Professional Documents
Culture Documents
ISOLASI SOSIAL
Definisi
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami,
atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas
bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen,
2006).
2.
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Menyendiri
Merasa sendiri
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulsif
Bekerjasama
Tergantung
Narcissisme
Saling tergantung
Gambar 1. Rentang respon sosial
b.
c.
d.
3.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial yang
maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1). Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mencetuskan
seseorang akan mempunyai masalah respon maladaptif.
2. biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum yang lalu
dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dalam
perkembangan gangguan ini, tetepi masih perlu penelitian.
3. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang berbeda
dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat perkembangan usia,
kecacatan, penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain.
b.
Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas.
untuk
mengatasinya,
misalnya
perasaan
cemas
yang
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Klien Dengan Menarik Diri
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien
1)
2)
Usia
3)
4)
b.
c.
Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
di masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik,
Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan
fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
e.
Aspek psikososial
1). Membuat
genogram
yang
memuat
minimal
generasi
yang
Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b).
Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum
dirawat, kepuasan
Peran
Tanyakan
tentang
tugas
peran
yang
diemban
dalam
b).
c).
4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan
jiwa
dilakukan di rumah.
f.
Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
2). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
3). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau
tidak dapat memulai pembicaraan.
4). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan,
agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka
yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau
kompulsif.
5). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
6). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
7). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata
kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.
8). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
9). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada
tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai
pada tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak
ada hubungan satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang
meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan
eksternal, kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang
diulang berkali-kali).
10). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi
tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di
tilik
diri;
pengingkaran
terhadap
penyakit
yang
diderita,
2. Pohon Masalah
Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:
Risiko perilaku
kekerasan terhadap
diri sendiri
Akibat
Gangguan
sensori/persepsi:
halusinasi pendengaran
Gangguan
Penyebab
pemeliharaan
kesehatan
Defisit perawatan
diri: Mandi dan
berhias
Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik
Ketidakefektifan
koping keluarga:
ketidakmampuan
keluarga merawat klien
di rumah
Penyebab
Gambar 2. Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2006)
1. Diagnosa Keperawatan
Keliat, B. A. (2006) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan isolasi sosial : menarik diri, sebagai berikut :
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Defisit perawatan diri
f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Intervensi Keperawatan
Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ
Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
menggunakan SP, yaitu :
a.
Pasien
SP 1 (pasien) :
1.1. Membina hubungan saling percaya
1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.
1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain.
1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain.
1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP 2 (pasien) :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang.
3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP 3 (pasien) :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang
atau lebih.
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
II.
Keluarga
SP 1 (keluarga) :
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien.
1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.
1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2 (Pasien)
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
II.
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah
SP 2 (Keluarga)
Diagnosa 3.
halusinasi
Tujuan :
Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
I.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang
lain
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 (Pasien)
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang biasa
dilakukan pasien).
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV (Pasien)
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum obat (prinsip
5 benar minum obat)
II.
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP 2 (Keluarga)
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
halusinasi
SP 3 (Keluarga)
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
d.
I.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan.
1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan.
1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis.
1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta, menolak, dan
mengungkapkan / membicarakan masalah secara baik).
1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 2 (Pasien)
2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih koping: beraktivitas.
2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 3 (Pasien)
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
2. Melatih koping: olah raga.
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu inefektif
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu inefektif
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping individu
inefektif
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien koping
individu inefektif
SP 3 (Keluarga)
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
minum obat
2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga
e.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri
1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 (Pasien)
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara makan yang baik
3. Melatih pasien cara makan yang baik
4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 (Pasien)
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri dan
jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP 2 (Keluarga)
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit
perawatan diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
defisit perawatan diri
SP 3 (Keluarga)
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (Discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
f.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi penyebab PK
1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
PK.
1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.
SP 2 (Keluarga)
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK.
SP 3 (Keluarga)
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC.
Keliat,Budi Ana. 2006. Proses keperawatan kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta, EGC
RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007. Workshop Standar Asuhan & Bimbingan
Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Magelang
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart & Sundeen, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC
Sujono & Teguh , 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.