You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia
(kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Berdasarkan
etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan
kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan
oleh penyakit tertentu.
Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN.
Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio
neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang
mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T (4). Kelainan histopatologi pada SN
primer meliputi nefropati lesi minimal,nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal
segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif.
Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit infeksi, keganasan, obatobatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik, penyakit
herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis,
obesitas massif. Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik).
Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau melakukan biopsi
ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat
perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon terapi yang bervariasi dan sering
terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan. Berikut akan dibahas patogenesis/patofisiologi
dan penatalaksanaan SN.

BAB II
STATUS PASIEN
2.1.

Identifikasi

Nama

: Tn. Ismail

Usia

: 19 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Belum menikah

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Suka Darma, Palembang

Pekerjaan

: Pelajar

MRS

: 14 Maret 2013

Tanggal Pemeriksaan

: 15 Maret 2013

2.2.

Anamnesis

Keluhan Utama
Bengkak di kantung kemaluan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 1 bulan yang lalu penderita mengeluh bengkak pada kelopak mata terutama
saat bangun tidur yang berkurang saat siang dan sore hari. Bengkak kemudian
terjadi pada wajah, perut dan kakinya. Penderita juga mengakui keluhan tersebut
diikuti dengan buang air kecil yang jarang dan sedikit sebanyak seperempat gelas
perhari berwarna kuning tanpa disertai rasa nyeri dan darah. Sesak nafas diakui
tidak ada, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada. Penderita tidak pernah berobat
untuk keluhan tersebut
Sejak 1 minggu yang lalu penderita mengaku bengkak diseluruh tubuhnya
menetap yang membuat penderita sulit untuk bergerak, penderita juga mengaku
keluhan bengkak juga terjadi di kantung kemaluannya, yang membuat penderita
berobat ke RSUD Palembang BARI.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal pernah menderita penyakit serupa sebelumnya

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat penggunaan obat lama disangakal

Riwayat sakit tenggorokan dan menderita sariawan disangkal

Pasien menyangkal pernah menderita sariawan yang berkepanjangan

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


-

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal

Riwaayat sakit jantung disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.

2.3.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
Keadaan umum

: Tampak sakit

Keadaan sakit

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Gizi

: Cukup

Dehidrasi

: (-)

Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 86 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 23 kali per menit, thoracoabdominal

Suhu

: 36,5o C

Berat Badan

: 55 kg

Tinggi Badan

: 150 cm

KEPALA
Bentuk

Normal, simetris

Rambut

Hitam, mudah dicabut

Ekspresi biasa, region facialis terdapat hiperpigmentasi ukuran

Wajah

lentikuler, diskrit sebagian konfluen


Mata

Konjungtiva anemis (-)/(-)


sclera tidak iktrerik
pupil isokor
Refleksi cahaya positif
edema periorbital (+)

Telinga

Bentuk normal, simetris, membran timpani intak

Hidung

Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi

Mulut

Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak hiperemis

Inspeksi

Bentuk normal, tidak ada deviasi trakhea

Palpasi

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB

LEHER

JVP tidak meningkat (5-2 cmH2O)

THORAX
Paru-paru
Inspeksi

: Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri

Palpasi

: Stremfemitus pada basis paru kiri menurun

Perkusi

: Sonor di lapangan paru dextra dan redup di basis paru sinistra

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra, thrill tidak


teraba.

Perkusi

: Batas atas ICS II, kanan linea parasternalis dextra, kiri linea
midclavicularis sinistra

Auskultasi

: HR 86x/menit, murmur (-), gallop (-)


4

Abdomen
Inspeksi

: Datar, umbilicus tidak menonjol, venektasi dan scar tidak ada.

Palpasi

: Tegang, nyeri tekan epigastrium tidak ada, hepar dan lien


tidak teraba

Perkusi

: Thympani, shifting dullness (+)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Alat Kelamin
Skrotum kanan dan kiri edema, tepi eritema ditutupi skuama putih
Ekstremitas
EKSTREMITAS
-

Superior

Ankral hangat
Eritema palmaris
Sianosis tida ada
Clubbing finger tidak ada
edema

Inferior

Akral hangat
edema (+/+)
pitting edema pretibial (+)
Tidak ada sianosis

2.4.

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

Hematologi (14 Maret 2013)


Darah

Rutin Tgl (14-maret-2013)

Nilai

Normal
Hemoglobin
Leukosit

: 7500

g/dl
103/l

10.000
Trombosit

: 261.000

u/I

400.000
5

14 16
5000150.000-

Hematokrit
DC

: 26
: 0/3/2/72/14/9

80,0 100,0

Kimia Klinik
-

Protein total
: 4,3
Albumin
: 1,8
Globulin
: 2,5
Bilirubin total
: 0,18
SGOT
: 28
SGPT
: 30
Ureum
: 43
Creatinine
: 1,14
Colesterol total
: 269
Na
: 143
K
: 4,63
Tgl 15-3-2013
- Glukosa sewaktu
: 101

g/dl
g/dl
g/dl
mg/dl
U/l
U/l
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/dl
mmol/dl

6,7-8,7
3,8 5,1
1,5 3,0
0,1 1,2
<37
<41
20-40
0,19-1,3
<200
135-155
3,6-6,5

mg/dl

<180

Urine rutin tanggal 16-3-2013


Warna

: kuning

pH
Berat jenis
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Bilirubin
Urobilinogen
SEDIMEN
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Bakteri
Silinder

:5
: negatif
: +1
: negatif
: negatif
: negatif
: +1
: 4-6/LPB
: 3-5/LPB
: positif
: negatif
: negatif
: hyalin +

Pemeriksaan Radiologi
6

: 1025

Hasil: Cor tidak membesar


Perselubungan lobus inferior paru kiri
Kesan : Efusi pleura kiri

Hasil: Udara usus merata, tak tampak batu radio opak, tulang-tulang baik.
Pemeriksaan EKG

Hasil : sinus ritme Normal EKG


2.5.

Resume
Sejak 1 bulan yang lalu penderita mengeluh bengkak pada kelopak mata
terutama saat bangun tidur yang berkurang saat siang dan sore hari. Bengkak
kemudian terjadi pada wajah, perut dan kakinya. Penderita juga mengakui keluhan
tersebut diikuti dengan buang air kecil yang jarang dan sedikit sebanyak
seperempat gelas perhari berwarna kuning tanpa disertai rasa nyeri dan darah.
Sesak nafas diakui tidak ada, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada. Penderita
tidak pernah berobat untuk keluhan tersebut
Sejak 1 minggu yang lalu penderita mengaku bengkak diseluruh tubuhnya
menetap yang membuat penderita sulit untuk bergerak, penderita juga mengaku
keluhan bengkak juga terjadi di kantung kemaluannya, yang membuat penderita
berobat ke RSUD Palembang BARI.
Riwayat mengkonsumsi obat dalam waktu lama disangkal, riwayat penyakit
darah tinggi disangkal, riwayat penyakit kencing manis disangkal, riwayat sakit
tenggorokan dan menderita sariawan disangkal.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran

compos mentis, tekanan darah 140/80mmHg, nadi 86x/m, pernapasan 23x/m, suhu
36,5C. Pada mata didapatkan konjungtiva palpebra pucat, edema periorbital, pada
wajah didapat plak hiperpigmentasi ukuran lentikuler, diskrit sebagian konfluen.
Pada pemeriksaan toraks, paru didapatkan stemfremitus pada basis paru kiri
menurun dan perkusi didapatkan redup pada basis paru kiri dan jantung dalam batas
normal. Pada pemeriksaan abdomen dijumpai perut tegang, shifting dullness (+).
Pada ekstremitas ditemukan edema (+)/(+), pitting edema pretibia dikedua tungkai
(+)/(+).
Pada pemeriksaan laboratorium (14 maret 2013) didapatkan Hb 9,1 g/d,
Leukosit: 7.500/mm3, Trombosit: 261.000/mm3, Hitung jenis: 0/3/2/72/14/9%, BSS:
101 mg/dl, Ureum: 43 mg/dl, Creatinin: 1,14
Albumin: 1,8

mg/dl, Protein total: 4,3 g/dl,

g/dl, Globulin: 2,5 g/dl, Bilirubin Direk: 1,13 mg/dl, Bilirubin

Indirek: 2,23 mg/dl, Kolesterol total: 269 mg/Dl. SGOT: 28 U/I, SGPT:

30

U/I,

Natrium: 143 mmol/I, Kalium: 4,63 mmol/I, pada urinalisa didapatkan sel epitel: +,
Erithrocyte: 3-5/lpb, Cylinder: hyalin + ,protein +1, urobilinogen +1

10

2.6.

Diagnosis Sementara

Sindroma nefrotik
2.7.

Diagnosis Banding

Sindroma Nefritik
Nefritis Lupus
2.8.

Penatalaksanaan

1. Tirah baring
2. Diet BB
3. Diet rendah garam dan protein 40 gr/hari
4. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari
5. Medikamentosa
-

IVFD RL gtt xx/m

Inj. Furosemid 2 x 1 amp

Inj. Radin 2 x 50 mg

Neurodex 1 x 500 mg

Simpastatin 1 x 10 mg

Metil prednisolon 3 x 4 mg

2.9. Rencana Pemeriksaan


a. C3/C4
b. ANA Test/ anti ds-DNA
c. biopsy ginjal

2.10. Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam : bonam

11

FOLLOW UP
Follow up tanggal 15 Maret 2013
S
O

Semua bagian badan membengkak


Sense
: compos mentis
N
TD
T
Mata :

: 86x/mnt reguler

: 140/80 mmHg
RR
: 23x/mnt
: 36,5 C
Konjunctiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-, atropi

Leher:
Paru-paru:

papil lidah (-)


JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KBG (-)
I: Simetris kanan dan kiri
P: stemfremitus di basis paru kiri menurun
Per: Sonor di lapangan paru dextra dan redup di basis paru
sinistra

Jantung :
Abdomen:

A:vesikuler (+), ronki (-), wheezing (-)


HR: 86 x/m, regular, murmur (-), gallop (-)
I: datar, umbilicus tidak menonjol, venektasi (-)
P: tegang, nyeri tekan di regio epigastrium (-), hepar dan
lien tidak teraba.
P: thympani, shifting dullnes (+).

Extremitas:

A: BU (+) normal
Edema ekstremitas atas
Edema ekstremitas bawah edema(+), pitting edema

Assessment

pretibia (+)/(+)
Sindroma nefrotik

Diagnosis Banding

Sindroma Nefritik

Planning

Nefritis Lupus
o Istirahat
o Diet BB
-

IVFD RL gtt xx/m

Inj. Furosemid 2 x 1 amp

Inj. Radin 2 x 50 mg

Neurodex 1 x 500 mg

KSR 1x1 tab

Metil prednisolon 3 x 4 mg

Simpastatin 1x 10 mg
12

Tanggal 16 Maret 2013


S

Semua bagian badan membengkak, kantong kemaluan dan lipat paha


Sense

terdapat nanah
: compos mentis

TD
T
Mata :

: 130/70 mmHg
RR
: 22x/mnt
: 36,6 C
Konjunctiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-, atropi

Leher:
Paru-paru:

: 85x/mnt reguler

papil lidah (-)


JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KBG (-)
I: Simetris kanan dan kiri
P: stemfremitus di basis paru kiri menurun
Per: Sonor di lapangan paru dextra dan redup di basis paru
sinistra

Jantung :
Abdomen:

A:vesikuler (+), ronki (-), wheezing (-)


HR: 85 x/m, regular, murmur (-), gallop (-)
I: datar, umbilicus tidak menonjol, venektasi (-)
P: tegang, nyeri tekan di regio epigastrium (-), hepar dan
lien tidak teraba.
P: thympani, shifting dullnes (+).

Extremitas:

A: BU (+) normal
Edema ekstremitas atas
Edema ekstremitas bawah edema(+), pitting edema

Assessment

pretibia (+)/(+)
Sindroma nefrotik

Diagnosis Banding

Sindroma Nefritik

Planning

Nefritis Lupus
o Istirahat
o Diet BB
-

IVFD RL gtt xx/m

Inj. Furosemid 2 x 1 amp

Inj. Radin 2 x 50 mg

Neurodex 1 x 500 mg

Metil prednisolon 3 x 4 mg

Simpastatin 1x 10 mg
13

Cipro 2 x 1 g

Tanggal 18 maret 2013


S

Kedua kaki masih membengkak dan kantung kemaluan serta lipat paha
terdapat nanah
Sense
: compos mentis

TD
T
Mata :

: 86x/mnt reguler

: 140/80 mmHg
RR
: 23x/mnt
: 36,5 C
Konjunctiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-, atropi

Leher:
Paru-paru:

papil lidah (-)


JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KBG (-)
I: Simetris kanan dan kiri
P: stemfremitus di basis paru kiri menurun
Per: Sonor di lapangan paru dextra dan redup di basis paru
sinistra

Jantung :
Abdomen:

A:vesikuler (+), ronki (-), wheezing (-)


HR: 86 x/m, regular, murmur (-), gallop (-)
I: datar, umbilicus tidak menonjol, venektasi (-)
P: tegang, nyeri tekan di regio epigastrium (-), hepar dan
lien tidak teraba.
P: thympani, shifting dullnes (+).

Extremitas:

A: BU (+) normal
Edema ekstremitas atas
Edema ekstremitas bawah edema(+), pitting edema

Assessment

pretibia (+)/(+)
Sindroma nefrotik

Diagnosis Banding

Sindroma Nefritik

Planning

Nefritis Lupus
o Istirahat
o Diet BB
-

IVFD RL gtt xx/m

Inj. Furosemid 2 x 1 amp

Inj. Radin 2 x 50 mg

Neurodex 1 x 500 mg

Metil prednisolon 3 x 4 mg

Simpastatin 1x 10 mg
14

Cipro 2 x 1 g
Konsul dokter kulit kelamin:

Konpres NaCl 0,5% 6 x 5 menit pagi sore 3-4 hari


Jika kering di terapi : Ketokonazole zalp 2 x 1

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang
ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram/24 jam disertai hipoalbuminemia <3,5 gr/dl,
edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkolesterolemia.
15

Pada proses awal untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. Protenuria masif merupakan tanda khas SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal
normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA).

3.2. ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai satu penyakit autoimun.
Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
I.

Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhaap semua pengobatan. Gejala adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.

II. Sindrom nefrotik sekunder


1. Malaria kuartana atau parasit lain
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis vena
renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, air raksa.
5. Amilodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif hipokomplementamik.
III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. Membagi dalam 4 golongan
yaitu :
1. Kelainan minimal
16

Dengan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan


mikroskop elektron terdapat IgG atau imunoglobulin bet-1C pada dinding
kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
2. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi set. Tidak sering ditemukan pada anak.Prognosis kurang baik.
3. Glomerulonefritis proliferatif
a.

Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.


Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.

Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.


Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi
dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan
setelah pengobatan yang lama.
b.

Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)


Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai

(kapsular) dan viseral.


c.

Dengan bulan sabit (crescent)


Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai

(simpai (kapsular) dan viseral.


d.

Glomerulonefritis membranopliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai

membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta 1A


rendah.
e.

Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.

IV.

Glomeruloksklerosis fokal segmental.

17

Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan
atrofi tubulus. Prognosis buruk.

3.3. PATOFISIOLOGI

Reaksi antigen antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus


meningkat diikuti oleh kebocoran protein.
a. PROTEINURIA
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua
berdasarkan muatan listrik ( change barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang
tersebut ikut terganggu.
Proteiunuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul
protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila molekul protein yang keluar
terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang
keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin.
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar
18

kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang


hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan
turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma
ke ruang interstitial.
b. HIPOALBUMINEMIA
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria
masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis
albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein
dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi tidak mendorong peningkatan ekskresi
albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi
dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
Hipoalbuminemia

menyebabkan

penurunan

tekanan

onkotik

koloid

plasma

intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding


kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.
Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya
retensi air dan natrium di renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha
kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.
Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi
cairan ke ruang interstitial.
c. EDEMA
Keterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah dianggap
jelas dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa
mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik
mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan
onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial. Dengan
meningkatnya

permealiblitas

kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan

albuminuria dan hipoalbuminemia.

19

Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkotik koloid plasma


intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding
kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan terbentuknya
edema.
Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri
dalam peredaran menurun dibanding dengan

volume sirkulasi efektif. Menurunnya

volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal.

Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk

menjaga volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai
peristiwa kompensasi sekunder.

Retensi cairan, yang secara terus-menerus menjaga

volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke
ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat keseimbangan
hingga edema stabil.

Kelainan glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik hidropatik koloid plasma

20


Volume plasma

Retensi Na renal sekunder

Edema

Terbentuknya edema menurut teori underfilled


Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti diuretik
hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang,
pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena
hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena
tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume
plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah
konsep baru yang disebut teori overfill.
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer
dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi
sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat
menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron
rendah sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.
3.4. DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma Nefrotik ditentukan dari anamnesa pasien, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa pasien akan ditemukan bengkak seluruh tubuh,
21

edema palpebra terutama pagi hari yang berkurang pada siang dan sore hari, kadangkadang ditemukan pasien dengan keluhan sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan edema anasarka, dan asites. Pada pemeriksaan penunjang akan didapatkan
hasil proteinuria masif >3,5 gram/24jam, hipoalbuminemia <3,5 gram/dl, hiperlipidemia,
lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis pasti penderita SN dengan biopsi ginjal.
3.5. TERAPI
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit
dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan
mengobati komplikasi. Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu
mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi
dengan tiazid, metalazon dan atau asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki
hipoalbuminemia dan mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan
protein 0.8-1.0 g/kg BB/hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II
(angiotensin II receptor antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi
keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria.
Risiko tromboemboli pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan. Walaupun
pemberian antikoagulan jangka panjang masih kontroversial tetapi pada satu studi terbukti
memberikan keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinik dalam populasi menyokong pendapat
perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,
pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliseride dan meningkatkan
kolesterol HDL.
a. Nonfarmakologis:
- Istirahat dan diet rendah garam. Istirahat di tempat tidur akan sangat bermanfaat
untuk pasien asites karena SN. Konsumsi perlu dikurangi hingga kira-kira 40-60
rnEq/hari. Kira-kira 20 % pasien asites akan mengalami perbaikan diuresisnya hanya
dengan istirahat dan diet rendah garam.
-

Restriksi protein. Pasien diminta untuk diet rendah protein 0,8 gram/kgBB
ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam

Diet rendah kolesterol <600 mg/hari

Berhenti merokok
22

b. Farmakologis
-

Pengobatan edema dapat diberikan obat diuretik loop (furosemid, spironolakton)

Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis reseptor


Angiotensin II (captopril).

Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin.

Pengobatan etiologi penyakit Glomerular dapat diberikan dari golongan steroid


(prednison)

3.6. KOMPLIKASI
1.

gagal ginjal kronik

2.

infeksi

3.

tromboemboli

4.

malnutrisi

3.7. PROGNOSIS
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur, jenis
kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal. prognosis pada
umur muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki.
Makin dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal
mempunyai respons terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan dengan lesi dan
mempunyai prognosis paling buruk pada glomerulonefritis proliferatif. Sebab kematian
pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal kronis disertai sindroma uremia,
infeksi sekunder (misalnya pneumonia).

23

DAFTAR PUSTAKA

Carta A. Gunawan. Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia


Kedokteran

No.

150,

2006

53.

Website:

kalbe

farma..

Available:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.pdf/18_150_Sin
dromaNefrotikPatogenesis.html
Eric P Cohen.Nephrotic Syndrome. Website: emedicine nephrology. Mar 17, 2010. [cited
Dec 05, 2010]. Available: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

24

Hull PR. Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in Adult [clinical review]. 2008:
vol.336.Website: BMJ.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
Price, Braunwald, Kasper, et all. Nephrotic Syndrome. Harrisons Manual Of Medicine.
17th ed. USA: McGraw Hill. 2008.
Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.

4th

ed.

Jakarta: IPD FKUI. 2007.


Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA Davis
Company; 2007

25

You might also like