Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
3.1.
Umum
Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Sumber Daya Air (SDA) sangat
3.2.
Tabelkan dan beri kode setiap bahan baku yang sudah dicatat harga
dan jarak dari quarrynya.
Faktor operator
Faktor peralatan
Faktor cuaca
1: butir 5.2.2. Adapun formulasi perhitungan biaya operasi peralatan seperti pada
Tabel 6.1. Berbagai rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:
a. Cara pada Bagian 1 sub pasal 5.2.2
1. Langkah menghitung biaya pasti per jam :
a. Hitung biaya pengembalian modal (E) dengan Rumus (4)
b. Hitung biaya asuransi (F) dengan Rumus (5)
c. Hitung biaya pasti (G=E+F) dengan Rumus (4)+(5)
2. Langkah menghitung biaya operasi alat per jam :
a. Hitung biaya BBM(H) dengan Rumus (7)
b. Hitung biaya pelumas mesin (I) dengan Rumus (8)
c. Hitung biaya bengkel (J) dengan Rumus (9)
d. Hitung biaya pemeliharaan peralatan (K) dengan Rumus (10)
e. Hitung biaya operator (L+M) dengan Rumus (11 dan 12)
f. Hitung biaya operasi per jam (P=H+I +J+K+L+M) dengan Rumus
(13)
g. Hitung total biaya operasi alat (S = E + F + P + K) dengan Rumus
(14)
b. Cara P.5 (SDA)
1. Langkah menghitung biaya pemilikan per jam :
a. Hitung harga sisa (Hs) dan penyusutan (Hp) dengan Rumus (2a
dan 2b)
b. Hitung biaya pengembalian modal (E) dengan Rumus (3a dan 4a)
c. Hitung biaya asuransi (F) dengan Rumus (5a)
d. Hitung biaya pemilikan (G=EBm+FBa) dengan Rumus (4a+5a))
2. Langkah menghitung biaya operasi alat per jam :
a. Hitung biaya BBM (H) dengan Rumus (7a)
b. Hitung biaya oli/pelumas (I): - mesin dengan Rumus (8a) transmisi dengan Rumus (8b) - hydraulic oil dengan Rumus (8c) grease dengan Rumus (8d) - filter-filter dengan Rumus (8e)
c. Hitung biaya bahan pokok perbaikan (ban, pipa-pipa, rubber
slovel, ponton pipa) dengan Rumus (9a+9b+9c+9d)
d. Hitung biaya pemeliharaan peralatan (KBPP) dengan Rumus (10a)
e. Hitung biaya operator (L+M) dengan Rumus (11a dan 12a)
f. Hitung biaya operasi per jam (P=H+I+K+L+M) dengan Rumus
(13a)
g. Hitung total biaya operasi alat (S=E+F+P+K) dengan Rumus (14a)
Selain biaya operasi alat atau penggunaan alat harus dihitung juga
produktivitas alat yang dipengaruhi oleh kapasitas alat dan efisiensinya. Berbagai
faktor efisiensi yang mempengaruhi kinerja suatu alat diantaranya:
1. Kesesuaian alat dengan topografi lokasi tempat alat digunakan
2. Kondisi dan pengaruh lingkungan seperti areal medan, cuaca dan tingkat
penerangannya
3. Kemampuan operator
4. Kondisi alat dan tingkat pemeliharaannya.
Dalam kenyataannya sulit untuk menentukan besarnya efisiensi kerja,
tetapi dengan berdasarkan pengalaman, dapat ditentukan efisiensi kerja yang
mendekati kenyataan.
Selanjutnya kapasitas produksi berbagai jenis alat untuk pelaksanaan
pekerjaan Bidang Ke-PU-an diperlukan juga tenaga kerja pembantu.
Untuk pelaksanaan pekerjaan secara mekanis di Bidang SDA, pedoman
yang terdapat pada Peraturan Menteri PU No. 11/PRT/2013 tentang Pedoman
Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum dapat digunakan
sepenuhnya yang disesuaikan dengan kondisi lapangan aktualnya, namun ada pula
yang lain dengan beberapa pengecualian diantaranya:
1. Faktor efisiensi semua alat berat.
2. Faktor bucket untuk Excavator dan Loader secara umum menggunakan
Tabel 3.2 di bawah ini.
Jenis Material
Pemuatan
Pemuatan
Ringan atau
Mudah
Faktor
Bucket
1,00 0,80
bucket.
Contoh : Pasir, tanah berpasir, tanah colloidal dengan kadar
Pemuatan
Sedang
0,80 0,60
Pemuatan
Pembuatan batu belah atau batu cadas belah, tanah liat yang
yang agak
sulit
yang liat, tanah liat dengan kadar air yang tinggi, bahan-
0,60 0,50
yang sulit
0,50 0,40
Q=
Keterangan:
V
: kapasitas Bucket; m
Fb
: faktor Bucket
Fa
Fk
Ts
Kondisi Gali/
Kedalaman
Gali
02m
Ringa
Sedan
Agak
Sulit
15
Sulit
26
2
3
2m4m
4 m lebih
7
8
11
13
17
19
28
30
Sudut Putar
Waktu Putar
450 + 900
47
900 + 1800
58
Perhitungan HPS
Perkiraan biaya pelaksanaan pekerjaan yang disebut harga perkiraan
sendiri (HPS) merupakan jumlah dari harga total seluruh mata pembayaran
ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
3.4. Pelindung Tebing Menurut Pedoman AHSP Bidang Pekerjaan Umum
2013
Berbagai ragam pemanfaatan fungsi dan potensi sungai yang bertujuan
untuk menjaga kelestarian sungai yang sering berdampak diperlukan adanya
kegiatan pengamanan sungai dari hal-hal yang sifatnya mengganggu atau merusak
kelestarian sungainya. Kegiatan tersebut antara lain pengaturan alur sungai, yang
terdiri dari perbaikan alur sungai dan penstabilan alur sungai.
Apabila kondisi alur sungai sudah sedemikian rupa sehingga jauh dari
kondisi yang diinginkan, maka diperlukan suatu perbaikan sehingga alur sungai
mengalami perombakan total. Namun, apabila kondisi alur sungai cukup baik,
tetapi cenderung akan menjadi rusak, maka yang diperlukan adalah upaya
penstabilan alur sungai yang ada.
Penstabilan alur sungai dapat dilakukan dengan membuat bangunan
pelindung tebing sungai. Penstabilan alur sungai ini berfungsi untuk melindungi
tebing sungai yang tererosi oleh arus aliran sungai yang pada umumnya terjadi
pada sisi luar belokan sungai. Erosi dan longsoran tebing ini perlu ditangani
secara baik terutama jika mengancam infrastruktur lainnya di sekitar sungai
seperti jalan dan permukiman.
Pelindung tebing yang berfungsi sebagai perkuatan lereng adalah bangunan
yang ditempatkan pada permukaan suatu lereng untuk melindungi tebing sungai
terhadap terjangan arus yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan pada tebing
sungai. Biasanya bagian yang dilindungi adalah tebing alur sungai bagian bawah
(low water channel), namun bisa juga untuk melindungi tebing pada high water
channel, dalam hal ini adalah tanggul banjirnya.
3.5. Sungai
Pengertian sungai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38
Tahun 2011 adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
3.5.1. Daerah Aliran Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
penyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
3.5.2. Wilayah Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011,
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang
dari atau sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilo meter persegi).
3.5.3. Bantaran Sungai dan Garis Sempadan