You are on page 1of 17

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
No Rekam Medik
Tanggal MRS

II.

ANAMNESIS
Keluhan utama
Anamnesis terpimpin
Mekanisme trauma

: Tn. A
: 17 tahun
: Laki-Laki
: 757303
: 11-05-2016
: Nyeri pada paha kiri
: Dialami sejak 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit
akibat kecelakaan motor.
: Pasien sedang mengendarai motor kemudian ditabrak

mobil dari arah depan


Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, mual dan muntah tidak ada
Riwayat penanganan sebelumnya tidak ada
III.

PEMERIKSAAN FISIK
PRIMARY SURVEY

Airway
Breathing

:Paten, Clear
: RR = 20 x/menit reguler, spontan, tipe thoraco abdominal,
simetris
Circulation :BP = 110/70 mmHg, HR = 100 x/minute reguler, kuat angkat,
Disability
:GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, 2.5 mm/2.5 mm, refleks
cahaya +/+
Environment : Temperatur 36,8 oC

SECONDARY SURVEY
Right Thigh Region

Look

Tampak deformitas dan edema. Tidak ada hematom,

Feel

tidak ada luka.


Nyeri tekan ada
Gerakan aktif dan pasif hip joint sulit dievaluasi karena

Move

nyeri. Gerak aktif dan pasif knee joint sulit dinilai

NVD

karena nyeri
Sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior teraba, CRT <2 detik
1

R
93 cm
85 cm

ALL
TLL
LLD
IV.

L
91 cm
83 cm
2 cm

GAMBARAN KLINIS
Anterior

Lateral

Medial

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
o WBC
: 13,9x10 /mm3
o RBC
: 5,3 x 106 /mm3
o HGB
: 14,2 g/dL
o HCT
: 32%
o PLT
: 128 x 103/mm3
o HbsAg Non Reactive
o BT 7 00
o CT 3 00

Pemeriksaan Radiologi
Foto Pelvis AP

Foto Femur AP dan Lateral

VI.

RESUME
Seorang laki-laki usia 17 tahun masuk dengan keluhan nyeri pada paha kiri
yang dialami 30 menit yang lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan deformitas pada paha kiri disertai
edema, tidak ada hematoma dan tidak ada luka. Gerakan aktif dan pasif dari sendi
pinggang dan sendi lutut sulit dinilai akibat rasa nyeri dari pasien. Pemeriksaan
radiologi foto x-ray menunjukkan adanya fraktur transversal 1/3 proximal os
femur kiri.

VII.

DIAGNOSIS
Closed fracture 1/3 proximal left femur

VIII. PENATALAKSANAAN
Infus Ringer laktat 20 tetes/menit
Injeksi Metamizole 500mg/8jam/intravena
Pasang skin traksi pada ekstremitas kanan bawah (3 kg)
Rencana operasi ORIF

DISKUSI

A. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas dua, yaitu fraktur
tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya
masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan
fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian
besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.(1)
Berdasarkan insidensinya, di AS insidensi kasus fraktur pada tulang femur dilaporkan
10 kasus fraktur per 100.000 populasi per tahun. Pada individu yang berusia kurang dari 25
tahun dan yang berusia lebih dari 65 tahun meningkat menjadi 3 fraktur per 10.000 populasi.
Cidera ini lebih banyak pada laki-laki berusia kurang dari 30 tahun yang cenderung
disebabkan karena adanya kecelakaan bermotor, atau karena adanya luka tembak.(2) Fraktur
corpus femur pada laki-laki dewasa lebih banyak disebabkan trauma high-energy sedangkan
pada perempuan tua disebabkan low-energy. (3)

B. ANATOMI

Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae ketibia sewaktu kita berdiri.Caput femoris ke arah craniomedial dan agak
ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah
caput femoris dan dua trochanter (trochanter mayordan trochanter minor).(4)
Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan proksimal
dari batang femur.Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor. Caput
femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus
femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin.Corpus femoris berbentuk
lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi epicondylus
medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir. (4)

Gambar 1.Anatomi femur 4

Femur mendapat suplai darah utama dari Arteri Femoralis. Arteti Femoralis adalah
lanjutan dari a.iliaca externa setelah arteri ini melewati tepi caudal ligamentum inguinal.
A.femoralis selanjutnya berjalan ke distal, berada pada trigonum femorale, melalui fossa
ileopectinea, berjalan melalui canali adductorius hunteri, lalu masuk ke dalam fossa poplitea
dan menjadi Arteri Poplitea.
6

C. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR


a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua, disebabkan karena
tulang kehilangan kekuatannya terutama pada orang-orang yang mengalami
penurunan densitas tulang karena osteoporosis; penderita kanker metastasis tulang
dan orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi
mengalami fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang. (5)
b. High-energy trauma: ini menyumbang patah tulang leher femur pada pasien yang
lebih muda dan lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian yang signifikan. (2,5)
c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari fraktur femur adalah
tekanan atau trauma yang berulang. Trauma tekanan berulang mengakibatkan
kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali terjadi
pada atlet atau pada militer yang menjalani pelatihan yang berat. (5)

Gambar 2. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong (kompresi); (c) Triangular butterfly
fragment/kupu-kupu (membengkok);(d) Transversal/lintang (mengencang) 6

C. KLASIFIKASI
Pada Klasifikasi Muller membagi tulang panjang menjadi 3 bagian proximal,diafisis,
dan distal. Segmen proximal dan distal masing-masing dibatasi oleh suatu persegi empat
yang dasarnya berada pada bagian terluas tulang. Bagian diafisis (shaft) dibagi menjadi 3
yaitu 1/3proximal, 1/3middle, dan 1/3 distal.

Gambar 3. Klasifikasi Muller (a) Masing-masing tulang panjang memiliki tiga segmen-proximal,
diafisis dan distal; fragmen proksimal dan distal dibatasi oleh segiempat dari ukuran terlebar tulang
(b,c,d) fraktur pada segmen diafisis dapat sederhana, tajam maupun kompleks. (e,f,g) fraktur pada
bagian proksimal dan distal dapat berupa ekstraartikular, partial artikular dari articular lengkap. 1

Berdasarkan klasifikasi Winguist-Hansen yang didasarkan pada pola dasar fraktur dan
derajat kestabilannya, fraktur corpus femoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1,3)
Femoral Shaft Fracture
Stable
0: No comminution
I: Minimal comminution
II: Comminuted:>50% of cortices intact
Unstable
III: Comminuted:<50% of cortices intact
IV: Complete comminution, no intact cortex

Gambar 3. Winquist and Hansen Classification of femoral shaft fracture3

Pada gambar 5 menunjukkan level fraktur yang menyebabkan karakteristik displacement dari
fragmen tulang berdasrkan pada otot-otot yang melekat. Dengan fraktur subtrochanter,
fragmen proksimal mengarah ke posisi abduksi, fleksi dan external rotasi. Tarikan
gastronemius pada fragmen distal pada fraktur supracondylar menghasilakn deformitas
ekstensi (angulasi posterior pada corpus femur), yang membuat femur sulit untuk sejajar.

Gambar 5. Hubungan level fraktur dan posisi fragmen proksimal. A. Pada keadaan
normal, posisi femur relatif netral karena tarikan yang seimbang dari otot-otot. B.
Fraktur shaft proksimal, fragmen proksimal mengarah ke posisi fleksi (iliopsoas),
abduksi (otot-otot abduktor), dan lateral rotation (short eksternal rotasi). C. Pada fraktur
midshaft, efeknya kurang ekstrim karena ada kompensasi dari perlekatan adduktor dan
9

ekstensor pada fragmen proksimal. D fraktur shaft distal menyebabkan perubahan kecil
pada posisi fragmen proksimal karena banyak otot yang melekat pada fragmen yang
sama, sehingga lebih seimbang. 6
D. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan
tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan
dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum.
Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang
ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas
jauh lebih mendukung. (1,7)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal dilakukan.
Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:
a. Look
Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu
utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka. (1)
b. Feel
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri.
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
-

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang


Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri femoralis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior


Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang

tungkai. (1)
c. Motion
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Umumnya pada
fraktur shaft femur seringkali terlewatkan karena nyeri yang disebabkan oleh fraktur
seperti fraktur neck femur, dislokasi hip dan cedera ligamen pada lutut. (1,5)
10

3. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. (1)
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two, yaitu: dua
posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral; dua
sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang
mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah
reposisi. (1,6)

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri
sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan
pertolongan dengan penekanan setempat.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka
itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf ataukah ada trauma
alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur


1. First, do no harm
Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa dilakukan
dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien ke rumah sakit
yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan yang lebih
parah.
2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
11

Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan


reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik apakah terbuka atau
tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai tipe imobilisasi, apakah
eksternal atau internal.
3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik
Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :
Untuk mengurangi rasa nyeri
Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur
berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan
endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen
fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang
progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi dan
menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama setelah

terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri.


Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur
Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni diindikasikan
hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah terjadinya artritis
degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur biasanya membutuhkan
beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa metode, termasuk
continuous traction, plaster-of-Paris cast, fiksasi skeletal eksterna, dan
fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau

ketidakstabilan reduksi.
Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)
Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses
penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus,
misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau dengan
nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses penyatuan tulang
harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau

lanjut.
Untuk mengembalikan fungsi secara optimal
Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy pada
otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) pada otot
tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik
(isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi,

latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.


4. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

12

Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik dan


praktis.
5. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan
mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan perlu
pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R), yaitu :

Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur


Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan.
Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi <5 pada tulang panjang anggota gerak bawah
dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5
inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun

lokalisasi fraktur.
Retention; imobilisasi fraktur
Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan
splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik
sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel
trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah
hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah
dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun
OREF.
13

Tujuan pengobatan fraktur yaitu :


a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi
terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup,
fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post
reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.
Jenis Fiksasi :
1. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips (plester cast)
Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit

akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),
pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada
pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf
peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

Indikasi OREF :

Fraktur terbuka derajat III

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

Fraktur Kominutif
14

Fraktur Pelvis

Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

Non Union

Trauma multipel

a. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini
adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
- Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya fraktur
talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur
dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,
fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur. (8)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan tingkat
keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Infeksi
Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada
kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan pemberian
antibiotik.
2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang
Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul iritasi
pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses penyembuhan
tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif lebih lanjut.
3. Kerusakan saraf
15

Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan saraf
pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan yang persisten.
4. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen jarang terjadi pada fraktur femur, namun ini dapat
terjadi sehingga resiko terjadinya sindrom kompartemen harus selalu diantisipasi.
Sindrom kompartemen teradi akibat kompresi nervus, pembuluh darah, dan otot di
dalam spatium tertutup atau kompartemen di dalam tubuh. Sindrom kompartemen
terjadi pada tungkai yang mengalami inflamasi dan perdarahan selama trauma
yang sering diasosiasikan dengan fraktur. Jika sindrom kompartemen terjadi,
maka dibutuhkan tindakan bedah segera9.
Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan untuk identifikasi dini terjadinya
sindrom kompartemen:
a. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat
b. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa
cedera luar atau fraktur yang jelas
c. Reevaluasi yang sering sangat penting
d. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko
terjadinya kejadian sindrom kompartemen
e. Nyeri merupakan tanda awal dimulainya iskemia kompartemen, terutama
nyeri pada tarikan otot pasif
f. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah
kerusakan yang menetap terjadi
5. Komplikasi operatif
Komplikasi operatif biasanya terjadi karena kegagalan plate atau piranti keras
untuk menstabilisasi tulang, atau bagian piranti keras yang menonjol
mengakibatkan iritasi dan nyeri. (1,3,6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nayagam, Selvadurai. Injuries of the hip and femur. [book auth.] Louis Solomon,
David Warwick and Selvadurai Nayagam. Apley`s System of Orthopaedics and
Fractures. London : Hodder Arnold, 2010, pp. 847-852.
2. Aukerman, Douglas F. (2014). Femur Injuries and Fractures. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall

16

3. Egol, Kenneth, Koval, Kenneth J. and Zuckerman, Joseph D. Femoral Shaft Fractures.
Handbook of Fractures 5th Edition. New York : Wolters Kluwers, 2015.
4. Thompson, Jon C. Netter COncise Orthopaedic Anatomy 2nd Edition. s.l. : Elsevier
Saunders, 2010.
5. <http://orthoanswer.org/hip/femur-fractures/definition.html> diakses pada 15 Agustus
2014
6. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Tibia and Fibula. In:
Court-Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th Edition. UK:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
7. James
E
Keany,
MD.
(2011).

Femur

Fracture.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
8. Rasjad, C. 2007. Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif
Watampone : Jakarata

17

You might also like