Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Mustika Apriyanti
2012730142
Pembimbing:
dr. Satrio Prodjohoesodo, Sp. THT
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi hidung
Embriologi hidung
Perkembangan rongga hidung secara embriologi
yang mendasari
delapan minggu ,
pembentukan
olfaktori.
Bagian
medial
dan
lateral
meatus media.
sel etmoidalis
anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media dan
sel ethmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar
meatus
superior. Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu ,
dinding lateral hidung terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas
proporsi konka. Seluruh daerah sinus paranasal muncul dengan
tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir, perkembangannya
melalui tahapan
sinus etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus frontal.
(Walsh WE, 2002)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi
bagian
dari
os
etmoid,
konka
inferior,
lamina
Di
dan
sel-sel
etmoid
anterior
biasanya
bermuara
di
os vomer, bagian
atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina
pterigoideus. (Ballenger JJ,1994)
Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang
terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus
maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya,
yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap
ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus
zygomatikus os maksilla. (Ballenger JJ,1994 ;
Hilger PA,1997)
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang
berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian
prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung
hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus
tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang
berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga
hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan
sel-sel goblet (Sobol SE, 2007).
Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit
resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal.
Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke
infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus
unsinatus dan konka media (Nizar NW, 2000).
sfenopalatina
bersama
n.sfenopalatina
dan
memasuki
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris
dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris,
yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya,
sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion
sfenopalatinum.
memberikan
persarafan
Ganglion
sensoris
juga
sfenopalatinum
memberikan
selain
persarafan
reseptor
penghidu
pada
mukosa
olfaktorius
di
daerah
Fisiologi hidung
olfaktorius
(penciuman)
dan
reservoir
udara
untuk
Ada
empat pasang (delapan) sinus paranasal, empat buah pada masingmasing sisi hidung ; sinus frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan
dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila, yang terbesar, kanan
dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan
kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga
hidung melalui ostium masing-masing. (Ballenger JJ,1994; Heilger PA,
1997; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu
bagian anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah
konka media, pada atau di
terbesar.
Merupakan
sinus
pertama
yang
terbentuk,
sebagai
Perluasan
sebesar 2 mm vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun. Mulamula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung dan pada
usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan setinggi
irigasi
adalah
bagian
dari
sinus
etmoid
anterior
dan
Ukuran
rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm,
dan isi rata-rata 6-7 ml. Tidak adanya gambaran septum-septum atau
lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis
dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari
frontal mudah menjalar ke daerah ini.
sinus
dari
meatus
superior
dan
suprema
yang
membentuk
Sinus sfenoid
Sinus sfenoid
berjalan
lambat,
sampai
pada
waktu
lahir
Batas-batasnya
ronga-rongga
ini
adalah
organ
yang
penting
sebagai
resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku Maori dari Selandia Baru
memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka tidak memiliki
rongga sinus paranasal yang luas dan lebar. Teori ini dpatahkan oleh
Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara yang kuat, contohnya
singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan teori
dari Proetz, bahwa kerja dari sinus paranasal adalah sebagai barier
pada organ vital terhadap suhu dan bunyi yang masuk.
Jadi sampai
ini
ialah
yangdefinitif
ternyata
antara
sinus
tidak
dan
didapati
rongga
pertukaran
hidung.
udara
Volume
antara
hidung
dan
organ-organ
yang
Sinus
dilindungi.
membantu
sehingga
teori
ini
dianggap
tidak
bermakna.
tidak
memungkinkan
sinus
berfungsi
sebagai
pada
waktu
bersin
atau
membuang
ingus.
yang
.berkesinambungan
dengan
berbagai
sifat
dan
histologik dan fungsional dibagi atas dua tipe yaitu mukosa penghidu
(mukosa olfaktorius).
sel goblet. Mukosa yang melapisi terdiri atas dua tipe yaitu tipe
olfaktorius
dan
sebahagian
besar
tipe
respiratorius.
Mukosa
terletak
respiratorius
terdiri
mukosa
atas
respiratoriu.
epitel,membran
Lapisan
basalis
dan
mukosa
lamina
(Ballenger, 1994 ;
hidung, hanya lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitelnya torak
berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran basal yang tipis dan
tunika propia yang melekat erat dengan periosteum dibawahnya. Silia
lebih banyak dekat dengan ostium, gerakannya akan mengalirkan
lendir kearah hidung melalui ostium. Kelenjar mukosa juga banyak
ditemukan didekat ostium (Ballenger;1994; Waguespack,1995 ;
Levine,2002).
Pada membran mukosa juga ditemukan sel neurosekretori dan
beberapa macam sel seperti makrofag dan leukosit. Terlihat juga
kelenjar mukosa yang masuk kedalam jaringan ikat. Kelenjar ini
memproduksi cairan mukos dan serosa dibawah kontrol saraf
parasimpatis. (Ballenger;1994)
Sel goblet (Kelenjar mukus)
Sel goblet atau kelenjar mukus
pemeriksaan
endoskopis
tampak
berbentuk
piala.
Sel
ini
dijumpai
didaerah
nasofaring
(Ballenger;1994
Waguespack,1995; Levine,2002 )
Silia hidung
Pada sel epitel kolumner bersilia (sel epitel torak berlapis semu
bersilia) memiliki mikrovilia dan silia dengan jumlah berkisar 300-400
mikrovili tiap selnya yang bertambah ke arah nasofaring, dan 50-200
silia tiap selnya. Silia merupakan struktur kecil menyerupai rambut ,
Pada
dapat
bergerak
akibat
adanya
energi
berupa
adenosine
Gerakan
silia
ini
merupakan
gerakan
yang
dengan
paranasal.
Kemudian dilajutkan oleh Hilding ,tahun 1932, dengan melakukan
penelitian pada hewan anjing, terhadap pembersihan mukosiliar pada
sinus
yang
juga
memperlihatkan
perbaikan
mukosa
hidung
mempelajari
Messerklinger
endoskopik nasal.
panas;
normalnya
mukus
menghangatkan
udara
double
microtubulus).
Pada
outer
double
bergerak
kurang lengket ;
dan
adalah
tegak
sepenuhnya.
Lapisan
superfisial
ini
merupakan
yang menumpang
(Ballenger,1994; Weir,1994;
Hilger 1997)
Lapisan
superfisial
yang
lebih
tebal
utamanya
mengandung
yang
pekat
akan
masuk
kedalam
ruang
perisiliar.
tidak
akan
mencapai
lapisan
superfisial
yang
dapat
Silia pada sel epitel respiratorius, kelenjar penghasil mukus atau sel
goblet dan palut lendir membentuk satu kesatuan sebagai sistem
mekanisme pertahanan penting
Transportasi mukosiliar
atau sistem
Aliran
cairan
pada
sinus
mengikuti
pola
tertentu.
dengan
menggunakan
suatu
partikel
yang
tidak
larut
dalam
Ujung silia
menimbulkan
penyakit.
Kecepatan
dari
TMS
sangatlah
topikal, atau gas inhalasi ; sedangkan yang tidak larut adalah lamp
black,
colloid
sulfur,
600-um
allumunium
disc
atau
substansi
untuk
memperlihatkan
fisiologik
hidung
yang
pemeriksaan
rutin, bahkan oleh banyak para ahli di berbagai kota di dunia oleh
karena biayanya relatif murah dan mudah dalam penggunaannya. Uji
sakarin juga cukup ideal untuk penggunaan di klinik. (Ballenger
JJ,1994; Jorissen M, 1998; Jorissen M , Boeck , 2000 ; Waguespack
R,1995)
Pemeriksaan pasien diawali dengan penderita dalam kondisi sadar
dan diharapkan untuk tidak menghirup, makan dan minum. Penderita
duduk dengan kepala posisi fleksi 10 derajat. Bubuk sakarin
diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior. Kemudian
subjek diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2 1 menit sampai penderita merasakan manis. Waktu pada saat sakarin
mulai diletakkan di bawah konka inferior sampai merasakan manis di
lakukan pencatatan dan ini disebut sebagai TMS atau waktu sakarin.
Rata-rata nilai normal adalah 12-15 menit (Jorissen M, 1998 ; Jorissen
M, Willems T, Boeck KD, 2000)
Diperhatikan
apakah
konka
besarnya
normal
(eutrofi,
Bila
ditemukan
sekret
pada
rongga
hidung,
harus
Rhinoskopi
posterior
belakang,
dengan
mengubah-ubah
adalah
pemeriksaan
menggunakan
posisi
kaca,
kita
kaca
dapat
ronnga
hidung
nasofaring.
dari
Dengan
melihat koana,
ujung
DAFTAR PUSTAKA
2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher Edisi ke -7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Ballenger JJ,1994 ; Hilger PA,1997; Scott Brown,1997 ; Sun SS. 2002
; Waguespack R,1995
Ballenger JJ,1994; Jorissen M, 1998; Jorissen M , Boeck , 2000 ;
Waguespack R,1995
Cohen NA. 2006 ; Soetjipto D & Wardani RS,2007 ; Wilma T.2007 ;
Ballenger JJ,1994
Havas T, 1999 ; Jorissen M, 1998 ; Talbot AR, 1998 Waguespack
R,1995
Heilger PA , 1997
Hilger, 1994; Weir,1995
Jorissen M, 1998 ; Jorissen M, Willems T, Boeck KD, 2000)
Lang,1989; Waguespack, 1995; McCaffrey,1997
Soetjipto D & Wardani RS,2007