kinerja.

9. DAK Pertanian
a) Provinsi
1) Luas Penggunaan Lahan (meliputi sawah irigasi, sawah non irigasi, luas areal
tebu, dan luas areal bawang merah)
2) Populasi sapi dan kerbau
3) Produktivitas pertanian (terdiri : padi, jagung, kedelai, cabai, tebu)
4) UPTD perbenihan dan proteksi tanaman pangan dan hortikultura
5) Laboratorium tanaman pangan dan hortikultura
6) Petugas pengawas benih, pengamat OPT, dan pengawas mutu tanaman
pangan dan hortikultura
7) UPTD perbenihan dan proteksi perkebunan
8) Laboratorium Perkebunan
9) Petugas pengawas benih, pengamat OPT, dan pengawas mutu perkebunan
10) UPTD peternakan (UPTD Perbibitan, UPTD Pakan, Rumah Potong Hewan
Ruminansia, RPH Unggas, Pos Inseminasi Buatan)
11) Laboratorium kesehatan hewan
12) Petugas peternakan dan kesehatan hewan

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/93

13) DPA DAK 2013


b) Kabupaten/Kota
1) Luas Penggunaan Lahan (meliputi sawah irigasi, sawah non irigasi)
2) Produktivitas pertanian (terdiri : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar)
3) Balai Penyuluh dan sarana penyuluh (BPP Eksisting, BPP bangun baru dan
BPP rehabilitasi/renovasi)
4) Penyuluh pertanian PNS
5) Penduduk rawan pangan
6) Lumbung Pangan Masyarakat (Lumbung Eksisting dan lumbung yang
dibutuhkan)
7) Sarana

dan

Prasarana

Perbenihan

(Tanaman

Pangan,

Hortikultura,

Perkebunan)
8) Petugas perbenihan dan proteksi tanaman PNS
9) Sarana dan Prasarana Peternakan (Bangunan)
10) Petugas Peternakan dan Keswan PNS
11) Laporan akhir DAK 2012
12) DPA DAK 2013
10. DAK Lingkungan Hidup
Indikator Teknis mencakup Kepadatan Penduduk, Jumlah Panjang Sungai, Luas
Tutupan Lahan Terhadap Total Lahan Kritis, Kelembagaan Lingkungan, Luas Ruang
Terbuka Hijau, Jumlah (Volume) Sampah per Kapita, dan Pelaporan Pelaksanaan
Kegiatan DAK.
11. DAK Keluarga Berencana
Indikator Teknis: Jumlah Penyuluh KB (PKB)/Petugas Lapangan KB (PLKB), Jumlah
Pengendali Petugas Lapangan KB (PPLKB) /Unit Pelaksana Teknis (UPT), Jumlah Desa/
Kelurahan, Jumlah Kecamatan, Jumlah Klinik KB dan Jumlah Kelompok Pusat Informasi
Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M).
12. DAK Kehutanan

Indikator Teknis terdiri dari: a). Untuk provinsi: Kelembagaan KPH, Taman Hutan Raya,
dan Kawasan Ekosistem Esensial; dan b). Untuk Kab./Kota: Kelembagaan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH), Tingkat Kekritisan Lahan, Tingkat Daerah Aliran Sungai
(DAS) Prioritas, Rasio Rawan Longsor, dan Rasio Rawan Banjir.

III/94

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

13. DAK Sarana Perdagangan


a) Pasar: Densitas Penduduk, Jumlah desa yang tidak memiliki pasar permanen/semi
permanen pada jarak <3Km, Jumlah Pasar Tanpa Bangunan, dan Persentase
jumlah pasar rusak.
b) Metrologi:
- Kabupaten/Kota
1) Potensi UTTP di luar M.kWh, M.Air, dan AT
2) Ketersediaan SDM yang dimiliki atau yang sedang mengikuti diklat
3) Komitmen membentuk UPTD
4) Ketersediaan Lahan
5) Dukungan dari Provinsi
6) Status Daerah Tertib Ukur atau mengusulkan menjadi Daerah Tertib Ukur
7) Jumlah Pasar Tertib Ukur
8) Status Penerima DAK 2013
-

Provinsi
1) Kondisi gedung kantor dan laboratorium rusak
2) Persentase peralatan dan standar rusak dan tua
3) Rata-rata klasifikasi hasil penilaian (terhadap UPTD)
4) Jumlah kabupaten/kota membentuk PTU dan DTU
5) Persentase kepatuhan laporan bulanan 2012.

c) Gudang: Produksi komoditi primer minimal : Padi > 200.000 ton, Jagung >100.000
ton, Kopi > 10.000 ton, Kakao > 15.000 ton, Lada > 15.000 ton, Karet > 250.000
ton, Rumput Laut > 100.000 ton, Rotan > 500 ton, dan Indeks kesiapan lahan .
14. DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
1) Indeks Kebutuhan Pembangunan Jalan Non Status

Kabupaten yang memiliki desa (persentase desa) yang membutuhkan jalan


beraspal

2) Indeks Kebutuhan Pembangunan Jembatan


Kabupaten (persentase desa) yang membutuhkan jembatan di jalan utama desa

3) Indeks Kebutuhan Pembangunan Dermaga kecil/tambatan perahu dan Moda


Transportasi Perairan
-

Persentase desa yang berbatasan dengan laut

Persentase desa yang ada danau waduk/danau/waduk/situ, sungai, dan untuk


transportasi

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/95

4) Indeks Kebutuhan Moda Transportasi Darat


Kabupaten (persentase desa) yang membutuhkan tambahan moda transportasi


roda 3/4 atau lebih

5) Pelaporan
6) Adanya kegiatan Prukab
7) Adanya kegiatan Bedah Desa.
15. DAK Energi Perdesaan

Indikator Teknis terdiri dari Rasio Elektrifikasi dan Rasio Ternak per Rumah Tangga.

16. DAK Perumahan dan Permukiman


1) Angka jumlah kekurangan rumah (Backlog);
2) Angka APBD Sektor Perumahan;
3) Rencana Pembangunan Rumah Tahun 2014;
4) Kinerja DAK Tahun 2012; dan
5) Kesiapan lokasi yang dilihat berdasarkan legalitas Rencana Tata Ruang dan
Wilayah
17. DAK Keselamatan Transportasi Darat
Indikator Teknis: Panjang Jalan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Penyampaian
Laporan.
18. DAK Transportasi Perdesaan
1) Indeks Kebutuhan Prasarana Angkutan
2) Indeks Kebutuhan Sarana Angkutan
3) Indeks Karakteristik Wilayah
4) Indeks Penetapan

(Kawasan Strategis Cepat Tumbuh, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, Kawasan


Pengembangan Ekonomi Terpadu dan Kawasan Perhatian Investasi).

19. DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan


1) Kondisi prasarana transportasi dari desa/kelurahan menuju Jalan Raya ke kantor
camat terdekat
2) Transportasi dari kantor Kepala Desa/Lurah ke kantor Camat

III/96

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

3) Transportasi dari kantor Kepala Desa/Lurah ke kantor Bupati/Walikota


4) Jumlah pulau-pulau kecil terluar
5) Jumlah sekolah
6) Jumlah murid
7) Jumlah guru
8) Jarak terdekat dari pemukiman ke sekolah
Sementara itu, dalam tahun 2014 juga dialokasikan DAK untuk DOB dengan kebijakan
sebagai berikut :
-

DOB diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK Prasarana Pemerintahan (sesuai dengan


amanat UU pembentukan DOB).

- Daerah induk yang terkena dampak pemekaran diprioritaskan mendapatkan alokasi


DAK Prasarana Pemerintahan.
- DAK bidang lainnya dialokasikan pada tahun kedua dengan mempertimbangkan
kesiapan perangkat daerah untuk melaksanakan kegiatan DAK.
Berdasarkan perhitungan alokasi DAK dengan menggunakan indikator/indeks/data
kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis tersebut di atas, diperoleh hasil perhitungan
alokasi DAK TA 2014 kepada masing-masing daerah untuk 19 bidang DAK. Dari 34 Provinsi
dan 503 kabupaten/kota, terdapat 33 provinsi yang mendapatkan alokasi DAK dan 495
kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi DAK, dengan perincian jumlah daerah yang
menerima alokasi DAK untuk masing-masing bidang sebagaimana dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 3.12
Jumlah Daerah Penerima DAK 2014 per Bidang
No

Bidang

Jumlah Daerah

Pendidikan

459

Kesehatan

482

Infrastruktur Jalan

473

Infrastruktur Irigasi

417

Infrastruktur Air Minum

444

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/97

No

Bidang

Jumlah Daerah

Infrastruktur Sanitasi

431

Prasarana Pemerintahan Daerah

90

Kelautan dan Perikanan

475

Pertanian

443

10

Lingkungan Hidup

422

11

Keluarga Berencana

442

12

Kehutanan

382

13

Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal

183

14

Sarana Perdagangan

312

15

Energi Perdesaan

101

16

Perumahan dan Permukiman

30

17

Keselamatan Transportasi Darat

468

18

Transportasi Perdesaan

84

19

Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan

28

Jumlah Penerima DAK

528

Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 (data diolah)

Dari alokasi DAK tahun 2014 Rp33.000,0 miliar tersebut, terdistribusi kepada provinsi
sebesar Rp1.897,68 miliar dan kabupaten/kota sebesar Rp31.102,32 miliar. Sementara itu
alokasi tertinggi diterima oleh daerah adalah sebesar Rp193,81 miliar dan alokasi terendah
sebesar Rp0,48 miliar, dengan rata-rata yang diterima oleh masing-masing provinsi sebesar
Rp57,5 miliar dan kabupaten/kota Rp62,83 miliar. Hal ini dapat dilihat pada resume alokasi
DAK tahun 2014 sebagaimana pada table berikut.

Tabel 3.13
Resume Alokasi DAK TA 2014
Keterangan

III/98

dalam Juta rupiah

Alokasi Tertinggi

193.813,03

Alokasi Terendah

481,02

Alokasi Kab/Kota

31.102.320,30

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Keterangan

dalam Juta rupiah

Alokasi Provinsi

1.897.680,70

Rata-Rata Alokasi Kab/Kota

62.832,97

Rata-Rata Alokasi Provinsi

57.505,45

Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 (data diolah)

Hasil perhitungan alokasi DAK tahun 2014 dimaksud ditetapkan dengan PMK Nomor
180/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun
Anggaran 2014.
Selanjutnya, penggunaan DAK di daerah mengacu pada petunjuk teknis DAK masingmasing bidang yang ditetapkan oleh K/L terkait. Adapun daftar petunjuk teknis DAK tahun
2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.14
Petunjuk Teknis Penggunaan DAK TA 2014
No Bidang
1

Nomor Juknis

Tanggal Ditetapkan

Pendidikan :
a. SD

Permendikbud Nomor 100 Tahun 2013

29 11 2013

b. SMP

Revisi Permendikbud Nomor 13 Tahun 2014

17 02 2014

c. SMA/SMK
2

Kesehatan

Permenkes Nomor 84 Tahun 2013

16 12 2103

Keluarga Berencana

Peraturan Kepala BKKBN Nomor 342/PER/


B1/2013

19 12 2013

Kelautan dan Perikanan

Permen KP Nomor 36/PERMEN-KP/2013

18 12 2013

Kehutanan

Permenhut Nomor P.67/Menhut-II/2013

23 12 2013

Pertanian

Permentan Nomor 127/OT.140/12/2013

16 12 2013

Perdagangan

Permendag nomor 78/M.dag/PER/12/2013

27 12 2013

Lingkungan Hidup

Permen LH Nomor 09 Tahun 2013

28 11 2013

Infrastruktur PU (Jalan,
Permen PU no. 15/PRT/M/2010
Irigasi, Air Minum, Sanitasi)

10 Sarpras Daerah Tertinggal

Permen PDT Nomor 1 Tahun 2014

01 11 2010
02 01 2014

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/99

No Bidang

Nomor Juknis

Tanggal Ditetapkan

11 Prasarana Pemerintahan

Permendagri Nomor 91 Tahun 2013

31 12 2013

12 Energi Pedesaan

Permen ESDM Nomor 03/2014

17 01 2014

13 Perumahan dan Permukiman Permenpera nomor 1 tahun 2014

29 01 2014

14 Keselamatan Transportasi
Darat

Permenhub Nomor 96 Tahun 2013

27 12 2013

15 Transportasi Perdesaan

Permendagri Nomor 91 Tahun 2013

31 12 2013

16 Sarana dan Prasarana


Kawasan Perbatasan

Peraturan Kepala BNPP Nomor 5 Tahun


2014

16 01 2014

3.2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian


3.2.1. Kebijakan Dana Otonomi Khusus (Otsus)
Berdasarkan PMK Nomor 195/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum Dan Alokasi
Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2014, yang ditandatangani Menkeu
pada 17 Desember 2013, Provinsi Aceh memperoleh alokasi Dana Otsus sebesar
Rp6.824.386.514.000,00 (enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar tiga ratus
delapan puluh enam juta lima ratus empat belas ribu rupiah) atau 2% dari pagu DAU.
Adapun Provinsi Papua sesuai PMK Nomor 196/PMK.07/2013 tentang Pedoman
Umum Dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat Serta
Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran
2014, Dana Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dialokasikan kepada Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat setara 2% (dua persen) dari DAU Nasional yaitu sebesar
Rp6.824.386.514.000,00 (enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar tiga ratus
delapan puluh enam juta lima ratus empat belas ribu rupiah). Khusus untuk Papua dan
Papua Barat, dengan rincian sebagai berikut:
a. Dana Otsus Provinsi Papua sebesar Rp4.777.070.560.000,00 (empat triliun tujuh ratus
tujuh puluh tujuh miliar tujuh puluh juta lima ratus enam puluh ribu rupiah); dan
b. Dana Otsus Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.047.315.954.000,00 (dua triliun empat
puluh tujuh miliar tiga ratus lima belas juta sembilan ratus lima puluh empat ribu rupiah).

III/100

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

3.2.2. Kebijakan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)


Pemerintah Pusat juga memberikan DTI dalam rangka otsus sebesar Rp2,5 triliun,
dengan rincian DTI Provinsi Papua Rp2 triliun, dan DTI Provinsi Papua Barat sebesar Rp500
miliar.

3.2.3. Dana Keistimewaan DIY


Menkeu sesuai dengan amanat UU 13/2012, mengalokasikan dan menyalurkan
Dana Keistimewaan DIY guna mendanai kewenangan keistimewaan DIY. Penyaluran
Dana Keistimewaan DIY tersebut dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah. UU
13/2012 sebagai dasar hukum pengalokasian

Dana Keistimewaan DIY disahkan pada

akhir tahun 2012 pada saat proses pembahasan APBN 2013 telah berjalan. Oleh karena
itu, Dana Keistimewaan DIY dalam APBN TA 2013 dialokasikan pada Bagian Anggaran
Belanja Lainnya (BA 999.08) untuk selanjutnya dilakukan pergeseran anggaran ke Bagian
Anggaran Transfer ke Daerah (BA 999.05). Adapun alokasi anggaran Dana Keistimewaan
DIY TA 2013 adalah sebesar Rp523.874.719.000,-.
Alokasi Dana Keistimewaan DIY TA 2013 diberikan berdasarkan usulan Pemerintah
Provinsi DIY kepada kementerian/lembaga terkait dengan tembusan Menkeu dan Kepala
Bappenas untuk selanjutnya dibahas bersama antara Pemerintah Provinsi DIY dengan
kementerian/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri). Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah Provinsi DIY dengan
kementerian/lembaga terkait tersebut disepakati Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013
sebesar Rp231.392.653.500. Anggaran Dana Keistimewaan DIY tersebut digunakan untuk 4
bidang kewenangan sebagai berikut:

Tabel 3.15
Tabel Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013
Berdasarkan Bidang Kewenangan
No.

Bidang Kewenangan

Jumlah (rupiah)

1.

Kebudayaan

212.546.511.000

2.

Pertanahan

6.300.000.000

3.

Kelembagaan pemerintah

2.516.142.500

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/101

No.

Bidang Kewenangan

4.

Tata ruang

Jumlah (rupiah)
10.030.000.000

Total

231.392.653.500

Sumber: PMK Nomor 140/PMK.07/2013

Alokasi dan penyaluran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 dilakukan berdasarkan PMK
Nomor 140/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Keistimewaan DIY TA
2013. Penyaluran Dana Keistimewaan TA 2013 diberikan dalam 2 tahap, masing-masing
sebesar 50% dari pagu alokasi Dana Keistimewaan. Namun demikian, pada pelaksanaanya
Penyaluran Dana Keistimewaan TA 2013 hanya dapat disalurkan 1 tahap mengingat
adanya keterbatasan waktu di mana Dana Keistimewaan DIY baru dapat disalurkan pada
akhir bulan November 2013. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY tahap I diberikan sebesar
Rp115,696 miliar dengan realisasi penyerapan dana sebesar Rp54,696 mililiar dengan sisa
di kas daerah sebesar Rp61,134 miliar.
Pada Tahun Anggaran 2014, alokasi Dana Keistimewaan DIY TA 2014 dianggarkan
sebesar Rp523.874.719.000,- dengan rincian penggunaan dana sebagai berikut:

Tabel 3.16
Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2014
Berdasarkan Bidang Kewenangan
No.

Bidang Kewenangan

Jumlah (rupiah)

1.

Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur

2.

Kebudayaan

375.178.719.000

3.

Pertanahan

23.000.000.000

4.

Kelembagaan pemerintah

5.

Tata ruang

123.620.000.000

Total

523.874.719.000

400.000.000

1.676.000.000

Sumber: Kementerian Keuangan

Penyaluran Dana Keistimewaan DIY TA 2014 dilaksanakan dalam 3 tahap berdasarkan


pencapaian kinerja dengan rencana rincian masing-masing tahapan sebagai berikut:
- Tahap I (sebesar 25%): Rp130,97 miliar
- Tahap II (sebesar 55%): Rp288,13 miliar

III/102

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

- Tahap III (sebesar 20%): Rp104,78 miliar


Penyaluran Dana Keistimewaan DIY TA 2014 tahap I memperhitungkan sisa anggaran
Dana Keistimewaan DIY TA 2013 yang ada pada kas daerah Provinsi DIY.

3.2.4. Kebijakan Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG)


dan Tambahan Penghasilan (Tamsil) PNSD
Kebijakan Tunjangan Profesi Guru PNSD 2014
Pelaksanaan Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun 2014 dilakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum
dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD kepada Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota
Tahun Anggaran 2014.

Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD yang ditetapkan dalam

PMK tersebut merupakan hasil rekonsiliasi data guru antara Pemerintah Daerah dengan
Kemendikbud dan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun 2014 yang ditetapkan dalam PMK tersebut
adalah sebesar Rp56,136 triliun. Alokasi tersebut telah memperhitungkan kekurangan
pembayaran dari tahun 2010 sampai dengan 2013 dan sisa dana Tunjangan Profesi Guru
PNSD yang masih terdapat di Rekening Kas Umum Daerah.
Data kekurangan pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Sisa Dana di
Rekening Kas Umum Daerah tersebut merupakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) yang dilakukan di Pemerintah Daerah seluruh Indonesia.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tersebut diperoleh data sebagai berikut:
a. Terdapat kelebihan pendanaan di 355 daerah dan total kelebihan pendanaan tersebut
adalah sebesar Rp2.356,49 miliar (dikarenakan daerah-daerah tersebut memiliki sisa
dana Tunjangan Profesi Guru PNSD di kas daerah sebesar Rp4.827,00 miliar, sementara
total kekurangan pembayaran sebesar Rp2.471,51 miliar).
b. Terdapat kekurangan pendanaan di 122 daerah dan total kekurangan pendanaan
tersebut adalah sebesar Rp598,58 miliar (dikarenakan daerah-daerah tersebut memiliki
sisa dana Tunjangan Profesi Guru PNSD di kas daerah sebesar Rp1.241,00 miliar,
sementara total kekurangan pembayaran sebesar Rp1.839,56 miliar).

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/103

Sesuai dengan Laporan Hasil Audit tersebut, maka secara nasional, untuk
menanggulangi kurang bayar Tunjangan Profesi Guru PNSD tahun 2010-2013, Pemerintah
hanya perlu menyediakan dana sebesar Rp598,58 miliar saja dan pendanaan tersebut
langsung dapat ditampung dalam alokasi TPG PNSD 2014.
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD 2014 yang sudah memperhitungkan sisa dana di
Rekening Kas Umum Daerah dan Kekurangan Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD
Tahun 2010-2013 diilustrasikan pada tabel dibawah ini.

Hasil audit BPKP tersebut juga dijadikan dasar bagi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan untuk menerbitkan SK Kurang Bayar Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun
2010-2013 dan selanjutnya digunakan oleh Pemerintah Daerah sebagai dasar untuk
membayar kurang bayar Tunjangan Profesi Guru PNSD.
Daerah yang mempunyai sisa dana di Rekening Kas Umum Daerah, maka sisa
dana tersebut diperhitungkan sebagai saldo awal dan langsung dapat digunakan untuk
pembayaran guru pada Triwulan I Tahun 2014.

III/104

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Mekanisme Penyaluran
Penyaluran Tunjangan Profesi Guru PNSD dari RKUN ke RKUD dilakukan setiap
Triwulan. Jumlah penyaluran Triwulan I yang ditetapkan dalam PMK telah memperhitungkan
sisa dana yang terdapat dalam RKUD, sehingga bagi daerah yang masih memiliki sisa
dana maka penyaluran Triwulan I lebih sedikit dibandingkan dengan penyaluran Triwulan
II, Triwulan III dan Triwulan IV. Hal ini dimaksudkan agar sisa dana yang terdapat di RKUD
langsung digunakan oleh Pemda untuk membayar kebutuhan TPG PNSD di Triwulan I.
Penyaluran Triwulan I dari RKUN ke RKUD dilakukan paling lambat bulan April,
sementara untuk Triwulan II paling lambat bulan Juni, Triwulan III paling lambata bulan
September dan Triwulan IV paling lambat bulan November. Penyaluran Triwulan I dilakukan
secara serentak seluruh Indonesia dengan tanpa syarat, namun untuk penyaluran Triwulan
II dilakukan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan laporan realisasi pembayaran
Tunjangan Profesi Guru PNSD Semester II Tahun Anggaran sebelumnya. Penyaluran
Triwulan III dan Triwulan IV dilaksanakan tanpa syarat setelah penyaluran Triwulan II
dilakukan.
Pemerintah Daerah membayarkan Tunjangan Profesi Guru PNSD kepada Guru PNSD
yang berhak paling lambat 1 (satu) bulan setelah diterimanya dana Tunjangan Profesi Guru
PNSD di RKUD. Jadwal pembayaran ke Guru PNSD untuk Triwulan I adalah pada bulan
April, Triwulan II pada bulan Juli, Triwulan III pada bulan Oktober dan Triwulan IV pada bulan
Desember.
Jika terdapat kekurangan pembayaran Guru PNSD setelah realisasi Triwulan IV, yang
diakibatkan karena dana yang ditransfer ke RKUD tidak mencukupi seluruh kebutuhan
pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD selama 12 bulan, maka Pemerintah Daerah
dapat melakukan optimalisasi dengan cara melakukan pembayaran berdasarkan jumlah
bulan. Kebijakan ini diharapkan agar guru-guru di daerah memperoleh hak yang sama.

Kebijakan Dana Tambahan Penghasilan Guru


PNSD 2014
Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2014 yang ditetapkan dalam
PMK adalah sebesar Rp945.865.970.000,00. Alokasi tersebut telah memperhitungkan
kekurangan pembayaran Tambahan Pengahasilan Guru PNSD dari tahun 2010 sampai

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/105

dengan 2013 dan juga telah memperhitungkan sisa dana yang masih terdapat di Rekening
Kas Umum Daerah.
Terdapat beberapa daerah yang tidak mendapat alokasi Dana Tambahan Penghasilan
Guru PNSD 2014 dikarenakan kebutuhan pembayaran lebih kecil dibandingan dengan sisa
dana yang masih terdapat di Rekening Kas Umum Daerah.

Mekanisme Penyaluran
Penyaluran Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD dari RKUN ke RKUD dilakukan
tiap Triwulan dengan besaran tiap penyaluran adalah 1/4 (seperempat) dari alokasi per
daerah. Jadwal penyaluran Triwulan I, Triwulan II, Triwulan III dan Triwulan IV masing-masing
paling lambat bulan April, Juni, September, dan November.
Penyaluran Triwulan I dilakukan secara serentak seluruh Indonesia dengan tanpa syarat,
namun untuk penyaluran Triwulan II dilakukan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan
laporan realisasi pembayaran Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD Semester II Tahun
Anggaran sebelumnya. Penyaluran Triwulan III dan Triwulan IV dilaksanakan tanpa syarat
setelah penyaluran Triwulan II dilakukan.
Pembayaran kepada Guru yang berhak oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan paling
lama 1 (satu) bulan setelah diterimanya dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD di RKUD.
Jadwal pembayaran ke Guru PNSD untuk Triwulan I adalah pada bulan April, Triwulan II
pada bulan Juli, Triwulan III pada bulan Oktober dan Triwulan IV pada bulan Desember.
Jika terdapat kekurangan pembayaran Guru PNSD setelah realisasi Triwulan IV, yang
diakibatkan karena dana yang ditransfer ke RKUD tidak mencukupi seluruh kebutuhan
pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD selama 12 bulan, maka Pemerintah
Daerah dapat melakukan optimalisasi dengan cara melakukan pembayaran berdasarkan
jumlah bulan. Kebijakan ini diharapkan agar guru-guru di daerah memperoleh hak yang
sama.

III/106

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

3.2.5. Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah


(BOS)
Dalam tahun 2014, BOS ditetapkan sebesar Rp24.074,700 miliar, ditujukan terutama
untuk stimulus bagi daerah dan bukan sebagai pengganti dari kewajiban daerah untuk
menyediakan anggaran pendidikan (BOSDA) dan atau Bantuan Operasional Pendidikan.
Adapun unit satuan biaya dalam BOS 2014 adalah sebagai berikut:
a. Untuk SD/SDLB Kabupaten/Kota sebesar Rp580.000; dan
b. Untuk SMP/SMPLB Kabupaten/Kota sebesar Rp710.000.
BOS digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar
sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dimungkinkan untuk mendanai beberapa
kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Mendikbud.
Alokasi BOS per daerah berdasarkan data jumlah siswa dari Kemendikbud.Penyaluran
BOS dilakukan dari RKUN ke RKUD Provinsi, dan untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah
melalui mekanisme hibah. Alokasi dan tata cara penyaluran BOS ditetapkan dalam PMK.
Dalam perhitungan alokasi BOS TA 2014, disepakati kebijakan untuk sekolah kecil
dengan rincian sebagai berikut:
a. SD dengan jumlah siswa kurang dari 80 orang akan diberikan alokasi minimal sebesar
80 siswa x Rp580 ribu; dan
b. SMP dengan jumlah siswa kurang dari 120 orang akan diberikan alokasi minimal
sebesar 120 siswa x Rp710 ribu

Penyaluran Dana BOS


Berdasarkan PMK Nomor 201 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi
Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2014 bahwa mekanisme penyaluran BOS
TA 2014 dilakukan melalui pemindahbukuan dana dari RKUN ke RKUD Provinsi, untuk
selanjutnya diteruskan secara langsung ke Satuan Pendidikan Dasar dalam bentuk hibah.
Ketentuan penyaluran Dana BOS Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
1. Penyaluran BOS untuk daerah tidak terpencil

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/107

Penyaluran BOSuntuk daerah tidak terpencildilakukan secara triwulanan, yaitu:


a. Triwulan I dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah Peraturan
Menteri Keuangan ini diundangkan;
b. Triwulan II dilakukan paling lambat 7 (tujuh)hari kerja pada awal bulan April 2014;
c. Triwulan III dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Juli 2014;
d. Triwulan IV dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Oktober
2014.
2. Penyaluran BOS untuk daerah terpencil

Penyaluran BOS Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil dilakukan secara


semesteran, yaitu:
a. Semester pertama dilakukan paling lama 14(empat belas) hari kerja setelah PMK
ini diundangkan;
b. Semester kedua dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Juli
2014.

3.2.6. Kebijakan Dana Insentif Daerah (DID)


DID dialokasikan kepada daerah sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja daerah
di bidang pengelolan keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi dan kesejahteraan
dan ditujukan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan fungsi pendidikan
sebagai kebijakan Pemerintah Pusat. Penghargaan kepada daerah tersebut merupakan
penjabaran dari tujuan utama dan arah kebaijakan dari pengalokasian DID. Tujuan utama
dialokasikannya DID adalah sebagai berikut:
1. Mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik
yag ditunjukkan dengan perolehan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap
Laporan Keuangan Pemda (LKPD). Sejalan dengan penjelasan UU 17/2003 Bab I.
Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara ditujukan agar pengelolaan seluruh
kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan dengan pemilikan
pemilikan atau penguasaan obyek hukum keuangan negara dapat memberikan daya
dukung penyelenggaraan pemerintahan yang optimal. Asas-asas tersebut meliputi (1)
akuntabilitas yang berorientasi pada hasil; (2) profesionalitas; (3) proporsionalitas; (4)
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; (5) pemeriksaan keuangan oleh
badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Asas-asas baru ini sebagai pencerminan

III/108

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) yang didukung oleh asas-asas
umum yang sebelumnya telah dipakai, seperti : asas tahunan, asas universalitas, asas
kesatuan, dan asas spesialitas.
2. Mendorong agar daerah berupaya untuk selalu menetapkan APBD tepat waktu dan
mencapai kinerja dalam pengelolaan keuangan daerahnya (administrasi dan impactnya).
Dalam perkembangannya, kebijakan DID telah mengalami penyempurnaan dari
sejak dialokasikannya pada tahun 2010. Penyempurnaannya meliputi:

(1) pembagian

porsi alokasi bagi provinsi dan kabupaten/kota; (2) menerapkan kriteria kinerja utama; (3)
memasukkan kriteria kinerja pendidikan; (4) mengubah penyampaian perda APBD tepat
waktu menjadi penetapan perda APBD tepat waktu; (5) mengganti sub kriteria kinerja inflasi
menjadi sub kriteria yang menghubungkan kemampuan fiskal daerah dengan IPM; dan (6)
memberikan alokasi minimum.

Tabel 3.17
Kebijakan Perhitungan DID Tahun 2010-2014
No.

Tahun 2010

Tahun 2011

1.

Belum ada kriteria utama sebagai


eligibilitas eksklusif

Kriteria utama sebagai eligibilitas


eksklusif, yaitu:

Tahun 2012
Sama 2011

1. Opini WTP atau WTP


2. APBD tepat waktu
2.

Kriteria kinerja terdiri dari:

Kriteria kinerja terdiri dari:

1. Keuangan

1. Keuangan

2. Ekonomi dan Kesejahteraan

2. Pendidikan, dan

Sama 2011

3. Ekonomi dan Kesejahteraan


3.

4.

Porsi pembagian alokasi:

Porsi pembagian alokasi:

1. Provinsi sebesar 20%

1. Provinsi sebesar 10%

2. Kabupaten/kota 80%

2. Kabupaten/kota 90%

Variabel kinerja keuangan

Variabel kinerja keuangan

Penyampaian Perda APBD tepat


waktu

Penyampaian Perda APBD tepat


waktu

Sama 2011

Penambahan variabel
kinerja keuangan:
Penyampaian LKPD kepada
BPK secara tepat waktu

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/109

No.

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

5.

Untuk belanja fungsi pendidikan

Sama 2010

Untuk belanja fungsi


pendidikan, diutamakan
rehabilitasi ruang kelas
SD dan SMP

6.

Belum memberikan alokasi


minimum

Sama 2010

Alokasi minimum untuk


daerah dengan opini WTP
dan Penetapan Perda
APBD tepat waktu

Tahun 2013

Tahun 2014

Kriteria utama sebagai eligibilitas eksklusif, yaitu:

Sama 2013

1. Opini WTP atau WDP


2. APBD tepat waktu
Sama 2013, mengevaluasi bobot kinerja dan sub
kriteria kinerja

Kriteria kinerja terdiri dari:


1. Keuangan
2. Pendidikan, dan
3. Ekonomi dan Kesejahteraan

Sama 2013

Porsi pembagian alokasi:


1. Provinsi sebesar 10%
2. Kabupaten/kota 90%
Variabel kinerja keuangan daerah: Opini BPK
atas LKPD, Penetapan Perda APBD tepat waktu,
Effort Peningkatan PAD, dan penyampaian LKPD
tepat waktu

Sama 2013

Untuk belanja fungsi pendidikan

Untuk belanja fungsi pendidikan

Sama dengan 2012

Alokasi minimum Rp 2 miliar untuk daerah


dengan:

Alokasi minimum Rp 2 miliar untuk daerah


dengan:
1. Opini WTP; dan

1. Opini WTP, dan


2. Penetapan Perda APBD tepat waktu

2. Penetapan Perda APBD tepat waktu

III/110

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Tahun 2013

Tahun 2014

Alokasi minimum Rp 3 miliar untuk daerah


dengan:

Alokasi minimum Rp 3 miliar untuk daerah


dengan:

1. Opini WTP; dan

1. Opini WTP; dan

2. Penyampaian LKPD tepat waktu; dan

2. Penyampaian LKPD tepat waktu; dan

3. Penetapan Perda APBD tepat waktu; serta

3. Penetapan Perda APBD tepat waktu

4. Lulus Passing Grade


Sumber: DJPK, Kemenkeu

Penghitungan DID Tahun 2014 sebagaimana DID Tahun 2013 menggunakan Kriteria
Kinerja dan Batas Minimum Kelulusan Kinerja (Passing Grade). Kriteria Kinerja terdiri dari
Kriteria Kinerja Utama, Kriteria Kinerja Keuangan Daerah, Kriteria Kinerja Pendidikan,
serta Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Tahapan penghitungan DID terdiri dari
penentuan daerah penerima dan penghitungan besaran alokasi DID. Penentuan daerah
penerima berdasarkan identifikasi daerah dalam memenuhi Kriteria Kinerja Utama dan
memenuhi passing grade yang ditentukan secara statistik. Skor atau nilai kinerja daerah
merupakan hasil penghitungan dari Kriteria Kinerja Keuangan Daerah, Kriteria Kinerja
Pendidikan, serta Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Apabila suatu daerah tidak
memenuhi Kriteria Kinerja Utama, maka daerah tersebut tidak dapat mengikuti saringan
berikutnya yaitu penghitungan alokasi.
Batas passing grade adalah nilai minimum tertentu atas hasil pembobotan terhadap
masing-masing unsur penilaian terhadap kinerja daerah dari kinerja keuangan, kinerja
pendidikan, serta kinerja ekonomi dan kesejahteraan. DID digunakan untuk melaksanaan
fungsi pendidikan tersebut merupakan pengalokasian belanja fungsi pendidikan yang
dianggarkan dalam APBD dan/atau APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013 yang menjadi
kewenangan/urusan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi
tanggung jawab Pemda.

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/111

Daerah yang memenuhi kriteria Kinerja Utama dan bersifat eligibilitas mutlak
yaitu:
a. daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau daerah
yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas LKPD;
dan
b. daerah yang menetapkan Perda mengenai APBD secara tepat waktu.

Daerah yang memenuhi kriteria kinerja keuangan adalah:


a. daerah yang meningkatkan atau mempertahankan kualitas LKPD untuk
memperoleh opini WTP atau WDP dari BPK;
b. daerah yang menetapkan perda mengenai APBD secara tepat waktu setiap
tahunnya;
c. daerah yang mencapai kenaikan PAD di atas rata-rata nasional; dan
d. daerah yang menyampaikan LKPD kepada BPK secara tepat waktu setiap
tahunnya.
Daerah yang memenuhi kriteria kinerja pendidikan adalah:
a. daerah yang mencapai Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar dan
sederajatnya di atas rata-rata nasional dan/atau daerah yang mampu mencapai
Angka Partisipasi Kasar Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya di atas
rata-rata nasional; dan
b. daerah yang mengurangi jarak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap IPM
ideal (100) di atas rata-rata nasional.

III/112

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Daerah yang memenuhi kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan adalah:


a. daerah yang mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional;
b. daerah yang mengurangi tingkat kemiskinan di atas rata-rata pengurangan tingkat
kemiskinan nasional;
c. daerah yang mengurangi tingkat pengangguran di atas rata-rata pengurangan
tingkat pengangguran nasional; dan
d. daerah yang memiliki Kemampuan Fiskal Daerah terhadap Indeks Pembangunan
Manusia-nya.

Kebijakan Penghitungan DID tahun 2014


Penyempurnaan kebijakan penghitungan DID Tahun 2014 dilakukan dengan tujuan
agar lebih mendorong daerah ke arah pencapaian kinerja pengelolaan keuangan daerah
yang lebih baik serta menjaga momentum perbaikan yang ada dari kondisi sekarang yang
telah dicapai daerah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ditandai dengan
perkembangan daerah yang mendapatkan opini WTP dari tahun 2009 yaitu hanya 15 daerah
menjadi 116 daerah pada tahun 2012 serta lebih mendorong daerah dalam menetapkan
perda APBD-nya tepat waktu. Kebijakan penghitungan DID Tahun 2014, meliputi :
1. Kebijakan penetapan pemberian bobot pencapaian opini BPK atas LKPD dan
penetapan perda APBD yang meningkat.
2. Kebijakan pemberian Alokasi Minimum (AM) bagi daerah yang telah mendapatkan opini
WTP, tanpa melihat ketentuan Lulus Passing Grade.

Tabel 3.18
Bobot Penilaian Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014
No.

Kriteria

Kriteria Kinerja Keuangan

Bobot Penilaian
2013

Bobot Penilaian
2014

50%

50%

1.

Opini BPK atas LKPD

30%

35%

2.

Penetapan Perda APBD tepat waktu

30%

35%

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/113

No.

Kriteria

Bobot Penilaian
2013

Bobot Penilaian
2014

3.

Effort Peningkatan PAD

20%

15%

4.

Penyampaian LKPD tepat waktu

20%

15%

Total Bobot Penilaian Kriteria Kinerja Keuangan Daerah

100%

100%

25%

25%

Kriteria Kinerja Pendidikan


1.

Partisipasi Sekolah (APK)

50%

50%

2.

Reduction Shortfall IPM

50%

50%

Total Bobot Penilaian Kinerja Pendidikan

100%

100%

25%

25%

Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan


1.

Pertumbuhan Ekonomi

30%

30%

2.

Penurunan Tingkat Kemiskinan

30%

30%

3.

Penurunan TIngkat Pengangguran

20%

20%

4.

Kluster Kemampuan Fiskal Daerah (KFD)

20%

20%

100%

100%

Total Bobot Penilaian Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan


Sumber: DJPK, Kemenkeu

Tabel 3.19
Kebijakan Alokasi Minimum Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014
DID Tahun 2013
AM

DID Tahun 2014

WTP

Perda
APBD

LKPD

Passing
Grade

WTP

Perda
APBD

LKPD

Rp 3 M

Rp 2 M

Rp 2 M

Sumber: DJPK, Kemenkeu

Penyaluran Dana Insentif Daerah (DID)


Penyaluran DID dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD secara
sekaligus. Alokasi DID tahun 2014 sebesar Rp1.387,8 miliar ditetapkan dengan

PMK

Nomor 8/PMK.07/2014 tanggal 13 Januari 2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana

III/114

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Insentif Daerah Tahun Anggaran 2014. Penyaluran DID dilakukan setelah Daerah penerima
menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, berupa:
a. Perda mengenai APBD TA 2014;
b. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak dari Kepala Daerah yang menyatakan akan
mencantumkan DID dalam APBD dan/atau APBD-P tahun anggaran bersangkutan
dan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DID tahun
2014.
Penyaluran DID Tahun 2014 meniadakan penyampaian rencana penggunaan DID.
Penggunaan DID diserahkan kepada Pemda dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1. DID digunakan untuk mendanai belanja fungsi pendidikan dan dianggarkan dalam
APBD dan/atau APBD Perubahan.
2. Belanja fungsi pendidikan yang dimaksud adalah belanja fungsi pendidikan sesuai
dengan kewenangan/ urusan daerah dan yang menjadi tanggung jawab Pemda.
3. DID tidak dapat digunakan untuk mendanai:
a. dana pendamping DAK;
b. kegiatan yang telah didanai oleh BOS dari Pemerintah Pusat;
c. pendidikan kedinasan;
d. hibah kepada perusahaan daerah; dan
e. bantuan sosial.

3.2.7. Kebijakan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan


Desentralisasi (P2D2)
P2D2 merupakan pinjaman program Pemerintah Pusat yang bersumber dari Bank
Dunia dalam rangka memperkuat transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan DAK
khususnya bidang infrastruktur dengan melakukan perbaikan (reform) sistem monitoring
dan evaluasi pelaksanaan DAK.
P2D2 adalah Dana yang bersumber dari APBN dan di alokasikan sebagai insentif
kepada daerah percontohan P2D2 berdasarkan hasil Verifikasi Keluaran sesuai dengan
Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Dunia tentang Proyek
Pemda dan Desentralisasi. Dana P2D2 bertujuan untuk memberikan penghargaan (reward)

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/115

kepada daerah atas pelaksanaan DAK yang telah memenuhi standar kualitas output yang
ditentukan dalam kurun waktu yang tepat.
Daerah percontohan P2D2 meliputi 5 (lima) Provinsi yaitu Provinsi Jambi, Jawa
Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara yang dipilih berdasarkan
keberagaman secara geografis mewakili wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia;
kinerja pelaporan DAK selama ini; kemampuan menyerap alokasi DAK; dan kesuksesan
dalam menghasilkan output yang didanai dari DAK. Dalam pemilihan kabupaten/kota
daerah percontohan P2D2 ditentukan berdasarkan kriteria daerah penerima alokasi DAK
di lima provinsi tersebut dan mengirimkan surat kesediaan berpartisipasi dalam P2D2
(Commitment Letter) kepada Pemerintah Pusat. Adapun daerah percontohan P2D2 tahun
2014 terdiri dari 75 daerah di 5 provinsi percontohan.
Verifikasi Keluaran adalah proses verifikasi atas keluaran pelaksanaan DAK Bidang
Infrastruktur di Daerah Percontohan P2D2 dengan hasil yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan serta dalam kurun waktu yang tepat berdasarkan hasil Verifikasi Keluaran
yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan
ketentuan Perjanjian Verifikasi antara BPKP dan Bank Dunia.
DAK bidang infrastruktur yang di verifikasi adalah bidang infrastruktur jalan, bidang
infrastruktur irigasi dan bidang infrastruktur air minum. Adapun besaran yang dialokasikan
kepada masing-masing daerah penerima P2D2 sebesar maksimal 10% (sepuluh persen)
dari nilai Verifikasi Keluaran yang dibagi secara proporsional. Penyaluran Dana P2D2
kepada daerah penerima dilakukan sekaligus setelah

ditetapkannya PMK mengenai

alokasi dana P2D2.

Web Based Reporting System Dana Alokasi Khusus (WBRS-DAK)


Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan DAK baik dari sisi
keuangan maupun teknis, DJPK telah membangun suatu aplikasi pelaporan DAK
berbasis web yang diberi nama Web-Based Reporting System Dana Alokasi Khusus
(WBRS) DAK pada TA 2011 melalui P2D2. Dengan adanya aplikasi ini maka seluruh
informasi proyek di daerah yang dibiayai dari DAK dapat disajikan secara cepat,
lengkap, dan akurat. Dari aplikasi ini dapat diperoleh informasi mengenai lokasi
proyek (titik koordinat latitude dan longitude), gambar (foto) riil proyek, kemajuan fisik,
dan penggunaan/penyerapan dana.

III/116

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Aplikasi tersebut telah diterapkan di 5 provinsi (berikut kabupaten/kota di


dalamnya) sebagai pilot project yaitu: Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Barat, dan Maluku Utara mulai TA 2012. Saat ini Aplikasi WBRS-DAK hanya
diterapkan pada DAK Bidang infrastruktur (jalan, irigasi, dan air minum). Diharapkan
pada masa mendatang aplikasi ini bisa diterapkan di provinsi/kabupaten/kota seluruh
Indonesia dan mencakup seluruh bidang DAK.
Key success factors implementasi Aplikasi WBRS-DAK adalah keterlibatan aktif
para petugas di Pemda dalam memasukkan data ke dalam aplikasi. Ada 4 kelompok
besar petugas yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan implementasi Aplikasi
WBRS-DAK di Pemda yaitu: Administrator, Operator Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset, Operator SKPD, dan Pemantau.
Administrator bertanggungjawab mengelola username dan password seluruh
user di Pemda yang bersangkutan. Operator DPPKA bertanggungjawab memasukkan
data seluruh SP2D untuk semua bidang DAK. Operator SKPD bertanggungjawab
memasukkan seluruh data perencanaan, pemaketan, dan pelaksanaan proyek yang
dibiayai dari DAK (saat ini hanya terbatas pada DAK Bidang Infrastruktur saja).
Sedangkan kelompok Pemantau adalah pengguna informasi yang disajikan oleh
Aplikasi WBRS-DAK. Yang termasuk dalam kelompok Pemantau antara lain adalah
Bappeda, Gubernur/Bupati/Walikota dan Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota.
Namun berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap implementasi
Aplikasi WBRS-DAK yang dilakukan pada akhir bulan September hingga pertengahan
Desember 2012, ditemukan fakta bahwa petugas Pemda belum optimal terlibat aktif
dalam implementasi Aplikasi WBRS-DAK.
Ada 2 faktor utama penyebab belum optimalnya keterlibatan petugas Pemda
dalam implementasi Aplikasi WBRS-DAK yaitu:
a. Transfer knowledge kepada para petugas Pemda belum maksimal karena waktu
pelaksanaan Bimtek Penggunaan Aplikasi WBRS-DAK yang sangat terbatas; dan
b. Kendala teknis berupa kesulitan mengakses Aplikasi WBRS-DAK karena
rendahnya kualitas infrastruktur jaringan internet di beberapa daerah (terutama
wilayah Indonesia Timur).

Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014

III/117

Aplikasi WBRS-DAK yang sudah ada saat ini adalah aplikasi berbasis web, di
mana untuk mengaksesnya pengguna harus mempunyai koneksi internet. Kondisi ini
mengakibatkan beberapa daerah yang infrastruktur jaringan internetnya kurang baik
mengalami kesulitan untuk mengakses Aplikasi WBRS-DAK. Oleh karena itu, pada
tahun anggaran 2013, DJPK akan membangun Aplikasi WBRS-DAK Versi Offline agar
Pemda bisa tetap aktif mengisikan data ke dalam Aplikasi WBRS-DAK meskipun
koneksi internet di daerah yang bersangkutan sangat terbatas. Implementasi Aplikasi
WBRS-DAK Versi Offline diutamakan di daerah (provinsi/kabupaten/kota) Kalimantan
Tengah, Provinsi Sulawasi Barat, dan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam rangka
transfer knowledge kepada para petugas Pemda terkait Aplikasi WBRS-DAK Versi
Offline, DJPK akan melakukan Bimtek untuk aplikasi ini hanya di 3 daerah tersebut.
Pemda di luar 3 daerah dimaksud apabila menghendaki Bimtek untuk Aplikasi WBRSDAK Vers Offline dapat menyampaikan surat permintaan resmi kepada DJPK. Selain
itu, DJPK selalu siap setiap saat untuk memberikan Bimtek Penggunaan Aplikasi
WBRS-DAK (Versi Online) apabila ada permintaan dari Pemda.

III/118

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Bab IV
Kebijakan Hubungan Keuangan
Pusat Daerah dalam rangka
Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik

4.1. Peningkatan Pendapatan Daerah


Kebijakan Perpajakan dan Retribusi Daerah
Pemberian kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat diikuti pula dengan pemberian
kewenangan yang besar dalam perpajakan dan retribusi. Basis pajak kabupaten dan kota
yang sangat terbatas mengakibatkan daerah selalu mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan pengeluarannya.
Ketergantungan daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat
dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas daerah. Pemerintah Daerah (Pemda)
tidak terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat
tidak ingin mengontrol anggaran daerah karena merasa tidak dibebani dengan pajak dan
retribusi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi
daerah, Pemda diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi.
Berkaitan dengan pemberian kewenangan sebagaimana telah diatur dalam Undang-

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/119

Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD), maka perluasan kewenangan perpajakan dilakukan dengan memperluas basis
pajak daerah dan memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif.
Pengaturan PDRD di dalam UU 28/2009 didasarkan pada prinsip demokrasi,
pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas, serta dengan
memperhatikan potensi daerah. Penerbitan UU 28/2009 merupakan langkah yang strategis
dan monumental dalam memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal, khususnya dalam
rangka membangun hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah yang lebih ideal.
Sebagai salah satu bagian dari continuous improvement, UU 28/2009 memiliki 3 (tiga)
hal utama, yaitu penyempurnaan sistem pemungutan PDRD, pemberian kewenangan
yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment), dan
peningkatan efektifitas pengawasan.
Penyempurnaan sistem pemungutan PDRD dilakukan dengan mengubah sistem
daftar terbuka (open-list) menjadi daftar tertutup (closed-list), sehingga jenis pajak yang
dapat dipungut oleh daerah adalah hanya jenis pajak yang telah ditetapkan berdasarkan
UU 28/2009 dimaksud. Daerah tidak diberikan kewenangan dan tidak diperbolehkan untuk
menetapkan jenis pajak baru di luar yang telah ditentukan undang-undang (UU). Hal yang
demikian akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Sedangkan penguatan local taxing power dilakukan dengan cara antara lain,
menambah jenis PDRD, memperluas basis PDRD yang sudah ada, menaikkan tarif
maksimum beberapa jenis pajak daerah, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi
pajak daerah, serta memberikan kewenangan penetapan tarif PDRD kepada daerah sesuai
batasan yang ditetapkan dalam UU.
Perluasan basis pajak dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik. Pajak
yang diterapkan tidak akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor impor.
Perluasan basis pajak daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada,
mendaerahkan pajak pusat, dan menambah jenis pajak baru. Perluasan atas basis pajak
yang sudah ada dilakukan untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang diperluas hingga mencakup kendaraan Pemerintah
Pusat. Pajak Hotel diperluas hingga mencakup seluruh persewaan di hotel, sedangkan

IV/120

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pajak Restoran diperluas hingga mencakup pelayanan katering. Kemudian terdapat 4


(empat) jenis pajak baru bagi daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Sarang
Burung Walet, dan Pajak Rokok. PBB-P2 dan BPHTB sebelumnya merupakan pajak pusat
yang kemudian dialihkan menjadi pajak daerah, sedangkan Pajak Sarang Burung Walet
merupakan pajak baru bagi kabupaten/kota.
Berkaitan dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif untuk menghindari
penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara
berlebihan, daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas
maksimum yang ditetapkan dalam UU 28/2009. Selain itu, untuk menghindari perang tarif
pajak antar daerah untuk objek pajak yang mudah bergerak, seperti kendaraan bermotor,
dalam UU 28/2009 juga ditetapkan tarif minimum untuk PKB. Dengan perluasan basis
pajak yang disertai dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif tersebut, maka
jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam UU 28/2009.
Selanjutnya untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam UU 28/2009
diatur bahwa sebagian hasil penerimaan pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan
yang berkaitan dengan pajak tersebut.
Adapun untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, di dalam UU 28/2009 juga
telah diatur instrumen pengawasan yang cukup efektif yang dilakukan secara preventif
dan korektif. Setiap Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota tentang pajak dan retribusi
sebelum dilaksanakan harus dievaluasi terlebih dahulu oleh Gubernur dan Perda Provinsi
tentang pajak dan retribusi di evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Hasil
evaluasi Perda tersebut harus dikoordinasikan kepada Menteri Keuangan (Menkeu).
Selain itu, terhadap daerah yang menetapkan kebijakan di bidang PDRD yang melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi
berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil.
Hal ini sebagai langkah untuk menghindarkan timbulnya berbagai pungutan daerah yang
bermasalah dan tumpang tindih yang dapat menghambat upaya penciptaan iklim investasi
yang kondusif di daerah.
Berdasarkan

hal-hal

tersebut

di

atas,

dapat

disimpulkan

bahwa

dengan

diberlakukannya UU 28/2009 maka kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan


pengeluarannya semakin besar, karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan
pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/121

penetapan tarif. Sedangkan di sisi lain, dengan tidak diberikannya kewenangan kepada
daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru selain yang telah ditetapkan dalam
UU 28/2009, maka hal tersebut akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia
usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.

Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Rokok


Pajak Rokok merupakan jenis pajak daerah yang pemungutannya secara efektif
mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Penetapan Pajak Rokok sebagai objek
pajak daerah pada dasarnya merupakan bentuk dari pelaksanaan perluasan kewenangan
perpajakan yang dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan memberikan
kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Sebagaimana juga telah disampaikan
di atas, bahwa UU 28/2009 memiliki semangat untuk melaksanakan kebijakan dalam hal
penyempurnaan sistem pemungutan PDRD, pemberian kewenangan yang lebih besar
kepada daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment), dan peningkatan
efektifitas pengawasan. Penguatan local taxing power dilakukan dengan cara menambah
jenis PDRD, memperluas basis PDRD yang sudah ada, mengalihkan beberapa jenis pajak
pusat menjadi pajak daerah, serta memberikan diskresi kepada daerah dalam menetapkan
tarif. Perluasan basis pajak daerah dimaksudkan untuk penguatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) agar daerah dapat melaksanakan otonomi secara lebih nyata dan bertanggung
jawab. Dalam rangka perluasan basis pajak daerah, maka Pajak Rokok ditetapkan sebagai
objek pajak daerah di dalam UU 28/2009 dan mulai berlaku pada Tahun 2014.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dengan ditetapkannya Pajak Rokok sebagai objek pajak
daerah, maka diharapkan kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya
semakin besar dan meningkat, karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan
pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam
penetapan tarif.
Kebijakan Pajak Rokok selain bertujuan untuk meningkatkan PAD seperti diuraikan
diatas, juga bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok, mengendalikan peredaran
rokok ilegal, serta melindungi masyarakat atas bahaya rokok. Penerapan Pajak Rokok
sebesar 10 persen dari cukai rokok dimaksudkan juga untuk memberikan peran yang
optimal bagi Pemda dalam menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat. Pemda
diberikan tugas dan tanggung jawab untuk turut serta dalam menjaga kesehatan

IV/122

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

masyarakat dari bahaya rokok dan melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah
masing-masing termasuk peredaran rokok ilegal.
Mengingat tax base Pajak Rokok adalah nilai cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat terhadap rokok, maka dalam rangka efektifitas dan efisiensi, pemungutan Pajak
Rokok dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pemungutan Pajak Rokok
merupakan model Piggyback Tax System atau juga dikenal dengan model opsenten atau
surcharge yang juga lazim dipraktekkan di banyak Negara.
Ciri dari Piggyback Tax/Opsenten/Surchage adalah:
a. Pemda berhak mengenakan tambahan beban pajak atas pajak pusat dalam daerahnya
(jurisdiction);
b. Pemda tidak memiliki diskresi dalam menentukan dasar pengenaan pajak (tax base)
atau dengan kata lain dasar pengenaannya sama dengan dasar pengenaan pajak
pusat;
c. Pajak diadministrasikan dan dipungut oleh Pemerintah Pusat yang lebih tinggi dan
kemudian menyalurkannya ke kas daerah yang bersangkutan.
Semua ciri tersebut di atas terdapat dan dapat dilihat dengan jelas pada pengaturan
atau ketentuan Pajak Rokok dalam UU 28/2009.
Dalam rangka pelaksanaan pemungutan Pajak Rokok, maka sesuai dengan amanat
UU 28/2009, Menkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/
PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok. PMK tersebut,
antara lain, mengatur mengenai mekanisme pemungutan Pajak Rokok yang dilakukan oleh
DJBC, dan juga mengatur mengenai mekanisme dan pola penyetoran dana penerimaan
Pajak Rokok dari rekening penampungan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi.
Mekanisme pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok dapat dilihat pada Gambar
berikut ini.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/123

Gambar 4.1

Gambar 4.1
Mekanisme Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok
Pemungutan dan
Sesuai PMKMekanisme
No. 115/PMK.07/2013
Penyetoran Pajak Rokok
Sesuai PMK No. 115/PMK.07/2013
Perintah
Pemindahbukuan Dana

Realisasi
penerimaan PR
(triwulan)

DJPK
Daftar Realisasi
Penerimaaan PR
bulanan

DJPB
SPM
Penyetoran

Laporan Realisasi
Penerimaan Pajak
Rokok

da
na

KPPN

DJBC

Bank
Indonesia
Pemindahbukuan dana

P
e
l
i
m
p
a
h
a
n

SP2D
Penyetoran

KPPN JKT II

Penyampaian LHP

Laporan Bulanan
Penerimaan PR

RPKBUNP/RPKBUN
KPPN
Memindahbukukan
dana

pada akhir hari kerja

CK1
SPPR
SSBP

WP

Bank/Pos
Persepsi

Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014

1. Tata Cara Pemungutan Pajak Rokok


RKUD
Provinsi

109|

Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat terhadap rokok;

Tarif Pajak Rokok sebagaimana ditetapkan dalam UU 28/2009 tentang PDRD


adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok

Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak

Pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai bersamaan dengan
pemungutan Cukai Rokok

2. Mekanisme Penyetoran Pajak Rokok


Penyetoran penerimaan Pajak Rokok ke RKUD Provinsi dilaksanakan berdasarkan


realisasi penerimaan Pajak Rokok pada periode tertentu

IV/124

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Berdasarkan

realisasi

penerimaan

Pajak

Rokok,

Direktorat

Jenderal

Perbendaharaan (DJPb) menyampaikan data realisasi penerimaan Pajak Rokok


kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)

Penyampaian data realisasi penerimaan Pajak Rokok dilakukan secara triwulanan


pada minggu dan bulan pertama triwulan berikutnya

Penyampaian data realisasi penerimaan Pajak Rokok untuk triwulan keempat


dilakukan pada minggu pertama bulan Desember berdasarkan realisasi
penerimaan Pajak Rokok sampai dengan tanggal 30 November tahun berkenaan

Penyampaian data realisasi penerimaan Pajak Rokok sampai dengan akhir tahun
anggaran dilakukan paling lambat pada bulan Januari tahun anggaran berikutnya

Dalam rangka penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi, Direktur Jenderal


Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan mengenai proporsi pembagian
Pajak Rokok untuk masing-masing Provinsi

Keputusan mengenai proporsi pembagian Pajak Rokok untuk masing-masing


Provinsi ditetapkan setiap tahun pada bulan Desember anggaran tahun
sebelumnya.

Keputusan mengenai proporsi pembagian Pajak Rokok untuk masing-masing


Provinsi ditetapkan berdasarkan rasio jumlah penduduk provinsi terhadap jumlah
penduduk nasional

Rasio jumlah penduduk ditetapkan berdasarkan data jumlah penduduk yang


digunakan untuk penghitungan DAU untuk tahun anggaran yang bersangkutan

Penyetoran Pajak Rokok ke masing-masing RKUD Provinsi, dilakukan sesuai


proporsi untuk masing-masing provinsi

Penyetoran penerimaan Pajak Rokok ke RKUD Provinsi dilaksanakan secara


triwulanan pada bulan pertama triwulan berikutnya

Penyetoran penerimaan Pajak Rokok bulan Oktober dan November dilakukan pada
bulan Desember

Penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi untuk penerimaan bulan Desember


tahun berkenaan dilaksanakan setelah ditetapkan Laporan Arus Kas audited.

Kelebihan penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi akan diperhitungkan pada


penyetoran Pajak Rokok tahun berikutnya

Perhitungan kelebihan pembayaran Pajak Rokok didasarkan pada hasil rekonsiliasi


antara DJPK, DJBC, dan DJPb.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/125

Penetapan jenis-jenis pungutan daerah yang diatur dalam UU 28/2009 dimaksudkan


untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Daerah hanya boleh memungut
pajak dan retribusi apabila ketentuan pemungutannya telah diatur melalui Perda. Begitu
juga untuk bisa mendapatkan Pajak Rokok, provinsi Harus terlebih dahulu menyusun dan
menetapkan Perda mengenai Pajak Rokok. Berdasarkan rekapitulasi penyampaian Perda
pajak daerah dari provinsi, sampai hari ini tercatat 33 provinsi telah menentapkan Perda
Pajak Rokok, untuk Provinsi Kalimantan Utara masih berdasarkan Perda Provinsi Kalimantan
Timur sebagai provinsi induknya.

Tabel 4.1
Perda Pajak Rokok

IV/126

No

Daerah

Nomor Perda

Provinsi Aceh

Perda 2/2012

Provinsi Riau

Perda 16/2013

Provinsi Sumatera Utara

Perda 2/2011

Provinsi Bengkulu

Perda 2/2011

Provinsi Sumatera Barat

Perda 8/2013

Provinsi Sumatera Selatan

Perda 3/2011

Provinsi Jambi

Perda 6/2011

Provinsi Lampung

Perda 2/2011

Provinsi Kep. Bangka Belitung

Perda 1/2011

10

Provinsi Kep. Riau

Perda 8/2011

11

Provinsi Kalimantan Selatan

Perda 9/2013

12

Provinsi Sulawesi Selatan

Perda 8/2013

13

Provinsi DKI Jakarta

Perda 2/2014

14

Provinsi Jawa Barat

Perda 13/2011

15

Provinsi Banten

Perda 1/2011

16

Provinsi Jawa Tengah

Perda 2/2011

17

Provinsi DI Yogyakarta

Perda 3/2011

18

Provinsi Jawa Timur

Perda 9/2010

19

Provinsi Kalimantan Barat

Perda 8/2010

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

No

Daerah

Nomor Perda

20

Provinsi Kalimantan Tengah

Perda 7/2010

21

Provinsi Kalimantan Timur

Perda 1/2011

22

Provinsi Sulawesi Utara

Perda 7/2011

23

Provinsi Gorontalo

Perda 5/2011

24

Provinsi Sulawesi Tengah

Perda 1/2011

25

Provinsi Sulawesi Barat

Perda 1/2011

26

Provinsi Sulawesi Tenggara

Perda 5/2011

27

Provinsi Bali

Perda 1/2011

28

Provinsi Nusa Tenggara Barat

Perda 8/2013

29

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Perda 2/2010

30

Provinsi Maluku

Perda 19/2013

31

Provinsi maluku Utara

Perda 2/2011

32

Provinsi Papua

Perda 4/2011

33

Provinsi Papua Barat

Perda 6/2013

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Berdasarkan target penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2014, penerimaan Pajak
Rokok tahun 2014 diperkirakan sekitar Rp 9,6 triliun. Penerimaan Pajak rokok tersebut
nantinya akan disetor ke RKUD Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
Dana penerimaan Pajak Rokok yang masuk di RKUD Provinsi, 70 persen diantaranya harus
dibagihasilkan kepada kabupaten/kota dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/
atau potensi antar kabupaten/kota yang besangkutan.
Selanjutnya sesuai dengan UU 28/2009, dana penerimaan Pajak Rokok , baik bagian
provinsi maupun bagian kabupaten/kota, harus dialokasikan paling sedikit 50 persen untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang
berwenang.
Bidang pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain, pembangunan/pengadaan
dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana
umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang
bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/127

Bidang penegakan hukum yang dapat dikerjasamakan oleh Pemda dengan pihak/
instansi terkait, antara lain, pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan
aturan mengenai laranagan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4.2. Pengendalian Belanja Daerah


Selama lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan desentralisasi fiskal, Pemda mengelola
dana APBD dalam jumlah yang sangat besar, yang sebagian besar bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui mekanisme transfer. Desain
desentralisasi fiskal yang dianut Indonesia selama ini menitikberatkan pada desentralisasi
dari sisi pengeluaran sehingga berimplikasi pada diskresi dan kewenangan yang lebih luas
bagi daerah untuk merencanakan dan melakukan belanja. Di sisi lain, sebagai konsekuensi
pelaksanaan desentralisasi tersebut, Pemerintah Pusat setiap tahun menganggarkan
transfer ke daerah yang sebagian besar bersifat block grant dan hanya sebagian kecil yang
bersifat spesifik. Hal-hal tersebut membawa implikasi relatif kurang baiknya kualitas belanja
daerah yang berdampak pada kualitas pelayanan publik.
Hal ini nampak pada pelaksanaan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yang masih menemui beberapa kendala, antara lain, masih banyaknya daerah yang
terlambat menetapkan APBD, struktur APBD yang kurang ideal, penyerapan belanja yang
relatif lambat, masih tingginya dana idle yang tidak tergunakan dalam pengeluaran publik,
maupun kendala administratif pengelolaan keuangan yang tercermin dari masih banyaknya
daerah yang mendapat opini kurang baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Satu per
satu kendala tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

1. Keterlambatan Penetapan APBD


Penyusunan dan penetapan APBD menjadi hal yang penting untuk dimulainya
pelaksanaan suatu siklus pengelolaan keuangan. Dengan penyusunan yang baik dan
penetapan yang tepat waktu, maka APBD akan dapat segera dieksekusi dan dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Berdasarkan ketentuan perundangan, APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31
Desember sebelum tahun anggaran berjalan. Namun demikian, ternyata masih banyak
Pemda yang menetapkan APBD-nya melewati tenggat waktu tersebut.

IV/128

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Gambar 4.2
Grafik Penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 2013
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia

Sumber : DJPK (data diolah)

Adanya keterlambatan penetapan APBD dapat memberikan dampak negatif. Dampak


yang ditimbulkan dari keterlambatan dalam penyusunan APBD adalah terlambatnya
pelaksanaan program pemerintah daerah sehingga dapat berdampak pada pelayanan
publik terhadap masyarakat. Selain itu dapat juga berpengaruh terhadap perekonomian
daerah, karena belanja daerah menjadi terlambat dalam memberikan injeksi bagi
pembangunan ekonomi daerah.
Di samping itu, keterlambatan penetapan APBD juga akan merugikan masyarakat
karena dapat berimbas pada dijatuhkannya sanksi penundaan penyaluran Dana Alokasi
Umum (DAU), sehingga berpengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/129

2. Dominasi Belanja Pegawai Dalam Struktur APBD


Selain keterlambatan penetapan APBD, hal lain yang juga menjadi kendala adalah
struktur belanja daerah yang didominasi oleh belanja pegawai. Dengan tingginya porsi
belanja pegawai, maka porsi belanja modal dan belanja yang langsung terkait dengan
layanan publik menjadi sangat terbatas.

Gambar 4.3
Trend Belanja Daerah TA 2009 2013
(dalam % dan miliar rupiah)

Jenis Belanja Daerah


(dalam miliar rupiah)
Belanja Pegawai

2009

2010

2011

2012

2013

180,439

198,562

229,081

261,153

296,540

79,600

82,007

104,221

122,225

148,012

114,598

96,179

113,523

137,438

175,578

40,594

50,110

48,449

71,071

86,953

415,232

426,857

495,274

591,887

707,083

Belanja Barang dan Jasa


Belanja Modal
Belanja Lain-Lain
Total

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2009 - 2013 (Diolah)

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat kita amati porsi tiap jenis belanja daerah setiap
tahun dan trend kenaikan/penurunannya antar tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian yang
serius karena belanja modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan belanja pemda
yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, di
samping pengaruh dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Realisasi belanja
modal akan memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah.

IV/130

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

3. Penyerapan Belanja APBD Relatif Lambat


Penyerapan belanja APBD yang tidak dapat dimulai pada awal tahun anggaran akan
menyebabkan proyek yang direncanakan Pemda tidak dapat diselesaikan tepat waktu
sehingga akan menghambat daya dorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Pada grafik di
bawah terlihat bahwa penyerapan belanja, utamanya belanja modal relatif sangat lambat.

Gambar 4.4
PENYERAPAN BELANJA APBD TAHUN ANGGARAN 2013
(dalam persentase realisasi terhadap anggaran)

Sumber: DJPK (data diolah)

4. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) dan Dana Idle Pemda di


Perbankan
SiLPA tahun berkenaan merupakan suatu indikator yang cukup krusial dalam realisasi
APBD. SiLPA tahun berkenaan yang merupakan selisih positif antara surplus/defisit dengan
netto pembiayaan akan menunjukkan kinerja realisasi anggaran secara keseluruhan.
Semakin tinggi SiLPA tahun berkenaan, maka semakin rendah kinerja pengelolaan APBD
secara keseluruhan. SiLPA tahun berkenaan (atau sering juga disebut sebagai surplus
penerimaan) menunjukkan besarnya dana publik yang tidak tergunakan dalam belanja
maupun tidak tergunakan dalam transaksi pembiayaan.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/131

Gambar 4.5
Tren SiLPA Tahun Berkenaan 2009 2012

Sumber: DJPK (data diolah)

Dana Idle merupakan dana yang tidak atau belum digunakan oleh Pemda. Dana idle
yang dapat dipantau oleh Pemerintah Pusat setiap bulannya adalah dana idle Pemda yang
disimpan di perbankan. Dana Pemda di perbankan merupakan akumulasi dana Pemda
baik yang berupa dana cadangan, investasi, dan dana idle. Pergerakan dana Pemda di
perbankan dapat dilihat dalam grafik berikut:

Gambar 4.6
Trend Dana Pemda di Perbankan 2010 2013
(data per Desember)

Sumber : Bank Indonesia (data diolah)

IV/132

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

5. Belum Optimalnya Kualitas Pengelolaan Administratif


Untuk menilai optimal atau tidaknya pengelolaan keuangan pemda dapat pula dengan
melihat hasil opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Hasil opini
BPK terhadap LKPD juga masih menunjukkan kondisi yang kurang menggebirakan.
Meskipun daerah yang mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat,
namun masih terdapat beberapa daerah yang mendapat opini disclaimer ataupun Tidak
Wajar.

Gambar 4.7
Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tahun 2008 - 2012

Sumber Data : Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK s.d. Semester I Tahun 2013

Dengan melihat kondisi-kondisi tersebut di atas, upaya perbaikan, percepatan dan


pengendalian terhadap belanja daerah perlu dilakukan. Transformasi yang dapat ditempuh
untuk mengatasi hal tersebut, antara lain dengan opsi kebijakan sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas belanja daerah


Peningkatan kualitas belanja daerah dapat ditempuh dengan membuat suatu
kebijakan yang dapat mendorong Pemda untuk disiplin dalam merencanakan dan
mengimplementasikan hal-hal yang menjadi prioritas di daerahnya. Kebijakan yang
diambil ini juga harus mampu mendorong Pemda untuk mengalokasikan belanja daerah
secara tepat, seperti misalnya meningkatkan alokasi belanja modal, menggunakan belanja

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/133

pegawai secara proporsional dan sesuai dengan kebutuhan, serta menyelenggarakan


pertanggungjawaban

terhadap

penggunaan

belanja

hibah

dan

bansos

secara

transparan. Dalam meningkatkan kualitas belanja daerah, Pemda juga perlu didorong
untuk menetapkan APBD tepat waktu, serta mencapai realisasi pendapatan dan belanja
sesuai rencana. Dalam hal pertanggungjawaban APBD juga Pemda perlu berupaya untuk
meningkatkan opini dari BPK, yaitu dengan memperoleh opini WTP.
Dalam meningkatkan kualitas belanja daerah, inisiatif yang dapat diambil yaitu:
a. Menyusun pedoman pengelolaan dana transfer.
Tujuannya adalah agar proses perencanaan, penganggaran, dan pengalokasian
dana transfer lebih mencerminkan prioritas nasional dan kebutuhan daerah serta
penggunaan dana transfer oleh daerah yang menjamin tersedianya layanan publik yang
lebih berkualitas.
b. Mempercepat penyampaian informasi seluruh alokasi dana transfer yang bertujuan
agar Pemda dapat menyelesaikan penyusunan anggaran tepat waktu.

2. Harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk pelayanan publik


yang efektif dan efisien.
Pembagian urusan antara pusat dengan daerah seringkali menimbulkan masalah di
daerah terutama dalam hal pendanaan. Pelayanan publik yang selama ini berasal dari
pendanaan pusat terkadang tumpang tindih dengan daerah. Hal ini perlu diperbaiki dengan
wacana menerapkan sanksi terhadap Kementerian/Lembaga (K/L) dan Daerah yang
mendanai kegiatan yang bukan urusannya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisisensi
anggaran dan perencanaan penganggaran yang berdasarkan pembagian urusan.

3. Mengembangkan keleluasaan belanja daerah yang bertanggung


jawab untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik
dasar.
Kuantitas dan kualitas pelayanan publik dasar merupakan salah satu acuan
utama dalam tujuan pencapaian pembangunan di daerah. Pemda semestinya terus
mengembangkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerahnya dengan
pengelolaan belanja daerah yang efisien dan efektif. Anggaran daerah disusun dengan

IV/134

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

berdasarkan pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai kriteria utama dan
mencerminkan program/kegiatan yang sifatnya jangka panjang. Inisiatif yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan indikator layanan publik dasar yang dapat digunakan dalam pengalokasian
Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini akan akan sangat membantu dalam menentukan
besaran Transfer DAK ke daerah yang sudah berdasarkan analisis kebutuhan yang
nyata yang harus dikeluarkan oleh Pemda, sehingga pada akhirnya dapat meningkatnya
kuantitas dan kualitas layanan publik dasar.
b. Menerapkan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dalam alokasi belanja
diperlukan dengan tujuan menjamin kejelasan hubungan antara perencanaan atau
prioritas pencapaian sektor dengan anggaran atau resource constraint.
c. Pengendalian SiLPA di daerah dengan tujuan mendorong efektifitas penggunaan APBD.

4. Membuat suatu mekanisme penilaian kinerja keuangan daerah


yang komprehensif.
Kinerja keuangan daerah yang dinilai secara komprehensif diyakini mampu
mendongkrak motivasi daerah untuk meningkatkan kualitas APBD. Selama ini kualitas
APBD yang dipotret melalui laporan monitoring dan evaluasi yang sebelumnya tidak terkait
langsung dengan pemberian insentif atau disinsentif atas dasar capaian kinerja keuangan
di daerah. Hal ini dapat diarahkan sebagai masukan bagi pusat maupun daerah untuk
perbaikan pelaksanaan kebijakan dan perbaikan kualitas APBD, melalui pemberian insentif
atau disinsentif yang terkait dengan kinerja keuangan daerah. Metodologi penilaian yang
komprehensif yang dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah meliputi input, output, dan
outcome di daerah sehingga dapat mendorong Pemda semakin memperhatikan seluruh
aspek keuangan di daerahnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai quality control untuk
pelaksanaan monitoring dan evaluasi bagi Pemerintah Pusat di mana daerah akan dikontrol
dalam penggunaan belanjanya sehingga memungkinkan penggunaan belanja yang
berkualitas. Selain itu, dengan adanya mekanisme penilaian kinerja keuangan daerah yang
komprehensif juga akan mendorong daerah dalam menyampaikan data realisasinya lebih
cepat, sehingga dapat diperoleh data sekunder pada Sistem Informasi Keuangan Daerah
(SIKD) dengan time lag yang semakin sempit untuk mengetahui informasi realisasi APBD.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/135

Dengan melihat hal tersebut di atas, dapat diambil langkah-langkah inisiatif dengan
menyusun pemeringkatan daerah sebagai bentuk penilaian kinerja keuangan daerah yang
terintegrasi dengan mekanisme pemberian insentif dengan tujuan mendorong Pemda untuk
meningkatkan kinerja keuangan daerah, kualitas output dan outcome pelayanan publik,
sehingga dapat meningkatkan penyediaan pelayanan publik (public service delivery) dan
kesejahteraan masyarakat (social welfare).

4.3. Peningkatan Kualitas Aparatur Daerah


Sebagai konsekuensi logis dengan pemberian kewenangan yang lebih luas melalui
desentralisasi fiskal sesuai prinsip money follows function, Pemerintah Pusat telah
mengalokasikan dana transfer ke daerah dalam APBN setiap tahun untuk menjamin bahwa
Pemda dapat menjalankan semua fungsinya dengan baik sehingga pelayanan terhadap
masyarakat yang lebih baik dapat segera terwujud. Aparat pengelola keuangan daerah
memegang peranan penting dalam pengelolaan dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan ke APBD, sumber penerimaan terbesar berasal dari transfer ke daerah yang
terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 dialokasikan sebesar Rp81 triliun
dan berkembang terus hingga mencapai Rp592 triliun pada tahun 2014 atau meningkat
hampir 7,5 kali lipat.
Besaran anggaran dari APBN tersebut menjadi magnitude yang paling dominan dalam
penerimaan APBD, yang apabila dikonsolidasi secara nasional mengalami peningkatan
yang signifikan. Total APBD consolidated semula pada tahun 2001 sebesar Rp150 triliun
menjadi Rp750 triliun pada tahun 2013. Untuk itu, pemanfaatan belanja dalam APBD yang
berkualitas menjadi vital untuk dilakukan perbaikan. Untuk mendorong peningkatan kualitas
pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah Pusat telah melakukan perbaikan sistem
penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang didukung
dengan peningkatan kapasitas (capacity building) Sumber Daya Manusia (SDM) Pemda.
Penyelenggaraan program capacity building bagi aparatur pengelola keuangan daerah
telah dirintis oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak Tahun 1981/1982. Dalam
bentuk short course serta pendidikan program master (strata 2) dan program doktoral
(Strata 3), program peningkatan kualitas pengelola keuangan daerah dilaksanakan bekerja
sama dengan Universitas Birmingham Inggris dengan bantuan pendanaan dari pemerintah
Kerajaan Inggris dan dengan peserta yang berasal dari para pengajar di perguruan

IV/136

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

tinggi, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Pusat serta PNS daerah. Sedangkan dalam
bentuk kursus atau pelatihan singkat di dalam negeri program dilaksanakan bekerjasama
dengan Universitas Indonesia dengan nama Latihan Keuangan Daerah (LKD) bagi pejabat
pemegang kebijakan strategis dan Kursus Keuangan Daerah (KKD) bagi pelaksana/staf
pengelola keuangan daerah.
Program LKD dan KKD diselenggarakan setiap tahun secara rutin. Untuk memperluas
jangkauan terhadap peserta dari seluruh Pemda di Indonesia, program ini kemudian
dikerjasamakan dengan beberapa Perguruan Tinggi negeri di Indonesia yang berperan
sebagai center penyelenggara pelatihan (selanjutnya disebut center). Center penyelenggara
berperan melaksanakan pelatihan dari mulai menyediakan sarana dan prasarana pelatihan
berupa sarana akomodasi dan tempat belajar sampai dengan menyediakan tenaga
pengajar pelatihan.
Program LKD dikerjasamakan dengan center Universitas Indonesia (UI) mulai 1981
dan center Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai tahun 1995. Dalam perjalanannya, pada
awal era penerapan onotomi daerah yaitu pada tahun 2001 sampai tahun 2003, program
ini sempat terhenti karena dinilai lebih tepat dilaksanakan sendiri oleh masing-masing
Pemda. Pada tahun 2004 program LKD kembali dilaksanakan karena desakan dari banyak
Pemda yang menilai bahwa program ini masih perlu diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat. Namun demikian, sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini program LKD ini kembali
dihentikan karena keterbatasan APBN.
Program KKD dikerjasamakan dengan center UI sejak tahun 1981, UGM mulai tahun
1991, Universitas Hasanuddin (Unhas) mulai tahun 1994, Universitas Andalas (Unand)
mulai tahun 1996, Universitas Brawijaya (Unibraw) mulai tahun 2007, Universitas Sam
Ratulangi (Unsrat) mulai tahun 2007, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) mulai
tahun 2013. Seperti halnya program LKD, program KKD juga sempat dihentikan ketika era
awal otonomi daerah yaitu pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Sampai dengan
saat ini program KKD masih dilaksanakan dan dikerjasamakan dengan 7 perguruan tinggi
penyelenggara tersebut.
Seiring perkembangan kebutuhan akan perbaikian kualitas LKPD, pada tahun 2007
diadakan program pelatihan khusus akuntansi yang diberi nama Kursus Keuangan Daerah
Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daerah (KKDK). Pada awal terbentuknya,
program KKDK dikerjasamakan dengan 6 center penyelenggara, kemudian pada tahun
2009 center STAN bergabung sebagai center penyelenggara KKDK.

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/137

Perjalanan panjang program capacity building dalam bentuk LKD, KKD, dan KKDK
tersebut telah menghasilkan banyak lulusan/alumni yang tersebar di seluruh penjuru
Indonesia. Samapai dengan tahun 2013, ketiga jenis kursus tersebut telah meluluskan
sebanyak 12.360 peserta dengan rincian: alumni LKD sebanyak 1.851 orang, alumni
KKD sebanyak 6.398 orang dan alumni KKDK sebanyak 4.110 orang. Secara rinci,
perkembangan jumlah peserta dari LKD, KKD, KKDK dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4
Tabel Perkembangan jumlah peserta kegiatan LKD, KKD, dan KKDK
No

Tahun

1.

Jumlah Peserta
LKD

KKD

KKDK

Jumlah

1981-2006

1.355

2.195

3.550

2.

2007

115

420

463

998

3.

2008

119

376

474

2.977

4.

2009

115

484

614

1.213

5.

2010

147

420

634

1.174

6.

2011

418

563

981

7.

2012

360

528

888

8.

2013

1.725

834

2559

Jumlah

1.851

6.398

4.110

12.359

Sumber: DJPK, data diolah

Dengan terus berkembangnya jumlah aparatur Pemda yang memahami dan


mempunyai kompetensi dibidang pengelolaan keuangan daerah, diharapkan tatakelola
keuangan daerah akan semakin membaik. Peningkatan capacity building dalam bentuk LKD,
KKD, dan KKDK bukanlah salah satu faktor penentu dari tercapainya kinerja pengelolaan
keuangan yang baik, tapi paling tidak perhatian Pemeritah Pusat c.q. Kemenkeu terhadap
peningkatan kualitas SDM di Pemda-Pemda sudah menunjukkan hasil positif.
Studi terkini berjudul Studi Efektivitas dan Dampak (impact assesment) Kursus
Keuangan Daerah (KKD) dan Kursus Keuangan Khusus Penatausahaan dan Akuntansi
Keuangan Daerh (KKDK) yang didukung oleh GIZ-Germany dibantu oleh para peneliti
yang memiliki expertise di bidang capacity building yaitu Prof. DR. Bambang Juanda, Dr.
Kodrat Wibowo, dan Lenard Milich (2013) menyimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut

IV/138

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

berkorelasi positif dengan perkembangan kualitas pengelolaan keuangan Pemda yang


diindikasikan dengan semakin baiknya opini yang diberikan oleh BPK atas LKPD, telah
mampu meningkatkan keterampilan manajemen keuangan publik, penganggaran yang
lebih baik, serta pemahaman atas prosedur dan laporan akuntansi keuagan daerah dari
aparat Pemda yang mengikuti pelatihan. Selain itu, Inspektorat Kemenkeu juga memberikan
penilaian positif atas terselenggaranya kegiatan KKD dan KKDK. Dalam laporan hasil audit
kinerja atas kegiatan KKD-KKDK TA 2012 menyebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan KKD
dan KKDk sudah cukup efektif dan perlu untuk terus ditingkatkan target peserta dengan
memprioritaskan daerah-daerah yang masih mendapat opini tidak memberikan pendapat
(TMP) dan tidak wajar (TW) dari BPK atas LKPD-nya.
Berbagai isu terkait pengelolaan keuangan daerah seperti rendahnya kualitas
pengelolaan keuangan daerah, keterlambatan penetapan APBD, LKPD yang didominasi
oleh opini WDP, TW dan TMP merupakan sebagian permasalahan klasik yang terus
membayangi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Isu-isu nasional tersebut
mendorong perubahan mendasar atas pelaksanaan kegiatan penguatan capacity building
ini yang tertuang dalam Cetak Biru: Transformasi Capacity Building Pengelola Keuangan
Daerah 2014 2025 yang merupakan bagian dari Cetak Biru Transformasi Kelembagaan
DJPK yang secara resmi sudah di-launching oleh Menkeu pada 11 Maret 2014.
Dalam cetak biru tersebut ditargetkan bahwa paling kurang 5 orang pejabat
pengelola keuangan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di seluruh Indonesia
(diperkirakan sekitar 82.000 orang) yang

terdiri dari bendahara, pejabat pengelola

keuangan/PPK, pejabat pelaksana teknis kegiatan/PPTK, Kuasa Pengguna Anggaran/KPA


dan Pengguna Anggaran/PA) mendapatkan pelatihan dan bimbingan teknis dalam bidang
pengelolaan keuangan dan akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, diharapkan
akan terjadi akselerasi perbaikan kinerja pengelolaan keuangan secara menyeluruh, tidak
hanya peningkatan kualitas LKPD tetapi juga kualitas pelayanan masyarakat yang berujung
pada segera tercapainya kesejahteraan masyarakat seperti yang dicita-citakan oleh sistem
pemerintahan yang terdesentralisasi ini.
Kebutuhan dana untuk melaksanakan transformasi capacity building tersebut cukup
besar yang diestimasi sekitar Rp534 milyar dalam kurun waktu minimal 2 (dua) tahun dan
tentunya tidak hanya mengandalkan sumber pendanaan APBN, namun perlu cost sharing
dari APBD sebagai wujud sharing burden and ownership karena rasa memiliki dan yang
memanfaatkan hasil dari capacity building adalah kembali lagi kepada Pemda dan Dewan

Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

IV/139

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Beberapa strategi sebagai langkah antasipasi telah
dipersiapkan diantaranya adalah dengan menjalin kerjasama dengan lembaga donor
internasional seperti Australia - Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) dan
Deutsche Gesellschaft fr Internationale Zusammenarbeit (GIZ)-Germany.
Disamping itu, peran dan komitmen Pemda sangat diharapkan dalam melaksanakan
transformasi capacity building ini karena penerima manfaat terbesar adalah Pemda.
Oleh karena itu, Pemda akan diajak serta mensukseskan Cetak Biru dalam bidang
peningkatan kapasitas SDM ini. Strategi jangka pendek untuk keterlibatan Pemda adalah
dengan mengubah skema cost sharing yang selama ini dilaksanakan, yaitu Pemda hanya
menanggung biaya transportasi (perjalanan dinas minus akomodasi dan konsumsi)
peserta. Diharapkan Pemda secara bertahap dapat meningkatkan porsi cost sharing
yaitu dengan menanggung semua biaya perjalanan dinas peserta yang dikirim (termasuk
akomodasi dan konsumsi). Strategi lainnya bagi daerah-daerah yang mempunyai kapasitas
tinggi akan didorong untuk melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas SDM-nya
dalam bidang pengelolaan keuangan secara mandiri, dalam arti pemda membiaya seluruh
kegiatan capacity building tersebut dan DJPK akan memafasilitasi kegiatan tersebut dalam
hal penyediaan kurikulum, modul, dan pengajar yang kompeten sesuai dengan kebutuhan
pelatihan.
Peningkatan kualitas SDM bidang pengelolaan keuangan yang serentak dan massif
diharapkan dapat menimbulkan efek yang signifikan terhadap peningkatan performa
pengelolaan keuangan daerah yang lebih transparan dan akuntabel dan alokasi belanja
yang responsif terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat, sehingga
pemberian pelayanan kepada masyarakat dapat memenuhi SPM dan bahkan Standar
Pelayanan Nasional (SPN), serta pembangunan daerah dapat mendorong pertumbuhan
perekonomian yang mampu menciptakan banyak lapangan pekerjaan, menekan tingkat
pengangguran dan mempercepat pengurangan kemiskinan.

IV/140

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Bab V
Penutup

Dengan kebijakan desentralisasi fiskal sesuai prinsip money follows function,


pemerintah pusat telah mengalokasikan dana transfer ke daerah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun kepada daerah. Dana transfer ke
daerah merupakan salah satu sumber pendapatan bagi daerah dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan daerah. Namun demikian, pada kenyataannya dana
transfer tersebut lebih banyak tersedot untuk belanja pegawai, sehingga anggaran untuk
membiayai pembangunan daerah sangat minim.
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dengan
ketersediaan dana yang dimiliki oleh masing-masing pemda. Dapat dikatakan hampir
semua penyelenggaraan pelayanan publik mengalami keterbatasan anggaran yang
menyebabkan tidak optimalnya pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Untuk menambah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka daerah diberikan
kewenangan yang lebih besar di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing
empowerment). Dengan kebijakan tersebut diharapkan daerah dapat menyediakan
anggaran yang lebih untuk memenuhi kebutuhan dana dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Namun demikian, Pemda juga harus bijak dalam membelanjakan uangnya dengan
memprioritaskan untuk belanja publik sesuai dengan apa yang paling dibutuhkan oleh
masyarakatnya. Belanja publik tersebut harus harmonis antara pusat dan daerah agar
penyelenggaraan pelayanan publik menjadi efektif dan efisien. Jangan sampai terjadi
pendanaan ganda untuk jenis pelayanan publik yang sama, baik yang dibiayai melalui
pendanaan dari Kementerian dan Lembaga (K/L) ataupun melalui Dana Alokasi Khusus
(DAK).

Penutup

V/141

Tidak dapat dipungkiri salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan suatu daerah adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan SDM yang
unggul dan produktif, maka tujuan pembangunan daerah akan berhasil dicapai secara
efektif dan efisien. Namun demikian, tidak mudah untuk menemukan SDM yang unggul dan
produktif dalam mengelola keuangan daerah terutama untuk daerah-daerah pemekaran.
Dalam rangka untuk memenuhi SDM tersebut, sudah disusun rencana Kursus Keuangan
Daerah (KKD) dan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan
Daerah (KKDK). Dengan terus berkembangnya jumlah aparatur pemerintah daerah
yang memahami dan mempunyai kompetensi dibidang pengelolaan keuangan daerah,
diharapkan tata kelola keuangan daerah akan semakin membaik. Harapan ke depan
dengan aparatur pemda yang kompeten dalam pengelolaan keuangan daerah akan
menjamin bahwa pemda dapat menjalankan semua fungsinya dengan baik sehingga
pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik dapat segera terwujud.

V/142

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

DAFTAR PUSTAKA

Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 20142025, Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Maret 2014
Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014: Memantapkan Perekonomian
Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan, Kementerian
Perencanaan

Pembangunan

Nasional/Badan

Perencanaan

Pembangunan

Nasional, April 2013


Buku Pelengkap Buku Pegangan 2013: Affirmative Policy Dalam Percepatan Pembangunan
Daerah

Untuk

Peningkatan

Kesejahteraan

Rakyat

Direktorat,

Jenderal

Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, April 2013


Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2014
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2014.
PMK Nomor 8/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Tahun
Anggaran 2014
PMK Nomor 145/PMK.07/2013 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer
PMK Nomor 180/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus
Tahun Anggaran 2014
PMK Nomor 202/PMK.07/2013 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Tahun
Anggaran 2014
PMK Nomor 183 /PMK.07/2013 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran
Transfer ke Daerah

Daftar Pustaka

143

PMK Nomor 125/PMK.07/2013 tentang Batas Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan


dan Belanja Daerah. Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2014.
PMK Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok
PMK Nomor 74 Tahun 2013 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam
rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk
Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2014
PMK Nomor 103/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana
Keistimewaan DIY
PMK Nomor 81/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat
PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerimaan Hibah.
PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.
PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.
Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
Kementerian Keuangan.
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Daerah (SEKDA), Bank Indonesia.
Modul Pengelolaan Keuangan Negara, Badan Pendidikan dan Pelatiahan Keuangan,
Kementerian Keuangan, 2011
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.

144

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013.
UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012.
UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012.

Daftar Pustaka

145

146

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

147

149.576.889

11.755.540.626

22 Kab. Bener Meriah

3.259.730.752

14.075.988.409

54.901.901.210

20 Kab. Gayo Lues

21 Kab. Aceh Tamiang

149.576.889

12.448.928.944

19 Kab. Aceh Barat Daya

149.576.889

340.142.427

149.576.889

149.576.889

15.527.927.076

12.446.790.381

17 Kab. Nagan Raya

149.576.889

149.576.889

149.576.889

18 Kab. Aceh Jaya

16.813.436.039

38.726.333.609

15 Kota Langsa

28.251.445.700

13.199.983.641

13 Kota Banda Aceh

14 Kota Sabang

16 Kota Lhokseumawe

149.576.889

11.377.662.001

12 Kab. Simeulue

292.501.043

13.634.836.679

11 Kab. Pidie

149.576.889

149.576.889

22.777.823.215

195.481.411.358

Kab. Aceh Utara

149.576.889

149.576.889

532.779.330

149.576.889

149.576.889

451.996.113

149.576.889

3.290.691.560

DBH CHT **)

10 Kab. Bireun

11.076.917.446

50.415.254.140

Kab. Aceh Tenggara

Kab. Aceh Timur

14.683.296.457

13.940.076.125

15.408.140.010

16.371.519.195

12.848.672.515

197.662.588.079

DBH PAJAK *)

Kab. Aceh Singkil

Kab. Aceh Tengah

Kab. Aceh Selatan

Kab. Aceh Besar

Provinsi Aceh

Kab. Aceh Barat

Nama Daerah

No

7.755.831.093

38.845.515.089

8.976.720.693

8.969.528.856

8.014.076.173

10.850.501.307

7.755.831.093

7.928.540.842

7.800.405.770

7.755.831.093

7.755.831.093

9.517.436.839

7.893.584.391

122.708.309.422

7.922.930.428

8.279.587.893

10.869.486.251

8.153.572.688

8.938.129.853

9.006.445.398

13.566.419.511

924.563.573.779

DBH SDA**)

410.897.128.000

467.034.124.000

403.096.648.000

406.138.315.000

382.101.138.000

500.941.291.000

469.956.588.000

419.767.005.000

324.038.882.000

610.554.730.000

378.859.516.000

746.937.953.000

770.780.301.000

755.061.139.000

703.898.153.000

520.394.600.000

564.691.527.000

380.851.529.000

582.668.161.000

673.776.666.000

550.414.472.000

1.201.612.787.000

DAU

46.127.280.000

46.182.210.000

40.619.070.000

49.904.630.000

42.908.680.000

56.245.710.000

33.752.780.000

32.355.330.000

31.401.610.000

38.833.120.000

55.142.390.000

65.717.570.000

61.083.950.000

70.250.520.000

72.135.820.000

46.192.990.000

48.446.100.000

41.169.750.000

49.874.560.000

58.845.450.000

54.522.690.000

72.953.790.000

DAK

14.198.010.000

11.266.420.000

17.536.340.000

12.104.410.000

18.313.580.000

11.885.080.000

19.550.500.000

10.478.890.000

13.359.280.000

18.322.880.000

16.899.380.000

DAK TAMBAHAN

6.824.386.514.000

OTSUS

2.894.250.000

1.859.120.000

2.022.570.000

2.738.750.000

2.292.750.000

1.601.000.000

885.000.000

3.299.250.000

1.988.000.000

2.714.250.000

4.454.750.000

2.033.250.000

2.962.500.000

2.533.500.000

4.173.500.000

3.744.000.000

279.000.000

TAMSIL**)

Lampiran
ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2014

38.454.629.000

62.527.203.000

31.120.072.000

56.857.128.000

16.530.702.000

47.564.907.000

66.547.971.000

70.820.311.000

19.791.254.000

114.931.514.000

32.493.550.000

119.383.507.000

128.788.545.000

133.473.876.000

69.310.910.000

42.505.965.000

61.529.072.000

29.087.676.000

75.728.981.000

103.820.408.000

70.549.565.000

TJ. PROF

3.000.000.000

3.000.000.000

24.281.447.000

3.000.000.000

DID

463.066.040.000

BOS

532.422.811.146

671.499.650.188

514.437.219.854

552.004.447.689

476.994.123.443

654.886.243.272

618.490.080.591

547.834.199.770

400.266.712.300

824.757.664.682

500.962.855.983

957.471.804.561

994.188.030.495

1.277.124.832.669

927.837.894.457

630.632.887.228

703.714.761.038

486.364.570.702

750.300.328.752

883.595.364.706

722.694.775.915

9.687.814.984.418

JUMLAH TOTAL
2014

148

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

175.540.897

310.145.782

27.065.948.676

9.638.953.288

32 Kab. Mandailing Natal

33 Kab. Nias

175.540.897

175.540.897

18.074.230.034

14.056.714.980

15.576.058.784

16.189.970.706

41.165.069.891

45 Kota Padang Sidimpuan

46 Kab. Pakpak Bharat

47 Kab. Nias Selatan

Kab. Humbang
48
Hasundutan

49 Kab. Serdang Bedagai

11.899.160.365

13.925.038.976

43 Kota Tanjung Balai

44 Kota Tebing Tinggi

21.998.750.938

15.271.824.923

41 Kota Pematang Siantar

42 Kota Sibolga

23.463.347.819

215.848.707.673

39 Kota Binjai

17.027.651.600

15.060.164.363

37 Kab. Tapanuli Utara

38 Kab. Toba Samosir

40 Kota Medan

175.549.057

18.380.566.777

36 Kab. Tapanuli Tengah

175.540.897

516.002.397

175.540.897

175.540.897

175.540.897

175.540.897

175.540.897

175.540.897

3.863.418.573

650.452.217

461.370.585

175.540.897

175.540.897

56.686.549.436

28.293.207.581

34 Kab. Simalungun

35 Kab. Tapanuli Selatan

190.926.663

713.082.818

40.448.196.093

987.407.464

110.724.922.904

15.764.717.007

29 Kab. Tanah Karo

829.072.997

30 Kab. Labuhan Batu

54.771.883.437

28 Kab. Deli Serdang

547.725.330

175.540.897

5.617.308.688

258.323.528

149.576.889

DBH CHT **)

31 Kab. Langkat

56.348.591.693

17.794.646.878

26 Kab. Asahan

442.142.894.933

25 Provinsi Sumatera Utara

27 Kab. Dairi

10.856.378.927

10.844.813.908

DBH PAJAK *)

23 Kota Subulussalam

Nama Daerah

24 Kab. Pidie Jaya

No

1.950.348.973

5.017.393.642

20.662.680.154

5.012.331.432

3.429.420.973

1.950.348.973

1.950.348.973

1.950.348.973

1.950.348.973

1.950.348.973

2.638.201.973

2.187.921.026

5.347.537.730

2.657.024.173

19.880.515.315

14.201.649.269

1.950.348.973

9.013.978.080

9.448.165.973

1.999.254.009

2.061.540.678

2.049.882.973

3.295.192.171

1.950.348.973

28.023.150.093

7.791.608.373

8.018.663.916

DBH SDA**)

698.412.747.000

487.059.684.000

455.533.985.000

313.591.345.000

470.353.368.000

385.030.433.000

387.259.055.000

371.812.825.000

519.435.661.000

1.393.504.580.000

526.069.678.000

495.377.257.000

596.841.256.000

541.491.907.000

573.244.182.000

1.077.985.764.000

347.698.829.000

692.133.576.000

1.039.650.946.000

561.476.208.000

686.834.562.000

1.363.811.250.000

532.723.259.000

795.350.930.000

1.349.132.276.000

391.789.535.000

278.513.125.000

DAU

69.564.970.000

56.959.620.000

79.400.610.000

48.322.960.000

38.329.260.000

36.231.720.000

34.027.320.000

33.880.280.000

32.662.570.000

74.109.590.000

31.534.230.000

67.784.130.000

48.316.860.000

61.641.680.000

63.547.730.000

78.063.890.000

58.041.360.000

59.875.530.000

67.162.550.000

40.224.710.000

56.292.580.000

104.687.700.000

48.992.230.000

67.954.340.000

79.637.850.000

43.708.390.000

27.329.480.000

DAK

15.734.580.000

13.861.990.000

14.048.160.000

14.050.900.000

11.992.600.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

883.500.000

1.053.750.000

4.192.500.000

2.292.450.000

1.223.750.000

150.000.000

373.170.000

1.354.500.000

182.620.000

6.139.500.000

543.500.000

751.250.000

3.629.190.000

3.874.250.000

3.448.250.000

1.260.000.000

6.165.120.000

10.182.000.000

1.283.750.000

4.114.000.000

4.830.370.000

3.021.000.000

2.063.740.000

368.250.000

1.319.500.000

2.676.000.000

TAMSIL**)

130.615.053.000

80.090.754.000

51.531.010.000

52.594.560.000

78.051.046.000

68.482.763.000

46.579.070.000

51.142.901.000

143.508.797.000

358.604.640.000

104.068.432.000

118.706.054.000

103.243.662.000

73.140.347.000

51.332.350.000

220.763.020.000

8.710.611.000

95.305.323.000

216.095.619.000

78.911.341.000

111.329.290.000

307.279.981.000

78.460.689.000

151.185.859.000

68.339.926.000

15.992.673.000

TJ. PROF

3.000.000.000

3.000.000.000

DID
-

1.540.512.940.000

BOS

942.767.229.761

649.887.174.745

642.806.964.835

449.907.892.309

609.636.615.904

505.945.844.846

482.263.665.235

475.588.220.793

723.602.166.484

2.050.807.818.863

688.492.930.689

700.042.325.446

774.867.527.915

715.409.475.847

739.921.775.793

1.448.011.018.487

441.526.543.158

889.750.402.419

1.453.977.286.695

724.518.999.999

877.384.097.149

1.838.260.140.407

684.834.742.379

1.075.029.350.563

3.445.434.669.714

536.044.696.809

346.535.897.732

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

149

170.583.334

402.490.666

11.850.379.605

10.885.538.466

62 Kab. Kepulauan Mentawai

63 Kab. Padang Pariaman

170.583.334

170.583.334

170.583.334

12.401.111.476

9.756.711.885

60.190.685.027

9.902.308.985

10.786.614.850

10.247.604.444

13.009.860.756

69 Kota Bukit Tinggi

70 Kota Padang Panjang

71 Kota Padang

72 Kota Payakumbuh

73 Kota Sawahlunto

74 Kota Solok

75 Kota Pariaman

20.006.472.372

460.780.479

470.536.217

14.014.070.044

12.601.847.347

67 Kab. Solok

68 Kab. Tanah Datar

76 Kab. Pasaman Barat

170.583.334

13.864.445.866

66 Kab. Sijunjung

170.583.334

170.583.334

170.583.334

435.068.474

459.934.189

170.583.334

12.923.276.467

19.193.364.073

64 Kab. Pasaman

65 Kab. Pesisir Selatan

170.583.334

405.897.597

2.482.792.394

13.946.032.740

16.155.914.759

60 Kab. Limapuluh Kota

3.070.500.010

61 Kab. Agam

10.413.850.406

127.273.572.578

58 Kota Gunungsitoli

59 Provinsi Sumatera Barat

175.540.897

175.540.897

175.540.897

9.484.875.923

175.540.897

175.540.897

175.540.897

175.540.897

175.540.897

175.540.897

DBH CHT **)

8.357.336.380

56 Kab. Nias Utara

57 Kab. Nias Barat

26.680.989.536

29.860.809.945

24.899.572.922

Kab. Labuhan Batu


53
Selatan

54 Kab. Padang Lawas Utara

31.769.058.307

52 Kab. Labuhan Batu Utara

55 Kab. Padang Lawas

11.982.916.406

24.296.013.059

DBH PAJAK *)

50 Kab. Samosir

Nama Daerah

51 Kab. Batubara

No

3.949.894.050

2.630.638.000

2.630.638.000

14.555.470.962

2.630.638.000

2.633.936.176

2.630.638.000

2.630.638.000

2.688.012.092

6.008.613.982

17.070.405.891

3.535.971.042

4.020.694.962

2.630.638.000

7.777.864.209

2.707.493.677

2.864.844.690

21.079.232.656

1.950.348.973

1.950.348.973

1.950.348.973

8.061.453.730

5.123.644.973

2.424.918.762

2.946.468.013

1.950.348.973

6.335.548.993

DBH SDA**)

580.406.954.000

386.256.228.000

354.372.862.000

336.999.766.000

412.929.814.000

1.060.917.648.000

341.743.153.000

404.285.567.000

650.563.368.000

651.730.691.000

498.591.200.000

753.984.939.000

542.067.878.000

683.752.765.000

531.389.939.000

739.359.873.000

700.183.206.000

1.129.886.306.000

383.524.614.000

279.674.672.000

355.354.627.000

408.043.834.000

418.726.923.000

450.151.264.000

503.053.678.000

591.720.062.000

441.619.455.000

DAU

62.395.550.000

38.438.430.000

32.287.100.000

31.072.890.000

32.503.170.000

76.349.870.000

31.839.720.000

33.148.850.000

60.905.780.000

73.179.100.000

57.928.460.000

85.835.990.000

50.669.030.000

82.277.990.000

80.277.160.000

73.233.820.000

59.929.540.000

54.108.200.000

32.231.500.000

41.663.010.000

59.275.900.000

34.723.910.000

36.461.510.000

52.260.820.000

46.487.070.000

51.819.020.000

46.700.960.000

DAK

16.556.680.000

17.660.780.000

15.098.800.000

21.729.630.000

25.931.260.000

23.103.860.000

7.721.680.000

14.675.230.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

2.140.750.000

1.684.000.000

684.000.000

411.000.000

748.750.000

405.220.000

802.000.000

888.000.000

2.659.750.000

4.297.750.000

1.500.750.000

3.239.750.000

1.415.750.000

3.448.270.000

584.250.000

2.393.940.000

738.000.000

1.430.750.000

1.876.870.000

2.109.940.000

1.690.250.000

1.969.250.000

1.372.850.000

TAMSIL**)

91.473.215.000

92.560.378.000

39.090.893.000

34.375.227.000

59.267.994.000

323.050.825.000

29.781.365.000

60.821.658.000

135.457.968.000

134.533.707.000

61.847.305.000

138.110.462.000

97.604.144.000

153.638.200.000

3.856.074.000

169.488.753.000

133.392.591.000

44.984.409.000

23.772.766.000

18.381.605.000

38.028.900.000

33.820.182.000

45.082.567.000

64.810.124.000

82.017.037.000

51.278.607.000

TJ. PROF
-

3.000.000.000

3.000.000.000

3.000.000.000

DID
-

552.263.610.000

BOS

777.100.098.756

534.750.118.090

442.483.680.778

428.636.037.286

518.442.609.174

1.523.313.547.537

416.327.391.219

514.260.407.810

866.575.511.656

897.587.742.505

667.230.950.091

1.026.858.689.449

709.188.264.095

962.526.724.800

658.425.860.148

1.002.767.502.033

916.247.276.824

1.891.265.671.244

475.674.203.276

364.053.354.250

460.728.877.793

520.771.318.572

523.098.730.406

574.994.683.581

650.932.189.217

753.947.271.929

559.465.878.296

JUMLAH TOTAL
2014

150

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

557.486.112.441

363.514.211.686

54.333.243.011

79 Provinsi Riau

80 Kab. Bengkalis

81 Kab. Indragiri Hilir

170.583.334

246.929.308

48.197.914.185

128.926.063.613

69.505.441.244

190.229.820.788

90 Kota Pekanbaru

91 Kab. Kepulauan Meranti

92 Provinsi Kepulauan Riau

62.871.715.021

184.446.680.975

107.068.695.001

38.147.858.222

12.979.763.644

99 Kab. Kepulauan Anambas

100 Provinsi Jambi

101 Kab. Batanghari

102 Kab. Bungo

103 Kab. Kerinci

33.289.112.462

29.014.610.898

97 Kota Tanjung Pinang

98 Kab. Lingga

48.971.768.314

130.246.839.217

95 Kab. Karimun

96 Kota Batam

38.403.529.750

1.481.575.851

262.016.825.100

88 Kab. Siak

89 Kota Dumai

136.850.067.205

88.236.773.399

93 Kab. Bintan

189.202.172.357

86 Kab. Rokan Hilir

87 Kab. Rokan Hulu

94 Kab. Natuna

37.540.204.474

128.604.845.156

84 Kab. Kuantan Singingi

85 Kab. Pelalawan

1.830.348.062

179.651.372

179.651.372

1.796.513.719

246.929.308

246.929.308

246.929.308

1.975.434.468

246.929.308

246.929.308

97.292.066.255

155.173.911.922

82 Kab. Indragiri Hulu

83 Kab. Kampar

170.583.334

19.032.104.960

DBH CHT **)

15.947.245.399

DBH PAJAK *)

77 Kab. Dharmasraya

Nama Daerah

78 Kab. Solok Selatan

No

73.094.174.222

104.719.744.141

89.137.402.401

367.789.327.357

464.182.156.057

267.558.953.713

260.349.861.404

254.405.955.057

275.583.872.945

643.990.326.057

267.041.327.558

834.123.294.128

479.509.080.001

424.371.075.875

433.133.766.811

1.204.443.889.186

437.897.579.698

1.168.594.280.241

461.923.697.803

432.017.591.392

998.208.404.912

459.114.766.509

474.579.671.164

2.443.775.986.217

2.333.990.780.646

18.033.455.520

14.835.759.335

DBH SDA**)

545.365.585.000

579.600.648.000

527.233.482.000

948.337.712.000

215.651.064.000

316.390.446.000

360.587.451.000

559.103.958.000

324.170.518.000

187.950.770.000

304.974.241.000

698.009.318.000

371.269.172.000

809.987.156.000

359.840.493.000

276.181.935.000

571.522.210.000

413.982.787.000

536.384.455.000

618.821.044.000

742.583.673.000

631.168.431.000

847.860.750.000

85.777.928.000

820.984.584.000

406.540.345.000

450.393.254.000

DAU

50.485.980.000

61.138.860.000

28.209.030.000

49.355.510.000

49.505.910.000

15.395.600.000

56.687.430.000

9.306.480.000

60.158.970.000

17.294.000.000

41.678.090.000

1.944.790.000

45.643.430.000

14.097.620.000

10.582.320.000

39.592.190.000

13.974.540.000

12.166.190.000

48.755.370.000

11.923.740.000

66.555.430.000

35.738.130.000

43.737.510.000

53.570.450.000

58.360.940.000

DAK

12.197.610.000

15.678.330.000

18.893.830.000

12.519.690.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

1.410.000.000

2.963.250.000

1.071.750.000

3.405.500.000

763.500.000

1.667.000.000

1.733.000.000

1.936.750.000

1.647.200.000

57.000.000

1.722.670.000

672.810.000

2.912.000.000

5.762.250.000

1.282.830.000

2.899.250.000

1.890.750.000

2.342.800.000

4.479.000.000

4.878.500.000

6.000.000.000

289.500.000

2.231.550.000

2.302.000.000

TAMSIL**)

80.929.209.000

84.638.399.000

66.568.543.000

7.838.096.000

30.606.660.000

54.085.728.000

56.315.085.000

60.434.081.000

68.306.798.000

46.386.190.000

38.320.819.000

193.809.735.000

69.830.199.000

65.495.514.000

69.740.050.000

42.401.009.000

50.720.832.000

91.513.208.000

144.645.939.000

116.921.553.000

84.047.943.000

94.996.073.000

49.400.193.000

50.979.259.000

TJ. PROF
-

3.000.000.000

19.650.584.000

23.762.476.000

23.444.300.000

3.000.000.000

3.000.000.000

22.587.378.000

DID
-

341.454.970.000

174.662.360.000

648.146.530.000

BOS

764.685.059.928

869.835.160.735

824.360.053.774

1.912.831.298.051

813.565.230.386

662.618.699.919

709.322.582.174

1.084.164.177.742

743.890.949.567

1.115.118.940.570

678.993.417.616

1.943.241.458.767

962.271.972.245

1.603.410.270.488

911.002.372.996

1.847.735.161.286

1.183.741.183.097

1.855.055.268.598

1.194.507.619.959

1.193.948.987.866

2.091.710.098.834

1.320.899.556.764

1.532.255.537.175

3.029.802.328.903

4.404.635.017.087

564.787.652.253

608.593.590.629

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

151

21.811.091.276

Kab. Ogan Komering


125
Ulu Timur

60.421.943.734

65.954.117.043

Kab. Penukal Abab


128
Lematang Ilir

129 Kab. Musi Rawas Utara

20.766.240.576

127 Kab. Empat Lawang

17.824.902.416

52.393.907.754

124 Kab. Ogan Ilir

Kab. Ogan Komering Ulu


Selatan

116.813.387.924

123 Kab. Banyuasin

126

19.838.579.190

50.244.284.757

121 Kota Lubuk Linggau

17.178.947.233

120 Kota Pagar Alam

122 Kota Prabumulih

111.925.854.935

119 Kota Palembang

122.703.941

51.652.631.753

59.096.283.398

117 Kab. Ogan Komering Ilir

118 Kab. Ogan Komering Ulu

86.235.419

101.443.648.952

302.767.237.690

115 Kab. Musi Rawas

116 Kab. Muara Enim

190.167.909

39.350.606

36.468.522

122.703.941

1.772.959.645

415.192.886

122.703.941

122.703.941

122.703.941

176.457.490

226.511.401

122.703.941

122.703.941

83.353.335

122.703.941

85.986.752.329

433.775.575.445

113 Kab. Lahat

114 Kab. Musi Banyuasin

1.717.855.175

212.443.736

179.651.372

496.197.186.415

8.696.656.042

112 Provinsi Sumatera Selatan

111 Kota Sungai Penuh

179.651.372

52.857.424.927

51.619.158.677

109 Kab. Tebo

110 Kota Jambi

179.651.372

75.703.741.675

108 Kab. Tanjung Jabung Timur

179.651.372

179.651.372

58.813.756.125

84.656.696.629

106 Kab. Sarolangun

107 Kab. Tanjung Jabung Barat

711.862.573

179.651.372

41.678.113.308

DBH CHT **)

76.917.141.949

DBH PAJAK *)

104 Kab. Merangin

Nama Daerah

105 Kab. Muaro Jambi

No

187.667.276.162

138.751.764.912

215.887.676.408

215.446.145.528

222.151.771.817

229.209.139.728

275.088.537.663

226.762.184.568

214.132.452.728

214.157.943.078

214.132.452.728

262.472.508.922

224.683.142.205

506.089.451.114

277.037.854.122

2.065.852.483.984

384.409.081.297

1.509.844.091.441

73.094.174.222

81.807.160.159

98.818.679.930

270.181.689.087

416.052.527.765

112.855.981.044

98.156.689.109

79.083.592.319

DBH SDA**)

284.408.593.000

110.386.837.000

360.871.981.000

512.126.270.000

680.713.525.000

561.376.933.000

824.218.824.000

383.313.715.000

414.757.867.000

354.727.429.000

1.203.662.453.000

568.771.201.000

931.158.869.000

593.564.398.000

420.562.346.000

411.869.675.000

615.240.306.000

985.542.760.000

365.298.130.000

678.620.172.000

509.396.969.000

455.996.416.000

429.955.329.000

521.591.109.000

565.256.883.000

633.657.922.000

DAU

49.150.990.000

50.150.370.000

67.063.390.000

59.065.270.000

96.004.590.000

32.536.350.000

44.038.200.000

36.716.820.000

66.056.370.000

9.266.190.000

72.322.110.000

59.604.080.000

68.285.030.000

24.077.660.000

60.680.800.000

62.754.900.000

27.039.360.000

50.248.330.000

50.680.030.000

16.298.880.000

1.802.400.000

47.315.940.000

48.929.950.000

49.331.620.000

DAK

13.727.680.000

10.440.230.000

15.065.790.000

16.263.440.000

16.548.650.000

14.546.250.000

22.151.320.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

1.587.000.000

1.320.000.000

2.417.750.000

4.454.500.000

3.772.250.000

7.378.500.000

5.151.750.000

1.096.810.000

1.372.500.000

5.291.160.000

729.250.000

4.634.500.000

2.742.000.000

3.981.000.000

5.143.940.000

2.493.450.000

534.000.000

608.250.000

1.579.250.000

669.870.000

10.355.750.000

1.945.750.000

2.218.500.000

16.828.500.000

TAMSIL**)

12.172.972.000

15.385.300.000

42.544.653.000

31.377.330.000

124.205.637.000

68.802.634.000

110.263.617.000

39.798.567.000

56.220.033.000

38.539.329.000

397.852.996.000

61.884.716.000

99.674.758.000

106.743.478.000

45.557.104.000

75.279.860.000

106.615.200.000

62.151.663.000

146.714.108.000

69.423.650.000

63.519.498.000

55.172.950.000

56.868.022.000

79.804.461.000

91.307.722.000

TJ. PROF
-

3.000.000.000

3.000.000.000

2.000.000.000

22.858.970.000

3.000.000.000

DID
-

805.514.020.000

BOS

546.297.135.502

331.834.487.477

705.489.674.925

843.592.707.589

1.123.132.857.979

993.414.878.423

1.446.926.850.528

733.874.615.266

751.163.589.408

662.919.479.712

2.021.902.960.604

962.342.853.261

1.400.797.364.899

1.571.596.880.223

931.496.586.409

3.016.121.898.370

1.277.767.077.535

3.862.104.813.031

537.100.677.000

1.009.188.580.208

782.935.655.229

882.549.746.134

998.175.304.766

799.570.209.541

874.463.276.430

912.599.332.200

JUMLAH TOTAL
2014

152

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

48.166.071.191

18.961.849.678

32.686.902.455

154 Kab. Lampung Timur

155 Kab. Tanggamus

156 Kab. Tulang Bawang

43.249.238.554

22.764.837.864

152 Kab. Lampung Tengah

153 Kab. Lampung Utara

282.861.683

574.005.220

2.310.839.558

944.474.354

750.163.030

766.941.890

466.264.088

11.119.845.729

22.026.418.896

150 Kab. Lampung Barat

151 Kab. Lampung Selatan

3.909.120.515

135.650.777.115

9.660.516.982

149 Provinsi Lampung

148 Kab. Bengkulu Tengah

12.270.084.836

10.983.205.606

146 Kab. Lebong

13.119.680.755

18.035.127.820

144 Kab. Seluma

145 Kab. Mukomuko

147 Kab. Kepahiang

12.014.201.222

143 Kab. Kaur

11.493.039.480

20.896.336.676

141 Kab. Rejang Lebong

142 Kota Bengkulu

10.358.937.367

17.703.406.210

139 Kab. Bengkulu Selatan

140 Kab. Bengkulu Utara

23.624.617.710

45.565.620.847

137 Kab. Belitung Timur

138 Provinsi Bengkulu

17.273.780.852

19.883.237.401

135 Kab. Bangka Tengah

136 Kab. Bangka Barat

23.485.042.814

17.346.416.665

133 Kota Pangkal Pinang

134 Kab. Bangka Selatan

19.269.186.138

132 Kab. Belitung

49.381.644.011

DBH CHT **)

19.226.996.298

DBH PAJAK *)

130 Provinsi Bangka Belitung

Nama Daerah

131 Kab. Bangka

No

25.227.439.306

30.880.307.687

97.872.311.266

24.540.941.578

24.578.606.173

24.604.525.288

12.358.416.232

165.863.686.685

58.477.024.220

12.875.165.411

13.185.572.963

13.617.389.411

15.750.313.628

14.163.306.083

12.875.165.411

12.914.956.663

69.988.596.137

13.267.585.220

58.150.228.526

46.222.864.801

65.426.914.273

38.455.111.435

45.574.597.153

31.908.558.049

43.009.494.497

105.363.943.521

116.534.311.392

DBH SDA**)

533.313.684.000

669.512.156.000

940.041.243.000

838.661.589.000

1.177.513.282.000

847.657.151.000

388.754.357.000

1.136.053.041.000

379.669.582.000

402.021.565.000

373.700.225.000

454.993.409.000

444.698.984.000

371.883.436.000

602.742.391.000

541.451.989.000

558.467.872.000

490.436.878.000

955.095.187.000

392.975.926.000

413.680.194.000

377.712.293.000

413.170.287.000

414.685.923.000

428.619.259.000

492.721.831.000

806.820.146.000

DAU

59.728.060.000

84.431.860.000

66.462.790.000

69.050.040.000

83.469.500.000

96.471.570.000

64.692.260.000

48.851.620.000

43.166.040.000

46.116.560.000

47.077.600.000

53.122.130.000

53.117.710.000

56.353.730.000

51.533.280.000

47.344.430.000

57.578.740.000

49.499.850.000

53.927.020.000

41.746.080.000

41.455.370.000

41.380.760.000

47.917.610.000

40.868.600.000

48.319.720.000

48.389.000.000

43.372.460.000

DAK

20.265.370.000

17.378.520.000

9.416.250.000

12.900.450.000

12.933.040.000

12.260.280.000

16.987.330.000

13.074.010.000

14.596.050.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

2.153.500.000

3.186.000.000

3.998.000.000

1.199.190.000

1.829.500.000

3.966.000.000

285.750.000

1.454.310.000

3.059.500.000

1.383.250.000

1.850.000.000

854.380.000

2.908.710.000

3.051.750.000

1.892.500.000

1.037.720.000

168.750.000

1.441.250.000

1.369.490.000

1.203.750.000

1.432.500.000

990.500.000

1.551.500.000

1.959.040.000

TAMSIL**)
-

55.891.030.000

120.965.778.000

243.315.235.000

184.599.124.000

250.525.694.000

160.426.647.000

52.302.207.000

44.282.215.000

43.896.572.000

45.832.121.000

56.621.983.000

51.002.526.000

35.937.107.000

163.431.417.000

101.927.561.000

82.198.929.000

75.081.325.000

41.514.730.000

48.504.139.000

82.301.727.000

30.093.580.000

72.152.289.000

98.333.532.000

58.517.134.000

TJ. PROF
-

23.326.051.000

3.000.000.000

2.000.000.000

2.000.000.000

2.000.000.000

2.000.000.000

2.000.000.000

23.137.882.000

3.000.000.000

DID

751.815.680.000

204.707.510.000

131.299.480.000

BOS

709.283.477.444

928.511.956.585

1.402.166.490.015

1.160.826.376.796

1.604.611.724.757

1.153.782.754.074

554.037.870.049

2.244.429.675.315

548.125.938.202

531.853.018.017

508.381.893.799

610.500.319.231

595.530.924.383

508.334.500.305

851.478.590.087

718.183.726.143

787.830.043.347

639.682.295.587

1.319.614.316.373

547.525.468.511

590.319.344.674

581.465.304.287

570.131.040.818

584.090.912.863

639.102.691.635

729.177.944.819

1.147.408.041.403

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

153

2.138.519.946

230.419.761.885

183 Kota Bandung

12.386.625.367

41.812.292.688

68.972.762.366

41.788.763.796

2.736.806.744

2.961.874.512

108.380.733.998

179 Kab. Subang

180 Kab. Sukabumi

181 Kab. Sumedang

7.351.233.853

2.721.990.371

50.722.288.644

58.247.754.929

177 Kab. Majalengka

178 Kab. Purwakarta

182 Kab. Tasikmalaya

3.332.225.043

34.803.545.350

176 Kab. Kuningan

2.721.990.371

2.722.942.152

2.746.519.732

33.531.360.652

120.366.003.149

190.774.470.650

174 Kab. Indramayu

17.272.188.379

3.922.058.488

2.819.782.408

175 Kab. Karawang

55.580.696.802

80.094.824.339

172 Kab. Cirebon

173 Kab. Garut

35.610.547.565

52.758.187.334

170 Kab. Ciamis

171 Kab. Cianjur

2.721.990.371

23.746.950.557

304.338.716.244

161.982.961.874

168 Kab. Bekasi

169 Kab. Bogor

7.666.964.434

68.049.759.263

101.363.417.264

1.157.247.830.463

240.799.510

281.244.443

167 Kab. Bandung

166 Provinsi Jawa Barat

8.249.858.819

11.463.984.579.326

165 Provinsi DKI Jakarta

164 Kab. Pesisir Barat

282.821.252

9.602.209.793

12.397.164.693

162 Kab. Mesuji

163 Kab. Tulang Bawang Barat

656.767.450

16.182.296.952

161 Kab. Pringsewu

409.734.120

563.614.456

16.700.264.082

12.450.117.337

159 Kota Metro

160 Kab. Pesawaran

298.387.182

292.362.965

22.469.855.992

DBH CHT **)

48.610.561.864

DBH PAJAK *)

157 Kab. Way Kanan

Nama Daerah

158 Kota Bandar Lampung

No

28.845.677.234

29.767.154.202

29.475.272.746

67.142.159.285

82.218.357.978

29.149.173.861

31.106.737.704

29.051.479.660

73.299.080.397

76.498.089.996

43.573.142.625

28.849.935.357

32.305.475.150

16.266.253.834

93.193.836.623

93.559.834.234

94.833.397.280

362.098.839.010

311.968.611.374

12.331.365.350

24.448.712.266

26.710.004.920

24.478.554.442

24.640.630.090

24.448.712.266

24.448.712.266

24.905.852.384

DBH SDA**)

1.596.749.326.000

1.342.934.278.000

1.104.417.363.000

1.458.379.433.000

1.139.779.043.000

786.592.072.000

1.092.495.173.000

1.112.271.883.000

1.188.478.470.000

1.267.337.159.000

1.702.452.909.000

1.406.862.523.000

1.407.469.628.000

1.068.289.296.000

2.055.944.991.900

1.195.757.868.000

1.897.769.300.000

1.687.686.386.000

85.985.282.000

227.314.157.000

424.389.404.000

387.694.110.000

547.622.366.000

625.845.694.000

414.624.161.000

921.826.931.000

573.114.161.000

DAU

63.607.140.000

110.312.210.000

91.292.060.000

134.293.860.000

74.710.080.000

41.050.470.000

80.150.500.000

74.369.300.000

124.624.020.000

102.472.650.000

129.944.840.000

101.527.360.000

98.793.880.000

133.308.200.000

189.997.540.000

111.171.910.000

157.374.520.000

78.215.030.000

6.269.960.000

50.444.530.000

51.809.920.000

47.232.130.000

58.690.940.000

34.078.240.000

42.841.640.000

64.477.270.000

DAK

26.598.100.000

16.639.800.000

19.762.320.000

17.793.660.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

921.770.000

394.750.000

564.000.000

4.161.310.000

554.750.000

1.243.740.000

4.372.500.000

4.106.250.000

17.714.250.000

1.431.000.000

2.536.500.000

2.141.250.000

233.750.000

269.750.000

482.250.000

2.864.810.000

TAMSIL**)

502.264.440.000

411.137.653.000

259.517.897.000

338.609.888.000

313.034.816.000

192.370.091.000

279.958.668.000

295.462.581.000

360.628.561.000

294.517.869.000

496.329.783.000

376.373.950.000

353.047.783.000

305.058.338.000

469.126.565.000

247.335.303.000

523.804.154.000

1.773.478.000.000

35.106.892.000

56.490.120.000

33.780.547.000

150.033.245.000

96.959.730.000

74.507.726.000

250.170.293.000

72.940.157.000

TJ. PROF

3.000.000.000

3.000.000.000

3.000.000.000

26.273.764.000

3.000.000.000

DID
-

4.018.249.980.000

723.598.720.000

BOS

2.425.531.057.271

1.938.686.578.730

1.538.901.510.801

2.096.958.077.163

1.721.254.587.720

1.110.695.552.161

1.541.784.601.201

1.549.291.014.053

1.975.497.272.699

1.863.913.761.516

2.486.307.487.343

1.973.671.273.647

1.948.438.475.892

1.560.671.155.345

2.972.967.885.768

1.980.283.082.035

2.782.811.752.978

7.378.654.074.736

14.376.729.442.700

290.944.032.679

573.987.675.402

512.020.862.965

786.439.109.844

839.182.795.883

568.251.087.468

1.314.464.265.095

781.864.153.558

JUMLAH TOTAL
2014

154

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

2.721.990.371

2.721.990.371

38.900.143.528

186 Kota Cirebon

2.721.990.371

2.741.751.938

2.741.910.751

29.869.309.228

37.814.852.147

189 Kota Cimahi

190 Kota Tasikmalaya

38.329.952.976

201 Kota Serang

23.361.933.502

32.519.001.076

60.127.699.395

208 Kab. Boyolali

209 Kab. Brebes

210 Kab. Cilacap

25.348.074.801

51.749.379.216

206 Kab. Batang

207 Kab. Blora

22.789.242.550

53.473.015.936

204 Kab. Banjarnegara

205 Kab. Banyumas

107.307.071.966

196.275.747.790

200 Kota Tangerang

557.648.451.825

83.449.828.766

202 Kota Tangerang Selatan

150.360.151.832

198 Kab. Tangerang

199 Kota Cilegon

203 Provinsi Jawa Tengah

68.476.581.943

197 Kab. Serang

51.188.376.349

51.663.563.835

195 Kab. Lebak

196 Kab. Pandeglang

22.565.102.147

452.520.538.815

193 Kab. Pangandaran

194 Provinsi Banten

4.194.101.403

4.199.440.521

10.078.088.198

7.107.196.212

4.491.580.792

4.138.854.180

4.130.929.580

144.452.816.482

690.109.511

2.774.919.292

28.399.210.513

41.960.430.933

191 Kota Banjar

192 Kab. Bandung Barat

2.721.990.371

2.722.104.891

71.263.279.613

31.381.023.632

187 Kota Depok

188 Kota Sukabumi

2.721.990.371

64.446.259.270

DBH CHT **)

103.199.926.289

DBH PAJAK *)

184 Kota Bekasi

Nama Daerah

185 Kota Bogor

No

5.624.243.490

2.328.902.251

1.840.153.527

16.830.055.297

2.548.964.786

2.244.469.702

1.672.180.794

17.098.416.589

1.645.737.523

1.645.737.523

1.645.737.523

1.645.737.523

1.645.737.523

1.943.012.620

8.836.982.050

2.570.189.086

4.589.888.872

15.306.161.885

29.044.829.630

28.970.033.421

28.885.413.129

28.845.677.234

28.845.677.234

28.845.677.234

28.845.677.234

28.845.677.234

28.845.677.234

DBH SDA**)

1.291.121.704.000

1.186.969.845.000

943.220.456.000

823.874.089.000

682.182.894.000

1.224.710.992.000

826.044.419.000

1.803.931.189.000

566.429.457.000

564.282.698.000

890.213.131.000

490.917.599.000

1.213.857.913.000

950.704.648.000

1.077.077.628.000

1.000.878.505.000

728.490.012.000

363.882.472.000

992.254.884.000

342.267.848.000

732.508.313.000

537.371.615.000

484.938.664.000

838.572.784.000

583.927.691.000

732.337.058.000

1.133.417.253.000

DAU

110.203.960.000

97.975.310.000

81.095.720.000

61.140.660.000

52.176.600.000

82.519.140.000

61.066.040.000

79.165.240.000

23.972.480.000

42.079.440.000

38.067.490.000

481.020.000

103.912.330.000

83.752.840.000

105.966.030.000

85.707.880.000

16.717.970.000

5.166.470.000

49.797.380.000

25.380.740.000

42.397.940.000

35.913.670.000

27.957.170.000

44.913.130.000

32.145.380.000

33.477.500.000

71.420.080.000

DAK

22.060.420.000

18.508.230.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

12.750.000

1.396.500.000

120.750.000

36.060.000

1.314.250.000

5.794.130.000

2.884.250.000

4.213.250.000

502.000.000

604.500.000

687.000.000

3.566.250.000

329.000.000

356.250.000

67.050.000

689.690.000

801.550.000

808.370.000

TAMSIL**)

315.332.567.000

223.335.448.000

258.782.884.000

246.896.367.000

164.824.223.000

317.319.844.000

209.121.660.000

108.312.570.000

113.647.141.000

214.608.584.000

141.935.749.000

216.577.243.000

192.241.322.000

232.877.804.000

216.855.669.000

140.501.924.000

266.800.261.000

77.812.464.000

223.097.993.000

141.501.002.000

95.919.330.000

173.956.051.000

151.819.967.000

156.499.561.000

252.028.351.000

TJ. PROF
-

3.000.000.000

3.000.000.000

3.000.000.000

25.270.927.000

19.306.571.000

3.000.000.000

3.000.000.000

3.000.000.000

22.197.377.000

DID
-

2.676.590.470.000

1.008.829.420.000

BOS

1.786.604.275.288

1.547.327.946.848

1.321.379.235.227

1.207.610.496.725

931.572.337.380

1.687.406.315.818

1.124.824.471.924

5.283.283.083.896

833.058.993.489

779.327.600.499

1.343.810.690.313

719.744.184.289

1.695.147.505.355

1.303.002.654.563

1.502.695.677.885

1.376.210.849.435

2.211.752.329.687

548.799.239.543

1.386.198.954.855

505.901.206.685

1.067.802.513.214

776.223.263.833

671.831.019.757

1.182.470.289.218

839.050.539.133

1.019.129.595.875

1.592.441.647.894

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

155

4.554.173.309

22.580.990.520

4.833.362.718

19.038.249.914

230 Kab. Temanggung

5.139.361.612

54.601.277.957

237 Kota Surakarta

4.454.365.093

15.950.003.029

131.421.910.928

235 Kota Salatiga

21.835.821.004

234 Kota Pekalongan

236 Kota Semarang

5.138.081.085

17.668.982.385

233 Kota Magelang

5.255.621.479

5.969.450.397

4.171.179.745

7.638.974.012

23.015.107.912

20.575.294.469

231 Kab. Wonogiri

232 Kab. Wonosobo

4.681.599.805

27.559.772.268

27.967.356.217

228 Kab. Sukoharjo

4.776.778.420

6.365.226.251

5.422.513.479

4.746.291.486

4.716.249.498

104.514.311.801

229 Kab. Tegal

31.357.825.768

21.321.093.316

226 Kab. Semarang

227 Kab. Sragen

21.096.066.977

24.358.056.900

224 Kab. Purworejo

225 Kab. Rembang

26.983.078.575

20.014.248.815

222 Kab. Pemalang

4.943.501.549

4.127.223.328

30.868.327.300

22.565.332.452

220 Kab. Pati

221 Kab. Pekalongan

223 Kab. Purbalingga

10.082.967.976

69.561.288.070

23.368.801.013

218 Kab. Kudus

219 Kab. Magelang

21.646.450.392

11.503.653.272

32.571.463.321

25.907.935.579

216 Kab. Kendal

5.399.510.577

217 Kab. Klaten

26.248.955.725

215 Kab. Kebumen

4.898.225.016

6.922.552.201

31.880.017.689

23.345.270.727

213 Kab. Jepara

214 Kab. Karanganyar

6.009.731.572

14.096.810.986

32.043.522.689

DBH CHT **)

38.930.936.680

DBH PAJAK *)

211 Kab. Demak

Nama Daerah

212 Kab. Grobogan

No

1.399.330.815

2.555.979.924

1.399.330.815

1.399.330.815

1.399.330.815

1.557.805.798

1.790.411.095

1.479.244.056

2.315.927.890

1.399.330.815

1.402.564.204

1.696.082.193

3.506.061.662

1.515.268.818

1.471.590.070

2.298.763.762

1.505.132.000

2.110.330.105

1.424.349.164

1.402.566.772

1.399.330.815

2.668.039.383

1.578.048.783

1.401.351.669

1.710.172.926

2.804.216.497

1.399.938.988

DBH SDA**)

710.803.934.000

1.104.739.473.000

399.083.343.000

412.871.094.000

417.211.449.000

724.245.009.000

1.001.378.439.000

708.764.753.000

1.044.211.310.000

826.891.481.000

946.826.641.000

848.736.010.000

700.774.721.000

854.737.495.000

777.989.499.000

1.016.813.333.000

831.579.000.000

1.043.498.355.000

965.124.427.000

795.851.851.000

1.142.586.588.000

852.170.849.000

1.125.568.884.000

870.001.752.000

887.768.694.000

977.675.512.000

795.874.748.000

DAU

43.848.110.000

38.982.620.000

32.057.050.000

34.173.710.000

34.209.870.000

59.423.010.000

59.392.120.000

56.702.810.000

84.862.430.000

56.904.480.000

76.469.300.000

67.407.340.000

61.608.000.000

57.024.620.000

57.267.330.000

72.024.740.000

60.380.950.000

79.852.630.000

64.981.490.000

55.188.900.000

66.576.420.000

63.848.820.000

80.709.170.000

57.238.710.000

81.294.110.000

85.838.690.000

74.599.670.000

DAK

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

223.000.000

388.000.000

1.518.450.000

2.786.230.000

444.310.000

2.905.250.000

509.750.000

4.558.000.000

1.637.750.000

1.165.670.000

1.806.000.000

482.230.000

2.487.000.000

1.049.500.000

TAMSIL**)

207.638.508.000

283.917.499.000

73.440.265.000

91.911.244.000

74.586.179.000

167.949.263.000

305.708.022.000

214.685.210.000

237.902.077.000

206.958.151.000

263.333.193.000

169.808.560.000

232.816.985.000

205.929.741.000

173.211.107.000

238.222.414.000

192.613.916.000

276.109.361.000

221.732.121.000

167.700.007.000

307.400.751.000

215.282.719.000

269.385.279.000

252.883.052.000

150.201.964.000

218.839.331.000

196.179.701.000

TJ. PROF
-

24.840.490.000

3.000.000.000

3.000.000.000

3.000.000.000

21.867.375.000

18.935.183.000

22.253.216.000

DID

BOS
-

1.048.387.272.251

1.567.586.933.249

526.607.356.937

567.329.280.904

549.634.990.945

982.907.806.279

1.398.903.692.725

1.026.695.567.490

1.401.940.700.912

1.124.852.576.695

1.314.129.569.940

1.131.276.294.212

1.028.486.338.041

1.148.049.483.281

1.035.179.774.383

1.360.896.502.646

1.112.771.553.780

1.437.382.504.954

1.291.272.156.153

1.195.856.674.643

1.555.374.678.666

1.189.354.011.096

1.530.757.223.085

1.230.509.544.412

1.182.512.956.816

1.332.585.417.749

1.115.243.891.663

JUMLAH TOTAL
2014

156

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

32.878.533.961

42.762.852.388

24.311.847.169

106.310.712.960

20.432.988.178

101.291.706.151

47.533.936.083

38.771.317.845

247 Kab. Banyuwangi

248 Kab. Blitar

249 Kab. Bojonegoro

250 Kab. Bondowoso

251 Kab. Gresik

252 Kab. Jember

253 Kab. Jombang

32.571.180.663

264 Kab. Pamekasan

13.356.071.797

26.117.305.584

20.581.926.286

262 Kab. Ngawi

263 Kab. Pacitan

10.924.747.205

41.737.688.072

29.554.667.572

260 Kab. Mojokerto

261 Kab. Nganjuk

10.483.046.734

36.093.146.763

10.849.951.730

10.770.773.989

43.294.127.305

21.354.377.464

41.955.421.209

258 Kab. Magetan

10.328.569.954

13.034.422.644

27.343.438.081

17.526.701.210

12.032.180.172

9.625.158.241

343.406.388.503

1.505.853.600

4.001.153.024

259 Kab. Malang

26.458.978.398

21.263.686.050

256 Kab. Lumajang

257 Kab. Madiun

34.243.428.522

41.960.194.037

16.790.137.663

48.917.545.338

37.992.793.006

9.503.078.462

798.406.867.612

245 Provinsi Jawa Timur

246 Kab. Bangkalan

254 Kab. Kediri

30.510.730.483

59.645.099.772

244 Kota Yogyakarta

255 Kab. Lamongan

11.889.404.266

44.880.849.813

243 Kab. Sleman

1.743.915.149

2.492.806.424

22.223.805.516

19.205.843.235

4.265.563.602

241 Kab. Gunung Kidul

27.742.098.187

240 Kab. Bantul

6.003.982.200

4.127.223.328

DBH CHT **)

242 Kab. Kulon Progo

20.864.537.599

97.577.540.776

DBH PAJAK *)

238 Kota Tegal

Nama Daerah

239 Provinsi DI Yogyakarta

No

26.550.108.773

27.139.218.596

27.286.303.805

27.013.196.373

26.682.532.947

27.087.037.161

26.594.129.867

28.874.261.062

27.986.278.645

27.119.691.250

27.526.444.964

26.800.936.536

28.745.783.402

43.740.817.885

26.820.552.833

813.932.994.426

27.272.877.564

30.679.831.963

40.005.240.245

485.270.582.552

403.983.092

403.983.092

516.066.395

408.083.274

404.381.205

31.106.157

1.399.330.815

DBH SDA**)

788.617.777.000

700.743.024.000

980.530.132.000

1.004.037.764.000

899.109.179.000

1.572.191.571.000

840.086.597.000

808.842.790.000

898.217.627.000

1.042.124.514.000

1.144.878.533.000

1.007.166.193.000

1.539.722.508.000

863.397.519.000

826.284.368.000

920.522.357.000

1.027.251.687.000

1.254.496.229.000

854.873.885.000

1.866.548.185.000

618.742.352.000

952.102.502.000

639.409.211.000

847.388.294.000

949.252.188.000

899.923.550.000

390.732.536.000

DAU

85.175.090.000

51.869.860.000

65.997.050.000

67.785.290.000

55.556.660.000

130.050.580.000

58.964.980.000

62.841.120.000

69.257.830.000

77.845.000.000

68.479.340.000

47.292.080.000

87.951.090.000

72.051.260.000

70.428.500.000

59.399.170.000

71.417.130.000

64.053.640.000

85.773.020.000

101.875.970.000

2.249.900.000

48.673.210.000

47.077.300.000

61.562.860.000

60.914.370.000

37.131.610.000

30.578.350.000

DAK

16.343.900.000

20.634.570.000

13.212.460.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

1.154.250.000

232.750.000

197.450.000

4.839.500.000

5.161.840.000

656.500.000

573.500.000

445.750.000

273.780.000

3.210.810.000

114.000.000

5.899.910.000

1.362.250.000

529.200.000

1.007.750.000

TAMSIL**)

178.917.472.000

181.430.769.000

250.221.162.000

294.220.262.000

231.913.146.000

451.015.310.000

254.399.247.000

204.295.871.000

217.844.398.000

263.654.692.000

316.056.862.000

282.545.378.000

410.825.931.000

211.561.698.000

163.045.289.000

258.359.458.000

340.037.604.000

304.287.104.000

215.961.379.000

187.479.335.000

248.783.205.000

172.929.797.000

197.054.989.000

260.617.726.000

79.179.445.000

TJ. PROF
-

20.407.073.000

3.000.000.000

21.136.997.000

24.939.392.000

22.112.413.000

22.249.995.000

24.187.647.000

25.878.507.000

24.700.344.000

20.056.006.000

DID
-

2.783.219.410.000

274.300.540.000

BOS

1.165.422.925.199

992.614.749.612

1.363.740.775.186

1.433.733.377.150

1.270.609.480.008

2.265.594.046.675

1.217.044.218.065

1.137.102.798.066

1.253.373.034.687

1.496.487.201.337

1.624.063.142.447

1.419.366.043.044

2.159.739.442.522

1.322.683.076.498

1.170.558.111.221

2.189.035.422.869

1.502.454.329.999

1.708.311.837.523

1.293.691.910.824

6.401.091.398.667

900.114.080.464

1.324.723.409.929

881.631.024.054

1.131.744.196.939

1.328.425.870.994

1.335.024.335.133

527.889.172.742

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

157

121.452.344.469

284 Provinsi Kalimantan Barat

11.537.718.617

22.556.051.045

31.959.143.561

289 Kab. Pontianak

290 Kab. Sambas

291 Kab. Sanggau

29.623.679.040

48.068.473.276

287 Kab. Kapuas Hulu

288 Kab. Ketapang

20.305.156.591

15.745.909.610

23.770.874.532

282.421.998.299

282 Kota Surabaya

283 Kota Batu

285 Kab. Bengkayang

21.470.592.270

281 Kota Probolinggo

286 Kab. Landak

19.515.130.273

280 Kota Pasuruan

27.021.758.234

44.018.995.654

19.124.091.986

278 Kota Malang

21.838.042.392

277 Kota Madiun

279 Kota Mojokerto

9.421.958.430

29.152.987.345

276 Kota Kediri

12.306.148.542

9.454.638.007

35.154.571.800

9.491.168.542

9.471.706.157

9.771.825.950

58.529.470.710

10.231.377.215

25.904.802.004

16.596.807.554

274 Kab. Tulungagung

12.658.263.070

9.567.332.514

24.498.608.184

20.458.249.721

10.653.589.627

13.719.368.526

29.853.307.449

10.362.825.581

109.460.990.217

DBH CHT **)

275 Kota Blitar

22.903.900.521

55.474.365.998

272 Kab. Trenggalek

273 Kab. Tuban

24.798.105.863

81.878.051.727

270 Kab. Situbondo

109.278.034.405

269 Kab. Sidoarjo

271 Kab. Sumenep

33.553.781.768

35.615.115.317

267 Kab. Probolinggo

268 Kab. Sampang

49.113.055.568

27.617.612.770

DBH PAJAK *)

265 Kab. Pasuruan

Nama Daerah

266 Kab. Ponorogo

No

39.535.099.820

10.920.004.987

8.263.955.224

109.614.736.629

19.314.445.364

14.193.714.067

8.312.254.552

61.226.869.362

26.558.613.622

26.550.108.773

26.550.108.773

26.550.108.773

26.550.108.773

26.550.108.773

26.550.108.773

26.550.108.773

26.550.108.773

26.752.918.923

40.314.751.888

27.160.042.767

27.155.590.846

26.703.370.827

27.966.661.773

26.550.108.773

26.652.682.182

26.947.723.363

26.576.373.154

DBH SDA**)

740.610.477.000

763.059.843.000

503.427.631.000

1.020.384.603.000

873.552.160.000

589.729.984.000

494.245.071.000

1.290.222.856.000

412.378.255.000

1.200.889.359.000

454.208.196.000

391.843.124.000

380.779.789.000

808.447.825.000

511.089.913.000

634.351.539.000

392.221.911.000

1.083.859.022.000

926.685.197.000

815.508.143.000

984.839.445.000

766.542.999.000

1.199.036.154.000

753.954.218.000

929.380.602.000

970.788.118.000

1.068.868.861.000

DAU

81.421.390.000

91.329.160.000

50.207.800.000

110.525.780.000

87.414.870.000

69.431.380.000

69.929.640.000

63.189.480.000

30.351.360.000

66.182.230.000

32.644.610.000

28.041.850.000

24.742.070.000

31.304.060.000

31.922.300.000

34.980.320.000

30.796.880.000

73.752.100.000

48.566.930.000

61.684.690.000

63.570.200.000

75.196.220.000

78.469.810.000

79.227.860.000

69.707.430.000

65.691.470.000

83.588.340.000

DAK

15.373.220.000

17.756.310.000

26.499.570.000

20.635.150.000

19.071.390.000

19.472.320.000

16.875.820.000

11.969.220.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

3.656.000.000

2.673.000.000

528.250.000

2.661.500.000

3.377.160.000

3.351.750.000

3.085.500.000

203.250.000

1.321.500.000

1.105.500.000

159.350.000

3.311.500.000

2.308.500.000

2.286.250.000

957.500.000

216.000.000

TAMSIL**)

82.810.207.000

111.577.899.000

94.243.763.000

62.385.890.000

50.193.242.000

61.954.622.000

37.011.003.000

54.343.932.000

448.297.975.000

86.059.278.000

56.813.880.000

49.244.655.000

190.251.258.000

109.860.678.000

116.212.533.000

69.196.201.000

313.883.234.000

288.163.794.000

289.820.213.000

172.324.164.000

148.470.550.000

354.694.923.000

123.478.379.000

201.272.389.000

254.094.000.000

257.056.929.000

TJ. PROF
-

23.629.261.000

21.943.361.000

23.161.017.000

27.655.721.000

25.208.955.000

DID
-

555.369.350.000

BOS

995.365.537.381

1.019.872.268.032

668.209.117.841

1.380.140.552.905

1.084.110.706.404

781.503.714.599

652.360.945.143

2.091.664.149.831

550.154.208.239

2.083.125.503.872

652.367.314.585

532.235.799.203

533.373.557.709

1.155.249.726.661

711.788.500.595

899.776.958.828

545.752.635.542

1.561.667.180.469

1.371.863.301.956

1.226.644.321.802

1.357.577.559.757

1.081.353.815.411

1.780.099.172.805

1.046.800.519.616

1.291.377.692.399

1.355.717.749.714

1.594.664.548.939

JUMLAH TOTAL
2014

158

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

27.322.082.187

35.308.531.971

300 Kab. Barito Selatan

301 Kab. Barito Utara

47.632.132.443

171.788.324.852

34.804.491.580

22.544.514.218

28.218.746.125

313 Kab. Seruyan

Provinsi Kalimantan
314
Selatan

315 Kab. Banjar

316 Kab. Barito Kuala

317 Kab. Hulu Sungai Selatan

18.301.102.918

22.268.395.087

311 Kab. Sukamara

DBH CHT **)

312 Kab. Katingan

21.692.797.314

23.222.672.770

309 Kab. Gunung Mas

310 Kab. Lamandau

36.253.197.348

15.218.402.364

307 Kab. Murung Raya

308 Kab. Pulang Pisau

25.619.489.465

29.835.374.879

305 Kota Palangkaraya

306 Kab. Barito Timur

33.617.237.293

58.723.535.729

303 Kab. Kotawaringin Barat

304 Kab. Kotawaringin Timur

36.387.513.287

302 Kab. Kapuas

299

143.757.236.325

13.936.890.992

24.589.681.457

297 Kab. Kayong Utara

298 Kab. Kubu Raya

Provinsi Kalimantan
Tengah

18.241.998.893

19.199.529.000

295 Kab. Sekadau

11.647.848.227

294 Kota Singkawang

296 Kab. Melawi

29.533.317.963

39.180.385.609

DBH PAJAK *)

292 Kab. Sintang

Nama Daerah

293 Kota Pontianak

No

153.204.152.537

128.584.341.890

224.502.410.539

777.181.094.564

85.896.932.325

92.596.569.684

37.783.934.501

62.257.387.991

78.534.237.867

36.905.953.061

230.886.273.881

81.909.713.408

37.887.730.528

68.827.576.416

88.290.087.816

117.271.022.733

141.796.779.848

66.449.328.607

264.185.396.087

47.006.987.046

10.800.612.657

35.542.123.336

7.630.289.768

7.296.369.304

7.296.369.304

28.882.944.330

DBH SDA**)

478.093.768.000

512.015.486.000

624.136.721.000

701.725.536.000

545.446.415.000

645.888.942.000

409.309.371.000

424.351.636.000

515.337.253.000

504.013.063.000

585.234.541.000

464.678.658.000

589.449.668.000

778.842.792.000

597.665.464.000

798.733.269.000

514.638.471.000

552.539.111.000

1.152.428.738.000

699.700.430.000

380.125.181.000

557.198.047.000

424.128.392.000

467.557.081.000

670.090.725.000

820.084.062.000

DAU

48.282.940.000

69.374.640.000

26.255.820.000

54.189.940.000

47.966.050.000

51.378.640.000

46.363.570.000

39.994.220.000

53.054.850.000

48.819.520.000

3.791.770.000

45.411.740.000

42.229.350.000

35.696.100.000

50.769.000.000

62.028.230.000

40.857.210.000

43.394.420.000

61.929.830.000

82.076.280.000

50.560.840.000

83.236.410.000

52.687.960.000

47.868.460.000

14.343.830.000

105.652.620.000

DAK

18.211.950.000

14.770.550.000

11.409.700.000

30.014.130.000

12.871.260.000

24.023.180.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

1.918.750.000

1.658.250.000

2.490.020.000

159.750.000

2.090.500.000

2.999.000.000

1.413.750.000

829.450.000

3.503.750.000

2.816.000.000

2.059.120.000

1.031.000.000

3.785.500.000

1.833.500.000

1.160.710.000

2.811.370.000

1.947.750.000

1.419.000.000

1.192.280.000

3.797.250.000

3.325.000.000

1.854.750.000

1.007.750.000

2.795.000.000

TAMSIL**)

69.535.191.000

76.314.684.000

89.639.115.000

10.279.736.000

29.971.761.000

15.011.216.000

28.390.744.000

57.217.857.000

22.326.187.000

43.580.621.000

103.669.117.000

68.084.277.000

50.129.734.000

122.573.082.000

36.993.775.000

44.680.879.000

93.744.369.000

13.198.820.000

14.241.287.000

39.718.835.000

59.697.734.000

132.024.180.000

65.383.119.000

TJ. PROF

23.352.481.000

3.000.000.000

DID
-

328.593.450.000

283.547.520.000

BOS

779.253.547.662

828.703.866.108

1.001.828.578.119

2.033.638.095.416

754.082.315.768

845.103.307.771

513.171.728.419

565.666.582.761

700.513.632.181

664.990.795.425

880.551.089.229

665.416.107.287

799.886.354.993

1.013.959.781.145

822.305.023.109

1.138.153.827.020

772.406.137.819

736.333.570.794

1.905.848.720.412

948.536.747.503

481.224.324.649

743.228.776.336

558.603.735.661

595.922.242.531

887.295.720.913

1.079.354.243.293

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

159

23.210.296.310

322 Kab. Tanah Laut

93.621.788.327

344 Provinsi Kalimantan Utara

22.401.547.262

26.124.238.021

81.590.999.852

100.554.899.544

340 Kota Tarakan

341 Kab. Penajam Paser Utara

342 Kab. Tana Tidung

148.887.039.558

122.729.257.862

338 Kota Bontang

339 Kota Samarinda

343 Kab. Mahakam Ulu

187.018.814.174

337 Kota Balikpapan

75.948.113.511

35.052.303.403

88.967.077.606

186.337.531.601

333 Kab. Kutai Timur

334 Kab. Malinau

335 Kab. Nunukan

62.322.822.806

336 Kab. Pasir

647.990.705.667

331 Kab. Kutai Kartanegara

332 Kab. Kutai Barat

56.489.905.789

118.764.186.479

329 Kab. Berau

39.339.045.377

636.707.716.002

327 Kab. Tanah Bumbu

328 Provinsi Kalimantan Timur

330 Kab. Bulungan

47.909.103.670

31.677.300.794

325 Kota Banjarmasin

326 Kab. Balangan

29.179.407.647

21.172.854.299

323 Kab. Tapin

324 Kota Banjarbaru

68.409.700.538

57.279.639.799

320 Kab. Kotabaru

DBH CHT **)

321 Kab. Tabalong

18.093.021.120

20.899.217.361

DBH PAJAK *)

318 Kab. Hulu Sungai Tengah

Nama Daerah

319 Kab. Hulu Sungai Utara

No

1.091.172.872.248

356.414.921.039

682.601.151.203

698.581.581.316

643.491.964.820

703.709.019.998

640.161.569.700

615.530.410.820

901.550.688.747

786.003.593.186

770.214.733.724

1.773.230.208.176

593.809.768.029

3.175.270.157.606

753.299.943.983

1.035.866.236.742

3.040.543.696.435

410.753.374.946

274.156.199.889

128.465.011.817

128.692.927.337

310.748.836.313

394.695.886.438

332.220.049.975

378.071.035.624

128.465.011.817

128.555.409.257

DBH SDA**)

20.567.986.000

141.922.703.000

204.415.427.000

188.713.598.000

249.949.676.000

614.366.913.000

153.185.776.000

449.982.262.000

308.251.183.000

311.776.974.000

653.156.829.000

565.746.999.000

468.645.135.000

127.010.980.000

332.429.548.000

498.008.861.000

57.312.515.000

426.008.216.000

319.202.334.000

678.176.089.000

389.107.868.000

416.564.087.000

463.309.949.000

444.103.855.000

611.898.456.000

451.127.460.000

485.521.139.000

DAU

8.221.270.000

5.250.580.000

2.216.250.000

3.786.510.000

20.903.180.000

7.989.240.000

7.705.700.000

82.804.510.000

53.401.200.000

15.432.190.000

70.276.770.000

72.361.100.000

10.711.300.000

7.762.700.000

1.383.900.000

15.487.870.000

12.973.910.000

19.966.860.000

48.678.260.000

39.546.660.000

23.710.400.000

1.858.700.000

35.822.460.000

57.481.720.000

48.035.890.000

DAK

12.179.080.000

15.396.330.000

20.402.430.000

16.281.070.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

1.341.000.000

932.440.000

210.500.000

1.266.250.000

1.613.250.000

718.500.000

1.558.750.000

3.593.250.000

2.721.000.000

2.820.690.000

2.940.000.000

14.623.500.000

2.836.950.000

3.666.000.000

2.141.000.000

1.387.690.000

1.118.750.000

2.172.000.000

2.303.000.000

2.537.920.000

2.469.970.000

138.000.000

TAMSIL**)

14.076.528.000

38.980.309.000

40.867.901.000

82.394.675.000

182.009.378.000

49.511.781.000

106.432.639.000

74.765.388.000

28.091.953.000

28.454.665.000

40.353.284.000

48.186.724.000

149.976.727.000

42.016.441.000

33.879.837.000

49.446.265.000

25.277.724.000

186.642.892.000

73.938.930.000

48.809.124.000

82.362.541.000

70.785.456.000

39.170.467.000

60.946.509.000

82.377.601.000

TJ. PROF

DID
-

72.981.440.000

351.631.430.000

BOS

1.286.565.356.575

545.129.970.060

949.330.874.465

1.031.144.729.860

1.062.480.075.672

1.645.330.998.860

992.464.666.258

1.368.512.115.994

1.381.240.037.353

1.300.397.473.697

1.558.397.061.127

2.583.920.902.777

1.266.583.649.835

4.187.233.170.273

1.260.058.369.462

1.635.673.540.531

4.087.579.257.437

943.175.771.323

664.675.158.683

1.061.159.956.487

662.709.589.636

847.020.114.960

989.592.072.748

906.247.700.774

1.135.910.039.162

737.670.958.178

762.721.060.377

JUMLAH TOTAL
2014

160

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

8.019.927.019

9.480.396.512

6.724.295.628

6.899.425.595

Kab. Kepulauan Siau


Tagulandang Biaro

358 Kab. Minahasa Tenggara

Kab. Bolaang Mongondow


359
Timur

Kab. Bolaang Mongondow


Selatan

357

10.970.365.835

11.652.808.285

8.870.127.340

66.806.486.234

23.940.978.656

365 Kab. Pohuwato

366 Kab. Bone Bolango

367 Kab. Gorontalo Utara

368 Provinsi Sulawesi Tengah

369 Kab. Banggai

171.443.444

1.714.434.456

9.663.531.249

14.850.593.767

363 Kab. Gorontalo

364 Kota Gorontalo

22.835.744.673

10.029.408.260

361 Provinsi Gorontalo

362 Kab. Boalemo

360

9.511.700.003

Kab. Bolaang Mongondow


Utara

15.552.736.854

11.769.621.654

354 Kab. Minahasa Utara

355 Kota Kotamobagu

356

11.209.311.749

14.295.788.603

352 Kab. Minahasa Selatan

353 Kota Tomohon

35.226.243.793

10.752.556.822

350 Kota Manado

8.502.044.339

12.885.901.172

348 Kab. Sangihe

349 Kota Bitung

351 Kab. Kepulauan Talaud

14.050.729.929

347 Kab. Minahasa

8.733.143.854

DBH CHT **)

70.596.672.428

DBH PAJAK *)

345 Provinsi Sulawesi Utara

Nama Daerah

346 Kab. Bolaang Mongondow

No

21.319.211.634

36.563.589.045

1.369.594.345

1.896.858.602

1.999.869.358

428.347.109

1.655.092.513

691.954.633

1.282.137.046

8.816.656.831

7.929.957.753

3.478.214.633

3.090.529.467

3.872.390.036

3.090.529.467

25.519.040.229

4.236.905.530

3.817.080.484

3.732.612.027

3.096.800.493

6.733.388.325

3.157.729.467

3.729.153.303

3.281.958.075

20.298.230.561

DBH SDA**)

794.840.029.000

1.087.885.014.000

324.121.552.000

408.500.750.000

438.955.271.000

456.331.470.000

601.207.484.000

389.548.660.000

734.279.438.000

289.221.846.000

288.406.875.000

400.661.737.000

340.218.976.000

326.625.009.000

340.081.903.000

425.937.354.000

376.334.135.000

476.105.045.000

428.036.855.000

729.213.779.000

469.745.053.000

471.848.315.000

595.565.085.000

485.630.988.000

949.852.622.000

DAU

66.948.230.000

63.942.480.000

53.679.960.000

52.754.060.000

56.964.080.000

39.692.200.000

63.955.900.000

60.407.610.000

42.374.060.000

45.716.370.000

41.528.520.000

49.912.030.000

42.201.940.000

45.002.630.000

37.428.140.000

67.797.590.000

37.483.280.000

53.610.170.000

95.163.720.000

49.614.960.000

52.869.750.000

106.397.410.000

56.058.270.000

58.717.450.000

59.675.060.000

DAK

14.772.750.000

14.164.580.000

14.878.870.000

11.999.700.000

8.339.980.000

12.663.050.000

14.741.540.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

3.494.250.000

27.750.000

1.735.750.000

775.750.000

2.713.000.000

1.291.750.000

2.656.750.000

1.055.750.000

321.870.000

1.257.670.000

2.335.830.000

518.250.000

1.248.500.000

1.991.250.000

1.329.720.000

1.125.750.000

1.369.870.000

3.616.750.000

1.848.750.000

159.750.000

TAMSIL**)
-

99.288.483.000

37.136.693.000

77.792.432.000

49.767.183.000

92.990.636.000

96.994.318.000

37.350.797.000

12.048.137.000

15.384.491.000

50.614.787.000

41.894.043.000

21.973.751.000

63.861.216.000

49.980.237.000

54.054.767.000

93.667.575.000

64.226.726.000

151.159.212.000

51.939.914.000

55.294.218.000

143.259.257.000

57.369.294.000

TJ. PROF

22.655.766.000

19.218.244.000

3.000.000.000

23.746.633.000

19.563.185.000

DID

343.285.200.000

126.846.030.000

269.266.300.000

BOS

1.047.431.141.734

1.619.443.197.735

441.078.256.685

553.372.658.887

576.248.639.193

604.293.246.876

777.768.075.762

512.684.879.893

927.617.409.719

363.758.185.426

360.296.009.381

515.404.835.145

443.765.395.486

409.321.310.039

456.749.660.121

586.035.458.083

486.404.876.133

640.400.432.233

615.905.239.849

969.436.745.286

619.290.509.497

663.558.006.806

812.662.495.232

615.581.583.929

1.389.411.819.989

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

161

171.443.444

171.443.444

94.293.894

77.149.550

15.022.918.570

13.410.072.097

10.434.518.960

5.117.498.554

377 Kab. Parigi Moutong

378 Kab. Tojo Una Una

379 Kab. Sigi

380 Kab. Banggai Laut

171.443.444

1.098.493.145

17.089.162.120

15.301.192.510

394 Kab. Pinrang

395 Kab. Kepulauan Selayar

20.508.326.686

28.504.215.591

Kab. Pangkajene
393
Kepulauan

396 Kab. Sidenreng Rappang

17.027.333.848

392 Kab. Maros

210.525.560

13.490.524.775

19.117.828.597

390 Kab. Luwu

391 Kab. Luwu Utara

246.620.317

16.532.287.866

389 Kab. Jeneponto

208.231.944

208.158.840

208.158.840

208.158.840

212.727.797

208.158.840

208.158.840

208.158.840

18.129.038.860

17.183.898.510

387 Kab. Enrekang

326.439.990

215.469.171

388 Kab. Gowa

34.064.465.178

19.599.036.777

385 Kab. Bone

386 Kab. Bulukumba

217.452.098

14.752.837.282

15.001.376.092

383 Kab. Bantaeng

384 Kab. Barru

4.787.653.342

14.795.258.302

238.355.333.754

381 Kab. Morowali Utara

382 Provinsi Sulawesi Selatan

171.443.444

2.285.912.596

16.555.332.894

25.460.734.190

375 Kab. Poso

94.293.894

376 Kota Palu

13.521.039.920

374 Kab. Morowali

171.443.444

171.443.444

12.084.435.165

16.627.335.146

372 Kab. Toli-Toli

373 Kab. Donggala

77.149.550

171.443.444

8.962.536.829

DBH CHT **)

13.288.997.621

DBH PAJAK *)

370 Kab. Banggai Kepulauan

Nama Daerah

371 Kab. Buol

No

4.052.369.573

4.758.954.623

3.692.600.831

3.720.220.031

3.817.061.951

6.828.906.031

5.192.474.301

3.692.600.831

3.692.600.831

3.948.383.073

3.961.400.831

3.697.917.695

3.850.601.471

3.692.600.831

40.785.790.577

27.880.793.205

3.107.856.500

7.247.416.633

20.357.964.501

9.408.749.764

7.024.764.712

10.796.778.959

20.452.859.052

9.246.718.876

10.635.127.099

10.584.188.871

3.107.856.500

DBH SDA**)

533.655.220.000

458.019.013.000

629.285.550.000

623.418.990.000

614.598.482.000

573.100.112.000

595.699.150.000

542.150.883.000

746.700.092.000

484.907.285.000

653.897.726.000

950.401.934.000

471.135.015.000

424.570.861.000

1.209.598.741.000

395.447.752.000

153.501.061.000

563.092.455.000

482.416.599.000

660.265.526.000

637.378.278.000

642.281.901.000

286.764.166.000

573.670.222.000

535.154.857.000

455.657.415.000

347.051.160.000

DAU

51.755.940.000

56.078.800.000

56.046.540.000

59.074.820.000

78.426.630.000

51.879.100.000

68.010.320.000

59.325.090.000

80.227.530.000

50.131.700.000

75.444.820.000

86.315.710.000

50.755.420.000

47.287.960.000

72.976.480.000

4.973.950.000

57.308.500.000

63.535.760.000

68.361.350.000

61.697.380.000

66.159.940.000

53.391.820.000

53.585.850.000

61.807.180.000

45.736.610.000

51.361.850.000

DAK

13.730.230.000

13.472.670.000

12.697.950.000

9.841.070.000

12.220.690.000

14.686.520.000

15.898.310.000

10.400.290.000

13.020.770.000

13.923.700.000

10.849.820.000

11.316.510.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

717.930.000

2.503.750.000

2.142.500.000

1.987.750.000

5.977.750.000

2.549.750.000

1.285.500.000

1.140.750.000

577.500.000

1.197.000.000

1.005.000.000

2.296.250.000

3.797.250.000

2.185.000.000

1.468.500.000

4.065.750.000

1.830.000.000

3.598.500.000

3.473.000.000

3.775.250.000

2.019.000.000

TAMSIL**)

95.364.599.000

63.375.993.000

112.371.704.000

94.873.905.000

84.883.687.000

68.863.297.000

79.894.311.000

74.953.191.000

142.715.623.000

95.530.424.000

138.608.723.000

217.183.981.000

67.264.917.000

51.832.576.000

25.909.904.000

19.059.852.000

60.064.418.000

26.882.035.000

69.089.821.000

134.368.338.000

82.441.339.000

30.578.306.000

74.083.734.000

38.059.384.000

38.144.113.000

33.746.009.000

TJ. PROF
-

26.687.187.000

22.191.245.000

21.883.191.000

3.000.000.000

19.225.406.000

22.829.854.000

19.041.986.000

3.000.000.000

22.625.623.000

27.588.057.000

22.317.301.000

3.000.000.000

25.156.543.000

DID
-

922.401.630.000

BOS

705.544.614.099

611.472.341.973

846.098.832.791

847.972.543.419

820.844.544.639

722.139.902.468

762.497.305.636

711.586.373.014

999.705.653.181

674.630.218.877

914.668.000.598

1.292.762.501.018

609.510.281.661

543.493.054.284

2.508.525.114.673

465.307.857.057

186.859.511.948

713.456.072.037

645.417.437.042

839.191.328.778

897.271.964.498

860.688.096.297

420.032.774.866

769.161.116.466

675.309.126.708

578.207.837.936

457.642.071.879

JUMLAH TOTAL
2014

162

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

208.158.840

208.158.840

208.158.840

212.727.797
-

16.249.828.460

94.918.001.152

14.016.197.222

48.506.967.480

10.019.027.456

27.932.220.882

402 Kota Pare-pare

403 Kota Makassar

404 Kota Palopo

405 Kab. Luwu Timur

406 Kab. Toraja Utara

407 Provinsi Sulawesi Barat

254.762.198

14.417.963.450

410 Kab. Polewali Mandar

9.223.324.516

54.962.212.272

15.183.977.448

9.514.671.311

22.295.311.325

10.644.979.448

21.942.745.777

12.590.295.144

13.323.073.801

13.285.856.445

10.136.807.609

413 Kab. Mamuju Tengah

Provinsi Sulawesi
414
Tenggara

415 Kab. Buton

416 Kab. Konawe

417 Kab. Kolaka

418 Kab. Muna

419 Kota Kendari

420 Kota Bau-bau

421 Kab. Konawe Selatan

422 Kab. Bombana

423 Kab. Wakatobi

11.404.794.043

28.117.193.533

411 Kab. Mamasa

412 Kab. Mamuju Utara

14.153.464.377

20.781.618.052

408 Kab. Majene

409 Kab. Mamuju

208.158.840

243.486.013

13.418.595.611

62.045.767.347

208.158.840

400 Kab. Tana Toraja

17.749.708.464

399 Kab. Takalar

3.972.627.302

1.461.880.542

DBH CHT **)

401 Kab. Wajo

13.761.539.989

14.690.082.928

DBH PAJAK *)

397 Kab. Sinjai

Nama Daerah

398 Kab. Soppeng

No

10.347.754.680

19.612.484.635

27.077.425.062

10.456.118.091

10.347.754.680

11.741.117.278

33.042.262.147

17.569.233.454

15.909.075.931

58.848.029.326

4.018.503.849

1.307.877.246

944.009.687

2.006.891.646

7.070.247.129

1.229.333.886

3.109.360.560

17.957.116.214

38.453.390.380

4.157.584.511

3.692.600.831

3.692.600.831

30.810.592.111

3.799.578.163

3.692.655.935

3.695.288.831

4.250.999.231

DBH SDA**)

387.267.035.000

414.006.948.000

581.807.666.000

465.583.877.000

611.179.529.000

689.447.643.000

454.342.506.000

584.033.036.000

601.624.424.000

1.053.636.011.000

176.375.604.000

383.392.281.000

438.577.823.000

603.283.761.000

463.324.979.000

457.679.754.000

776.214.122.000

448.417.228.000

462.819.314.000

449.242.430.000

1.114.853.212.000

426.405.955.000

631.247.160.000

486.447.423.000

565.195.363.000

569.126.996.000

521.628.340.000

DAU

56.801.230.000

62.016.600.000

85.749.870.000

41.601.960.000

55.353.980.000

68.092.950.000

68.059.090.000

70.237.930.000

70.061.050.000

58.750.010.000

53.813.540.000

58.014.320.000

67.366.890.000

58.108.650.000

57.028.570.000

50.585.710.000

67.834.880.000

55.595.030.000

36.481.000.000

64.792.920.000

32.485.350.000

63.351.730.000

58.947.980.000

64.132.720.000

43.719.300.000

55.315.050.000

DAK

14.754.730.000

15.783.520.000

20.206.880.000

13.082.110.000

14.663.020.000

13.854.370.000

9.331.120.000

17.811.940.000

12.986.640.000

12.638.450.000

10.708.390.000

18.195.300.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

2.014.250.000

1.620.000.000

2.499.750.000

2.538.000.000

1.371.560.000

1.412.520.000

2.226.000.000

1.359.000.000

2.976.020.000

849.000.000

5.329.290.000

1.485.120.000

2.431.200.000

1.497.000.000

2.432.160.000

236.250.000

1.776.060.000

2.190.000.000

1.703.250.000

2.273.270.000

1.833.700.000

1.963.500.000

1.272.640.000

1.656.660.000

704.000.000

TAMSIL**)

41.525.756.000

39.299.022.000

60.368.369.000

86.869.741.000

109.106.304.000

130.008.735.000

67.062.451.000

81.296.382.000

91.222.155.000

26.397.492.000

30.133.909.000

62.311.826.000

117.653.395.000

75.182.333.000

59.751.931.000

89.959.839.000

63.805.542.000

71.094.411.000

316.829.383.000

102.288.291.000

130.324.704.000

74.761.608.000

94.028.199.000

106.392.484.000

100.332.151.000

TJ. PROF
-

20.575.030.000

19.341.246.000

19.508.469.000

21.301.307.000

2.000.000.000

22.270.516.000

22.579.561.000

DID
-

312.101.440.000

158.450.380.000

BOS

522.847.563.289

586.199.461.080

791.033.033.863

619.639.991.235

809.301.873.457

924.430.054.726

666.368.866.472

798.181.741.765

832.132.379.379

1.538.297.702.598

216.863.924.365

511.425.210.779

590.549.832.730

820.146.741.096

640.603.277.181

602.983.603.263

1.016.528.043.442

654.372.178.467

693.848.918.700

576.903.031.573

1.597.567.545.823

583.163.884.131

942.566.500.471

638.902.586.972

746.663.465.239

741.596.779.061

697.453.960.762

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

163

3.340.147.976

3.609.437.080

1.182.848.640

2.933.403.033

165.822.656.403

59.465.447.975

16.510.422.372

30.443.756.993

428 Kab. Konawe Kepulauan

429 Provinsi Bali

430 Kab. Badung

431 Kab. Bangli

432 Kab. Buleleng

8.588.255.840

449 Kab. Lombok Utara

2.694.013.117

12.909.196.147

43.405.237.215

447 Kota Bima

448 Kab. Sumbawa Barat

28.789.814.676

19.207.214.945

27.271.142.072

445 Kab. Sumbawa

446 Kota Mataram

38.147.077.401

3.986.904.558

2.190.604.200

7.971.818.995

50.912.478.129

17.956.857.512

18.925.089.505

443 Kab. Lombok Tengah

444 Kab. Lombok Timur

11.745.641.725

4.493.919.543

12.755.421.426

14.534.378.026

441 Kab. Dompu

8.261.378.634

68.225.850.419

417.518.497

457.214.025

14.745.512.859

84.758.188.792

442 Kab. Lombok Barat

440 Kab. Bima

Provinsi Nusa Tenggara


Barat

417.518.497

21.970.222.682

82.673.324.994

437 Kab. Tabanan

438 Kota Denpasar

439

417.518.497

20.338.565.748

16.328.717.569

435 Kab. Karangasem

436 Kab. Klungkung

417.518.497

24.243.169.762

17.594.717.361

433 Kab. Gianyar

434 Kab. Jembrana

456.586.380

417.518.497

6.929.247.881

5.899.406.998

426 Kab. Buton Utara

427 Kab. Kolaka Timur

11.076.796.147

DBH CHT **)

14.508.634.622

DBH PAJAK *)

424 Kab. Kolaka Utara

Nama Daerah

425 Kab. Konawe Utara

No

8.350.049.428

76.331.526.971

8.350.049.428

8.350.049.428

12.999.697.369

8.350.076.308

8.350.049.428

8.600.913.748

9.551.581.631

10.261.379.526

38.743.387.677

402.414.486

402.414.486

402.414.486

402.414.486

402.414.486

402.414.486

402.414.486

402.414.486

402.414.486

3.155.937.859

25.026.425.445

11.413.194.475

29.362.060.815

19.308.168.348

DBH SDA**)

339.993.327.000

349.283.834.000

410.483.310.000

564.661.391.000

724.963.659.000

1.039.124.622.000

865.423.847.000

685.318.844.000

521.667.743.000

771.058.947.000

980.390.340.000

615.961.906.000

719.621.530.000

474.427.796.000

614.793.461.000

484.825.804.000

626.674.608.000

854.532.248.000

486.381.005.000

324.815.695.000

832.297.473.000

97.698.630.000

223.177.156.000

366.551.466.000

441.295.580.000

438.746.757.000

DAU

43.992.850.000

44.717.880.000

33.992.090.000

52.222.910.000

66.038.060.000

101.042.760.000

66.403.040.000

58.946.380.000

51.626.440.000

73.107.750.000

54.663.430.000

24.642.780.000

58.514.490.000

42.267.390.000

60.473.980.000

43.546.330.000

44.882.840.000

64.898.210.000

43.195.920.000

551.160.000

41.600.750.000

5.486.520.000

53.513.420.000

45.974.050.000

53.527.880.000

DAK

9.175.880.000

11.382.060.000

15.206.730.000

22.714.290.000

14.518.060.000

11.766.670.000

14.374.880.000

17.837.590.000

11.347.510.000

8.741.230.000

14.211.440.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

773.500.000

1.632.000.000

2.154.500.000

1.358.900.000

2.709.750.000

1.194.750.000

3.137.500.000

1.449.000.000

2.025.500.000

1.289.750.000

2.998.250.000

1.329.750.000

713.250.000

790.250.000

1.904.500.000

1.016.500.000

1.930.120.000

1.110.000.000

1.104.000.000

2.073.750.000

1.801.000.000

2.074.000.000

TAMSIL**)

45.005.588.000

34.097.973.000

78.094.218.000

119.413.450.000

115.120.871.000

218.799.196.000

178.325.531.000

120.522.888.000

70.734.806.000

132.869.333.000

182.110.933.000

157.721.676.000

88.673.765.000

139.072.771.000

94.906.804.000

157.117.802.000

217.990.974.000

70.094.513.000

130.516.028.000

14.117.604.000

23.630.460.000

22.355.621.000

18.648.374.000

36.394.601.000

TJ. PROF
-

22.052.555.000

22.809.994.000

3.000.000.000

22.763.285.000

19.943.276.000

23.311.379.000

DID
-

459.073.400.000

380.385.340.000

BOS

459.866.354.826

563.041.115.386

546.522.876.692

800.708.757.176

985.715.106.309

1.461.227.411.942

1.214.644.206.341

912.630.465.499

685.204.791.600

1.031.279.391.019

1.690.303.596.888

928.972.161.977

960.673.351.665

623.807.351.552

838.536.656.259

643.023.338.344

875.160.208.888

1.172.667.290.559

618.945.361.238

540.496.142.958

1.425.376.487.379

119.015.574.892

284.323.968.443

474.184.209.356

560.330.929.437

575.339.642.495

JUMLAH TOTAL
2014

164

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

166.770.092

4.848.799.887

4.791.791.917

56.936.519.467

13.268.021.570

22.730.616.574

471 Kab. Sabu Raijua

472 Kab. Malaka

473 Provinsi Maluku

Kab. Maluku Tenggara


474
Barat

475 Kab. Maluku Tengah

7.896.988.518

8.034.178.935

393.201.798

614.914.461

8.213.150.725

8.828.690.047

467 Kab. Nagekeo

468 Kab. Sumba Barat Daya

469 Kab. Sumba Tengah

166.770.092

300.292.358

8.964.409.429

9.416.592.874

465 Kab. Rote Ndao

466 Kab. Manggarai Barat

470 Kab. Manggarai Timur

166.770.092

10.928.869.933

20.095.908.941

463 Kab. Timor Tengah Utara

464 Kota Kupang

243.712.980

227.034.183

313.722.824

166.770.092

190.031.737

13.317.018.126

11.713.405.170

461 Kab. Sumba Timur

414.648.367

7.049.703.987

431.567.622

184.540.587

206.713.246

290.111.399

1.644.949.046

462 Kab. Timor Tengah Selatan

460 Kab. Sumba Barat

7.281.854.561

11.243.944.339

458 Kab. Ngada

459 Kab. Sikka

602.695.838

8.872.435.634

10.474.232.346

9.844.183.132

456 Kab. Lembata

11.627.015.392

454 Kab. Flores Timur

455 Kab. Kupang

457 Kab. Manggarai

234.254.921

10.184.382.366

453 Kab. Ende

626.055.421

9.976.684.856

197.077.152

3.335.401.847

DBH CHT **)

7.574.158.506

67.802.415.535

DBH PAJAK *)

451 Kab. Alor

Provinsi Nusa Tenggara


Timur

Nama Daerah

452 Kab. Belu

450

No

20.378.040.011

5.100.575.520

11.132.000.183

1.296.444.020

565.172.479

686.883.775

1.060.167.679

1.134.222.079

1.438.951.231

511.412.479

719.065.855

511.412.479

2.469.118.111

1.662.343.871

1.176.316.159

884.372.479

549.467.518

938.441.599

783.365.503

711.092.479

1.167.297.919

511.412.479

1.380.685.429

1.438.092.296

796.243.968

3.485.319.424

DBH SDA**)

848.638.632.000

487.859.601.000

1.019.704.312.000

285.088.668.000

314.254.688.000

421.442.287.000

302.033.721.000

413.582.665.000

381.411.361.000

442.388.310.000

361.623.423.000

598.804.801.000

506.713.353.000

658.897.183.000

561.028.322.000

350.946.291.000

553.376.947.000

410.643.171.000

507.725.930.000

388.625.200.000

598.332.549.000

531.905.134.000

546.281.332.000

349.381.471.000

510.220.213.000

1.131.687.590.000

DAU

79.024.340.000

88.681.950.000

70.134.160.000

59.315.150.000

60.619.330.000

47.199.820.000

57.779.650.000

53.814.920.000

70.708.820.000

68.124.580.000

61.439.470.000

77.111.260.000

79.221.340.000

55.844.720.000

47.110.780.000

57.200.420.000

51.185.280.000

84.916.470.000

51.502.280.000

71.364.090.000

63.399.410.000

51.722.470.000

82.491.950.000

83.203.560.000

74.235.910.000

DAK

18.790.490.000

15.370.890.000

10.005.250.000

15.999.210.000

11.365.610.000

14.151.130.000

14.968.790.000

21.325.970.000

15.408.880.000

13.373.610.000

15.476.900.000

15.796.710.000

11.159.470.000

12.405.540.000

12.877.300.000

24.514.740.000

12.731.470.000

13.715.810.000

11.196.220.000

11.458.790.000

13.171.310.000

15.525.840.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS

10.664.190.000

5.735.750.000

321.000.000

1.935.000.000

1.944.190.000

2.011.750.000

778.750.000

1.770.750.000

4.649.110.000

2.233.420.000

2.702.060.000

6.965.500.000

3.248.250.000

1.965.010.000

2.786.750.000

2.237.250.000

4.256.000.000

2.040.060.000

3.857.250.000

3.482.140.000

2.417.430.000

4.752.000.000

4.583.240.000

TAMSIL**)
-

68.730.792.000

41.974.893.000

50.102.952.000

15.202.947.000

51.318.470.000

13.120.218.000

38.563.948.000

46.438.097.000

95.173.327.000

34.664.992.000

127.517.782.000

46.923.720.000

80.509.232.000

52.918.743.000

40.203.207.000

79.904.196.000

36.241.573.000

55.340.795.000

45.809.450.000

76.235.695.000

71.213.233.000

84.616.684.000

43.255.662.000

47.135.915.000

TJ. PROF

DID

227.306.730.000

716.042.300.000

BOS

1.068.957.100.585

657.991.681.090

1.385.534.721.650

343.214.855.937

404.419.041.549

560.358.272.534

384.855.045.289

535.433.969.587

508.449.221.754

644.473.834.711

491.905.540.376

808.536.144.512

660.388.761.136

854.635.935.778

703.573.792.265

459.733.482.833

717.898.832.479

521.589.410.747

688.218.246.095

510.894.683.951

774.751.129.972

693.624.676.270

709.706.722.841

502.690.699.223

671.638.773.976

1.996.588.936.806

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

165

43.753.155.898

15.218.101.783

7.402.381.093

12.371.977.865

9.163.530.698

480 Kab. Seram Bagian Timur

481 Kab. Kepulauan Aru

482 Kota Tual

483 Kab. Maluku Barat Daya

484 Kab. Buru Selatan

33.911.599.509

17.988.652.609

502 Kab. Nabire

17.483.452.745

499 Kab. Jayawijaya

249.463.714.439

22.787.469.901

498 Kab. Jayapura

500 Kab. Merauke

15.063.681.624

501 Kab. Mimika

308.851.687.582

5.606.789.682

495 Kab. Pulau Taliabu

497 Kab. Biak Numfor

8.013.541.406

496 Provinsi Papua

19.873.470.400

493 Kab. Halmahera Utara

494 Kab. Pulau Morotai

9.967.114.625

19.403.834.497

15.453.815.468

13.755.027.410

489 Kab. Halmahera Timur

490 Kota Tidore Kepulauan

491 Kab. Kepulauan Sula

23.535.186.236

488 Kota Ternate

492 Kab. Halmahera Selatan

14.652.981.066

487 Kab. Halmahera Barat

47.257.041.105

15.649.957.353

485 Provinsi Maluku Utara

486 Kab. Halmahera Tengah

25.677.519.047

14.140.663.687

478 Kota Ambon

479 Kab. Seram Bagian Barat

13.856.817.585

DBH CHT **)

11.648.273.970

DBH PAJAK *)

476 Kab. Maluku Tenggara

Nama Daerah

477 Kab. Buru

No

38.396.893.025

738.190.224.535

63.599.426.457

28.071.568.891

30.538.448.816

27.908.036.611

406.107.926.469

13.268.941.065

18.357.300.965

47.731.812.621

48.340.162.081

18.932.122.142

19.183.495.332

82.237.304.640

18.163.644.005

18.808.220.432

40.449.057.976

75.924.233.098

17.162.560.665

8.691.576.544

1.970.848.096

6.518.740.701

5.763.475.612

1.972.466.510

1.970.848.096

15.527.685.891

1.970.848.096

DBH SDA**)

643.898.180.000

582.498.865.000

1.161.464.820.000

608.581.629.000

597.199.562.000

525.097.245.000

1.991.202.341.100

127.680.329.000

323.758.154.000

422.491.517.000

524.814.372.000

339.809.267.000

497.417.022.000

372.886.814.000

536.443.879.000

410.351.504.000

392.180.412.000

906.623.550.000

362.524.010.000

483.431.553.000

311.236.553.000

469.996.166.000

436.637.414.000

495.911.700.000

601.627.489.000

392.051.367.000

399.953.093.000

DAU

66.646.810.000

63.567.800.000

154.868.680.000

103.979.500.000

65.499.130.000

55.772.490.000

120.505.640.000

7.500.260.000

77.850.060.000

58.889.940.000

48.965.100.000

63.325.900.000

49.139.160.000

58.574.140.000

59.724.230.000

56.550.830.000

53.023.530.000

74.623.090.000

69.525.730.000

86.571.110.000

37.646.940.000

54.912.100.000

51.196.040.000

52.504.700.000

45.444.830.000

46.468.860.000

57.677.580.000

DAK

14.085.950.000

17.823.760.000

38.944.350.000

19.836.330.000

9.921.060.000

9.039.750.000

14.374.520.000

9.247.690.000

12.410.710.000

15.733.510.000

13.649.590.000

9.528.090.000

12.404.500.000

21.052.500.000

7.598.930.000

9.529.450.000

10.726.940.000

9.586.130.000

DAK TAMBAHAN
-

4.777.070.560.000

OTSUS

3.107.000.000

324.750.000

5.407.000.000

1.624.500.000

1.049.250.000

1.011.000.000

1.956.750.000

3.859.500.000

1.430.000.000

2.826.000.000

1.007.250.000

2.921.960.000

2.423.750.000

3.066.910.000

2.632.880.000

201.750.000

1.611.000.000

3.218.250.000

1.280.250.000

3.307.500.000

10.118.400.000

5.123.250.000

5.079.000.000

4.616.940.000

3.342.750.000

TAMSIL**)

46.146.145.000

31.170.916.000

49.327.113.000

50.007.680.000

48.199.964.000

34.596.271.000

19.062.840.000

10.855.053.000

34.147.182.000

37.097.066.000

48.732.004.000

38.806.355.000

34.323.754.000

82.776.610.000

43.212.484.000

23.663.119.000

15.895.740.000

19.978.032.000

27.492.128.000

14.823.231.000

13.246.500.000

31.802.071.000

129.315.671.000

24.770.798.000

31.255.109.000

TJ. PROF

DID
-

345.040.400.000

154.892.720.000

BOS

830.269.630.634

1.683.040.029.974

1.507.522.988.966

829.584.660.636

764.224.574.717

669.408.034.235

7.948.778.555.151

174.130.159.747

449.830.609.371

601.367.942.021

689.298.224.578

496.003.117.767

619.308.309.742

582.131.298.108

723.067.299.241

560.292.519.498

537.127.046.329

1.259.522.384.203

488.287.071.363

635.314.999.409

387.029.100.189

572.374.769.484

570.244.435.510

612.181.791.197

809.115.357.143

504.670.054.861

508.056.197.681

JUMLAH TOTAL
2014

166

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

26.828.403.087

24.299.083.199

512 Kab. Boven Digoel

513 Kab. Mappi

12.401.843.526

41.950.123.249

8.319.117.027

9.321.141.196

10.343.537.666

8.968.809.424

12.253.614.335

14.047.732.826

12.851.810.267

10.455.718.695

166.600.614.578

148.931.551.011

39.447.283.542

37.813.813.725

516 Kab. Supiori

517 Kab. Mamberamo Raya

518 Kab. Mamberamo Tengah

519 Kab. Yalimo

520 Kab. Lanny Jaya

521 Kab. Nduga

522 Kab. Dogiyai

523 Kab. Puncak

524 Kab. Intan Jaya

525 Kab. Deiyai

526 Provinsi Papua Barat

527 Kab. Sorong

528 Kab. Manokwari

529 Kab. Fak Fak

22.594.562.078

23.926.362.174

514 Kab. Asmat

515 Kab. Waropen

22.329.466.322

17.727.108.522

510 Kab. Pegunungan Bintang

511 Kab. Tolikara

19.030.508.281

20.420.720.034

508 Kab. Keerom

30.863.770.986

19.316.675.372

506 Kota Jayapura

507 Kab. Sarmi

509 Kab. Yahukimo

18.835.313.681

505 Kab. Kepulauan Yapen

13.181.464.339

DBH CHT **)

15.719.555.825

DBH PAJAK *)

503 Kab. Paniai

Nama Daerah

504 Kab. Puncak Jaya

No

28.679.724.724

16.911.415.706

90.771.783.166

672.533.024.421

27.898.730.491

27.898.730.491

27.898.730.491

27.898.730.491

27.898.730.491

27.898.730.491

27.898.730.491

27.898.730.491

51.757.451.778

27.898.730.491

30.861.486.707

32.644.919.010

28.142.767.627

51.586.896.799

29.843.364.091

30.984.151.291

34.940.752.891

38.729.186.165

69.944.222.698

27.898.730.491

27.898.730.491

32.736.915.451

34.716.950.011

DBH SDA**)

626.893.988.000

426.037.888.000

473.691.257.000

1.122.264.659.000

405.595.790.000

636.141.574.000

722.726.455.000

462.108.590.000

506.372.604.000

594.234.876.000

567.217.623.000

554.042.420.000

650.844.607.000

409.397.485.000

467.780.810.000

822.115.038.000

728.591.348.000

740.002.449.000

661.680.651.000

784.449.474.000

606.920.946.000

500.546.216.000

667.002.043.000

624.312.379.000

469.840.515.000

632.414.392.000

508.843.453.000

DAU

53.399.520.000

55.155.510.000

62.212.050.000

61.215.730.000

69.323.660.000

115.471.040.000

116.286.770.000

69.838.410.000

94.728.540.000

132.557.380.000

115.523.040.000

105.700.670.000

58.866.700.000

85.798.620.000

48.642.950.000

77.013.570.000

74.803.490.000

66.284.590.000

134.631.230.000

140.512.710.000

89.638.500.000

85.323.760.000

56.454.580.000

52.060.640.000

66.838.450.000

119.407.740.000

90.407.210.000

DAK

20.647.520.000

10.453.600.000

13.083.610.000

37.614.880.000

15.491.610.000

15.120.710.000

25.403.150.000

22.281.350.000

22.858.820.000

13.897.810.000

8.037.830.000

11.690.650.000

13.895.060.000

22.298.170.000

12.367.020.000

23.998.770.000

20.775.730.000

16.242.020.000

14.779.540.000

12.333.460.000

12.087.900.000

17.102.580.000

20.803.530.000

DAK TAMBAHAN
-

2.047.315.954.000

OTSUS
-

1.319.070.000

1.017.000.000

1.270.250.000

102.750.000

1.221.750.000

71.500.000

1.737.000.000

1.150.500.000

443.250.000

129.750.000

1.818.000.000

1.760.250.000

2.354.750.000

2.400.000.000

218.250.000

1.095.250.000

2.072.250.000

1.047.750.000

3.872.700.000

1.944.890.000

1.051.500.000

TAMSIL**)

33.416.237.000

40.080.046.000

61.953.099.000

15.105.968.000

11.104.372.000

16.076.032.000

24.278.908.000

13.507.160.000

71.387.176.000

26.463.008.000

41.953.420.000

11.807.788.000

39.243.844.000

23.855.480.000

15.396.796.000

47.452.431.000

12.569.640.000

10.643.280.000

12.804.576.000

13.225.612.000

22.842.170.000

10.995.112.000

110.710.743.000

26.009.487.000

16.323.868.000

6.101.591.000

TJ. PROF

DID
-

124.213.930.000

BOS

781.522.353.449

578.649.143.248

859.477.510.177

4.194.246.661.999

540.055.217.186

816.622.636.758

934.650.600.317

611.869.862.826

668.333.553.915

862.975.350.157

769.148.142.687

760.902.927.518

830.942.480.027

582.778.353.017

608.517.988.881

986.014.695.088

925.587.289.826

912.038.998.886

878.742.653.613

1.012.951.357.613

783.460.800.925

681.251.380.446

837.093.843.070

849.718.963.477

623.455.286.172

834.756.551.276

674.054.198.350

JUMLAH TOTAL
2014

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

167

8.237.684.710

539 Kab. Pegunungan Arfak

539

323

**) PMK dalam proses penandatangan Menkeu

*) PPh PMK Nomor 202/PMK.07/2013

JUMLAH DAERAH

7.441.774.701

7.272.794.697

19.506.140.425

18.463.747.259

31.189.549.172

34.811.203.772

86.614.243.822

20.695.550.746

17.485.901.284

14.721.643.385

DBH SDA**)

91.403.520.000

85.432.173.000

494.724.124.000

377.464.887.000

561.572.509.000

373.039.643.000

576.627.839.000

591.036.221.000

396.040.495.000

420.363.515.000

DAU

8.467.420.000

4.737.640.000

69.152.440.000

61.978.050.000

53.083.940.000

55.296.190.000

53.484.710.000

80.560.460.000

55.336.800.000

45.538.650.000

DAK

16.194.260.000

10.651.140.000

8.201.300.000

8.135.680.000

12.747.450.000

18.061.370.000

8.856.800.000

DAK TAMBAHAN

OTSUS
-

996.000.000

996.000.000

192.190.000

1.876.970.000

2.124.750.000

2.088.000.000

1.236.000.000

2.364.500.000

2.113.750.000

TAMSIL**)

56.927.620.000

9.065.540.000

5.944.307.000

22.839.683.000

76.457.784.000

23.578.758.000

23.110.495.000

15.208.968.000

40.829.786.000

60.301.587.000

TJ. PROF

DID
-

BOS
-

173.474.019.411

115.344.638.987

620.351.240.535

507.300.150.245

756.459.149.750

518.807.301.775

933.161.807.628

765.468.595.280

554.262.604.137

571.553.177.566

JUMLAH TOTAL
2014

538

539

528

183

429

505

99

34

539

39.237.603.580.856 2.213.999.999.987 60.560.606.544.471 341.219.325.651.000 30.200.000.000.000 2.800.000.000.000 -13.648.773.028.000 945.865.970.000 56.136.316.551.000 1.387.800.000.000 23.229.660.670.000 571.579.951.995.314

7.840.491.290

PAGU TOTAL

14.637.779.110

537 Kab. Tambraw

538 Kab. Manokwari Selatan

24.077.097.578

15.902.642.986

535 Kab. Kaimana

536 Kab. Maybrat

21.821.077.003

534 Kab. Teluk Wondama

38.670.025.534

178.489.069.806

532 Kab. Raja Ampat

533 Kab. Teluk Bintuni

28.514.032.181

DBH CHT **)

33.348.321.853

DBH PAJAK *)

530 Kota Sorong

Nama Daerah

531 Kab. Sorong Selatan

No

168

Pelengkap Buku Pegangan 2014

Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014

169

You might also like