Professional Documents
Culture Documents
Moderator :
dr. A.D. Pasaribu, Sp.A, Kol. (CKM)
Tutor :
dr. Huiny Tjokrohusada, Sp.A, MH.Kes
Disusun oleh :
Dian Andikawati
1410221053
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I.
STATUS PASIEN...........................................................................................
A. Identitas................................................................................................................
B. Anamnesa.............................................................................................................
C. Pemeriksaan Fisik................................................................................................
D. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................
E. Resume................................................................................................................
F. Diagnosis Banding...............................................................................................
G. Diagnosis Kerja....................................................................................................
H. Rencana Pemeriksaan Penunjang........................................................................
I. Penatalaksanaan...................................................................................................
J. Prognosis..............................................................................................................
K. Follow Up Harian................................................................................................
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
BAB I
STATUS PASIEN
A.
IDENTITAS
PASIEN
Nama
Tempat/tanggal lahir
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Agama
Alamat
Suku Bangsa
No. Rekam Medik
Tanggal Masuk RS
: An. F
: Lampung, 10 Maret 2009
: 6 tahun
: Laki - laki
: Sekolah Dasar
: Islam
: Jl. Mulyorejo I, Bunga Mayang, Lampung
: Lampung
: 822179
: 11 Januari 2016
ORANG TUA
Data Orang Tua
Ayah Tn.N
Ibu Ny.R
Umur sekarang
65 tahun
41 tahun
Perkawinan ke
46 tahun
22 tahun
Pendidikan terakhir
S1
SMA
Agama
Islam
Islam
Suka bangsa
Lampung
Lampung
Riwayat Penyakit
Tidak ada
Tidak ada
Kosangunitas
Tidak ada
Tidak ada
ANAMNESA
Alloanamnesa dengan orangtua pasien pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 01.00
WIB.
KELUHAN UTAMA
3
Lemas
KELUHAN TAMBAHAN
Pasien merupakan anak ketiga dari ibu P4A0 dengan usia kehamilan 38 minggu.
Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter
kebidanan dan kandungan di RSPAD Gatot Soebroto dengan jumlah 1 kali sebulan saat
trimester pertama, 2 kali sebulan saat trimester kedua dan 4 kali sebulan saat trimester
ketiga.
Ibu pasien juga mengatakan telah melakukan pemeriksaan USG 1 kali pada trimester
ketiga di RSPAD Gatot Soebroto.
Selama kehamilan ibu mengaku dalam kondisi sehat, tidak mengonsumsi obat-obatan
selain vitamin kehamilan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.
RIWAYAT KELAHIRAN
Tempat lahir
Penolong
: Dokter
Cara persalinan
: Normal
Berat lahir
: 3.400 gram
Panjang lahir
: 50 cm
Masa gestasi
: Cukup bulan
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif,warna kulit tubuh
tampak kemerahan
Nilai APGAR
: Tidak diketahui
Kelainan bawaan
: Tidak ada
RIWAYAT IMUNISASI
Jenis
II
III
IV
Imunisasi
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT
Lahir
Lahir
2 bulan
2 bulan
1 bulan
2 bulan
4 bulan
6 bulan
4 bulan
6 bulan
6 bulan
-
Campak
9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap dan imunisasi ulangan lengkap belum dilakukan
RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ANAK
Perkembangan Psikomotor
: 4 bulan
: 4 bulan
o Duduk
: 7 bulan
o Merangkak
: 8 bulan
o Berdiri
: 10 bulan
o Berjalan
: 13 bulan
o Bicara
: 12 bulan
RIWAYAT MAKANAN
Usia (bulan)
ASI/ PASI
Buah/ Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
0-2
ASI
-/-
2-4
ASI
-/-
4-6
ASI
-/-
6-8
8-10
10-12
ASI+ Susu
formula
ASI+ Susu
formula
ASI+ Susu
formula
Buah/Biskuit
Bubur Susu
Buah/Biskuit
Nasi Tim
Buah/Biskuit
Nasi Tim
Usia
-
Penyakit
Morbili
Parotitis
Demam berdarah
Demam tifoid
Cacingan
Alergi
Pertusis
Varicella
Biduran
Kecelakaan
Operasi
Lain-lain
Usia
-
RIWAYAT KELUARGA
Tanggal Lahir
Jenis
Hidup
Lahir
1.
(umur)
18 tahun
2.
15 tahun
Abortus Keterangan
Kelamin
Laki-laki
Mati
-
Kakak pasien
Laki-laki
Kakak pasien
3.
6 tahun
Laki-laki
Pasien
4.
4 tahun
Laki-laki
Adik pasien
Keadaan rumah
ventilasi baik, pencahayaan baik, rumah dibersihkan setiap hari, menggunakan air PAM
untuk keperluan sehari-hari.
Keadaan lingkungan
lingkungan rumah bersih, tidak padat penduduk, bukan merupakan kawasan industri dan
jauh dari jalan raya utama. Tidak terpapar oleh bahan kimia. Tidak merupakan daerah
rawan banjir dan jumlah pepohonan cukup.
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
Tanda vital
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu tubuh
36,7 oC di aksila
Data antropometri
Berat badan
= 21 kg
8
= 21 kg (CDC-NCHS)
Tinggi badan
= 116 cm
= 115 cm (CDC-NCHS)
= 51 kg (CDC NCHS)
Status gizi
-
Berdasarkan BB/U
BB sekarang
BB ideal menurut usia
= 21
21
x 100%
x 100%
Berdasarkan TB/U
TB sekarang
TB ideal menurut usia
= 116
115
x 100%
x 100%
Berdasarkan BB/TB =
BB sekarang
x 100%
BB ideal menurut TB
= 21
24
x 100%
Berdasarkan LLA
LLA sekarang
x 100%
LLA persentil 50
= 140
179
x 100%
Status Generalis
Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2016 pukul 14.00 WIB.
Kepala
9
: Normocephal
Rambut
Wajah
kelainan facies.
Mata
tidak ada serumen, tidak ada sekret, tidak ada darah, dan gendang telinga sulit
dinilai.
Hidung
tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, konka tidak edema tidak
hiperemis .
Tenggorokan
Mulut
Thoraks
10
Normochest, tidak ada retraksi, dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak
ada sikatrik, tidak ada pelebaran vena, tulang-tulang iga intak dan sela iga dalam
batas normal.
Paru
Inspeksi
Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, tak ada ronkhi,
tidak ada wheezing.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ada gallop
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
dibawa arcus costae dan splenomegali teraba besar pada schuffner II.
Tulang Belakang
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.
GenitaliaEksterna
dalambatasnormal
Anus
11
Refleks Biseps
Refleks Triseps
Refleks Patella
: ++/++
: ++/++
: ++/++
Refleks Patologis
-
Refleks Chaddock
: -/-
D.
Kaku Kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Kernig sign
Laseque sign
:
:
:
:
:
-/-/-/-/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis
Pemeriksaan
Hari/Tanggal
Nilai
11/1/16
13/1/16
18/1/16
21/1/16
22/1/16
Rujukan
10,8
10,9
9,3
7,2
11,2
13-18 g/dl
HEMATOLOGI
Hemoglobin
12
Hematokrit
31
30
26
21
32
40-52 %
Eritrosit
3,8
3,7
3,3
2,5
3,8
Leukosit
15280
15050
11140
112320
114070
4.800-10.800/L
Trombosit
7000
41000
5000
39000
22000
150.000-400.000/L
MCV
82
82
80
83
82
80-96 fL
MCH
29
29
28
29
29
27-32 pq
MCHC
35
36
35
34
36
32-36 g/dl
RDW
16,00
16,00
17,00
11,5-14,5 %
KOAGULASI
PT
25,6
9,3-11,8 detik
APTT
70,7
31-47 detik
Bilirubin total
1,23
<1,5 mg/dL
SGOT
73
<35 U/L
SGPT
52
<40 U/L
Protein total
8,6
6-8,5 g/dL
Albumin
4,9
3,5-5,0 g/dL
Globulin
3,7
2,5-3,5 g/dL
Ureum
26
20-50 mg/dL
Kreatinin
0,5
0,5-0,7 mg/dL
KIMIA KLINIK
11-01-2016
HEMATOLOGI
Eritrosit
Leukosit
HASIL
NILAI RUJUKAN
Normositik normokrom.
Kesan jumlah sedikit meningkat, dominasi sel-selmononuclear dengan sitoplasma
Trombosit
Lain-lain
Kesan
Saran
Periksa:
13
Pewarnaan sitokemia
BMP
Dengue IgG+M.
Jenis
Hari/Tanggal
Pemeriksaan
13/1/16
Nilai Rujukan
Cukup
Selullaritas
Meningkat
Megakariosit
Tidak ditemukan
Trombosit
Tidak terlihat
Eritropoiesis :
Aktifitas
Tertekan
Maturras
Kurang
Simpanan besi
Granulopoiesis :
Aktifitas granulopoiesis
Tertekan
Maturasi granulopoiesis
Kurang
Rasio M : E
Sulit dinilai
Limfo Blast
Limfosit
Sel Plasma
Sel Retikulum
Sel-sel Asing
Blas
98,0
0,2-1,5 %
Promielosit
0,0
2,1-4,1 %
Mielosit :
Netrofil Mielosit
0,0
8,2-15,7 %
Eosinofil Mielosit
0,0
1,2-5,3 %
Metamielosit :
Netrofil Metamielosit
0,0
Eosinofil Metamielosit
Batang :
Netrofil Batang
0,0
9,5-15,3 %
Eosinofil Batang
0,0
1,2-5,3 %
Segmen :
Netrofil Segmen
2,0
0,4-4,6 %
14
Eosinofil Segmen
0,0
1,2-5,3 %
Basofil
0,0
0-0,8 %
Rubriblas
0,0
0,2-1,3 %
Prorubrisit
0,0
0,5-2,4 %
Rubrisit
0,0
17,9-29,2 %
Metarubrisit
0,0
0,4-4,6 %
Sel Retikulum
Limfosit
0,0
11,1-23,2 %
Monosit
0,0
0-0,8 %
Sel Plasma
0,0
0-3 %
Sel-sel Asing
Rasio M : E
Komentar/ Kesimpulan
Kesan
Anjuran
E.
RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dengan berat badan 21 kg datang ke
RSPAD Gatot Soebroto dengan rujukan dari Pasien datang dengan rujukan dari RS Abdul
Moeloek Bandar Lampung dengan Leukemia. 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh lemas lemas yang dirasakan muncul perlahan-lahan, lemas dirasakan diseluruh
tubuh, tidak didahului oleh apa pun, lemas dirasakan terus menerus sepanjang hari, 1 hari
terakhir lemas semakin bertambah sehingga pasien dibawa ke rumah sakit, lemas yang
dirasakan juga disertai dada berdebar. Keluhan yang dirasakan memberat saat beraktivitas
pagi hari seperti sekolah dan berkurang bila berbaring. Pasien juga mengeluh pusing, dada
berdebar, mata kunang-kunang bila bangun dari tidur atau berdiri dari jongkok, pasien juga
mengeluh mudah bentol kemerahan dna lama hilangnya bila digigit nyamuk serta pasien
mengeluh kulitnya mudah memar kebiruan bila terbentur walaupun tidak keras. Sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya terlihat pucat
tidak seperti biasanya. Pasien juga mengeluh perutnya terasa kembung dan penuh sehingga
pasien meresa tidak nyaman, nafsu makan pasien menurun.
15
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x per menit, konjungtiva anemis
kanan dan kiri, terdpat limpadenopati multipel regio auricula anterior posterior,
submandibula, coli posterior dextra sinistra dengan konsistensi kenyal, mobile, ukuran
1x1cm tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan abdomen di dapatkan hepar teraba besar 3 jari
di bawah arcus costae dan Lien teraba besar pada schuffner II.
Dari hasil laboratorium saat pertama kali masuk rumah sakit, ditemukan pasien
dalam keadaan Hb menurun, Ht menurun, eritrosit normositik normokrom, leukosit jumlah
meningkat dominasi sel-sel mononuclear dengan sitoplasma sempit, blast/sel muda (+),
trombosit jumlah kurang tidak ada kelainan morfologi. MCV, MCH, MCHC menurun. PT
APTT meningkat. SGOT SGPT meningkat. Pemeriksaan sumsum tulang didapatkan
kesimpulan sediaan fragmen sumsum tulang cukup, selularitas tinggi, eritropoesis
tertekan,granulapoesis teretkan, atypical blast 98%, netropil 2%, dengan kesan Suspec ALL,
DD/ AML.
F.
DIAGNOSA BANDING
Leukositosis
G.
DIAGNOSA KERJA
Bisitopenia e.c keganasan
H.
I.
PENATALAKSANAAN
J.
Transfusi TC 3x210 cc
PROGNOSIS
Qua ad vitam
: dubia ad malam
Qua ad fuctionam
: dubia ad malam
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal 19 Januari
Hari perawatan ke 7
Pasien masih mengalami BAB cair
sebanyak 2 kali, sudah lebih banyak
ampas, warna kuning kehijauan, tidak
ada darah dan lendir. Mual(-),
Muntah(-), Demam (-), Batuk (-).
Pilek (+), makan minum (+).
Telinga : liang telinga lapang, sekret -/Hidung : terdapat sekret +/+ berwarna
bening kental, tidak ada napas cuping
hidung.
Mulut: mukosa bibir lembab, tidak ada
sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorax :
BJ I-II regular, tidak ada murmur, tidak
ada gallop.
Suara napas Vesikuler, tidak ada
Rhonki dan Wheezing.
Abdomen : datar, bising usus normal,
supel,turgor kulit baik, Hepar dan Lien
tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2
Diare
akut
dengan
dehidrasi
faringitis akut
+ Rhino-
faringitis akut
(p.o)
18
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT PADA ANAK
A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya terjadi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut adalah buang air
besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari,
keadaan ini masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat
normal maka tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.1
B. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang,
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.
19
Berdasarkan Riskesdas 2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk
golongan 1-4 tahun, kematian akibat diare mencapai 25.5%.2
C. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui 4F yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid (cairan),
dan field (lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
antara lain:
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Faktor genetic
Faktor lainnya:
o Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI.Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodyibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
20
o Infeksi asimtomatik
Proporsi
asimtomatik
ini
meningkat
setelah
umur
tahun
Shigella
dysentriae 1dapatmenyebabkan
kesakitan
dan
21
Patogenesis diare yang diakibatkan oleh virus diawali oleh hancurnya sel-sel ujungujung villus pada usus halus. Kerusakan pada villus ini akan menyebabkan terjadinya
gangguan absorpsi usus halys. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan
dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus halus dan terjadi hiperperistaltik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,
menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.Enterosit
villus bagian atas juga berfungsi untuk menghidrolisis disakarida. Dengan rusaknya villus
tersebut akibat virus, maka akan terjadi juga malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama
laktosa.2
Patogenesis diare yang diakibatkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme
yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus, seperti cAMP, cGMP
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella,
E coli agak berbeda dengan patogenesis diare akibat virus. Pada bakteri, terjadi invasi ke
dalam sel mukosa usus halus sehingga dapat mengakibatkan reaksi sistemik.2
F. PATOFISIOLOGI
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atausekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan
sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau
22
kolon yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan
proses sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2
Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah,
maka pada segmen jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen
hehunum, dan air akan terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal.2
Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman,
seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory
bowel disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.2
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya
akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne
secretagogeus, diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2
Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas
usus yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi.2
23
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan
tight junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam
lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik
dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis
dan fungsi absorpsi dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut
akan menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat
pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari
respon imun akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan
jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.2
G. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus dapat memberikan gejala berupa gangguan pada sistem gastrointestinal
berupa diare, kram perut dan muntah. Apabila telah terjadi komplikasi ekstra intestinal,
maka dapat pula ditemukan manifestasi neurologik maupun sistemik yang akan berbedabeda sesuai dengan penyebabnya.2
Pasien diare dapat mengalami dehidrasi, asidosis metabolik maupun hipokalemia
yang disebabkan karena kehilangan cairan tubuh secara terus menerus tanpa diimbangi oleh
intake cairan yang cukup. Pada pasien diare, terjadi kehilangan ion-ion seperti natrium,
klorida dan bikarbonat, sehingga terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Apabila terjadi
dehidrasi, jika tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian.2
24
Gejala
Klinik
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
47-72 jam
++
++
++
Sering
Jarang
Sering
Nyeri perut
Tenesmus
Tenesmus
kramp
Tenesmus
kolik
Tenesmus
kramp
Sering
kramp
Nyeri kepala
5-7 hari
>7 hari
3-7 hari
2-3 hari
variasi
3 hari
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
Masa tunas
Panas
Mual
muntah
Lamanya
sakit
Sifat Tinja
Volume
25
Frekuensi
Konsistensi
5-10x/hari
>10x/hari
Sering
Sering
Sering
Terus
Menerus
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Kadang
Busuk
Amis khas
Darah
Bau
Langu
Warna
Kuning hijau
Merah hijau
kehijauan
Tak berwarna
Merah-hijau
Seperti air
cucian beras
Anoreksia
Kejang
Sepsis +
Metorismus
Infeksi
sistemik
Leukosit
Lain-Lain
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau
basah. Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic.
Bisingusus
yang
lemah
atau
tidak
ada
bila
terdapat
hipokalemi.
refill dapat
Kesadaran
Denyut jantung
Normal
Dehidrasi
RinganSedang, Kehilangan
BB 3%-9%
Normal, lelah, gelisah,
irritable
Normal-meningkat
Kualitas nadi
Normal
Normal-melemah
Pernapasan
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Cubitan kulit
Normal
Normal
Ada
Basah
Segera kembali
Normal-cepat
Sedikit cowong
Berkurang
Kering
Kembali < 2 detik
Dehidrasi
Berat,
Kehilangan BB > 9%
Apatis, letargi, tidak
sadar
Takikardia, bradikardia
pada kasus berat
Lemah, kecil, tak
teraba
Dalam
Sangat cowong
Tidak ada
Sangat kering
Kembali > 2 detik
27
Capillary refill
Ekstremitas
Normal
Hangat
Memanjang
Dingin
Kencing
Normal
Berkurang
Memanjang, minimal
Dingin,
mottled,
sianotik
minimal
Keadaan Umum
Sehat
Gelisah,
cengeng,
apatis, ngantuk
Kekenyalan Kulit
Normal
Sedikit kurang
Sangat kurang
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Ubun-ubun Besar
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Mulut
Normal
kering
Denyut Nadi/menit
Sedang (120-140)
Lemah >140
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table, kemudian
dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah berat.
A
Baik, sadar.
*Gelisah, rewel
Mata
Normal
Cekung
Sangat
cekung
dan
kering.
Air mata
Ada
Tidak ada
Sangat kering
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa haus
*Haus,
haus
banyak
ingin
minum
*Malas
minum
atau
Periksa :
28
Turgor kulit
Hasil
Kembali cepat
Tanpa dehidrasi
pemeriksaan :
Terapi :
Rencana Terapi A
*Kembali lambat
Dengan
dehidrasi
Rencana Terapi C
J. PENATALAKSANAAN
Departemen
Kesehatan
mulai
melakukan
sosialisasi
Panduan
Tata
Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi
dalam
penatalaksanaan
diare.
Memperbaiki
kondisi
usus
dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare
yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Oralit
baru
dengan
low
osmolaritas
suplementasi intravena
dan
mampu
ini
juga menurunkan
kebutuhan
serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Mmol/Liter
75
65
75
20
10
245
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan
24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketemtuan
sebagai berikut :
- Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB.
- Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB.
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang
Dosis
10 mg (1/2 tablet)/ hari
20 mg (1 tablet)/ hari.
Efek pemberian zinc terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus
melalui pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zinc juga berperan sebagai
antioksidan yang merupakan stabilisator intramolekular, mencegah pembentukan ikatan
disulfida, dan berkompetisi dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zinc juga mampu untuk
menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Zinc juga berperan dalam penguatan sistem
imun, yaitu dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan zinc juga terlihat dalam aktivasi
limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah yang mendukung
dilakukannya pemberian zinc dalam tatalaksana diare akut.1,2,4
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
30
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak terjadi gizi
buruk. Pada diare berdarah, nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu
makan menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare cair
akut maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas ebaiknya mendapat makan seperti biasanya. 1 Bila
anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan.2
4. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare
infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh
antibiotik.1,2 Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan
kolera.1,2,4
Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif
terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada
tahap awal diberi antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat
ini telah banyak strain Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin,
mentronidazol,tetrasiklin, golongan aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan
kotromoksazol sehingga WHO tidak merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat
pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon
seperti siprofloksasin dengan dosis 30-50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5
hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan
tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang
dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan, maka amati adanya penyulit,
hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan antibiotik yang sensitif terhadap
Shigella berdasarkan area.1
5. Nasihat kepada orang tua
31
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering
atau minum belum membaik selama 3 hari.1
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia
kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan
disentri yang datang sudah dengan komplikasi.1
Tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :
32
33
34
35
K.
KOMPLIKASI
36
Komplikasi dari diare akut yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat atau muncul
pada saat dilakukan terapi rehidrasi diantaranya adalah gangguan elektrolit berupa
hipernatremia, hiponatremia, hiperkalsemia, dan hipokalemia. Apabila upaya rehidrasi oral
mengalami kegagalan, dapat terjadi kejang yang disebabkan karena hipoglikemi,
hiperpireksia, hipernatremi atau hiponatremi.2
L. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman
patogen penyebab diare, dengan cara : pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan
dan penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup,
membudayakan kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, dan
membuang tinja bayi yang benar.2
Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun, meningkatkan nilai
gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak, dan dilakukannya imunisasi campak.2
Salah satu upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Perbiotik adalah
mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan
melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pada sistematik
review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology
Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan
dengan peran probiotik untuk pencegahan diare.2
Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb di bawah normal : anak 6 bulan6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga terjadi penurunan
kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia
bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang
diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium
yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya
anemia, umur individu, sertamekanisme kompensasi tubuhseperti peningkatan curah jantung
dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan
volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.9
1. Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian:9
Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel
darah oleh sumsum tulang.
Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan
yang menahun.
Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang
berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/
hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti
intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi
darah.
Definisi
39
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoietik.Cadangan besi yang kosong menyebabkan pembentukan hemoglobin
berkurang.Berbeda dengan anemia akibat penyakit kronik, berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoietik terjadi akibat pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial yang berkurang, sementara
cadangan besi normal.Namun, kedua jenis anemia ini merupakan anemia dengan gangguan
metabolisme besi.
2. Epidemiologi
Anemia defiseinsi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling banyak diderita oleh
penduduk di negara berkembang, termasuk di Indonesia.Sebanyak 16-50% laki-laki dewasa di
Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu infeksi cacing tambang (54%) dan
hemoroid (27%). 25-48% perempuan dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab
terbanyak menorragia (33%), hemoroid (17%), dan infeksi cacing tambang (17%).
3. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan kronik :
1. Faktor Nutrisi
Berkurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas (kualitas) besi dalam asupan makanan,
misalnya : makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C.
2. Kebutuhan besi meningkat
Prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.
3. Gangguan absorbsi besi
Misalnya gastrektomi, kolitis kronis
4. Perdarahan kronik
a. Saluran cerna : tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon, kanker
lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, dan hemoroid.
b. Saluran genitalia wanita : menoragia, metroragia
c. Saluran kemih : hematuria
d. Saluran nafas : hemoptisis
4. Patofisiologi
Gejala Anemia Defisiensi Besi
o
o
keputihan.
o Disfagia
o Atrofi mukosa gaster
o Pica : keinginan makan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat, lem, dll.
Gejala penyakit dasar :
o Gejala bergantung pada penyebab dasar yang menimbulkan anemia
o Pada infeksi cacing tambang terdapat gejala dyspepsia, parotis yang membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
Anemia akibat kanker kolon dapat disertai dengan gangguan BAB.
o
Diagnosis
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.
1. Terapi Kausal : terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera agar pemberian preparat besi
berefek maksimal.
2. Terapi dengan preparat besi : pemberian dapat diberikan secara :
a. Oral, yaitu terapi yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien karena lebih efektif,
aman, dan murah.
- Ferro Sulfat : preparat yang terbaik dengan dosis 3 x 200mg, diberikan sebelum
makan.
- Ferro Glukonat : preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada Ferro
Sulfat.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat
Waktu pemberian preparat besi oral harus dalam waktu yang lama untuk
memulihkan cadangan besi tubuh. Terapi preparat besi oral yang berhasil akan
41
menunjukkan peningkatan hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dan
akan menunjukan perbaikan sempurna anemia dalam waktu 1-3 bulan.
b. Parenteral : terapi ini diberikan pada pasien dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn
aktif, penderita yang tidak respon baik dengan preparat besi oral, dan penderita yang
tidak patuh dengan pemberian preparat besi oral.
- Besi sorbitol sitrat (Jectofer), diberikan secara intramuscular dalam, dan diberikan
berulang.
- Ferri hidroksida-sukrosa (Venofer), diberikan dengan intravena lambat atau infus.
3. Terapi lain :
a. Diet : perbaikan gizi sehari-hari, dengan makanan bergizi dan tinggi protein.
b. Vitamin C : diperlukan untuk penyerapan besi. Dosis 3x 100mg.
c. Transfusi darah
BAB III.
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini diagnosa Diare akut dengan dehidrasi ringansedang et causa Rotavirus,
Anemia mikrositik hipokrom et causa Defisiensi besi, Rhino-faringitis akutditegakkan
berdasarkan dari :
4. Anamnesa
Sejak 2 hari SMRS pasien mengalami BAB cair sebanyak lebih dari 5 kali
sehari.BAB cair tanpa ampas, berwarna kuning, tanpa darah, tanpa lendir, tanpa warna
kehitaman dan tidak berbau asam atau busuk dengan jumlah gelas setiap kali
BAB.Sejak mengalami BAB cair, pasien tampak lemas, lebih rewel dan aktivitas
bermain berkurang.
Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami muntah sebanyak lebih dari 3 kali
sehari.Muntah berisi makanan dan minuman, tanpa lendir, tanpa darah dengan jumlah
gelas aqua setiap kali muntah.Muntah terjadi setelah pasien minum dan makan.Sejak
mengalami muntah, pasien mengalami penurunan nafsu makan dan minum.Muntah
42
disertai demam tidak terlalu tinggi dan tidak diukur suhunya.Sejak 6 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien juga batuk dan hidung keluar lendir, sudah diobati namun
kambuh kembali.
5. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan rewel.Tanda
vital didapatkan tidak ada peningkatkan suhu tubuh.Pemeriksaan kepala, ubun-ubun
besar agak cekung.Mata tampak palpebral agak cekung, mukosa bibir kering.Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan turgor kulit menurun dan bising usus meningkat 8
kali/menit.Pada hidung mukosa tidak hiperemis, konka hiperemis danterdapat
sekretberwarnamucoid.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, kurang dari 11,
keadaan ini disebut anemia. Anemia adalah sebagai penurunan kadar Hb di bawah
normal : anak 6 bulan-6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga
terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Untuk
menentukan klasifikasi anemia, didapatkan penurunan MCV, MCH dan
MCHC,
itu,
pasien
dalam
masa
pertumbuhan
sehingga
kebutuhan
zat
besi
meningkat.Gangguan absorbsi zat besi seperti pada gastrektomi atau kolitis kronis dapat menjadi
salah satu faktor penyebab anemia defisiensi besi. Pengambilan suspek anemia defisiensi besi
dikarena pada pasien didapatkan factor risiko yaitu BAB cair dan muntah yang
berkepanjangan serta intek makanan dan minuman yang sulit pada pasien Pada
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
peningkatan
leukosit
ataudisebut
juga
7. Penatalaksanaan
Pasien dirawat selama 3 hari di rumah sakit. Menurut literatur yang ada, pasien
dengan dehidrasi ringan-sedang masuk ke dalam tatalaksana rencana Terapi B, di mana
pasien dapat dirawat di rumah setelah orang tua pasien mendapatkan edukasi tentang
cara pembuatan dan pemberian oralit atau dapat di rawat di rumah sakit, sesuai dengan
43
indikasi. Pemilihan perawatan pasien ini disebabkan karena intek makanan dan
minuman pasien sulit.
Selama perawatan pasien masih tetap mengalami dehidrasi ringan-sedang. Oleh
karena itu, di ruang rawat inap pasien masih tetap diberikan cairan KaEN 3B sebanyak
900 cc per hari. Pasien diberikan paracetamol 120mg peroral sesuai dosis terhadap berat
badan pasien, paracetamol digunakan jika pasien demam sehingga pada hari perawatan
pertama sudah tidak deberikan paracetamol. Simptomatik lainnya, pasien diberikan
domperidon 2x1,5 mg peroralbertujuan untuk mengatasi muntahnya dan pada pasien ini
sudah tidak digunakan lagi pada hari perawatan ke 2, karena pasien sudah tidak ada
muntah.
Pemberian tablet zink yang merupakansalah satu dari Lima Lintas Tatalaksana
diare, diberikan selama 10-14 hari berturut-turut dengan dosis 1x20 mg peroral. Oralit
juga diberikan setiap kali BAB cair yang bertujuan untukTerapi Rehidrasi
Oral.Pemberian preparat probiotik sebanyak 2 x 1 sach, bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan mikroflora intestinal.
Pasien diberikan injeksi antibiotik cefotaksim 3x250mg.Menurut literatur,
antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian
besar diare infeksi disebabkan oleh rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada diare berdarah dan
kolera.
Terapi non-medikamentosa berupa tetap dilanjutkannya pemberian ASI dan susu
formula yang bertujuan untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi
yang hilang. Dilakukan diet makanan lunak dengan 1200 kcal, sebanyak 3 kali
sehari.Pada pasien ini diberikan makanan yang lunak dan makanan dengan rendah serat
bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin
meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang
saluran cerna. Kebutuhan kalori pasien 1200, diet makanan lunak sebanyak 3 kali sehari.
Pada hari selanjutnya, tanda dehidrasi tidak ada pada pasien sehingga dapat
dikategorikan pasien berada pada keadaan tanpa dehidrasi sehingga pasien direncanakan
pulang. Dalam tata laksana diare, terdapat prinsip lintas diare yang meliputi rehidrasi,
pemberian tablet zinc, antibiotik yang sesuai, lanjutkan pemberian makanan, dan edukasi
pada pasien.
8. Diagnosis Banding
44
a. Diare akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri secara umum tidak memiliki
perbedaan gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus. Yang berbeda dari
gejalanya, diare yang disebabkan karena infeksi virus disertai dengan gelaja demam
yang tidak terlalu tinggi dan mual muntah, pada pemeriksaan darah tidak didapatkan
peningkatan leukosit. Sedangkan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri biasanya
disertai demam yang tinggi dan jarang ada mual muntah, serta pemeriksaan darah
didapatkan peningkatan leukosit dan limfosit. Diare yang disebabkan oleh infeksi
virus mempunyai karakter feses yang berbeda dengan diare yang disebabkan oleh
infeksi bakteri.Pada pasien ini didapatkan gejalan demam tidak terlalu tinggi, ada
keluhan mual muntah, dengan konsistensi feses yang cair tanpa ampashasil kadar
leukosit meningkat, namun tidak dilakukan pemeriksaan terhadap limfosit. Pada
pasien ini leukosit meningkat mungkin saja disebabkan oleh infeksi lain.
Infeksi virus
Infeksi bakteri
Konsistensi
Hanya berair
Volume
Sangat banyak
Banyak
Frekuensi
5-10 x/hari
Warna
Kuning hijau
Darah
Leukosit
Lain
anoreksia
10x/hari
Kehijauan, merah hijau, tidak berwarna
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,Oswari
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajarGastroenterohepatologi:jilid
1. Jakarta
120
2. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, SoenartoSSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajarGastroenterohepatologi:jilid
1. Jakarta
UKK
GastroenterohepatologiIDAI 2011;
121-136
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson. eds.
Nelson textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
4. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.Geneva.
2006
5. WHO.
Persistent
diarrhea
in
children
in
developing
8. Buku
Standar
Penatalaksanaan
Ilmu
Kesehatan
Anak
Fakultas
47