You are on page 1of 7

KEHAMILAN DAN CA.

MAMMAE
(EPIDEMIOLOGI, PENGOBATAN DAN KEAMANAN)

Peneliti telah lama mencari pengaruh kehamilan sebagai risiko terjadinya Ca. mammae
dan keamanan kehamilan setelah pengobatan Ca. Meskipun kejadiannya jarang, ca
mammae yang didiagosis dalam masa kehamilan merupakan tantangan bagi para dokter
sebagai pembuat keputusan pengobatan. Penelitian baru-baru ini menunjukkan hubungan
kehamilan dengan ca mammae tidaklah sederhana. Akan tetapi, sangat sedikit informasi
yang ada mengenai wanita yang didiagnosa ca mammae selama kehamilan atau wanita
yang ingin hamil setelah didiagnosa ca. mammae, sehingga menyulitkan bagi para dokter
dan wanita muda dalam mengambil keputusan.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk memperlihatkan kekompleksan antara kehamilan dan
ca. mammae, mendiskusikan pilihan pengobatan bagi wanita yang didiagnosa ca.
mammae selama hamil, dan menyimpulkan keamanan kehamilan dengan Ca. mammae.
Epidemiology ca mammae dengan kehamilan
Pengaruh kehamilan terhadap terjadinya ca mammae di kemudian hari nampaknya
berhubungan dengan usia wanita saat hamil dan lamanya periode risiko yang
dipertimbangkan. Penelitian mengindikasikan bahwa semakin muda usia wanita saat
pertama kali melahirkan memiliki efek perlindungan yang lebih lama terhadap terjadinya
ca mammae. Misalnya, seorang wanita yang hamil sebelum usia 20 tahun menurunkan
kecenderungan untuk mendapatkan ca mammae hampir 50% dalam hidupnya.
Bagaimanapun, kehamilan tampaknya memiliki efek ganda terhadap terjadinya ca.
mammae. Kehamilan dapat meningkatkan risiko saat setelah melahirkan sampai dengan
3-15 tahun setelahnya dan menurunkan risiko di tahun berikutnya.
Peningkatan risiko mendapat ca mammae yang cepat, tidak seperti biasanya terutama
terjadi pada wanita yang melahirkan di usia yang lebih tua. Kehamilan memiliki efek
perlindungan terhadap ca mammae yang terjadi setelah menopause dan sekaligus sebagai

faktor risiko untuk mendapatkan ca mammae sebelum menopause. Hal ini telah
dihipotesakan bahwa kehamilan meningkatkan risiko mendapat ca mammae dalam
jangka pendek dengan menstimulasi pertumbuhan sel yang yang telah mengalami banyak
transformasi (seperti yang terjadi pada wanita yang lebih tua) akan tetapi memberikan
perlindungan jangka panjang dengan merangsang diferensiasi stem sell payudara normal
yang berpotensi mengalami perubahan neoplastic.
Ca mammae selama kehamilan
Ca mammae menyulitkan hampir 1 dari 3000 kehamilan. Pasien biasanya datang dengan
massa di payudara, pembengkakan dan discharge putting. Keterlambatan diagnosis
seringkali terjadi karena perubahan payudara selama kehamilan sehingga mengacaukan
pemeriksaan gejala kanker. Lagipula, banyak wanita yang tidak melakukan screening
mamografi teratur. Hal ini menyebabkan tingginya ambang dalam memulai test yang
direkomendasikan dalam masyarakat
Diagnosis dapat ditegakkan dengan ultrasound atau MRI, diikuti dengan FNA atau
biopsi. Tumor pada kehamilan seringkali tumor jenis ganas pada stadium lanjut dan
memiliki histologi dan prognosa yang buruk. Tumor seringkali tidak memiliki reseptor
estrogen dan atau progesteron, HER2/ neu-positive dan tingkat tinggi. Apakah ca
mammae bersama-sama dengan kehamilan memberikan hasil lebih buruk pada kahirnya
tidak begitu jelas ketika melihat faktor prognostik yang lain.
Pertimbangan Pengobatan
Pengelolaan optimal bagi wanita hamil dengan ca mammae membutuhkan multi dislipin
ilmu dengan menghargai pengobatan yang dipilih pasien, dan mempertimbangkan risiko
dan keuntungan setiap pengobatan bagi ibu dan anak ang dikandung. Hal ini paling baik
dilakukan dengan melibatkan ahli obgin, neonatalogist, dan oncologi-dengan partisipasi
aktif pasien dan suami.
Pengobatan ca mammae pada anita hamil biasanya tergantung pada tingkat keganasan
kanker dan usia janin. Dengan mempertimbangkan efek radiasi terhadap janin, penentuan
tingkat keganasan terbatas pada penggunaan Ultrasound dan Mri. Meskipun pernah juga

dilaporkan penggunaan biopsi, dengan mempertimbangkan keamanan dan keakuratan


dari prosedur ini.
Keamanan melakukan biopsi belum sepenuhnya dievaluasi. Isosulphan blu dye tidak
boleh digunanakan selama kehamilan. Bagaimanapun, koloid radiolabelled tampaknya
lebih aman oleh karena pengambilan yang cepat dari sistem retikoendotelial. Data terbaru
menunjukkan dosis radiasi minimal selama biopsi nodus limfe, sehingga prosedur ini
diperbolehkan untuk dilakukan selama kehamilan.
Saat pemberian terapi
Pengobatan seringkali ditunda dengan alasan mengurangi bahaya bagi janin. Strategi
untuk mempercepat kelahiran dengan pengawasan ketat obstetric dapat membuat ibu
segera mendapatkan pengobatan kanker yang dideritanya. Dalam hal ini, juga harus
dipertimbangkan kemungkinan risiko penyakit kambuh kembali bila pengobatan ditunda.
Model matematika yang dipublikasikan memprediksikan bahwa risiko peningkatan
metastase ke aksilari sekitar 0,028% dengan waktu penggandaan sedang yaitu 130 hari
dan 0,057% untuk tumor dengan waktu penggandaan cepat yaitu 65 hari. Hal ini berarti
bahwa untuk ca mammae dengan waktu penggandaan cepat, penundaan dalam 1 bulan
meningkatkan risiko keterlibatan nodus axilary 1,8 %, dan penundaan 3 bulan 5,2% dan
penundaan 6 bulan 10,2%. Karena nodus limfatik aksila merupakan indikator paling
penting dalam ketahanan ca mamae, peningkatan risiko terkenanya nodul menjelaskan
peningkatan risiko kekambuhan secara sistemik dan kemungkinan turunnya ketahanan
dalam hal ini.
Pilihan pengobatan
Pilihan terapi lokal dipengaruhi fakta bahwa radioterapi merupakan kontra indikasi
selama hamil karena risiko radiasi terhadap perkembangan janin. Dengan demikian,
mastektomi merupakan pilihan terapi pada wanita di awal kehamilan dengan tumor
stadium dini. Risiko pembiusan dan pembedahan secara umum tergantung usia dari fetus.
Payudara tetap dipertahankan bila pasien akan melahirkan dalam waktu dekat, atau

pasien yang memilih pengobatan kemoterapi selama kehamilan diikuti radiasi setelah
melahirkan.
Risiko yang berhubungan dengan kemoterapi
Pada prinsipnya, kemoterapi dianggap berbahaya bagi perkembangan janin karena
sebagian besar kemoterapi menyebabkan kerusakan genetik atau mengganggu
pembelahan sel. Risiko terhadap janin misalnya abortus spontan, teratogenesis, keracunan
organ, kelahiran premature, retardasi pertumbuhan intra uterine, dan berat lahir rendah.
Efek lebih lanjut termasuk carsinogenesis, disfungsi gonad, infertil, retardasi fisik,
perkembangan mental dan fisik, kerusakan organ, mutagenesis jaringan, teratogenesis
dan carsinogenesis pada generasi berikutnya.
Studi terhadap binatang menunjukkan berbagai agen kemoterapi memiliki efek yang luas,
terutama berhubungan dengan waktu selama paparan terjadi. Data mengenai efek
kemoterapi terhadap janin terbatas pada laporan kasus dan penelitian yang tidak
berkelanjutan. Publikasi ini juga masih sebatas dugaan, begitu pun dengan intervensinya.
Laporan yang ada berisi pasien dengan bermacam-macam kanker dan efek terapi yang
diberikan sering dikacaukan oleh radiase bersama-sama, paparan bermacam obat dan
penyakit ibu yang ada. Obat seperti metotreksat dikontraindikasikan dalam kehamilan
karena risiko teratogenicity yang tinggi.
Bila kemoterapi diberikan selama periode organogenesis saat awal kehamilan, terdapat
peningkatan risiko terjadi aborsi yang menyebabkan malformasi atau mengancam
kehidupan janin. Setelah trimester yang pertama, penelitian menunjukkan tidak ada
peningkatan yang besar dari abnormalitas janin. Dengan mempertimbangkan saat
kelahiran, hitung jenis darah pada ibu dan janin dapat rendah, sehingga meningkatkan
risiko perdarahan dan infeksi. Jika memmungkinkan, pemberian terbaik adalah sebelum
kelahiran paling sedikit 4 minggu sebelum kelahiran yang direncanakan. Dalam
membicarakan efek jangka panjang yang mungkin terjadi pada anak, hal ini masih sedikit
diketahui.

Penelitian tentang kemoterapi


Dengan pertimbangan, kemoterapi tambahan dapat diberikan kepada wanita hamil
dengan ca. mammae stadium dini. Instusi dari universitas texas melaporkan penggunaan
suatu kemoterapi bagi pasien hamil, yaitu penggunaan cyclofosfamide, doxorubicin
(adriamisin), dan fluorouracil (CAF). 24 wanita menggunakan kemoterapi CAF di
trimester kedua dan ketiga, dengan dosis cyclofosfamide 500 mg/m2, doxorubicin 50
mg/m2, dan 5FU 1000 mg/m2 dalam rata-rata 4 kali siklus. Dalam penelitian ini, tidak
didapatkan komplikasi maternal dan tidak ada bayi yang lahir di usia kehamilan 38
minggu. Penelitian ini tidak menjelaskan rincian kesehatan atau perkembangan anak
setelah peride neonatus.
Berlawanan dengan penelitian diatas, penelitian di paris menemukan 20 kasus ca
mammae selama kehamilan. Sampel wanita yang menggunakan bermacam regimen
kemoterapi yang dimulai pada usia kehamilan rata-rata 26 minggu, didapatkan beberapa
efek lebih lanjut, yaitu 1 bayi meninggal, 4 kelahiran prematur, anemia dan leukopenia
pada 1 bayi, 2 bayi dengan gawat pernafasan, 1 bayi dengan retardasi intrauterine, dan 1
kematian bayi berumur 8 hari tanpa sebab yang jelas.
Demikianlah, pada wanita dengan ca mammae dini selama kehamilan, tidak ada obat
sitotoksik yang aman atau waktu paparan yang jelas terhadap perkembangan janin.
Kemoterapi selama kehamilan hanya dipertimbangkan pada situasi dimana risiko
terhadap janin lebih rendah dibanding risiko penundaan terapi pada ibu.
Tamoxifen
Tamoxifen dikontraindikasikan selama kehamilan. Beberapa kasus yang dilaporkan, janin
dalam rahim yang terpapar tamoxifen dihubungkan dengan kelainan genital yang ambigu.
Lebih jauh, tamoxifen dikaitkan dengan efek jangka panjang terhadap keturunan.
Bagaimanapun, paling sedikit 85 wanita hamil dengan penggunaan tamoxifen melahirkan
bayi normal. Demikianlah, meskipun tidak direkomendasikan, tamoxifen tidak selalu
menyebabkan efek samping bagi janin.

Kesimpulan
Pengobatan ca mammae selama hamil membutuhkan multidisiplin ilmu dan
pertimbangan yang hati-hati terhadap risiko penyakit dan usia gestasi fetus berdasarkan
pengobatan pilihan ibu. Agen yang dipilih yaitu cyclofosfamide, doxorubicin, dengan
atau tanpa 5FU. Beberapa data memperlihatkan penggunaan taxanes dalam kehamilan.
Transtuzumab dan tamoxifen dikontraindikasikan dengan pertimbangan yang ringan
terhadap fetus.
Odansentron telah banyak digunakan dan tampak lebih aman. Pasien harus dimonitor
secara teliti terhadap kemingkinan dehidrasi dan infeksi selama pengobatan, dan
pansitopenia ibu-janin dalam waktu dekat sebelum kelahiran harus dihindari untuk
menghindarkan dari berbagai komplikasi.
Kehamilan setelah Ca. mammae
Dengan peningkatan ringan estrogen dan progesteron selama kehamilan, hal ini
menyebabkan kehamilan setelah ca mammae menstimulasi penyebaran mikro dan
meningkatkan risiko kekambuhan, terutama pada pasien dengan riwayat ca mammae
reseptor hormon (+).
Lihat tabel 1
Sampai sekarang, tidak ada bukti bahwa kehamilan memperburuk pertahanan jangka
panjang. Fakta menunjukkan efek perlindungan dari kehamilan terhadap risiko
kekambuhan. Sebagai contoh, penelitian di Belanda terhadap 173 kehamilan yang terjadi
pada 5725 wanita dengan ca mammae. Wanita yang hamil cenderung memiliki prognosis
yang lebih baik, termasuk mengecilnya tumor dan sedikitnya keterlibatan nodus. Dengan
mengatur variable prognostik yang diketahui, didapatkan risiko kematian wanita dengan
kehamilan setelah ca mammae sekitar 0,55%. Jika penelitian dibatasi hanya untuk
kelompok pasien risiko rendah didapatkan pengurangan risiko yang tidak signifikan.

Meskipun bukti kehamilan setelah ca mammae sedikit yang membahayakan, kurangnya


infrmasi pasti mengenai prognosis ca mammae dengan kehamilan tetap menjadi masalah
bagi banyak wanita. Studi selanjutnya diharapkan dapat memberi informasi tambahan
tentang kelanjutan ca mammae yang diikuti kehamilan.
Keputusan untuk memiliki anak lagi setelah pengobatan ca mammae tetaplah sulit pada
pasien dengan masa depan yang tidak pasti. Sebaiknya hal ini ditunda sampai 2 tahun
setelah didiagnosa sampai melewati periode risiko kekambuhan. Penting untuk dicatat,
bahwa tidak ada data yang menyebutkan bahaya pada pasien risiko rendah untuk segera
hamil.

You might also like